Anda di halaman 1dari 167

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BOGOR

DALAM PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

STUDI PADA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU


SATU PINTU (DPMPTSP) KOTA BOGOR

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana


Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran

MUHAMMAD AGUNG GUMILAR ANMUMA


NPM 170410160077

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
JATINANGOR
2020
JUDUL : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA
BOGOR DALAM PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN
BANGUNAN (IMB)
SUB JUDUL : STUDI PADA DINAS PENANAMAN MODAL DAN
PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (DPMPTSP)
KOTA BOGOR
PENYUSUN : MUHAMMAD AGUNG GUMILAR ANMUMA
NPM : 170410160077

Jatinangor, 5 Mei 2020

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Prof. Dr. Drs. H. Nasrullah Nazsir, M.S. Rudiana S.IP., M.Si.


NIP. 19500819 198601 1 001 NIP. 19741124 200312 1 001

Ketua Program Studi Sarjana Ilmu Pemerintahan

Rudiana. S.IP., M.Si.


NIP. 19741124 200312 1 001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan berkat rahmat serta kasih-Nya kepada penulis sehingga penulisan skripsi

ini dapat selesai dengan baik. Skripsi ini berjudul : “Implementasi Kebijakan

Pemerintah Kota Bogor dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Studi

Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor”

Penyelesaian skripsi ini merupakan salah satu syarat tugas akhir dalam

menyelesaikan perkuliahan pada Program Studi S-1 Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu

Sosial dan Politik Universitas Padjajaran.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak

baik dorongan moril maupun materil, maka sukar rasanya untuk dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini Penulis ingin berterimakasih kepada kedua

orang tua tercinta Ibu Nining Yuningsih dan Bapak Suryadi yang selama ini tidak

henti-hentinya memberikan dukungan, dorongan, doa, serta semangat. Tidak lupa

pula Penulis mengucapkan terimakasih serta apresiasi setinggi-tingginya kepada

Bapak Prof. Dr. Drs. H. Nasrullah Nazsir, M.S. dan Bapak Rudiana S.IP., M.Si.

selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, pikiran, serta

tenaga untuk membimbing Penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

Ucapan terimakasih juga Penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada yang

terhormat:

1. Ibu Prof. Dr. Rina Indiastuti, M.SIE. selaku Rektor Universitas Padjadjaran

i
2. Bapak Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata, S.IP., S.Si., M.T., M.Si. (Han)

selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.

3. Bapak Rudiana, S.IP., M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.

4. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan yang membantu sehingga

bisa selesainya penelitian ini.

5. Bapak Drs. Firdaus M.Si. selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor, Bapak Rudy Mashudi S.T. M.P

selaku Kepala Bidang Izin Pemanfataan Ruang Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor, Ibu Evita Lazuardi S.T. M.T.

selaku Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfataan Ruang Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor, staff dan pegawai

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor yang

telah banyak memberikan informasi dan masukan dalam penulisan skripsi ini,

serta juga tidak lupa terimakasih kepada Bapak Asep Kartiwa dan Bapak

Thamrin Simatupang selaku masyarakat yang pernah atau sedang mengurusi

perizinan penerbitan IMB sebagai informan.

6. Teman – teman Ilmu Pemerintahan angkatan 2016, terima kasih sudah

mengisi keseharian penulis selama kuliah.

7. Teman – teman Unit Bulutangkis Universitas Padjadjaran, terimakasih sudah

memberikan dukungan moral serta doa yang selalu dipanjatkan.


Disamping itu kepada segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu,

yang telah membantu dalam proses penyelesaian penelitian skripsi ini saya ucapkan

terimakasih. Akhirnya Penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang

membantu skripsi ini mendapatkan balasan rahmat, berkah, dan kasih sayang Allah

Subhanahu Wa Ta’ala. Aamiin.

Jatinangor, April 2020

Penulis
ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam


Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Studi Pada Dinas Penanman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
ketertarikan penulis mengenai Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Bogor
dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tersebut. Kebijakan Pemerintah
Daerah ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik serta memberikan
dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan guna menjaga ekologi yang ada di
wilayah pemerintah kota Bogor.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode


penelitian deskriptif, selain itu juga diperoleh dari hasil penelitian melalui studi
pustaka, dan studi lapangan yaitu observasi, dokumentasi dan wawancara terhadap
informan atau narasumber yang terlebih dahulu ditentukan oleh peneliti.

Dalam penelitian ini yang berjudul Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota


Bogor dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ini dipengaruhi oleh tiga
indikator teori, yaitu logika kebijakan, tempat kebijakan di operasikan, dan
keterampilan implementor.

Berdasarkan hasil penelitian ini kemudian dapat disimpulkan bahwa


Implementasi Kebjiakan Pemerintah Kota Bogor dalam Penerbitan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB): Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Kota Bogor sudah berhasil. Hal ini dapat dilihat dari inovasi pelayanan yang
diberikan pemerintah kota Bogor kepada masyarakat, dimana pemerintah menerapkan
kebijakan yang efektif dan efisien dengan mengandalkan pelayanan berbasis
elektronik.

Kata Kunci : Impelementasi Kebijakan, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan,


Kota Bogor

iv
ABSTRACT

The tittle this reaserch is Implementation of Bogor City Government Policy in


Publishing Building Establish Permits (IMB) : in Bogor City one door integrated
investment and service. This research basically by interest related author is The
Implementation of Bogor City Government Policy in Publishing Building Establish
Permits (IMB). This local government policies wished can giving good service and
giving positif impact to public and envirotment so that ecology safety can safe in the
region Bogor city government.
This reaserch using qualitatif reaserch approch with descriptif method, other
than that was obtained from research result trought literature study, observation,
documentation, and interviews with informants who have been determined by
researchers.
In the tittle this reaserch is Implementation of Bogor City Government Policy
in Publishing Building Establish Permits (IMB) influenced by three theory indicatory
that is policy logic, policy environment operate, and implementor skill.
Based on the results of this reaserch so that can be concluded that is
Implementation of Bogor City Government Policy in Publishing Building Establish
Permits (IMB) : in Bogor City one door integrated investment and service have
succeeded. This can be seen from the innovation of the services provided bogor city
government to public, which the government implements effective and efficient
policies by relying on electronic-based services.

Keywords : Policy of Implementations, Publishing Building Establish Permits,


Bogor City

v
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1 Model Kerangka Pemikiran............................................................................. 41

Diagram 4.1 Rencana Strategis Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kota Bogor...................................................................................................... 74
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rudy Mashudi (Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang DPMPTSP) dan

Evita Lazuardi (Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang

DPMPTSP (Sumber : Dokumentasi Pribadi Peneliti)........................... 155

Gambar 2. Asep Kartiwa (masyarakat yang pernah mengurusi perizinan IMB)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti)............................................... 156

Gambar 3. Thamrin Simatupang (masyarakat yang sedang mengajukan perizinan

IMB) (Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti)..................................... 156

Gambar 4. Observasi di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Bogor (Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti).......... 157

Gambar 5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas (Sumber: Dokumentasi Pribadi

Peneliti).................................................................................................. 158

Gambar 6. Surat Keterangan Penelitian dari Kesbangpol Kota Bogor (Sumber:

Dokumentasi Pribadi Peneliti)............................................................... 159

Gambar 7. Tanda Terima Surat oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Bogor (Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti).......... 160

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Indonesia adalah negara yang sedang dalam masa perkembangan dalam segi

infrastruktur dan fasilitas massa, banyaknya pembangunan di setiap sudut daerah

merupakan bentuk bahwa Pemerintah Indonesia serius dalam mewujudkan keadilan

sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan infrastruktur merupakan

salah satu program yang gencar dilaksanakan, pembangunan infrastruktur dianggap

akan meningkatkan konektivitas dan merangsang daya saing antardaerah di seluruh

Indonesia.

Terlepas dari pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, ada pula

pembangunan yang dilaksanakan oleh pihak swasta dengan tujuannya tersendiri.

Pembangunan akan kebutuhan masyarakat modern menjadi salah satu proyek yang

gencar dilakukan oleh pihak swasta seperti pembangunan pusat perbelanjaan, hotel,

perumahan, dan lain sebagainya. Namun dalam hal ini sering dijumpai pelanggaran

terakit masalah perizinan yang dibuat pemerintah, karena setiap pembangunan wajib

mengantongi izin dari pemerintah sebagai penyelenggara kebijakan.

Pelanggaran administrasi perizinan banyak sekali terdapat di Indonesia,

dimana terdapat banyak proyek pembangunan yang menyalahi aturan yang sudah

dibuat oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Lemahnya pengawasan

pemerintah terhadap hal ini menjadi salah satu faktor terjadinya pelanggaran, dimana

banyak kasus proyek pembangunan yang tidak mengantongi Izin Mendirikan

8
9

Bangunan (IMB) namun sudah melakukan pembangunan tanpa sepengetahuan dan

izin dari Pemerintah setempat. Hal ini merupakan pelanggaran yang kerap dijumpai

di setiap daerah dimana pembangunan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan

terkadang tidak mematuhi peraturan yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah sebagai penyelenggara otoritas.

Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah perizinan

yang diberikan oleh Kepala Daerah melalui dinas yang diberi kewenangan kepada

pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi,

dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan

teknis yang berlaku. IMB merupakan salah satu produk hukum untuk mewujudkan

tatanan tertentu sehingga tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan, kenyamanan,

sekaligus kepastian hukum. IMB akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan

sesuai dengan tata ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan

bahwa rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan

dengan maksud untuk kepentingan bersama. IMB merupakan salah satu kebijakan

yang bertujuan melakukan pengendalian dan pengawasan mendirikan bangunan, yaitu

agar terciptanya tata bangunan yang tertib dan memenuhi standar teknik bangunan

serta estetika, sehingga aman, nyaman, sehat dan memiliki nilai ekonomi untuk

dijadikan hunian atau melakukan aktivitas ekonomi dan sosial budaya bagi penghuni

atau penggunanya.

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

terdapat Pasal yang menjelaskan Persyaratan Administratif Bangunan Gedung, dalam


10

Pasal 8 ayat 1 menyebutkan “Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan

administratif yang meliputi: a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari

pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin

mendirikan bangunan gedung; d. Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku”.1

Kasus pelanggaran terkait perizinan yang menjadi headline media Nasional

pada tahun 2018 yaitu kasus megaproyek Meikarta di Bekasi Jawa Barat yang

menjadi perbincangan masyarakat, dimana pembangunan yang menghabiskan dana

278 triliun rupiah tersebut belum mengantongi izin lingkungan yang sebelumnya

mensyaratkan analisis dampak lingkungan atau amdal. Amdal dan Izin Lingkungan

(IL) menjadi syarat penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) yang menjadi dasar

keluarnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini menjadi salah satu contoh

adanya pelanggaran terkait perizinan yang seharusnya pembangunan tersebut sudah

mendapatkan perizinan sebelum dibangun, dikarenakan proyek ini terbilang proyek

yang sangat besar dengan menggunakan lahan 84,3 hektar, Meikarta merupakan

proyek kota terencana yang dibangun oleh PT Lippo Karawaci Tbk di Cikarang,

Kabupaten Bekasi.

Sementara itu di Kota Bogor pada tahun 2017 terdapat kasus pelanggaran

serupa terkait perizinan pembangunan pusat perbelanjaan Transmart dibawah CT

Corp yang sudah berdiri dua lantai namun belum mengantongi Izin Mendirikan

Bangunan (IMB). Pembangunan Transmart yang dilaksanakan tanpa memiliki Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan sebuah pelanggaran terhadap peraturan

1
www.bpkp.go.id/UuNo28tahun2002 (diakses pada tanggal 10 Juni 2019)
11

daerah Kota Bogor. Terdapat akar masalah dalam kasus ini yaitu dimana tidak adanya

koordinasi dari pihak kelurahan dan kecamatan setempat kepada dinas terkait yang

mempunyai wewenang dalam hal perizinan. Selain itu pada tahun 2018 terdapat

pelanggaran yang serupa dimana pembangunan restoran makanan siap saji Burger

King tidak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) karena bermodalkan IMB

lama yang sebelumnya bangunan tersebut adalah Factory Outlet (FO) yang dirubah

menjadi restoran makanan siap saji. Selain itu ada juga pelanggaran pada tahun 2018

dimana Transmart membangun kembali pusat perbelanjaan dengan lokasi yang

berbeda di Jalan Raya Tajur yang melanggar kembali peraturan daerah Kota Bogor

dengan melakukan pembangunan tanpa mengantongi IMB. Hal ini telah melanggar

Perda Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Perda Kota Bogor

Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Bangunan Gedung atau IMB.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 2 Tahun 2007 tentang

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Pasal 1 Ayat 13 menjelaskan Izin Mendirikan

Bangunan Gedung, yang selanjutnya disebut IMB, adalah izin yang diberikan oleh

pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan, memperbaiki,

memperluas atau mengubah suatu bangunan. Ini adalah dasar dari sebuah peraturan

yang berlaku di Kota Bogor mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Bagi

pelanggar akan dikenakan sanksi sekecil-kecilnya penyegelan bangunan dan tidak

diperizinkan untuk beroperasi. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Bogor

diselenggarakan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
12

(DPMPTSP). DPMPTSP ini sebagai pelaksana Peraturan Derah (PERDA) yang

ditetapkan oleh pemerintah daerah Kota Bogor.

Pemerintah Kota Bogor sebagai salah satu dari pemerintah daerah di provinsi

Jawa Barat yang dipimpin oleh Walikota sebagai kepala daerah merupakan ujung

tombak bagi pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintah Kota Bogor dalam

rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat Kota Bogor dan sebagai tangan

panjang dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat yang diberikan kewenangan

dalam memberikan kenyamanan, ketertiban dan lingkungan hidup yang bersih di

wilayah Bogor kota. Kebijakan pemerintah Kota Bogor terkait perizinan harus benar-

benar dilaksanakan dengan pengawasan yang ketat, sebab salah satu penyebab

pelanggaran suatu perizinan ada dalam kebijakan pemerintah sebagai penyelenggara

kebijakan dan pengawasan.

Kebijakan Publik adalah kebijakan yang menyangkut masyarakat secara

umum, biasanya kebijakan publik diimplementasikan dalam rangka memecahkan

suatu masalah-masalah yang terjadi di kehidupan masyarakat. Implementasi

merupakan faktor penting dari kebijakan, karena sebaik apapun suatu kebijakan yang

dbuat jika tanpa implementasi yang baik maka mustahil kebijakan tersebut dapat

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Eyestone dalam Agustino (2008:6)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai hubungan antara unit pemerintah dengan

lingkungannya. Untuk itu perlunya implementasi yang baik dari suatu kebijakan yang

didukung oleh lingkungannya.


13

Pengimplementasian suatu kebijakan merupakan puncak dari sebuah

peraturan atau kebijakan dibuat. Diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang jelas

dan pemikiran yang meluas dan mendalam serta melibatkan berbagai pihak agar suatu

kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik dan bisa diterima oleh

masyarakat secara umum. Pemerintah juga perlu melihat kondisi lingkungan sosial

dimana kebijakan yang akan dibuat tersebut diberlalukakan, agar penerapan sebuah

kebijakan dapat berjalan dengan baik dan mendapat dukungan dari lingkungan sosial

masyarakat. Serta tingkat komitmen dan konsistensi para pelaksana kebijakan

menjadi salah satu faktor utama dalam proses pengimplementasian sebuah kebijakan.

Hal ini tentunya bukan atas dasar pendapat saja, melainkan bagaimana kita

melihat banyak diantara kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, baik

Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah yang ternyata bisa dikatakan gagal

dalam pengimplementasian sehingga kebijakan yang dikeluarkan tersebut

kedepannya hanyalah seperti hiasan saja selama masa kepemimpinannya dengan

catatan telah pernah dibuat suatu Peraturan. Hal ini bisa disebabkan berbagai hal yang

ternyata tidak diperhitungkan pada saat pengimplementasiaannya seperti

ketidakcocokan budaya masyarakat setempat, kebelumsiapan masyarakat, dan hal-hal

lainnya.

Salah satu kebijakan yang gagal dalam pengimplementasiannya yaitu

kebijakan pemerintah daerah DKI Jakarta pada tahun 2007 tentang penggunaan

Bahan Bakar Gas (BBG) sebagai pengganti BBM untuk angkutan umum dan

kendaraan operasional pemerintah daerah. Namun kebijakan tersebut tidak bertahan


14

sampai sekarang, karena banyak Bajaj dan Taksi yang kembali menggunakan BBM

untuk beroperasi, hal ini disebabkan beberapa faktor salah satunya pemerintah kurang

memikirkan sarana penunjang dalam hal ini yaitu stasiun pengisian yang minim

sehingga banyak pengguna BBG kembali beralih menggunakan BBM.

Kota Bogor merupakan salah satu Kota di Indonesia yang mengalami

perkembangan pesat dalam bidang pertumbuhan penduduk dan pembangunan

ekonomi, karena Bogor mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat urban untuk

datang dan bekerja di Kota Bogor. Hal ini ditandai dengan banyaknya pembangunan

di Kota Bogor dan pesatnya jumlah penduduk. Hal ini juga yang menjadi daya tarik

bagi pelaku usaha untuk mendirikan sebuah usaha yang potensial untuk menunjang

kebutuhan masyarakat urban di Kota Bogor. Dengan perkembangan yang cukup pesat

,dan wilayah strategis yang berdekatan dengan wilayah ibukota membuat Kota Bogor

menjadi salah satu pilihan masyarakat urban untuk mencari pekerjaan selain di

Jakarta. Dengan banyak nya jumlah masyarakat yang berkunjung ke Kota Bogor

pembangunan akan penunjang kebutuhan masyarakat seperti Hotel, Pusat

perbelanjaan dan tempat wisata gencar dilakukan, berhubung ini menjadi salah satu

peluang bagi pelaku bisnis. Perkembangan akan tata kota pun terlihat jelas di Kota

Bogor, dengan melakukan pembaharuan di setiap taman dan pusat keramaian seperti

alun alun adalah salah satu bentuk keseriusan pemerintah Kota Bogor dalam

menjadikan Kota Bogor sebagai kota rumah bagi keluarga yang menjadi Visi

walikota Bogor yaitu Bima Arya.

Namun terlepas dari daya Tarik yang ditawarkan Kota Bogor masih terdapat

pelanggaran yang terjadi terkait perizinan mendirikan bangunan salah satunya


15

pelanggaran pembangunan Tower Jaringan Seluler di wilayah kota Bogor yang tidak

mengantongi IMB sedangkan IMB adalah modal awal dari sebuah bangunan yang

akan didirikan namun masih saja diabaikan. Setiap pembangunan harus mengantongi

surat penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan oleh pemerintah

Kota Bogor melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(DPMPTSP). Hal ini Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2019

menyebutkan pelimpahan kewenangan kepada Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) untuk mengurusi masalah perizinan dna

non perizinan di kota Boro.

Adanya pelanggaran terkait perizinan penerbitan IMB menjadi motivasi

peneliti untuk melakukan penelitian terhadap implementasi kebijakan pemerintah

Kota Bogor dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Implementasi

kebijakan pemerintah Kota Bogor dalam penerbitan IMB ini yang menjadi

pembahasan pokok peneliti untuk mengetahui secara komprehensif agar terlihat jelas

kebijakan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Bogor. Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) dikeluarkan melalui Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bogor dengan berbagai persyaratan

yang harus ditempuh.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti termotivasi untuk

melakukan penelitian yang hasilnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang

berjudul :
16

“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DALAM

PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) : STUDI PADA

DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

(DPMPTSP) KOTA BOGOR”

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam

Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dilihat dari teori David L.

Weimer dan Aidan R. Vining, melalui tiga indikator yaitu :

1. Bagaimana logika kebijakan yang diimplementasikan pemerintah kota

Bogor terkait penerbitan IMB ?

2. Bagaimana lingkungan tempat kebijakan dioperasikan terkait penerbitan

IMB di kota Bogor ?

3. Bagaimana kemampuan implementor dalam menerapkan kebijakan terkait

penerbitan IMB di kota Bogor ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Implementasi

Kebijakan Pemerintah Kota Bogor melaului Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

di Kota Bogor, Sedangkan tujuan penelitian ini adalah :


17

1. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan logika kebijakan yang

diimplementasi Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam penerbitan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB).

2. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan lingkungan tempat kebijakan

dioperasikan terkait penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kota

Bogor.

3. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan kemampuan implementor dalam

menerapkan kebijakan pemerintah terkait penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di kota Bogot.

1.4 Kegunaan Penelitian

Sesuatu yang dikerjakan tentunya mempunyai maksud, tujuan dan juga

harapan. Peneliti berharap penelitian yang dilakukan dapat berguna bagi semua pihak

adapaun kegunaan penelitian ini secara lebih rinci, antara lain sebagai berikut :

1. Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi

pengembangan Ilmu Pengetahuan khusunya Ilmu Pemerintahan di masa yang

akan datang.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Pemerintah dan Dinas terkait


18

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan

untuk mengimplementasikan kebijakan penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di kota Bogor.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media pembelajaran guna

menambah dan mengembangkan wawasan serta pengetahuan, khususnya

yang bersinggungan dengan masalah pemerintahan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemerintahan

2.1.1 Pengertian Pemerintahan

Secara etimologis pengertian pemerintahan berasal dari kata pemerintah.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh I.G.K Manila di dalam bukunya yang berjudul

Praktik Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri, mengemukakan bahwa

pemerintahan berasal dari kata pemerintah, sedangkan pemerintah berasal dari kata

perintah yang memiliki makna, sebagai berikut :

a. Perintah adalah perkataan atau pernyataan yang bermakud menyuruh untuk

melalukan suatu perbuatan atau tindakan.


19

b. Pemerintah adalah kekuasaan memerintah oleh suatu negara/darah/badan

tertinggi yang mempunyai wewenang untuk memerintah di suatu negara.

c. Pemerintahan adalah perbuatan atau hal yang berkaitan dengan urusan

pemerintah.

(Manila, 1997:17)

Secara etimologis menurut Inu Kencana kata pemerintahan berasal dari kata

perintah, kemudian mendapat imbuhan awalan “pe-“ menjadi kata “pemerintah” yang

diartikan sebagai suatu badan atau elit yang melakukan pekerjaan mengurus suatu

negara, dan mendapat akhiran “-an” menjadi kata “pemerintahan” yang diartikan

perihal, cara, perbuatan, atau urusan dari badan yang berkuasa dan memiliki legitisasi

(Syafiie, 2016 : 8).

Kemudian dijelaskan oleh Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu

Politik”, menyampaikan bahwa pengertian pemerintahan dapat ditinjau dari tiga

aspek, yaitu dari segi kegiatan (dinamika), struktural fungsional, dan dari segi tugas

dan kewenangan (fungsi) dengan penjelasan sebagai berikut :

“Apabila ditinjau dari segi dinamika, pemerintahan berarti segala kegiatan


atau usaha yang terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan
berlandaskan pada dasar negara, mengenai rakyat dan wilayah negara itu demi
tercapainya tujuan negara. Ditinjau dari segi struktural fungsional,
pemerintahan berarti seperangkat fungsi negara, yang satu sama lain saling
berhubungan secara fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar
tertentu demi tercapainya tujuan negara. Lalu ditinjau dari aspek tugas dan
kewenangan negara maka pemerintahan berarti seluruh tugas dan kewenangan
negara.” (Surbakti, 2010 : 168)

Kemudian dijelaskan juga oleh Ramlah Surbakti dalam bukunya “Memahami

Ilmu Politik” pengertian pemerintah adalah sebagai berikut :


20

“Pemerintah secara etimologis berasal dari kata Yunani, Kubernan atau


nahkoda kapal. Artinya, menatap kedepan. Lalu “memerintah” berarti melihat
kedepan, menentukan berbagai kebijakan yang diselenggarakan untuk
mencapai tujuan masyarakat-negara, memperkirakan arah perkembangan
masyarakat pada masa yang akan datang, dan mempersiapkan langkah-
langkah kebijakan untuk menyongsong perkembangan masyarakat, serta
mengelola dan mengarahkan masyarakat ke tujuan yang ditetapkan”.
(Surbakti, 2010 : 168)

Sementara itu Muchtar Affandi mengemukakan pengertian mengenai pemerintah :

“Pemerintah dalam arti sempit adalah menunjuk pada cabang eksekutif atau
sebagai pelaksana kekuasaan negara. Sedangkan pemerintah dalam arti luas
menunjuk pada keseluruhan rangkaian lembaga-lembaga yang digunakan oleh
sekelompok orang untuk memerintah dan menyebabkan orang lain mengikuti
perintahnya.” (Affandi, 1982:201)

Sementara itu, pengertian Pemerintah dalam arti sempit ditegaskan kembali

oleh Muchtar Affandi dalam bukunya “Ilmu-Ilmu Kenegaraan – Suatu Studi

Perbandingan”, yaitu “suatu organisasi teknis yang dilengkapi dengan kewenangan-

kewenangan tertentu yang diperlukan untuk pengaturan dan pelaksanaan segala

urusan tersebut” (Affandi, 1982:201).

Selanjutnya pemerintah dalam arti yang luas menurutnya adalah :

“Mencakup semua badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dari tingkat pusat
sampai ke tingkat daerah. Jadi, merupakan keseluruhan dari semua organisasi
di dalam negara yang menjalankan kekuasaan negara, merupakan gabungan
dari organ-organ dan mekanisme legislatif, yudisial dan administrasi yang
melaksanakan segala fungsi dan tugas negara.” (Affandi, 1982:203)

Ia juga membedakan pengertian pemerintah dan pemerintahan sebagai berikut

“Pemerintah diartikan sebagai lembaganya atau badannya, yaitu organ negara


yang melakukan pemerintahan, sedangkan Pemerintahan diartikan sebagai
pelaksanaan tugasnya, fungsinya atau aktivitasnya yang dilakukan oleh
pemerintah.” (Affandi, 1982:208)
21

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulan bahwa

pemerintahan dan pemerintah memiliki perbedaan dari segi arti atau makna. Jika

pemerintah diartikan sebagai lembaga atau badan organisasi yang mempunyai

kewenangan dan kekuasaan untuk menjalankan dan menerapkan hukum yang sudah

disahkan dalam undang-undang yang mempunyai tujuan untuk mengatur masyarakat

dalam suatu negara. Di dalam lembaga atau organisasi tersebut masing-masing

mempunyai tugas dan fungsinya seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam

pelaksanaan kegiatan lembaga atau organisasi pemerintah tersebut dijelaskan bahwa

pemerintahan merupakan kegiatan yang terlaksana dari sebuah lembaga atau

organisasi pemerintah dalam suatu negara yang bertujuan untuk mengatur

masyarakat.

2.1.2 Tugas dan Fungsi Pemerintahan

Secara umum Rasyid menjelaskan dan menyebutkan tugas-tugas pokok

pemerintahan, yaitu mencakup:

1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar,


dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat
menggulingkan pemerintahan yang sah melalui cara-cara kekerasan.
2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya gontok-gontokan
diantara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi
di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai.
3. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga
masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi
keberadaan mereka.
22

4. Melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam bidang-


bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga nonpemerintahan,
atau yang akan lebih baik jika dikerjakan oleh pemerintah.
5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial:
membantu orang miskin dan memelihara orang cacat, jompo dan anak
terlantar: menampung serta menyalurkan para gelandangan ke sektor
kegiatan yang produktif, dan semacamnya.
6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas,
seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja
baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan
lain yang secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi
negara dan masyarakat.
7. Menerapkan kebijakan untuk memelihara sumber daya alam dan
lingkungan hidup, seperti air, tanah dan hutan
(Rasyid 2000 : 13).2

Sementara itu fungsi pemerintahan menunjukan berbagai macam kegiatan

yang ditujukan untuk seseorang atau sesuatu hal, dalam kaitannya dengan fungsi

pemerintah, maka fungsi pemerintah lebih mengarah pada berbagai kegiatan

pemerintah yang dilakukan untuk mencapai tujuan pemerintah itu sendiri. Berkaitan

dengan hal tersebut, Lemaire mengemukakan lima fungsi yang dijalankan pemerintah

yaitu:

1. Fungsi Bestuurszorg melaksanakan kesejahteraan umum.

2. Fungsi Bestur menjalankan undang-undang.

3. Fungsi Kepolisian.

4. Fungsi mengadili.

5. Fungsi membuat peraturan.

Sementara itu menurut Van Vollenhoven dengan makna yang tidak jauh

berbeda dengan pendapat Lemaire menjelaskan ada empat fungsi pemerintah,

2
diunduh pada repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19940/4/Chapter%20II.pdf (Diakses pada
tanggal 10 Juli 2019)
23

yaitu :

“Fungsi Bestuur (Pemerintahan dalam arti sempit); fungsi kepolisian yang

menjalankan preventif rechiszorg (pencegahan timbulnya pelanggaran terhadap tertib

hukum dalam usahanya untuk memelihara tertib masyarakat); fungsi peradilan yaitu

kekuasaan untuk menjamin keadilan di dalam Negara; dan fungsi regelling yaitu

kekuasaan untuk membuat peraturan-peraturan umum dalam Negara”.3

Munculnya suatu pemerintahan terjadi dikarenakan adanya suatu komitmen

bersama antar pemerintah dengan rakyatnya sebagai pihak yang diperintah dalam

suatu posisi peran, yang mana komitmen tersebut hanya dapat dipegang apabila

rakyat dapat merasa bahwa pemerintah itu memang diperlukan untuk melindungi.

Sementara itu dalam penjelasan lain, Surbakti dalam bukunya “Memahami

Ilmu Politik” melihat pemerintahan dari tiga segi, yaitu dari segi dinamika, segi

struktural, dan segi tugas dan wewenang. Adapun tiga segi tersebut sebagai berikut:

1. Apabila ditinjau dari segi dinamika, pemerintahan berarti segala kegiatan


atau usaha yang terorganisir pada dasar negara, mengenai rakyat, dan
wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara;
2. Apabila ditinjau dari segi struktural fungsional, pemerintahan berarti
seperangkat fungsi negara satu sama lain saling berhubungan secara
fungsional dan melaksanakan fungsinya atas dasar tertentu demi
tercapainya tujuan negara; dan
3. Apabila ditinjau dari aspek tugas dan kewenangan negara, maka
pemerintahan berarti seluruh tugas dan kewenangan negara.
(Surbakti, 1992: 168-169).

Merujuk pada penjelasan para ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa

pemerintah mempunyai beberapa tugas dan fungsi yaitu, untuk memberikan

3
diunduh pada erepo.unud.ac.id/11292/3/30416f6f740820cd544ae724b7ca4dda.pdf (Diakses pada
tanggal 10 Juli 2019)
24

pelayanan, memberdayakan masyarakat, dan mengembangkan masyarakat agar lebih

makmur lagi. Dalam hal ini pelayanan dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan

kebutuhan yang mereka perlukan. Sementara itu pemberdayaan akan mendorong

masyarakat untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. Kemudian pembangunan

akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Selain itu, dapat dipahami bahwa

tugas-tugas pokok pemerintahan merupakan tugas-tugas yang tidak dapat dipegang

oleh masyarakat langsung atau non-pemerintah. Karena Pemerintahan dapat berjalan

apabila pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk

mensejahterakan dan memberi rasa aman kepada masyarakat.

2.1.3 Pemerintahan Daerah

Sementara itu, lebih jauh mengenai pengertian pemerintah daerah secara

teoritis mengacu pada pengertian pemerintahan daerah di Indonesia menurut Josef

Riwu Kaho dalam bukunya “Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik

Indonesia”,yang menyatakan bahwa kata pemerintahan daerah setidaknya memiliki

dua arti, yaitu :

1) Pemerintahan yang terdapat di seluruh bagian negara yang telah ditunjuk


dan bertanggung jawab hanya kepada pemerintah pusat. Ini merupakan
bagian dari sistem sentralisasi dan biasa disebut sebagai Pemerintahan
Lokal Negara.
2) Pemerintahan dengan badan-badan lokal, pemilihan secara bebas dengan
tetap terfokus pada supremasi pemerintahan nasional, didukung oleh
kekuasaan, kebijaksanaan, dan pertanggungjawaban, yang kesemuanya
dapat mereka lakukan tanpa adanya kontrol yang berlebihan terhadap
keputusan yang mereka ambil dari kewibawaan yang lebih tinggi.
Kebebasan dari kekuasaan, kebijaksanaan dan pertanggungjawaban yang
dimiliki oleh badan-badan lokal tersebut merupakan persoalan tingkat yang
variasinya semakin tinggi dibeberapa negara. Inilah yang disebut dibanyak
25

negara sebagai Otonomi Komunal atau Pemerintahan Lokal Sendiri. (Kaho,


1997:6)

Sementara menurut Vincent Lemius Otonomi daerah merupakan kebebasan

dalam mengambil ataupun membuat suatu keputusan politik atau lainnya yang sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Didalam otonomi daerah tedapat kewenangan

atau kebebasan yang dimiliki oleh setiap pemerintah daerah untuk menentukan apa

yang akan menjadi kebutuhan daerah namun tetap senantiasa harus disesuaikan

dengan kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Selaras dengan penjelasan di atas, Widjaja mengungkapkan Otonomi Daerah

adalah salah satu bentuk dari desentralisasi pemerintahan yang dasarnya ditujukan

guna memenuhi kepentingan bangsa secara menyeluruh, merupakan suatu upaya

yang lebih mendekatkan berbagai tujuan penyelenggaraan pemerintahan sehingga

dapat mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil dan makmu

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1, butir ke-2,

menyebutkan bahwa yang dimaksud Pemerintahan Daerah adalah “penyelenggaraan

urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip

NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945”, sedangkan yang disebut dengan

Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan

Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

daerah otonom.
26

Berdasarkan dari penjelasan diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa

pemerintah daerah adalah konsep otonomi daerah sebagai pihak yang di berikan hak

dan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus sendiri

daerahnya yang bertujuan agar daerah dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

dan potensi daerahnya selain itu pemerintah daerah merupakan bentuk desentralisasi

pemerintahan yang bertujuan guna memenuhi kepentingan bangsa dengan

berlandaskan pada pemerintah pusat sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014. Selain itu

tujuan dari diadakannya pemerintah daerah adalah agar perkembangan daerah-daerah

berkembang secara merata seragam dengan daerah lainnya.

2.2. Implementasi Kebijakan

2.2.1 Definisi Implementasi

Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan tahap yang sangat

menentukan dalam proses kebijakan. Pandangan tersebut dikuatkan dengan

pernyataan Edwards III bahwa tanpa implementasi yang efektif keputusan pembuat

kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan.

Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan

pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk

menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat.

Menurut Purwanto dan Sulistyastuti, “implementasi intinya adalah kegiatan

untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang dilakukan
27

oleh para implementor kepada kelompok sasaran (target group) sebagai upaya untuk

mewujudkan kebijakan”. (Purwanto dan Sulistyastuti, 2012:16)

Menurut Agustino, “implementasi merupakan suatu proses yang dinamis,

dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada

akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran

kebijakan itu sendiri”. (Agustino 2016:126)

Ripley dan Franklin menyatakan bahwa implementasi adalah apa yang terjadi

setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan,

keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output).

Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh sebagai aktor, khususnya para

birokrat yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan. (Ripley dan Franklin,

1986:148)

Grindle (dalam Winarno), memberikan pandangannya tentang implementasi

dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas implementasi adalah membentuk

suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan

sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.

Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier menjelaskan makna implementasi,

“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang,

namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif

yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut

mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan


28

atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau

mengatur proses implementasinya”. (Mazmanian dan Sabatier, 1983:139)

Berdasarkan dari beberapa penjelasan di atas, peniliti menyimpulkan bahwa

implementasi merupakan elemen penting di dalam sebuah kebijakan yang

mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain. Seperti yang dijelaskan oleh Grindle

bahwa implementasi akan membentuk suatu kaitan (linkage), artinya setiap proses

dan tahapan akan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dengan saling

keterkaitan tersebut akan tercapai sebuah tujuan yang sudah ditargetkan dan

disepakati sebelumnya.

Selain itu implementasi merupakan puncak dari sebuah kebijakan yang sudah

dibuat oleh policy maker untuk diterapkan atau diberlakukan yang biasaanya

kebijakan tersebut berupa perintah-perintang atau peraturan-peraturan, seperti yang di

jelaskan oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier bahwa sebuah kebijakan

biasanya berupa undang-undang atau perintah dari sang implementor.

2.2.2 Definisi Kebijakan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kebijakan dapat diartikan

sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam

pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang

pemerintahan, organisasi). Sementara itu menurut Friedrich (1969: 79) Makna

kebijakan adalah sebagai berikut:


29

Kebijakan sebagai ‘serangkaian tindakan atau kegiatan’ kemudian

ditambahkan oleh Friedrich (1969: 80) sebagai upaya yang selalu berhubungan

dengan usaha untuk mencapai beberapa maksud dan tujuan.

Meskipun maksud atau tujuan dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah

untuk dicapai, tetapi ide bahwa kebijakan selalu melibatkan perilaku yang

mempunyai maksud merupakan bagian terpenting dari definisi kebijakan milik

Friedrich. Bagaiamanapun juga, kebijakan harus menunjukkan ‘apa yang

sesungguhnya dikerjakan’ daripada ‘apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan’

pada suatu masalah” (Agustino 2016:16).

Dalam konteks penelitian ini, kebijakan yang dimaksud adalah sebuah konsep

dasar yang tercetus atau tercipta oleh pemerintah yang ditujukan untuk menangani

atau mengatasi suatu permasalahan yang terjadi di ranah umum (publik). Seperti yang

dikatakan oleh William I. Jenkins (1978) dalam buku Leo Agustino, Ph,D. Jenkins

memandang kebijakan sebagai sebuah proses.

Bahkan lebih jelas lagi, Jenkins menyatakan kebijakan publik sebagai

‘serangkaian keputusan yang saling berhubungan’. Dalam kata lain, Jenkins hendak

menjelaskan bahwa kebijakan merupakan proses pembuatan keputusan yang

komperhensif menyertakan banyak stakeholders (Agustino 2016:17).

Yang dimaksud oleh William I. Jenkins mengenai kebijakan publik adalah

sebuah tindakan yang akan dilakukan atau ditetapkan agar mencapai sebuah hasil

yang ingin dicapai, dalam prosesnya kebijakan publik menurut William I. Jenkins
30

merupakan hasil rumusan yang tercipta dari banyak stakeholders (suatu komunitas,

masyarakat atau kelompok yang mempunyai hubungan dan kepentingan terhadap

suatu organisasi).

Sementara itu di dalam membuat suatu kebijakan ada tahapan-tahapannya,

menurut William N. Dunn terdapat lima tahapan-tahapan dalam proses pembuatan

kebijakan:

1. Perumusan Masalah (Penyusunan Agenda)


Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari
definisi masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui
penyusunan agenda (agenda setting). Perumusan masalah dapat
membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,
mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang
memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang
bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan baru.
2. Peramalan
Peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang
sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan
sesuatu. Ini dilakukan dalam tahap formulasi kebijakan. Peramalan
dapat menguji masa depan yang plausibel, potensial, dan secara
normatif bernilai, mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau
yang diusulkan, mengenali kendala-kendala yang mungkin akan
terjadi dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi kelayakan politik
(dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.
3. Rekomendasi
Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang
akibatnya di masa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan.
Ini membantu pengambilan kebijakan pada tahap adopsi kebijakan.
Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat resiko dan
ketidakpastian, mengenai eksternalitas dan akibat ganda, menentukan
kriteria dalam pembuatan pilihan, dan menentukan
pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan.
31

4. Pemantauan
Pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil
sebelumnya. Ini membantu pengambil kebijakan pada tahap
implementasi kebijakan. Pemantauan membantu menilai tingkat
kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari
kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan
implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang
bertanggungjawab pada setiap tahap kebijakan.

5. Evaluasi
Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan
tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan
dengan yang benar-benar dihasilkan. Jadi ini membantu pengambilan
kebijakan pada tahap penilaian kebijakan terhadap proses pembuatan
kebijakan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai
seberapa jauh masalah telah terselesaikan; tetapi juga menyumbang
pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali
masalah.
(Dunn, 2003 : 26-29)

Berdasarkan pemaparan yang dijelaskan oleh para ahli di atas, peneliti

memberikan pendapat bahwasanya kebijakan merupakan sebuah rangakaian atau

konsep dalam proses pembuatan kebijakan yang saling berkaiatan satu sama lain

dalam kegiatan sebuah organisasi pemerintahan. Selain itu terdapat beberapa tahapan,

yang mana urutan dari tahapan-tahapan tersebut tidak boleh tertukar atau salah. Yang

pertama ada tahap perumusan masalah atau dapat disederhanakan bahwa tahap ini

adalah sebagai tahapan dalam menentukan dan membuat sebuah kebijakan. Tujuan

dari tahap ini adalah untuk membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,

mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang

memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan

merancang peluang-peluang kebijakan baru. Kedua ada tahap peramalan, tujuan dari
32

tahap ini adalah untuk menguji masa depan yang plausibel, potensial, dan secara

normatif bernilai, mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau yang diusulkan,

mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan, dan

mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.

Ketiga ada tahap rekomendasi, tujuan dari tahap ini adalah untuk membantu

mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenai eksternalitas dan akibat

ganda, menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan, dan menentukan

pertanggungjawaban administratif bagi implementasi kebijakan.

Keempat ada tahap pemantauan, tujuan dari tahap ini adalah untuk membantu

menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari

kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan

menemukan letak pihak-pihak yang bertanggungjawab pada setiap tahap kebijakan.

Dan terakhir ada tahap evaluasi, tujuan dari tahap ini adalah bukan hanya sekedar

menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan; tetapi

juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari

kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali masalah.

Sementara itu, dalam proses kebijakan juga terdapat beberapa unsur-unsur

yang mempengaruhinya, William N. Dunn mengatakan ada lima unsur utama dalam

proses kebijakan:

1. Masalah publik (Public Issue): merupakan isu sentral yang akan diselesaikan

dengan sebuah kebijakan. Kebijakan selalu diformulasikan untuk mengatasi

ataupun mencegah timbulnya masalah, khususnya masalah yang bersifat isu


33

publik. Masalah disebut sebagai isu publik manakala masalah itu menjadi

keprihatinan (Concern) masyarakat luas dan mempengaruhi hajat hidup

masyarakat luas.

2. Nilai Kebijakan (Value); setiap kebijakan selalu mengandung nilai tertentu

dan juga bertujuan untuk menciptakan tata nilai baru atau norma baru dalam

organisasi. Seringkali nilai yang ada di masyarakat atau anggota organisasi

berbeda dengan nilai yang ada di pemerintah.

Oleh karena itu perlu partisipasi dan komunikasi yang intens pada saat

merumuskan kebijakan.

3. Siklus Kebijakan; proses penetapan kebijakan sebenarnya adalah sebuah

proses yang siklis dan bersifat kontinum, yang terdiri atas tiga tahap:

Perumusan kebijakan (Policy Formulation), Penerapan kebijakan (Policy

Implementation), dan Evaluasi kebijakan (Policy Review). Ketiga tahap atau

proses dalam siklus tersebut saling berhubungan dan saling tergantung,

kompleks serta tidak linear, yang ketiganya disebut sebagai Policy Analysis.

4. Pendekatan dalam Kebijakan; pada setiap tahap siklus kebijakan perlu disertai

dengan penerapan pendekatan (Approaches) yang sesuai. Tahap formulasi,

pendekatan yang banyak dipergunakan adalah pendekatan normatif, valuatif,

prediktif, ataupun empirik. Tahap implementasi banyak menggunakan

pendekatan struktural (organisasional) ataupun pendekatan manajerial.

Sedangkan tahap evaluasi menggunakan pendekatan yang sama dengan tahap

formulasi. Pemilihan pendekatan yang digunakan sangat menentukan tingkat

efektivitas dan keberhasilan sebuah kebijakan.


34

5. Konsekuensi Kebijakan; pada setiap penerapan kebijakan perlu dicermati

akibat yang dapat ditimbulkan. Memantau hasil kebijakan, kita harus

membedakan dua jenis akibat; luaran (Output) dan dampak (Impact). Apapun

bentuk dan isi kebijakan pada umumnya akan memberikan dampak atau

konsekuensi yang ditimbulkan.

Tingkat intensitas konsekuensi akan berbeda antara satu kebijakan dengan

yang lain, juga dapat berbeda berdasar dimensi tempat dan waktu.

Konsekuensi lain yang juga perlu diperhatikan adalah timbulnya resistensi

(penolakan) dan perilaku negatif.4

Merujuk dari pemaparan yang dijelaskan oleh William N. Dunn, dapat ditarik

kesimpulan bahwasanya dalam setiap kebijakan terdapat unsur-unsur utama yang

mempengaruhinya. Dunn menjelaskan lima unsur utama yang mempengaruhi proses

kebijakan. Pertama, masalah publik yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi

di ranah publik, oleh sebab itu dalam hal ini kebijakan sangat diperlukan sebagai

solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Kedua, nilai kebijakan (value) yang

berkaitan dengan terciptanya sebuah kebijakan yang mengandung nilai-nilai baru

dalam masyarakat dan organisasi.

Ketiga, siklus kebijakan yang berkaitan dengan tahapan-tahapan yang

berkesinambungan dalam proses kebijakan. Tahapan tersebut mencakup Perumusan

kebijakan (Policy Formulation), Penerapan kebijakan (Policy Implementation), dan

Evaluasi kebijakan (Policy Review). Keempat, pendekatan dalam kebijakan yang

4
diunduh pada http://digilib.unila.ac.id/3508/14/BAB%20II.pdf (Diakses pada tanggal 13 Juli 2019)
35

berkaitan dengan pendekatan-pendekatan yang terjadi di dalam siklus atau tahapan-

tahapan kebijakan. Kelima, konsekuensi kebijakan yang berkaitan dengan dampak

atau akibat yang ditimbulkan dari adany sebuah kebijakan.

2.2.3 Pemerintah dan Kebijakan Publik

Dikutip dari penjelasan Ramlah Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu

Politik” pengertian pemerintah adalah sebagai berikut:

“Pemerintah secara etimologis berasal dari kata Yunani, Kubernan atau


nahkoda kapal. Artinya, menatap kedepan. Lalu “memerintah” berarti melihat
kedepan, menentukan berbagai kebijakan yang diselenggarakan untuk
mencapai tujuan masyarakat-negara, memperkirakan arah perkembangan
masyarakat pada masa yang akan datang, dan mempersiapkan langkah-
langkah kebijakan untuk menyongsong perkembangan masyarakat, serta
mengelola dan mengarahkan masyarakat ke tujuan yang ditetapkan”.
(Surbakti, 2010 : 168)

Anderson (1994:6) mengartikan kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan

yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah. Dengan pengertian ini Anderson

juga mengingatkan bahwa kebijakan publik adalah unik, karena berkaitan dengan

institusi pemerintah, yang oleh Easton (1969:212) dicirikan sebagai “kekuatan

pemaksa yang sah”. (Muchlis Hamdi 2014:36-37)

Menurut Easton (1965:212) kebijakan publik adalah sebuah keputusan politik

yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah yang mempunyai otoritas

dalam sistem politik. (Agustino 2016:16)

Sementara itu pengertian kebijakan menurut Kartasasmita (1997:142)

merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan (1) apa yang harus dilakukan

(atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah, (2) apa yang
36

menyebabkan atau yang mempengaruhinya, dan (3) apa pengaruh dan dampak dari

kebijakan publik tersebut. (Joko Widodo 2007:12-13)

Merujuk dari beberapa penjelasan diatas, peneliti menarik kesimpulan

bahwasanya terdapat hubungan antara kebijakan publik dengan Pemerintah. Seperti

yang dijelaskan oleh Ramlan Subakti di dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik”

bahwa pemerintah merupakan sebuah badan yang mempunyai wewenang untuk

menentukan berbagai kebijakan yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan

masyarakat-negara. Kemudian makna dari kebijakan publik diungkapkan oleh

Anderson (1994:6): “kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh

lembaga atau pejabat pemerintah”. (Anderson 1994:6)

Dari penjelasan tersebut peneliti melihat bahwa adanya hubungan yang saling

terkait antara pemerintah dengan kebijakan, di satu sisi pemerintah merupakan badan

yang berwenang dan mempunyai otoritas tertinggi di dalam suatu negara dan berhak

melakukan “pemaksaan secara sah” di dalam menentukan arah perkembangan

masyarakat, sementara itu kebijakan merupakan upaya atau langkah-langkah yang

dilakukan oleh pemerintah (sebagai badan yang berwenang) di dalam mengarahkan

dan menentukan setiap arah perkembangan masyarakat agar tercipta tujuan

masyarakat negara.
37

2.2.4 Implementasi Kebijakan

Dalam pandangan David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999:396) ada tiga

indikator yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yakni:

1. Logika Kebijakan.

2. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan.

3. Kemampuan implementor kebijakan.

Logika dari suatu kebijakan dimaksudkan agar suatu kebijakan yang

ditetapkan masuk akal (resionable) dan mendapat dukungan teoritis. Kita dapat

berpikir bahwa logika dari suatu kebijakan sepertinya halnya hubungan logis dari

suatu hipotesis. Contoh kebijakan atau program dari pemerintah Kota untuk

meningkatkan kualitas pelayanan publik terkait perizinan penerbitan IMB. Melalui

inovasi pelayanan publik yang tersedia dengan berbasis elektronik agar

mempermudah masyarakat yang membutuhkan pelayanan kepada pemerintah.

Inovasi kebijakan ini akan berhasil apabila didukung hipotesis sebagai berikut:

mayoritas masyarakat sudah menggunakan alat elektronik seperti smartphone,

komputer, dan alat elektronik lain yang akan membantu dalam menerima pelayanan

dari pemerintah; kedua, masyarakat sudah paham (melek) akan teknologi yang bisa

memudahkan memperoleh pelayanan melalui sosialisasi; ketiga, masyarakat

melakukan permohonan sebelum akan melakukan pembangunan melalui layanan

elektronik yang sudah tersedia sebagai proses penerbitan IMB; keempat, para

implementor responsif dalam memberikan informasi melalui layanan elektronik yang

di canangkan. Ini berarti bahwa isi dari suautu kebijakan atau program harus
38

mencakup berbagai aspek yang dapat memungkinkan kebijakan atau program

tersebut dapat diimplementasikan pada tataran praktis.

Lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan mempengaruhi

keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Yang dimaksud dengan lingkungan ini

mencakup lingkungan sosial, politik, ekonomi, hankam, dan letak geografis. Suatu

kebijakan dapat berhasil diimplementasikan di suatu daerah tertentu, tetapi gagal

diimplementasikan di daerah lain, karena kondisi lingkungan yang berbeda. Sebagai

contoh, program pemerintah terkait penerbitan IMB dalam meningkatkan kualitas

pelayanan publik memalui layanan elektronik agar memudahkan masyarakat saat ini

belum bisa diimplementasikan di semua daerah, sebab kondisi masyarakat yang

belum merata dan sangat beragam secara ekonomi dan budaya.

Kemampuan implementor. Keberhasilan suatu kebijakan atau program dapat

dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari para impelementor

kebijakan. Dalam program meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui layanan

elektronik, akan memudahkan masyarakat mendapat pelayanan yang prima dari

pemerintah, namun hal ini akan didukung dengan tingkat keterampilan para

implementor yang harus responsif dan inovatif dalam memberikan pelayanan.

Komitmen dan profesionalisme para implementor pun menjadi faktor penting dalam

memberikan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan kebijakan yang diterapkan

oleh pemerintah. (Subarsono, 2005:103)

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh David L. Weimer dan Aidan

R. Vining tentang imlementasi kebijakan, peneliti berpendapat bahwa ada tiga


39

indikator yang mempengaruhi suatu impelementasi kebijakan, yaitu logika kebijakan,

lingkungan tempat kebijakan dioperasikan, dan keterampilan implementor. Pertama

yaitu logika kebijakan, dari pandangan peneliti tentang logika kebijakan yang

dijelaskan sebelumnya merupakan sebuah pertimbangan logika yang dilakukan oleh

implementor sebelum menerapkan sebuah kebijakan, sebelum kebijakan diterapkan

implementor perlu melihat dan mempertimbangkan sebuah kebijakan agar dapat

berjalan dengan baik sesuai dengan target para pembuka kebijakan dan implementor.

Selanjutnya lingkungan tempat kebijakan dioperasikan, dalam pandangan

peneliti lingkungan tempat kebijakan dioperasikan disini meliputi lingkungan sosial,

politik dan ekonomi sejalan dengan penjelasan di atas. Lingkungan sosial mencakup

sosial masyarakat yang akan menerima dampak dari sebuah kebijakan, adapun

lingkungan politik dimana kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh impelementor

bisa saja mempunyai tujuan kepentingan. Selain itu lingkungan ekonomi juga

mempengaruhi sebuah kebijakan karena lingkungan yang beragam tingkat eknominya

akan berpengaruh terhdap sebuah penerapan kebijakan.

Terakhir keterampilan implementor dalam pandangan penelitin keterampilan

implementor menjadi bagian penting dalam sebuah penerapan kebijakan, sebab

kemampuan implementor akan merepresenttasikan sebuah kebijakan itu akan berhasil

atau tidak, sebab tingkat kompetensi implementor akan menjawab sebuah keberhasil

kebijakan yang akan diterapkan.


40

2.3 Perizinan

2.3.1 Pengertian Perizinan

Manan mendefisikan izin dalam arti luas yang dikutip oleh Ridwan dalam

buku Hukum Administrasi Negara, yaitu “sebagai suatu persetujuan dari penguasa

berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk memperbolehkan

melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.” (Ridwab

H.R, 2011:207-208)

Selanjutnya, Spelt dan Berge mengemukakan izin dalam arti sempit yaitu

sebagai berikut :

“dalam arti sempit izin adalah pengikatan- pengikatan pada suatu peraturan
izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang
untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-
keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh
pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia
menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya” (Ridwan H.R,
2011:208)

Kemudian Spelt dan Berge mengemukakan hal yang pokok pada perizinan

dalam arti sempit ialah “bahwa suatu tindakan dilarang terkecuali diperkenankan

dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dengan perkenaan

dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu pada tiap tindakan.” (Ridwan H.R,

2011:208)

Sejalan dengan itu Utrech mengatakan bahwa:


41

“Bila pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi


masih juga memperkenankannya, asal saja diadakan secara yang ditentukan
untuk masing-masing hal konkret, keputusan hal administrasi negara yang
memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin.” (Ridwan H.R,
2011:207)

Dari beberapa penjelasan para ahli di atas peneliti berpendapat bahwa

perizinan adalah prosedur agar diperbolehkannya hal-hal tertentu yang secara umum

dilarang oleh pemerintah dengan batasan-batasan tertentu dengan diiringi dengan

pengawasan oleh pemerintah. Dari pengertian ini, dapat dilihat bahwa ada beberapa

unsur yang terdapat dalam perizinan, yaitu:

a. Instrument yuridis dalam hal ini izin merupakan sebuah ketetapan.

b. Peraturan perudang-undangan.

c. Organ pemerintah.

d. Peristiwa kongkret.

e. Prosedur dan persyaratan.

2.3.2 Fungsi dan Tujuan Perizinan

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, izin merupakan sebuah instrument

yuridis yang digunakan oleh pemerintah yang mempengaruhi masyarakatnya agar

mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai tujuan kongkret.

Ridwan mengemukakan bahwa:


“Sebagai suatu instrument, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen
hokum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan
makmur itu diwujudkan. Hal ini berarti persyaratan-persyaratan yang terdapat
42

dalam perizinan merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri.”


(Ridwan H.R, 2011:217)

Selanjutnya menurut Atmosudirjo, “berkenaan dengan fungsi-fungsi hokum

modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertiblan masyarakat.” (Ridwan H.R,

2011:218)

Adapun mengenai tujuan perizinan, hal ini tergantung pada situasi konkret

yang dihadapi, keragaman peristiwa konkret menyebabkan keragaman pula dari

tujuan izin, yang secara umum dapat disebutkan sebagai berikut :

a. Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu


(misalnya izin bangunan).
b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).
c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin tebang, izin membongkar
pada monument-monumen).
d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah
padat penduduk).
e. Izin memberikan pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan
aktivitas-aktivitas (izin dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat
tertentu).
(Ridwan H.R, 2011:218-219)

Berdasarkan uraian di atas peneliti berpendapat bahwa pemerintah wajib

memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang pemenuhannya menjadi tugas

pemerintah melalui pelayanan publik. Salah satunya adalah masalah perizinan yang

berkaitan dengan aspek administrative dengan tujuan mengendalikan aktivitas

tertentu yang dilakukan oleh masyarakat. Kualitas pelayanan publik dalam menilai
43

pelayanan perizinan dapat dilihat dari kriteria efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya

tanggap.

2.4 Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Penerbitan Perizinan di

Kota Bogor

Proses pembangunan akan sangat bergantung dengan apa yang dimiliki daerah

tersebut sebagai modal dalam pendukung keberhasilan pembangunan. Namun pada

perjalanannya pembangunan daerah juga kerap kali harus menghadapi berbagai

permasalahan yang dapat menghambat keberhasilan dalam mencapai target-target

pembangunan.

Merujuk pada pernyataan Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

menjelaskan makna implementasi, “Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar,

biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-

perintah atau keputusan-keputusan eksekutif. (Mazmanian dan Sabatier, 1983:139)

Sedangkan menurut David Weimer dan Aidan R. Vining, sebuah kebijakan

haruslah logis dan masuk akal karena akan berpengaruh pada lingkungan dimana

kebijakan itu akan berlaku. Hal ini akan ditentukan oleh para pembuat kebijakan atau

yang diberikan kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan.

Kebijakan pemerintah Kota Bogor terkait izin mendirikan bangunan terdapat

pada Peraturan Daerah Nomer 2 Tahun 2007 tentang retribusi izin mendirikan

bangunan. Menimbang bahwa Pemerintah Daerah memiliki hak dan kewenangan


44

untuk mendapatkan sumber keuangan, yang salah satunya berupa retribusi sebagai

salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan

Pemerintahan dan pembangunan daerah.

Izin Mendirikan Bangunan Gedung, yang selanjutnya disebut IMB, adalah

izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk

mendirikan, memperbaiki, memperluas atau mengubah suatu bangunan. Wajib

Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-

undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. Retribusi Izin

Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah atas

pemberian IMB yang diberikan kepada orang pribadi atau badan.

Pelayanan perizinan dan non perizinan dilimpahkan kepada Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bogor. Ketentuan ini

berdasarkan pada Peraturan Walikota Bogor Nomor 13 Tahun 2019 tentang

Pelimpahan Kewenangan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan di Lingkungan

Pemerintah Kota Bogor.

2.5 Kerangka Pemikiran

Penyelenggaraan pemerintah Indonesia pada era reformasi dalam hubungan

antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak lepas dari penyelenggaraan

asas otonomi daerah dimana pemerintah daerah diberi kewenangan dalam mengatur

dan mengurus daerahnya sendiri.


45

Kehadiran pemerintah pertama adalah untuk mengatur dan melindungi

masyarakat dan warganya agar senantiasa dalam kondisi yang aman dan tertib. Dalam

perkembangan selanjutnya tugas dan fungsi pemerintahan semakin berkembang

sehingga dirasakan sangat penting adanya pemerintahan, khususnya pemerintah yang

dekat dengan masyarakat.

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menganalisis terkait implementasi

kebijakan pemerintah kota Bogor dalam penerbitan IMB. Hal tersebut didasari oleh

masalah yang ada di wilayah kota Bogor yaitu pelanggaran terkait IMB, dimana

terdapat pelanggaran pelaksanaan pembangunan yang sudah melakukan

pembangunan dan sudah berdiri 2 lantai namun belum mengantongi IMB.

Di kota Bogor masalah terkait perizinan terjadi dimana peraturan dan

kebijakan yang sudah diatur tidak dipatuhi oleh para pemilik bangunan yang

bermasalah. Terdapat beberapa pelanggaran izin mendirikan bangunan di Bogor yang

berdampak pada ketertiban, keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat sekitar

pembangunan. Hal ini merupakan masalah serius dalam ketertiban administrasi di

kota Bogor.

Dari penjelasan diatas peneliti berpendapat, jika masalah terkait perizinan

penerbitan IMB terus menerus terjadi bukan tidak mungkin ketertiban dan

kenyamanan masyarakat akan tidak teratur yang juga akan berpengaruh terhadap

kuliatas lingkungan hidup, tata kota pun akan terlihat tidak teratur karena banyak

yang membangun sebuah bangunan tanpa izin kepada pemerintah terkait. Hal ini

lebih jauh akan memberikan dampak buruk terhadap kenyamanan masyarakat

misalnya, membangun warung di trotoar yang akan menganggu para pejalan kaki
46

yang menggunakan trotoar atau membangun pabrik tanpa memikirkan drainase dan

saluran pembuangan limbah yang jelas berdampak buruk terhadap lingkungan dan

masyarakat sekitar.

Terdapat bangunan di kota Bogor yang tidak mengantongi IMB menjadi

alasan utama peneliti untuk mengetahui implementasi kebijakan pemerintah Kota

Bogor dalam menerbitkan IMB. Dengan mengacu pada teori David L. Weimer dan

Aidan R. Vining melalui tiga indikatornya. Diharapkan dengan adanya penelitian ini

bisa menjadi awal yang baik dan menciptakan ketertiban, keamanan, dan

kenyamanan di wilayah Kota Bogor.

Peneliti menganggap bahwa dengan adanya pelanggaran yang terjadi di Kota

Bogor terkait masalah perizinan IMB akan berdampak buruk terhadap lingkungan,

sebab akan menimbulkan suatu masalah tata ruang. Kebijakan pemkot Bogor pun

haruslah tegas dan bisa memudahkan masyarakat dalam memberikan pelayanan agar

masyarakat dapat dengan mudah untuk memperoleh IMB dengan sesuai prosedur

yang sudah ada. Mudahnya jangkauan masyarakat untuk memperoleh IMB pun akan

berdampak terhadap bangunan-bangunan yang ada di wilayah kota Bogor sebab

masayarakat akan tidak malas untuk mengurusi perizinan.

Berdasarkan dengan pemikiran dan anggapan dasar di atas peneliti termotivasi

untuk menganalisis dan mendeskripsikan pemikiran tersebut yang dapat dijadikan

dasar dalam penelitian ini, yang berjalan melalui tiga indikator implementasi

kebijakan yang sudah peneliti paparkan yaitu: 1. Logika kebijakan; 2. Lingkungan

tempat kebijakan dioperasikan; 3. Kemampuan dan keterampilan implementor.


47

Untuk mempermudah memahami kerangka pemikiran, maka peneliti

menggambarkan bentuk model kerangka pemikiran sebagai berikut :

Terdapat beberapa kasus perizinan mendirikan sebuah bangunan yang belum mengantongi
IMB namun sudah melakukan pembangunan di wilayah kota Bogor. Hal ini akan
berdampak pada lingkungan sekitar pembangunan, yang berpotensi merusak lingkungan
dan mengganggu kenyamanan kehidupan masyarakat yang terkena dampak.

Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam penerbitan Izin Mendirikan


Bangunan (IMB) : Studi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Kota Bogor
48

Indikator untuk mengukur implementasi kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam


penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dilihat dari Teori Davir L. Weimer
dan Aidan R. Vining:
1. Logika Kebijakan. 2. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan. 3. Kemampuan
Implementor. (Weimer dan Vining, 1999)

Terciptanya ketertiban, keamanan dan kenyamanan terhadap


lingkungan sekitar dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota
Bogor dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Diagram 2.1 Model Kerangka Pemikiran


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya dapat mengungkapkan sejumlah cara yang

diatur secara sistematis, logis, rasional, berencana, dan mengikuti konsep ilmiah. Jika

melihat arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode merupakan cara teratur

yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan

yang dikehendaki. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan dan menganalisis

implementasi kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kota Bogor.
49

Adapun metode yang digunakan peneliti yaitu meotde deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan dalam

meneliti status sekelompok manusia, objek, set kondisi, system pemikiran, peristiwa

pada masa sekarang. Adapun tujuan dari metode tersebut untuk membuat gambaran

secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta, sifat serta hubungan antar

fenomena yang akan diselidiki.

Menurut pendapat Moleong dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif

mengatakan :

“penelitian kualitatif adalah suatu penelitian dimana data yang dikumpulkan


berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan adanya
penerapan metode penelitian kualitatif. Dengan demikian laporan penelitian
akan berisi kutipan data-data untuk memberikan gambaran penyajian laporan
tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen
resmi lainnya.”
(Moleong. 1989:6)

Penelitian kualitatif memiliki karakteristik yakni dilakukan dengan

menggunakan metode deskriptif. Menurut Whiteney dalam Nazir metode deskriptif

adalah pencarian fakta dengan intrepretasi yang tepat. Selanjutnya menurut Nazir

mengenai metode deskriptif dikemukakan sebagai berikut ialah sebagai berikut:

“Suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu
set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki.” (Nazir, 2013: 54).
Metode deskriptif memungkinkan peneliti untuk memilih satu objek

penelitian untuk dikaji secara mendalam dan bukan hanya membuat “peta umum”
50

dari objek penelitian tersebut secara teknis, penelitian dengan metode deskriptif ini

paling jauh mengkaji pola hubungan korelasional antara beberapa variabel tetapi

hubungan pengaruh mempengaruhi atau sebab akibat tidak termasuk dalam penelitian

deskriptif.

Dengan menggunakan metode deskriptif diharapkan peneliti dapat

mengeksploitasi situasi sosial secara menyeluruh, luas dan mendalam sehingga

peneliti dapat menggambarkan fakta dan fenomena secara menyeluruh.

Adapun pengertian metode deskriptif menurut Nazir seperti berikut:

Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok


manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2005: 63)
Selanjutnya menurut Sugiyono bahwa “metode deskriptif adalah suatu metode

yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi

tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas” (Sugiyono, 2013: 21).

Metode deksriptif bertujuan untuk memunculkan fakta, variabel, keadaan, dan

fenomena yang terjadi saat dilakukannya penelitiaan. Alasan peneliti menggunakan

Metode deskriptif adalah agar peneliti dapat menggambarkan kondisi dan fakta secara

sistematis sehingga diperoleh gambaran rinci mengenai permasalahan yang ada,

karena metode deksriptif merupakan pendekatan dalam penelitian yang penelaahnya

pada suatu kasus yang intensif, mendalam, mendetail, serta komprehensif sehingga

upaya mencari solusi untuk permasalahan yang timbul dapat terwujud.


51

Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif dalam penelitiannya.

Dengan demikian, maka data yang dikumpulkan dapat diolah menjadi suatu laporan

hasil penelitian dalam bentuk kutipan kata-kata berisikan gambaran yang dapat

diberikan secara lebih sistematis,faktual dan akurat.

3.2 Pendekatan Penelitian

Mengenai Paradigma atau pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena untuk

memahami fenomena sosial atau gejala dengan lebih menitikberatkan pada gambaran

yang lengkap tentang fenomena yang dikaji. Dengan meggunakan pendekatan

kualitatif diharapkan pencarian sumber data yang berasal dari narasumber dapat

dengan mudah dimengerti, dapat dikaji secara mendalam, rinci dan mudah

disesuaikan dengan situasi yang dihadapi peneliti. Penggunaan penelitian kualitatif

ini sangat berguna untuk dijadikan cara untuk menganalisis dan mendapatkan

gambaran mengenai implementasi kebijakan Pemerintah Kota Bogor tentang

penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Pada penelitian ini, akan lebih banyak menghadirkan kata-kata dan gambar

dibandingkan dengan angka-angka. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Moleong:

“Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian dimana data yang dikumpulkan


berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan adanya
penerapan metode kualitatif. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi
kutipan data-data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut.
Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto,
52

videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya”.
(Moleong, 2016:6)

Cresswell yang dikutip oleh Herdiansyah berpendapat bahwa:

“Penelitian kualitatif merupakan suatu proses penelitian ilmiah yang lebih


dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks
sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang
disajikan, melaporkan pandangan terperinci dari para sumber informasi, serta
dilakukan dalam setting yang alamiah tanpa adanya intervensi apapun dari
peneliti.” (Herdiansyah, 2011:8)

Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menghimpun data yang berasal dari

berbagai sumber, seperti pembuat kebijakan yang terlibat, atau dari sumber lain

seperti dokumen yang menjelaskan objek yang diteliti, kemudian diolah dan disajikan

dalam bentuk narasi. Dalam hal ini, narasi merupakan tampilan data yang

memberikan informasi yang menyeluruh tentang objek yang diteliti sehingga latar

dan aktor yang terlibat dalam objek penelitian harus diposisikan secara menyeluruh,

artinya aktor-aktor yang ada tidak boleh dipisahkan. sebab informasi yang diperoleh

menjadi tidak komprehensif.

Pendekatan ini dipilih dikarenakan permasalahan yang dikaji dalam penelitian

ini tentang implementasi kebijakan pemerintah kota Bogor dalam penerbitan IMB

membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya aktual dan kontekstual, serta

pemilihan ini didasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah data

primer dari subyek. Selain itu. Pendekatan kualitatif mempunyai adaptabilitas yang

tinggi sehingga memungkinkan peneliti untuk senantiasa menyesuaikan diri dengan

situasi yang berubah-ubah yang dihadapi dalam penelitian ini.


53

Dari beberapa penjelasan yang telah di paparkan di atas, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa pendekatan kualitatif sesuai digunakan dalam melaksanakan

penelitian mengenai implementasi kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam

penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pendekatan kualitatif digunakan

dikarenakan peneliti ingin memahami bagaimana implementasi kebijakan Pemerintah

Kota Bogor dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) melalui Dinas

Penanman Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu secara menyeluruh.

3.3 Sumber Data

Menurut Lofland (1984:47) sumber data utama dalam penelitian kualitatatif

ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-

kata dan tindakan, sumber datatertulis , foto dan statistik.

Sumber data merupakan faktor yang sangat penting, karena sumber data akan

mempengaruhi kualitas hasil penelitian. Oleh karena itu, sumber data menjadi bahan

pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. (Purhantara, 2010:79)

Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subyek darimana data

dapat diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data yaitu :

1. Sumber data skunder

Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dalam berbagai bentuk.

Biasanya sumber data ini lebih banyak sebagai data statistik atau data
54

yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga siap dugunakan dalam

statistik biasanya tersedia pada kantor-kantor pemerintahan, biro jasa data,

perusahaan swasta atau badan lain yang berhubungan dengan penggunaan

data. (Moehar, 2002:113)

Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang

telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan. Dalam penelitian ini data sekunder didapat dari lembaga

maupun perusahaan atau pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian.

Indrianto dan Supomo (Purhantara, 2010:80) ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan oleh peneliti berkaitan dengan data sekunder, terutama

berkaitan dengan keakurasian data. Langkah yang perlu ditempuh peneliti

adalah :

a. Kemampuan data yang tersedia untuk menjawab masalah atau

pertanyaan (kesesuaian dengan pertanyaan penelitian).

b. Kesesuaian antara periode waktu tersedianya data dengan periode

waktu yang diinginkan dalam penelitian.

c. Kesesuaian antara populasi data yang ada dengan populasi yang

menjadi perhatian peneliti.

d. Relevansi dan konsistensi unit pengukur yang digunakan.

e. Biaya yang dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder.

f. Kemungkinan biasa yang ditimbulkan oleh data sekunder.

g. Data atau tidaknya dilakukan pengujian terhadap akurasi

pengumpulan data.
55

2. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian,

dalam hal ini peneliti memperoleh data atau informasi langsung dengan

menggunakan instrumen-instrumen yang telah ditetapkan. Data primer

dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian. Pengumpulan data primer merupakan bagian internal dari

proses penelitian dan yang seringkali diperlukan untuk tujuan

pengambilan keputusan. Data primer dianggap lebih akurat, karena data

ini disajikan secara terperinci. (Purhantara, 2010:79)

Pada penelitian ini jawaban data primer diperoleh dari hasil observasi dan

wawancara kepada pihak yang mempunyai informasi lengkap terkait

implementasi kebijakan Pemerintah Kota Kogor dalam penerbitan IMB

yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu.

Data dapat diartikan sebagai suatu fakta yang bisa digambarkan dengan kode,

simbol, angka dan lain-lain (Umar,2001:6). Suharsimi menyatakan (2006:118) data

diartikan sebagai hasil pencatatan peneliti, baik itu berupa fakta maupun angka.

Menurut Soeratno dan Arsyad (2003:72-73), data adalah semua hasil pengukuran atau

observasi yang sudah dicatat guna suatu keperluan tertentu.

Data merupakan suatu bahan yang masih mentah yang membutuhkan

pengolahan lebih lanjut sehingga menghasilkan informasi atau keterangan, baik

kuantitatif maupun kualitatif yang menunjukkan suatu fakta (Riduwan.2009:5).


56

Berdasarkan jenisnya data dikelompokkan menjadi dua macam yaitu, data

kualitatif dan data kuantitatif, data kualitatif merupakan data yang menunjukkan mutu

atau kualitas sesuatu yang ada, baik proses, keadaan, peristiwa, kejadian dan lainnya

yang dinyatakan ke dalam bentuk pertanyaan atau berupa kata-kata. Sedangkan data

kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka-angka sebagai hasil pengukuran

ataupun hasil observasi.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang meliputi

permasalahan, kebijakan pemerintah terkait, dan proses pengimplementasian

kebijakan pemerintah. Dalam penelitian ini peneliti membutuhkan sejumlah data

untuk dianalisis, data tersebut yaitu data sekunder dan data primer.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam sebuah kegiatan penelitian, salah satu bagian terpenting yang harus

dilakukan adalah pengumpulan data. Kegiatan pengumpulan data ini merupakan

suatu proses yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan

dalam rangka analisis penelitian. Apabila tidak ada data yang diperoleh atau tidak ada

materi yang dapat dianalisis oleh peneliti, dapat dipastikan bahwa penelitian tidak

akan berjalan. Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono, bahwasanya di dalam

penelitian kualitatif teknik pengumpulan data yang utama adalah observasi dan

wawancara. (Sugiyono, 2005 : 81)

Dalam kegiatan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa sumber data

sebagai berikut:
57

1. Studi pustaka, yaitu dengan mendapatkan serta mempelajari informasi dari

telaah buku kepustakaan, artikel-artikel, serta bahan kepustakaan lainnya yang

berhubungan dengan teori, konsep, variabel tentang implementasi kebijakan

pemerintah Kota Bogor tentang penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(DPMPTSP).

2. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menyeleksi data

yang diperoleh di lokasi penelitian. Kegiatan studi lapangan meliputi:

a. Observasi

Mengutip pendapat dari Nasution yang mengatakan bahwa “Observasi adalah

dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuawan hanya dapat bekerja

berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh

melalui observasi”. Nasution dalam Sugiyono (2005 : 226).

Dalam hal ini peneliti mengamati implementasi kebijakan pemerintah Kota

Bogor tentang penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), kemudian

mencatat hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan tersebut. Melalui

observasi, peneliti juga memperhatikan dan mengamati pihak-pihak yang

terlibat dalam proses implementasi kebijakan tersebut.

b. Wawancara (Interview)

Mengutip pendapat dari Susan Stainback yang mengatakan bahwa “dengan

wawancara maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam

tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang


58

terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Susan

Stainback dalam Sugiyono (2005 : 232). Jadi, wawancara adalah teknik

pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-

keterangan lisan melalui percakapan. Melalui wawancara ini, diharapkan

peneliti dapat memperoleh informasi mengenai bagaimana implementasi

kebijakan pemerintah Kota Bogor tentang penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu (DPMPTSP).

Mengutip pendapat dari Sugiyono yang mengatakan bahwa:

“Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa


berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan
(Life Histories), cerita, biografi, kebijakan”. (Sugiyono, 2005:82)

Lebih lanjut lagi, dokumen adalah penelitian yang dilakukan dengan

menggunakan fasilitas dan data sekunder yang berupa bahan-bahan tertulis

(dokumen), yang diperoleh dari instansi terkait.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan

melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri

atau oleh orang lain tentang subjek. Sejumlah besar fakta dan data tersimpan

dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia

adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cenderamata, laporan, artefak,

foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu

sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang


59

pernah terjadi di waktu silam. Secara detail bahan dokumenter terbagi

beberapa macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan

harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data di server

dan flashdisk, data tersimpan di website, dan lain-lain.

3.5 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono,“teknik purposive

sampling adalah teknik pengambilan informan sebagai sumber data dengan

pertimbangan tertentu” (Sugiyono, 2010:300). Purposive sampling adalah salah satu

teknik sampel non random dimana peneliti menentukan pengambilan informan

dengan cara menetapkan ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga

diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.

Informan (narasumber) penelitian adalah seseorang yang memiliki informasi

mengenai objek penelitian tersebut. Informan dalam penelitian ini yaitu berasal dari

wawancara langsung yang disebut sebagai narasumber. Dalam penelitian ini

menentukan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dipilih

dengan pertimbangan dan tujuan tertentu, yang benar-benar menguasai suatu objek

yang peneliti teliti. Purposive sampling adalah teknik penentuan informan atau

sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang

tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan dan butuhkan,
60

atau mungkin dia sebagai pemegang kekuasaan sehingga memudahkan peneliti

menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti. (Sugiyono, 2012:54).

Alasan menggunakan teknik Purposive Sampling adalah karena tidak semua

informan memiliki kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena

itu, penulis memilih teknik Purposive Sampling yang menetapkan pertimbangan-

pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh para informan

yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini yang menjadi informan

yaitu seseorang yang memenuhi kriteria tertentu. Teknik purposive sampling lebih

tepat digunakan karena peneliti memerlukan kriteria khusus agar informan yang

dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan bisa memecahkan

permasalahan serta dapat memberikan nilai yang refresentatif.

Adapun kriteria yang dijadikan sebagai informan penelitian yaitu:

1. Seseorang yang menjalankan kebijakan pemerintah kota

Bogor dalam penerbitan perizinan IMB di Kota Bogor pada

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota Bogor.

2. Seseorang yang mempunyai kewenangan dalam penerbitan

perizinan IMB di Kota Bogor.

3. Seseorang yang pernah atau sedang mengurusi permohonan

penerbitan IMB di Kota Bogor melalui Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor.


61

Adapun alasan peneliti memilih orang-orang tersebut sebagai informan yang

membantu untuk memberikan informasi terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Informan Penelitian

No Informan Status Informan Informasi yang diharapkan Jumlah

1. Drs. Firdaus, M.Si.Kepala Dinas Untuk mengetahui bagaimana


Penanaman kebijakan Dinas Penanaman
Modal dan Modal dan Pelayanan Terpadu
1
Pelayanan Satu Pintu terkait penerbitan Izin
Terpadu Satu Mendirikan Bangunan di Kota
Pintu Kota Bogor. Bogor.
Rudy Mashudi Kepala Bidang Untuk mengetahui bagaimana
S.T., M.P. Izin Pemanfaatn kebijakan perizinan pemanfaatan
Ruang Dinas ruang terkait penerbitan Izin
Penanaman Mendirikan Bangunan di Kota
2. 1
Modal dan Bogor
Pelayanan
Terpadu Satu
Pintu.

3. Evita Lazuardi Kepada Seksi Untuk mengatahui bagaimana 1


62

S.T., M.T. Pengolahan Izin pengolahan izin pemanfaatan


Pemanfaatan ruang terkait izin penerbitan Izin
Ruang Dinas Mendirikan Bangunan di Kota
Penanaman Bogor
Modal dan
Pelayanan
Terpadu Satu
Pintu.
Pemohon IMB Masyarakat Untuk mengetahui tanggapan
masyarakat yang pernah atau
4. sedang melakukan permohonan 2
IMB tentang kebijakan yang
diterapkan oleh Pemerintah Kota
Bogor terkait IMB tersebut

3.6 Teknik Validasi Data

Menurut Nahid Golfshani berpendapat, dalam bukunya Understanding

Reliability and Validity in Qualitative Research mengemukakan bahwa :

“Validitas adalah menentukan apakah hasil dari instrumen penelitian sesuai


dengna objek penelitian. Peneliti umumnya menentukan validitas dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan, dan seringkali mencari jawaban dalam
penelitian orang lain.
Sedangkan Reliabilitas adalah sejauh mana hasil dari penelitian itu dapat
konsisten dari waktu ke waktu dan terpresentasi secara akurat dari data yang
diambil dapat dikategorikan reliability dan hasil dari penelitian tersebut dapat
di reproduksi di dalam metode yang sama, maka instrumen penelitian tersebut
diaggap dapat digunakan”. (Nahid, 2003:598)

Dalam hal ini, peneliti menggunakan triangulasi data untuk memenuhi syarat

reliabilitas dan validitas, yaitu membandingkan derajat kebenaran suatu informasi

yang diperoleh dari sumber yang berbeda. selain itu juga peneliti mengumpulkan dan

menganalisis data sekunder (Secondary data) yaitu berupa dokumen-dokumen atau


63

arsip-arsip yang diperoleh melalui studi literature atau studi kepustakaan serta

pencarian literature dengan menggunakan komputer. Sedangkan data primer yang di

dapat untuk penelitian ini adalah wawancara terhadap informan-informan yang

dianggap menguasai dan relevan terhadap pokok bahasan dan permasalahan dalam

penelitian.

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam kegiatan penelitian, analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang

dapat diceritakan kepada orang lain. Bogdan & Biklen dalam Moleong (2016:248).

Seperti yang dijelaskan dalam buku “Analisis Data Kualitatif” dari Miles dan

Huberman (Moleong, 2007:16-21), mengemukakan bahwa terdapat tiga langkah

analisis data, yakni :

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data ”kasar” yang muncul dari catatan-

catatan tertulis dilapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah

dari analisis. Ia merupakan bagian dari analisis.

2. Penyajian Data
64

Penyajian merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang

sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan-lebih jauh menganalisis

ataukah mengambil tindakan–berdasarkan atas pemahaman yang didapat

dari penyajian-penyajian tersebut.

3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi

Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai

mencari arti arti benda-benda mencatat keteraturan, pola-pola,

penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan

proposisi. Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan

konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama

penelitian berlangsung.

3.8 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan langkah yang harus dilakukan dalam penelitian,

karena dalam pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang

berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang sudah

dikumpulkan perlu diklasifikasi dan dilakukan manipulasi serta diolah sedemikian

rupa sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan

bermanfaat untuk menguji hipotesis atau pertanyaan penelitian.


65

Manipulasi terhadap data mentah berarti mengubah data mentah tersebut dari

bentuk awalnya menjadi suatu bentuk yang dapat dengan mudah memperlihatkan

hubungan-hubungan antara fenomena. Beberapa tingkatan kegiatan perlu dilakukan,

antara lain memeriksa data mentah.

Setelah data disusun dalam kelompok-kelompok serta hubungan-hubungan

yang terjadi dianalisa, perlu pula dibuat penafsiran-penafsiran terhadap hubungan

antara fenomena yang terjadi dan membandingkannya dengan fenomena-fenomena

lain di luar penelitian tersebut. Berdasarkan pengolahan data tersebut, perlu dianalisis

dan dilakukan penarikan kesimpulan hasil penelitian.

Pengolahan data secara sederhana diartikan sebagai proses mengartikan data-

data lapangan sesuai dengan tujuan, rancangan, dan sifat penelitian. Dalam rancangan

penelitian kualitatif, pengolahan data menggunakan teknik non statistik, karena data-

data lapangan diperoleh dalam bentuk narasi yang di rekam oleh peneliti melalui

narasumber.

3.9 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor, tepatnya di Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bogor. Lamanya

penulisan skripsi ini, diharapkan 10 bulan yang dimulai pada bulan Mei 2019 dengan

rincian sebagai berikut :


66

1. Studi Pustaka, dilaksanakan pada bulan Mei 2019 sampai dengan bulan
Juni 2019.
2. Penelitian awal, dilaksanakan pada bulan Mei 2019 sampai dengan bulan
September 2019.
3. Seminar Usulan Penelitian (SUP), dilaksanakan pada bulan Oktober
sampai dengan bulan November 2019.
4. Penelitian Lapangan, dilaksanakan pada bulan November 2019 sampai
dengan bulan Januari 2020.
5. Pengolahan dan analisis data, dilaksanakan pada bulan November 2019
sampai dengan bulan Februari 2020.
6. Sidang Akhir, dilaksanakan pada bulan Maret 2020.

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian dan Penyusunan Skripsi

2019 2020
No Kegiatan
Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Apr

Studi
1
Pustaka
Penelitian
2
Awal

3 Seminar UP

Penelitian
4
Lapangan
Pengolahan
5
Data
6 Sidang
67

Akhir

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam penelitian,

objek penelitian ini dan menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan

jawaban dari permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti. Dikutip dari Sugiyono,

objek penelitian adalah “Sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan sesuatu hal objektif, vailid, dan reliable, tentang suatu hal (variabel

tertentu).” (Sugiyono, 2012:13)

Objek penelitian adalah pokok persoalan yang akan diteliti untuk

mendapatkan data secara terarah, yang menjadi objek utama dalam penelitian ini

yaitu pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor.

Dinas tersebut menjadi objek utama dikarenakan Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor menjadi dinas yang diberikan kewenangan

oleh pemerintah kota Bogor untuk mengurusi masalah perizinan dan non perizinan di

wilayah administrasi pemerintahan kota Bogor. Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor diberikan kewenangan dalam mengurusi

masalah perizinanan melalu Peraturan Walikota Bogor Nomor 13 Tahun 2019

Tentang Pelimpahan Kewenangan Mengenai Perizinan, salah satunya mengurusi

penerbitan Izin Mendirikan Bangunan atau disingkat IMB yang menjadi bahasan

utama dalam penelitian ini.


68

Peneliti berpendapat bahwa objek penelitian menjadi sesuatu yang amat

penting dalam kegiatan penelitian, sebab penelitian tidak akan berjalan bilamana

tidak terdapat objek penelitian yang menjadi sumber data untuk dianalisis ke dalam

sebuah catatan yang sistematis. Di dalam objek penelitian terdapat berbagai jawaban

dari sebuah penelitian yang membutuhkan data, oleh sebab itu peneliti membutuhkan

objek yang sekrang digunakan yaitu terdapat informasi pada Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor yang diharapkan peneliti mampu

memberikan jawaban yang dibutuhkan dalam memcahkan suatu masalah.

4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor

Sejarah singkat Kota Bogor

Kota bogor berada di selatan Ibu Kota Jakarta dan hanya berjarak 54 km saja

dari pusat Ibu Kota Repubik Indonesia tersebut. Wilayah dari kota Bogor ini terletak

di tengah-tengah wilayah dari Kabupaten Bogor, salah satu nama Kota besar

Indonesia yang termasuk ke dalam bagian wilayah Provinsi Jawa barat.

Bogor pada zaman dahulu kala hanya memiliki luas wilayah 21,56 km², akan

tetapi kemajuan demi kemajuan yang dicapai oleh Kota yang terkenal dengan sebutan

Kota Hujan dan Kota Talas ini semakin menjadikan berkembang pula luas

wilayahnya menjadi 118,50 km² dengan rataan jumlah penduduk mencapai 834.000

jiwa (data tahun 2003).


69

Terkenalnya Bogor sebagai Kota yang berjuluk Kota Bujan ini dikarenakan

daerah ini memiliki intensitas curah hujan yang sangat tinggi jika dibandingkan

dengan daerah Indonesia lainnya. Untuk pembagian wilayahnya Kota Bogor terdiri

atas 6 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan.

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Bogor lebih dikenal dengan nama

Buitenzorg (pengucapan: boit’n-zôrkh”, bœit’-) yang artinya “tanpa kecemasan” atau

“aman tenteram”. Hari jadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor diperingati setiap

tanggal 3 Juni, karena tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari penobatan Prabu Siliwangi

sebagai raja dari Kerajaan Pajajaran.

Bogor (berarti “enau”) telah lama dikenal sebagai pusat pendidikan, penelitian

juga pertanian nasional. Di sinilah berbagai lembaga dan balai-balai penelitian

pertanian dan biologi berdiri sejak abad ke-19. Salah satu yang terkenalnya adalah

Institut Pertanian Bogor, berdiri sejak awal abad ke-20.

Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS,

kedudukan geografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta

lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang strategis bagi

perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk

industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata.

Luas Wilayah Kota bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 kecamatan dan 68

kelurahan. Kemudian Secara Administratif kota Bogor terdiri dari 6 wilayah

kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal


70

yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa),

210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor.5

4.1.2 Sejarah dan gambaran umum Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Bogor

Seiring dengan dilaksanakannya Otonomi Daerah, masing-masing

Pemerintahan Daerah diberikan kewenangannya dalam melaksanakan kebijakan

pembangunan disesuaikan dengan kepentingan pembangunan daerahnya dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Bogor.

Berdasarkan pada Peraturan Walikota Bogor Nomor 13 Tahun 2019 tentang

Pelimpahan Kewenangan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan di Lingkungan

Pemerintah Kota Bogor. Pelayanan perizinan dan non perizinan dilimpahkan kepada

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota

Bogor.

Hal ini menjelaskan maka masalah perizinan dan non perizinan dilimpahkan

kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kota Bogor.

Termasuka masalah penerbitan IMB yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh

DPMPTSP kota Bogor dengan berbagai prosedur yang diterapkan.

5
https://kotabogor.go.id/index.php/page/detail/5/sejarah-bogor (diakses pada tanggal 13 Januari
2020 pukul 00.56 WIB)
71

4.1.3 Tentang Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kota Bogor

Visi:

Terwujudnya Pelayanan Publik Yang Transparan, Akuntabel, Dan Berbasis

Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Misi:

 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik


 Meningkatkan Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi
 Menciptakan Iklim Investasi yang Kondusif
Motto:

SMART (Sederhana, Mudah, Akuntabel, Ramah, dan Tepat Waktu)

Maklumat Pelayanan:

“Kami karyawan/karyawati Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu


Satu Pintu Kota Bogor dengan ini menyatakan sanggup untuk
menyelenggarakn pelayanan perizinan dan non perizinan sesuai dengan
standar pelayanan yang telah ditetapkan dan apabila tidak menpati janji, kami
siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundangn-undangan yang
berlaku”.

4.1.4 Dasar Hukum

1. Undang-undang No.34 Tahun 2001 Tentang Pajak dan Restribusi

Daerah.

2. Undang-undang no. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

3. Undang-undang no. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.


72

4. PP no. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang

no. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

5. Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan

Tanah.

6. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 16 Tahun 2015 Tentang

Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

7. Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 14/M-DAG/PER/3/2016

Tentang Penerbitan SIUP dan TDP Secara Simultan

8. Peraturan Menteri Perhubungan RI No. PM 75 Tahun 2015 Tentang

Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas.

9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 5 Tahun 2015

Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014 Tentang

Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.

11. Peraturan Pemerintah RI No. 15 Tahun 2010 Tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang.

12. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2012 Tentang Izin

Lingkungan.

13. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik.

14. Peraturan Presiden RI No. 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu.


73

15. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2015 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2007

Tentang Bangunan Gedung atua IMB.

16. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 2 Tahun 2007 tentang Retribusi

Izin Mendirikan Bangunan.

17. Peraturan Walikota Bogor Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan.

18. Peraturan Walikota Bogor Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pelimpahan

Kewenangan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan di Lingkungan

Pemerintah Kota Bogor.

19. Peraturan Wali Kota Bogor No. 14 Tahun 2019 Tentang Pedoman dan

Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan.

20. Peraturan Wali Kota Bogor No. 15 Tahun 2019 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

21. Peraturan Wali Kota Bogor No. 21 Tahun 2019 Tentang

Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perizinan dan Non

Perizinan

22. Keputusan Wali Kota Bogor No. 500.45-29 Tahun 2018 tentang

Satgas Tugas Percepatan Pelaksanaan Berusaha Kota Bogor

23. Peraturan Wali kota No.43 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

dan Petunjuk Teknis Pengesahan Rencana Tapak / Site Plan.

24. Peraturan Wali Kota Bogor No. 39 Tentang Mall Pelayana Publik.
74

25. Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2009 Tentang Perizinan dan

Pendaftaran di Bidang Perindustrian dan Perdagangan.

26. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Bogor 2011-2031.

27. Peraturan Daerah No. 40 Tahun 2017 Tentang Pedoman Teknis

Pengendalian Pemanfaatan Ruang Dalam Rangka Pendirian Bangunan

di Kota Bogor.

28. Peraturan Daerah No. 19 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan

Kesehatan.

29. Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2012 Tentang Penyediaan dan

Penyerahan Prasarana, Sarana, Utilitas Bangunan dan Pemukiman.

30. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan.

31. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

32. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan

Reklame.

33. Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2015 Tentang Retribusi Perizinan

Tertentu.

34. Peraturan Perda No. 6 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Retribusi

Jasa Umum.
75

4.1.5 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Bogor

Tugas Pokok:

Melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan Daerah di bidang Pelayanan

Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal.

Fungsi:

 Perumusan kebijakan teknis di bidang Pelayanan Perizinan


Terpadu dan Penanaman Modal.
 Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Pelayanan Perizinan
Terpadu dan Penanaman Modal.
 Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota Bogor sesuai
dengan tugas dan fungsinya

4.1.6 Struktur Organisasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Bogor

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

 Sekretariat, membawahkan :

o Sub Bagian Umum;

o Sub Bagian Keuangan;

o Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan.

 Bidang Promosi Penanaman Modal dan Sistem Informasi, membawahkan:


76

o Seksi Data dan Teknologi Informasi;

o Seksi Pengembangan Potensi Penanaman Modal;

o Seksi Promosi dan Sosialisasi.

 Bidang Pelayanan Penanaman Modal, membawahkan :

o Seksi Pelayanan Investasi;

o Seksi Regulasi dan Pengaduan;

o Seksi Pengendalian dan Pelaksanaan.

 Bidang Izin Operasional, membawahkan :

o Seksi Verifikasi Izin Operasional;

o Seksi Pengolah Izin Sosial dan Ekonomi;

o Seksi Izin Ke PUan dan Lingkungan.

 Bidang Izin Pemanfaatan Ruang, membawahkan :

o Seksi Verifikasi Izin Pemanfaatan Ruang;

o Seksi Pengolah Izin Pemanfaatan Ruang;

o Seksi Perencanaan Teknis.


77

4.1.7 Rencana Strategis Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Bogor

Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah

Kota Bogor telah mengambil suatu kebijakan membentuk Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan terpadu satu pintu yang merupakan salah satu langkah nyata

Pemerintah Kota Bogor dalam mewujudkan good governance. Dalam perjalanannya

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan terpadu satu pintu secara kelembagaan telah

beberapa kali berubah. Namun esensinya adalah untuk meningkatkan pelayanan yang

prima kepada masyarakat. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu satu

pintu tersebut sebagai salah satu pencerminan Pemerintah Kota Bogor untuk

menciptakan iklim yang mendorong ke arah terciptanya keseragaman pola dan

langkah penyelenggaraan dan pelayanan oleh aparatur Pemerintah kepada

masyarakat, adanya keterpaduan yang terkoordinasi dalam proses pelayanan kepada

masyarakat dalam bidang perizinan dalam rangka mendukung iklim perekonomian

yang kondusif.

Pada akhirnya secara keseluruhan hal ini diharapkan untuk meningkatkan

kemakmuran masyarakat Kota Bogor seperti yang telah menjadi tujuan dalam

RPJMD. Berdasarkan Perarturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pembentukan

dan Susunan Perangkat Daerah Kota Bogor, telah terbentuk Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Dan berdasarkan Peraturan Daerah

nomor 56 tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta
78

tatakerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah Kota Bogor, DPMPTSP telah

berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

Dalam pelaksanaannya DPMPTSP telah mendapatkan pelimpahan

kewenangan untuk memproses izin berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 1 Tahun

2017 Tentang Pelimpahan Kewenangan Perizinan dan Non Perizinan di Lingkungan

Pemerintah Kota Bogor. Dan berdasarkan Perwali Nomor 2 Tahun 2017 Tentang

Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan pada Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor telah berjalan pemberian pelayanan

perizinan dan non perizinan. Ditinjau dari sumber daya manusia, Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu saat ini memiliki pegawai sebanyak 57

orang. Secara kualitas belum sebanding dengan jumlah jenis perizinan yang dilayani

maupun jumlah berkas permohonan izin yang dilayani. Namun demikian dapat

dioptimalkan untuk memberikan pelayanan.

Dalam hal sarana dan prasarana, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Bogor belum memiliki bangunan gedung yang cukup

representatif, Namun dengan prasarana kerja yang cukup memadai untuk menunjang

kegiatan. Dengan demikian masih perlu adanya peningkatan prasarana kerja,

mengingat beban kerja yang diemban Dinas Penanaman Modan dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu saat ini cukup tinggi. Disamping itu juga perlu peningkatan

kualitas pegawai melalui pendidikan dan pelatihan.


79

Hal yang sangat menggembirakan dalam mendukung kinerja Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu salah satunya adalah sudah

mendapatkan sertifikat ISO 9001 versi tahun 2015. Dan untuk mengukur tingkat

pelayanan DPMPTSP Kota Bogor kepada masyarakat, pada tahun 2015 telah

dilakukan survey Kepuasan Masyarakat dengan skor interval IKM sebesar 2,9 dan

skor interval konversi IKM sebesar 74,25, termasuk dalam nilai BAIK.

Proses penyusunan Revisi Renstra Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Bogor dilakukan dengan mengikuti alur pikir sebagai

berikut:
80

RPJM KOTA BOGOR


(REVISI) 2015-2019

RENSTRA-SKPD DPMPTSP KOTA BOGOR (REVISI)

VISI KONDISI UMUM DAN KENDALA

ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS


(SWOT)
MISI

STRATEGI UMUM

FAKTOR – FAKTOR
PENENTU KEBERHASILAN

TUJUAN

SASARAN

STRATEGI

Diagram 4.1. Rencana Strategis Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kota Bogor
(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2019)
81

Revisi Renstra-SKPD Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Modal Kota Bogor Tahun 2015-2019 mengacu kepada Revisi Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor Tahun 2015-2019,

dengan mempertimbangkan hasil analisis lingkungan strategis terhadap kondisi

umum dan kendala-kendala yang dihadapi. Dengan Direvisinya Visi, Misi, Tujuan

dan Sasaran dan RPJMD maka renstra juga perlu disesuaikan. Revisi Rencana

Strategis disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Landasan Hukum

a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional;

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah;

c. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2016 Tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

d. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah;

e. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Tahun 2004-2009;

f. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Paket Kebijakan

Perbaikan Volume Investasi;

g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Satu Pintu;

h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah.


82

i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 100 Tahun 2016 Tentang

pedoman nomenklatur Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Provinsi dan Kabupaten/Kota.

j. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Pedoman

Penyusunan Standar Perizinan Terpadu Satu Pintu;

k. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor Tahun

2010-2014;

l. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 9 Tahun 2015 tentang Retribusi

perizinan tertentu;

m. Peraturan Walikota Bogor Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Tugas Pokok,

Fungsi, Tata Kerja dan Uraian Tugas Jabatan Struktural di Lingkungan

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor;

n. Peraturan Walikota Bogor Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pelimpahan

Kewenangan Penandatangan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan di

Kota Bogor.

o. Peraturan Walikota Bogor Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pedoman dan

Tatacara Pelayanan perizinan dan Non Perizinan pada Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor.

p. Peraturan Walikota Bogor Nomor 3 Tahun 2017 Penyelenggaraan Sistem

Elektronik Dalam Perizinan dan Non Perizinan di Lingkungan Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor


83

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 56 tahun 2017 Tentang Kedudukan ,

Susunan organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tatakerja Perangkat Daerah di

Lingkungan Pemerintah Kota Bogor, dan Perwali Nomor 17 Tahun 2017 Tentang

Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan Struktural di Lingkungan Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor mempunyai tugas pokok

melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah dibidang Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan fungsi sebagai berikut :

1. Perumusan Kebijakan Teknis di Bidang Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu.

2. Pembinaan dan Pelaksanaan Tugas di Bidang Penanaman Modal dan

PelayananTerpadu Satu Pintu.

3. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (RenstraSKPD) Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Tahun 2015-2019 adalah dokumen

perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun. Renstra-

SKPD Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor

Tahun 2015-2019 memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan

kegiatan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor serta berpedoman pada Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor Tahun 2015-2019

dan Dokumen Renstra-SKPD sangat bermanfaat dan diperlukan sebagai pedoman


84

dalam melaksanakan kegiatan secara terencana, terpadu, bertahap dan berkelanjutan,

sehingga Renstra-SKPD menjadi acuan untuk menyusun Rencana Kerja Satuan Kerja

Perangkat Daerah (Renja-SKPD) Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu

Satu Pintu Kota Bogor untuk periode 1 (satu) tahun, yang memuat kebijakan,

program, dan kegiatan .

Sebagai tindak lanjut dari Tap MPR No, XI/MPR/1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN, maka telah dikeluarkan Inpres

No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Inpres

tersebut mewajibkan setiap instansi pemerintah mulai dari Eselon II keatas untuk

mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan

pengelolaan sumber daya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya

berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) yang dirumuskan sebelumnya.

Tujuan dan Sasaran Penyusunan Renstra

Mengarahkan seluruh dimensi kebijakan daerah baik sektoral maupun lintas

sektor, sebagai pedoman dalam : a. Menyediakan acuan bagi seluruh sumber daya

manusia dalam menentukan program dan kegiatan tahunan yang terpadu, terarah, dan

terukur. b. Menggambarkan tentang kondisi sekarang dan mengarahkan arah dan

tujuan untuk mewujudkan visi dan misi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu

Pintu Kota Bogor. c. Sebagai pedoman evaluasi bagi untuk memahami dan menilai

arah kebijakan dan programprogram operasional tahunan dalam rentang periode lima

tahunan.
85

a. Teranalisisnya kondisi, potensi dan kendala serta faktor-faktor penentu

keberhasilan pembangunan.

b. Terumuskannya visi, misi, tujuan dan sasaran serta menetapkan fokus

bidang kegiatan Tahun 2015 - 2019 sebagai prioritas utama daerah.

Visi

Visi adalah cara pandang jauh ke depan, kemana organisasi harus dibawa,

agar dapat eksis, antisipatif, dan inovatif atau suatu gambaran yang menantang

tentang keadaan masa depan yang diinginkan. Dengan demikian visi merupakan

gambaran keadaan masa depan yang ingin dicapai serta merupakan pandangan yang

kuat mengarah ke depan yang memberi keyakinan bahwa suatu perkembangan akan

terjadi atau suatu kondisi ideal tentang masa depan yang realistik, dapat dipercaya,

meyakinkan, mengandung daya tarik, serta mendorong motivasi.

Visi yang dibuat bertujuan: (a) mencerminkan apa yang ingin dicapai sebuah

organisasi, (b) memberikan arah dan fokus strategis yang jelas, (c) mampu menjadi

perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategis yang terdapat dalam sebuah

organisasi, (d) memiliki orientasi terhadap masa depan sehingga segenap jajaran

harus berperan dalam mendefinisikan dan membentuk masa depan organisasi, (e)

mampu menumbuhkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan organisasi, dan

(f) mampu menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi. Selanjutnya visi

tersebut diharapkan mampu : (a) menarik komitmen dan menggerakkan orang, (b)

menciptakan makna bagi kehidupan anggota organisasi, (c) menciptakan standar


86

keunggulan, dan (d) menjembatani keadaan sekarang dan keadaan masa depan. Visi

tersebut selanjutnya ditanamkan pada setiap unsur organisasi sehingga menjadi visi

bersama (shared vision) yang pada gilirannya mampu mengarahkan dan

menggerakkan segala sumber daya instansi.

Visi Kota Bogor adalah “ Kota Bogor yang nyaman, beriman dan transparan“.

Berdasarkan Visi Kota Bogor tersebut, maka telah ditetapkan Visi Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yaitu “Terwujudnya Pelayanan Publik yang

Transparan, Tepat Waktu, dan Berbasis Teknologi”, dengan Motto “Kepuasan Anda

Merupakan Komitmen Kami (Sederhana, Mudah, Akurat, Tepat waktu)”. Pernyataan

Visi diatas mempunyai makna bahwa kepuasaan masyarakat dan pelaku usaha

merupakan merupakan ketentuan kebutuhan di era globalisasi yang pada akhirnya

akan mendapatkan pengakuan atas kualitas pelayanan yang memuaskan dan

menguntungkan masyarakat.

Misi

Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan agar

tujuan organisasi dapat tercapai dan berhasil dengan baik. Perumusan misi ini

diharapkan agar seluruh anggota organisasi dan pihak-pihak yang berkepentingan

(stakeholders) dapat berpartisipasi dan dapat mengenal peran organisasi lebih baik

serta mendorong keberhasilannya. Dengan demikian misi merupakan suatu

pernyataan mengenai hal yang harus dicapai oleh suatu organisasi pada masa yang
87

akan datang. Perwujudan misi harus diupayakan oleh semua pihak yang

berkepentingan dalam organisasi yang bersangkutan.

Misi Kota Bogor adalah :

1. Menjadikan Bogor kota yang cerdas dan berwawasan teknologi informasi dan

komunikasi

2. Menjadikan Bogor kota yang sehat dan makmur

3. Menjadikan Bogor kota yang berwawasan lingkungan

4. Menjadikan Bogor sebagai kota jasa yang berorientasi pada kepariwisataan

dan ekonomi kreatif

5. Mewujudkan Pemerintah yang bersih dan transparan

6. Mengokohkan peran moral agama dan kemanusiaan untuk mewujudkan

masyarakat madani

Dari ke 6 misi tersebut, yang sesuai dengan Tupoksi Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor, dan Revisi RPJMD adalah misi ke 1,

2 dan 5. Berpijak dari ketiga misi tersebut, maka misi Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor, adalah :

1. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik

2. Meningkatkan Pelayanan Publik Berbasis Teknologi

3. Menciptakan Iklim Investasi yang Kondusif


88

Nilai merupakan disposisi yang lebih luas dan sifatnya mendasar. Nilai

berakar lebih dalam karenanya lebih stabil dibandingkan sikap individu Azwar

(2003:h.9). Lebih daripada itu, nilai dianggap sebagai bagian dari kepribadian

individu yang dapat mewarnai kepribadian kelompok atau kepribadian bangsa. Jadi

nilai lebih bersifat mendasar dan stabil sebagai bagian dari ciri kepribadian, sikap

bersifat evaluatif dan berakar pada nilai yang dianut dan terbentuk dalam kaitannya

dengan suatu obyek.

Dalam upaya untuk mencapai Visi dan Misi Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor, maka diperlukan nilai-nilai yang harus

tertanam pada setiap personil Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota Bogor sebagai landasan dedikasi, prestasi, dan partisipasi. Nilai-nilai

tersebut, yaitu :

1. Jujur : menjunjung tinggi obyektifitas dalam membangun persepsi dengan

pendekatan yang komprehensif, lintas disiplin, dan lintas sektoral;

2. Efektif : mengutamakan kerja keras dengan memanfaatkan sumber daya yang

tersedia secara terencana untuk mencapai standar produktifitas;

3. Realistis : mempertimbangkan segala tindakan dengan mengukur kemampuan

potensi sumber daya yang dimiliki serta memperhatikan dan mampu

menyiasati perkembangan kondisi lingkungan eksternal;

4. Normatif : merumuskan perencanaan dengan kerangka berfikir dan ide yang

bisa diterima berbagai kalangan serta bertumpu pada norma-norma dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;


89

5. Inovatif : mengembangkan kreatifitas yang tidak pernah surut sesuai dengan

situasi dan kondisi zaman dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi;

6. Harmonis : mengembangkan hubungan interaktif dengan berbagai stakeholder

tanpa mengesampingkan penghargaan pada perbedaan pendapat yang

berkembang dalam mengembangkan networking serta kerjasama kemitraan.

Nilai–nilai tersebut di atas selanjutnya dijadikan landasan kerja Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor dengan diikuti rasa

keikhlasan, kebersamaan, keuletan, dan keberanian dalam mengemukakan kebenaran

fakta sehingga tercipta keharmonisan perencanaan yang inovatif secara terbuka dan

transparan guna mendorong kinerja Dinas penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu pintu Kota Bogor.

Setiap organisasi menghadapi masalah lingkungan strategis yang meliputi

lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal meliputi faktor lingkungan

yang berpengaruh pada kinerja organisasi, yang pada umumnya dapat dikendalikan

secara langsung. Sedangkan lingkungan eksternal merupakan faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap kinerja organisasi yang berada di luar kendali organisasi tetapi

sangat mempengaruhi kegiatan organisasi tersebut.

Untuk merumuskan analisis lingkungan strategis digunakan teknik analisis

SWOT dari sudut pandang Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Modal Kota Bogor yaitu analisis lingkungan internal meliputi Strength
90

(Kekuatan) dan Weakness (Kelemahan), dan analisisi lingkungan eksternal meliputi

Opportunity (Peluang), dan Threat (Ancaman).

Tahapan dalam melakukan analisis lingkungan strategis dimulai dengan

identifikasi lingkungan strategis dan dilakukan pembobotan, rating dan penilaian

(scoring) terhadap masing-masing sehingga dapat diketahui nilai masing-masing

unsur yang perlu mendapat prioritas dan posisi Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Modal Kota Bogor dalam kuadran SWOT. Urutan

unsur secara prioritas tersebut digunakan untuk menentukan strategi yang tepat.

Strategi tersebut meliputi strategi umum berupa strategi mengoptimalkan kekuatan

untuk memanfaatkan peluang, strategi menggunakan kekuatan untuk mencegah dan

mengatasi ancaman, strategi mengurangi kelemahan untuk memanfaatkan peluang,

dan strategi mengurangi kelemahan untuk mencegah dan mengatasi ancaman.

Masing-masing strategi yang dirumuskan ini kemudian dikaitkan dengan perumusan

visi, misi, dan nilai-nilai luhur Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Modal Kota Bogor untuk menentukan faktor-faktor penentu keberhasilan

pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Faktor-faktor penentu keberhasilan

ini selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam merumuskan tujuan dan sasaran yang

akan dicapai untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan.

Analisis lingkungan strategis dengan menggunakan analisis SWOT (Strength,

Weaknesses, Opportunities, Threats), dimaksudkan untuk menganalisis lingkungan

internal (Strength dan Weaknesses) dan lingkungan eksternal (Opportunities dan


91

Threats) pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Modal

Kota Bogor.

Analisis Lingkungan Intenal (ALI)

1. Kekuatan (Strength)

Berdasarkan identifikasi, ditemukan beberapa “Kekuatan” sebagai berikut:

a. Jumlah sumber daya manusia cukup memadai

b. Kewenangan di bidang perizinan jelas

c. Motivasi sumber daya manusia yang tinggi

d. Kerjasama dan koordinasi internal Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Modal cukup baik.

e. Penggunaan sistem teknologi informasi dalam pelayanan perizinan dan non

perizinan

f. Kelemahan (Weaknesses)

Berdasarkan identifikasi, ditemukan beberapa “Kelemahan" sebagai berikut :

a. Kemahiran (skills) sumber daya manusia kurang memadai.

b. Prasarana dan sarana kerja kurang memadai.

c. Masih rendahnya etos dan disiplin kerja

Analisis Lingkungan Eksternal (ALE)

1. Peluang (Opportunity)
92

Berdasarkan identifikasi, ditemukan beberapa “Peluang” sebagai berikut :

a. Otonomi Daerah yang lebih luas berdasarkan UU No 23 Tahun

2014

b. Dukungan pimpinan daerah yang kuat;

2. Ancaman (Threat)

Berdasarkan identifikasi, ditemukan beberapa “Ancaman” sebagai berikut:

a. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah. Ego

sektoral masih kuat. Tabel 2 Skoring Faktor–Faktor Strategis

Eksternal.

Berdasarkan ALI dan ALE diatas, diperoleh asumsi sebagai berikut :

1. Kelompok SO memiliki skor tertinggi (386.8), dengan demikian strategi

generik yang paling optimistik dapat digunakan untuk mewujudkan visi

Memanfaatkan peluang kekuatan untuk memanfaatkan peluang/

2. Kekuatan terbesar terletak pada motivai personil yang tinggi, dan penggunaan

sistem teknologi informasi, sedangkan kekuatan terkecil terletak pada jumlah

personil.

3. Peluang terbesar yang dapat dimanfaatkan adalah dukungan dari pimpinan

daerah, sedangkan peluang yang terkecil adalah dukungan dari lembaga

ilmiah.

4. Kelemahan yang paling pokok terletak pada kemahiran personil yang kurang,

sedangkan kelemahan yang paling kecil pada prasarana dan sarana kerja yang

memadai.
93

5. Ancaman yang terbesar adalah krisis kepercayaan masyarakat terhadap

aparatur pemerintah, sedangkan yang terkecil adalah adanya ego sektoral yang

kuat.

Menurut rankingnya, Faktor Penentu Keberhasilan adalah sebagai berikut:

1. manfaatkan sistem informasi dan Tingkatkan koordinasi/kerjasama dengan

instansi vertikal/horisontal, luar negeri dan lembaga ilmiah.

2. Tingkatkan biaya operasional dan optimalkan penggunaan prasarana dan

sarana.

3. Gunakan motivasi yang tinggi untuk memanfaatkan dukungan pimpinan

daerah, bantuan luar negeri dan koordinasi dengan lembaga ilmiah

4. Tingkatkan keahlian personil dengan pemanfaatan dukungan pimpinan

daerah, bantuan luar negeri dan lembaga ilmiah.

5. Tingkatkan pelayanan data informasi perencanaan.

6. Optimalkan koordinasi dengan instansi vertikal /horizontal

7. Tingkatkan keterpaduan pendekatan sektoral dan perwilayahan.

8. Tata sistem informasi perencanaan dengan dukungan pimpinan daerah,

bantuan luar negeri dan lembaga ilmiah.

9. Tingkatkan motivasi untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.

10. Tetapkan paradigma baru dalam mekanisme perencanaan daerah sesuai

dengan semangat Otonomi Daerah.


94

Strategi Terpilih

1. Tingkatkan keahlian sumber daya manusia dengan pemanfaatan dukungan

pimpinan daerah, bantuan luar negeri dan lembaga ilmiah.

2. Tingkakan sistem informasi untuk perencanaan dengan dukungan pimpinan

daerah, bantuan luar negeri dan lembaga ilmiah.

3. Tingkatkan biaya operasional dan optimalkan penggunaan prasarana dan

sarana.

4. Terapkan paradigma baru dalam mekanisme perencanaan daerah sesuai

dengan semangat Otonomi Daerah.

Tujuan adalah sesuatu (apa) yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka

waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahunan. Tujuan ditetapkan dengan mengacu

kepada pernyataan visi dan misi serta didasarkan pada isu-isu dan analisis strategis.

Tujuan dapat menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai di masa mendatang.

Tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, kebijakan, program, dan kegiatan

dalam rangka merealisasikan misi.

Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu, maka dirumuskan tujuan :

1. Terpenuhinya Kebutuhan Rumah Tangga SKPD

2. Terlaksananya penerbitan Keputusan dan gambar peta

situasi
95

3. Terlaksananya laporan capaian Kinerja dan ikhtisar

realisasai kinerja SKPD

4. Terlaksananya tindak lanjut pelaporan dan pengaduan

masyarakat.

5. Terlaksananya aplikasi dan hadware pelayanan perizinan.

6. Terlaksananya pelayanan penanaman modal

7. Terlaksananya kegiatan dan pelaporan penanaman modal

Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh organisasi dalam

rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu yang lebih pendek dari

tujuan. Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran. Yang dimaksud dengan

indikator sasaran adalah ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran untuk

diwujudkan pada tahun yang bersangkutan. Setiap indikator sasaran disertai dengan

rencana tingkat capaiannya masing-masing. Sasaran diupayakan untuk dapat dicapai

dalam kurun waktu tertentu/tahunan secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan

yang ditetapkan dalam rencana strategis.

Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan oleh yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk

dalam pengembangan ataupun pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya

kelancaran dan keterpaduan dalam perwujudan sasaran, tujuan, serta visi dan misi

organisasi.
96

Program adalah kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu untuk

mendapatkan hasil yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa organisasi pemerintah

ataupun dalam rangka kerjasama dengan masyarakat guna mencapai sasaran tertentu.

Dalam upaya mencapai Visi dan Misi Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Satu

Pintu Kota Bogor Tahun 2015-2019 maka ditetapkan Tujuan, Sasaran, Kebijakan,

Program, dan Kegiatan.

Tujuan Misi Kesatu adalah meningkatkan kualitas pelayanan perizinan

(mudah, cepat, akurat, transparan, dan tepat waktu) dengan SDM pelayanan yang

berkualitas. Tujuan Misi Kedua adalah menyelenggarakan pelayanan perizinan

online melalui aplikasi SMART yang memberikan kemudahan bagi pemohon dalam

mendapatkan informasi terkait perizinan, pengajuan izin, dan pelacakan status izin.

Tujuan Misi Ketiga adalah memberi iklim investasi yang kondusif bagi para investor

melalui penyederhanaan perizinan, pemberian insentif dan kemudahan penanaman

modal.

Sasaran dari tujuan misi pertama :

a. Terselenggaranya pelayanan perizinan yang berkualitas.

b. Tujuan Misi Kedua dengan Sasaran

c. Terselenggaranya pelayanan perizinan online melalui aplikasi

SMART.

Tujuan Misi Ketiga dengan Sasaran :


97

a. Terciptanya iklim investasi yang kondusif.

Cara Mencapai Tujuan dan Sasaran Kebijakan. Kebijakan pada dasarnya

merupakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati pihak-pihak terkait dan

ditetapkan oleh yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk

bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah ataupun masyarakat agar tercapai

keterpaduan dalam mencapai Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran.

1) Terpenuhinya Kebutuhan sarana dan prasarana Kantor sesuai tupoksi

2) Terpenuhinya Penerbitan Keputusan dan gambar peta situasi

3) Terpenuhinya laporan dan capaian kinerja dan ikhtisar realisasi kinerja

4) Terpenuhinya tindak lanjut pelaporan dan pengaduan

5) Terwujudnya kegiatan sosialisasi

6) Terwujudnya aplikasi dan hadware aplikasi pelayanan perizinan.

Program merupakan kumpulan kegiatan-kegiatan nyata, sistematis, dan

terpadu yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi terkait dalam rangka

kerjasama dengan masyarakat yang merupakan partisipasi masyarakat untuk

mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

Program yang akan dilaksanakan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan

Terpadu Satu Pintu dalam kurun waktu Tahun 2015-2019 direvisi sebagai berikut :

1) Pelayanan Administrasi Perkantoran

2) Peningkatan sarana dan prasarana aparatur


98

3) Peningkatan pengembangan sistim pelaporan capaian kinerja dan

keuangan

4) Peningkatan kualitas pelayanan publik

5) Peningkatan Daya Saing Penanaman Modal

Kegiatan (activities) merupakan merupakan tindakan nyata dalam jangka

waktu tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dengan memanfaatkan

sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu sesuai dengan

kebijaksanaan dan program yang telah ditetapkan. Kegiatan Dinas Penanaman Modal

dan Perizinan Terpadu Satu Pintu dalam kurun waktu Tahun 20152019 di revisi

sebagai berikut:

1. Pengelolaan Rumah Tangga SKPD

2. Pengadaan Inventaris Kantor

3. Pemeliharaan Rutin/Berkala Inventaris Kantor

4. Penyusunan Perencanaan, pelaporan, dan capaian kinerja SKPD

5. Sinergitas Perencanaan Penanaman Modal

6. Penyelenggaraan Forum Koordinasi Penyelenggaraan Penanaman Modal

Daerah (FKPPMD)

7. Penyelenggaraan Bogor Economic Summit (Untuk Tahun 2016 sampai

dengan 2019 termasuk dalam kegiatan promosi penanaman modal)

8. Promosi Penanaman Modal

9. Promosi Dalam Negeri

10. Promosi Luar Negeri


99

11. Penyusunan Profil Investasi dan Potensi Daerah

12. Penyusunan kajian investasi dan minat investasi

13. Penyelesaian Pengaduan

14. Pemeliharaan Sertifikasi ISO 9001:2008

15. Pelayanan Perizinan Bidang Perekonomian

16. Kajian Nilai Intensitas Gangguan untuk Indeks Lokasi dan Indeks Gangguan

pada Izin Gangguan

17. Pelayanan Perizinan Bidang Fisik

18. Penyusunan Pola Penyebaran Pembangunan Fisik (IMB)

19. Pelayanan Perizinan Bidang Kesejahteraan Rakyat

20. Peninjauan kembali Perizinan Sekolah Swasta

21. Pengendalian Pelaksanaan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM)

22. Peningkatan Pelayanan Perizinan berbasis Online

23. Sosialisasi Perizinan dan Penanaman Modal

4.1.8 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) DPMPTSP

Kota Bogor

Akuntabilitas Kinerja pemerintah (LAKIP) adalah salah satu kewajiban

instansi pemerintah untuk mepertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan

pelaksanaan visi dan misi organisasinya dalam mencapai tujuan dan sasaran yang

telah ditetapkan dengan menggunakan tatacara tertentu dan dilakukan secara berkala.
100

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang telah dijabarkan dalam Peraturan

Menteri pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik

Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kierja,

Pelaporan Kinerja dan Tatacara Review Laporan Kinerja Instansi pemerintah dan

Perjanjian Kerja. Pencapaian tujuan dan sasran pembangunan harus

mempertimbangkan visi misi serta dengan mempertimbangkan tujuan dan sasaran

lingkup Kota, Provinsi dan Nasional.

Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan akuntabel adalah harapan

semua pihak. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan akuntabel diperlukan

pengembangan dan penerapan system pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan

terukur, sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan berlangsung secara

berdayaguna, berhsil guna, bersih dan bertanggungjawab, serta bebas dari korupsi,

kolusi dan nepotisme (KKN). Untuk hal tersebut Badan Pelayanan Perizinan

Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bogor wajib menyususn Laporan Kinerja

Instansi Pemerintah (LKIP). LKIP merupakan bentuk akuntabilitas penyelenggara an

kegiatan yang terukur melalui pencapaian kinerja, Visi, Misi, realisasi pencapaian,

indicator utama dan sasaran dari target yang telah ditetapkan.

Berdasarkan Peraturan Walikota Bogor Nomor 66 Tahun 2016 Tentang Tugas

Pokok, Fungsi, Tatakerja dan Uraian Tugas Jabatan Struktural di Lingkungan Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor mempunyai tugas
101

pokok melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah di bidang pelayanan

perizinan terpadu dan penanaman modal. Adapun fungsinya adalah :

1. Perumusan kebijakan Teknis di bidang penanaman modal dan pelayanan

terpadu satu pintu;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu

satu pintu;

3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penanaman modal dan

pelayanan terpadu satu pintu;

4. Pelaksanaan administrasi Dinas di bidang penanaman modal dan pelayanan

terpadu satu pintu

5. Pelaksanaan teknis operasional di bidang penanaman modal dan pelayanan

terpadu satu pintu;

6. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang penanaman modal dan pelayanan

terpadu satu pintu;

7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

8. Pembinaan, monitoring, evaluasi dan laporan penyelenggaraan badan.

Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban Dinas Penanaman Modal dan

pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor dipimpin oleh seorang Kepala badan yang

melaksanakan tugas dengan dibantu oleh :

a. Sekretariat membawahkan :
102

1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

2. Sub Bagian Keuangan

3. Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan

b. Bidang Perizinan Pemanfaatan Ruang membawahi:

1. Seksi Pemeriksaan Berkas Perizinan Pemanfaatan Ruang;

2. Seksi Perizinan Pengendalian Pemanfaatan Ruang;

3. Seksi Perizinan Fisik.

c. Bidang Perizinan Perekonomian dan Sosial Budaya membawahi:

1. Seksi Pemeriksaan Berkas Perizinan Perekonomian dan Sosial Budaya;

2. Seksi Perizinan Perekonomian;

3. Seksi Perizinan Sosial Budaya.

d. Bidang Penanaman Modal dengan membawahi:

1. Seksi Sosialisasi dan Promosi;

2. Seksi Pelayanan Investasi;

3. Seksi Pengendalian dan Pelaksanaan.

e. Bidang Pengelolaan Data dan Informasi membawahkan :

1. Seksi Pengelolaan Data;

2. Seksi Sistem Informasi;


103

3. Seksi Pengaduan.

Penyusunan LKIP Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu

Pintu (BPPTPM) Kota Bogor merujuk pada:

1. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang

bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

2. Undang-Undang Nomer 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan

dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara

pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah .

7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan

dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Pelaporan Keuangan dan

Kinerja Instansi Pemerintah.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara

Pembangunan Daerah

10. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 Tentang Sistem Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah.


104

11. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan penetapan

Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

12. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Kinerja, Pelaporan

Kinerja dan Tatacara Revieu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

13. Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pendoman

Pengelolaan Keuangan Daerah Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan

Menteri dalam Negri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri dalam Negri Nomor 13 Tahun 2016 Tahun 2006 Tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,

14. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pembentukan

dan Susunan Perangkat Daerah Kota Bogor

15. Peraturan Walikota Bogor Nomor 56 tahun 2016 Tentang Kedudukan,

Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Perangkat Daerah di

Lingkungan Pemerintah Kota Bogor.

16. Peraturan Walikota Nomor 66 Tahun 2016 Tentang Tugas Pokok Fungsi dan

Tatakerja dan Uraian Tugas Jabatan Struktural di Lingkungan Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor.

17. Peraturan Walikota Bogor Nomor 44 Tahun 2017 Tentang Pelimpahan

Kewenangan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan di Lingkungan

Pemerintah Kota Bogor.


105

Perencanaan Strategis merupakan suatu rumusan perencanaan program dan

kegiatan pembangunan yang berorientasi pada hasil yang hendak dicapai selama

kurun waktu 1 sampai dengan 5 tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang dan

kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Rencana strategis mengandung Visi,

Misi, tujuan, sasaran, kebijakan, program dan kegiatan yang realistis dengan

mengantisipasi perkembangan masa depan.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2014 Tentang

Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2010 Tentang

Organisasi Perangkat Daerah Kota Bogor, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan

Penanaman Modal Kota Bogor telah memiliki Rencana Strategis yang disusun

dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Kota Bogor, serta Visi dan Misi Kota Bogor yang di dalamnya telah menetapkan Visi

dan Misi Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor

Tahun 2015 – 2019, yang perencanaannya disusun dalam Rencana Kerja BPPTPM

Tahun 2015.

Visi suatu instansi berkaitan dengan pandangan kedepan kemana instansi

tersebut harus dibawa atau diarahkan, agar dapat bekerja secara konsisten dan tetap

eksis, antisipatif, kooperatif serta produktif. Visi Kota Bogor adalah “Kota Bogor

yang nyaman, beriman dan transparan“. Berdasarkan Visi Kota Bogor tersebut, maka

telah ditetapkan Visi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintuyaitu “Terwujudnya Pelayanan Publik yang Transparan, Akuntabel, dan


106

Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi”, dengan Motto “SMART (Sederhana,

Mudah, Akuntabel, Ramah, dan Tepat Waktu)”.

Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan agar

tujuan organisasi dapat tercapai dan berhasil dengan baik. Perumusan misi ini

diharapkan agar seluruh anggota organisasi dan pihak-pihak yang berkepentingan

(stakeholders) dapat berpartisipasi dan dapat mengenal peran organisasi lebih baik

serta mendorong keberhasilannya. Dengan demikian misi merupakan suatu

pernyataan mengenai hal yang harus dicapai oleh suatu organisasi pada masa yang

akan datang. Perwujudan misi harus diupayakan oleh semua pihak yang

berkepentingan dalam organisasi yang bersangkutan.

Misi Kota Bogor adalah :

1. Mewujudkan Bogor kota yang cerdas dan berwawasan teknologi informasi

dan komunikasi

2. Mewujudkan Bogor kota yang sehat dan makmur

3. Mewujudkan Bogor kota yang berwawasan lingkungan

4. Mewujudkan Bogor sebagai kota jasa yang berorientasi pada kepariwisataan

dan ekonomi kreatif

5. Mewujudkan Pemerintah yang bersih dan transparan

6. Mengokohkan peran moral agama dan kemanusiaan untuk mewujudkan

masyarakat madani
107

Sesuai dengan tugas pokok fungsinya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Bogor menjadi bagian dari Misi Kota Bogor yang kedua.

Sedangkan Misi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

Bogor adalah:

1. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik

2. Meningkatkan Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi dan

Komunikasi

3. Menciptakan Iklim Investasi yang Kondusif Sejalan dengan RPJMD untuk

mencapai visi dan Misi diatas ditetapkan pula tujuan, sasaran dan Program :

Tujuan Misi Kesatu adalah meningkatkan kualitas pelayanan perizinan

(mudah, cepat, akurat, transparan, dan tepat waktu) dengan SDM pelayanan yang

berkualitas. dengan Sasaran nya terselenggaranya pelayanan perizinan yang

berkualitas

Tujuan Misi Kedua adalah menyelenggarakan pelayanan perizinan online

melalui aplikasi SMART yang memberikan kemudahan bagi pemohon dalam

mendapatkan informasi terkait perizinan, pengajuan izin, dan pelacakan status izin.

dengan Sasaran nya terwujudnya pelayanan perizinan secara online melalui aplikasi.

Tujuan Misi Ketiga adalah memberi iklim investasi yang kondusif bagi para

investor melalui penyederhanaan perizinan, pemberian insentif dan kemudahan

penanaman modal dengan Sasarannya terciptanya iklim investasi yang kondusif.


108

Indikator Kerja Utama

Indikator kinerja ditetapkan untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan visi

visi yang dilaksanakan. Indikator kinerja Dinas penanaman Modal adalah :

Tabel 4.1. Tujuan, Sasaran dan Indikator sesuai Renstra


Target 2017

No Tujuan SAsaran Indikator 2016

1 meningkatkan kualitas terselenggaranya Nilai AKIP C BB

pelayanan perizinan pelayanan Persentase 95%

perizinan yang temuan hasil

berkualitas

pemeriksaan yang

ditindaklanjuti

2 menyelenggarakan terwujudnya Indeks Kepuasan 2.68 2.7

pelayanan perizinan pelayanan perizinan Masyarakat

secara elektronik secara online

melalui aplikasi.

Komunikasi

3 memberi iklim terciptanya iklim Nilai Investasi 2.3 2.4

investasi yang investasi yang

kondusif kondusif.

(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2017)

Dan Sesuai dengan surat Keputusan Walikota Nomor 050.45-304 Tahun


2017 Tentang Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Kota Bogor, Indikator Kinerja
Utama pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah :
109

Tabel 3.2 Indikator Kinerja Utama pada DPMPTSP

Target Target

No Tujuan Sasaran Indikator 2016 2017

1 Terwujudnya stabilitas Meningkatkan Realisasi Rp. 2.,2 T Rp. 2.3 T

perekonomian masyarakat pertumbuhan ekonomi


Investasi

(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2017)

Berdasarkan peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan
Penetapan Kinerja dan Pelaporan Kinerja Instansi Pemerintah, setiap instansi
pemerintah pada akhir periode wajib mengukur pencapaian target kinerja dengan
cara membandingkan antara target kinerja dengan realisasi kinerja. Adapun Kriteria
penilaian hasil pengukuran mengacu pada Permenpan No. 53 Tahun 2014 sebagai
berikut :

Tabel 4.3 Skala Nilai Peringkat Kinerja


No Interval Nilai Capaian Kriteria Penilaian

1 91% < Sangat tinggi

2 76% < 90% Tinggi

3 66% < 75% Sedang

4 51% < 65% Rendah

5 < 50% Sangat Rendah

(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2017)

Pencapaian kinerja Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kota Bogor, sesuai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dapat

disimpulkan sebagai berikut :


110

Pencapaian Indikator Kinerja Utama

Capaian Indikator Utama tahun 2017 sebagai berikut :

Tabel 4.4 Capaian Indikator Utama Tahun 2017


No Tujuan Sasaran Indikator Target Realisasi Capaian

Terwujudnya Stabilitas Meningkatkan


1 Realisasi investasi Rp. 2,2T Rp. 2,3T 127%
perekonomian masyarakat pertumbuhan ekonomi

(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2017)

Capaian Indikator Utama tahun 2017 mencapai 127% termasuk pada skala

nilai sangat tingi. Sedangkan realisasi indikator utama tahun 2017 dibandingkan

dengan tahun 2016 meningkat sebagaimana dapat dilihat pada table berikut;

Tabel 4.5. Capaian Indikator Tahun 2016


No Tujuan Sasaran Indikator Target 2016 Target 2017

Terwujudnya Stabilitas Meningkatkan


1 Realisasi investasi Rp. 2,2T Rp. 2,3T
perekonomian masyarakat pertumbuhan ekonomi

(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2017)

Dari table diatas dapat dilihat terjadi peningkatan niali realisasi di kota Bogor

dari tahun 2016 ke tahun 2017.

Pengembangan pelayanan perizinan berbasis Teknologi Informasi dan

Komunikasi (TIK) (data base perizinan). Kegiatan Pengembangan pelayanan

perizinan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan kegiatan

pendukung dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan di Dinas Penanaman Modal

Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor. Secara rinci pelaksanaan kegiatan ini

meliputi:
111

a. Pemeliharaan Sistem Aplikasi Perizinan (SMART)

Melakukan pemeliharaan aplikasi SMART agar mendukung kemudahan,

kecepatan dan tranparansi pelayanan perizinan dan non perizinan kepada

masyarakat. Hingga akhir 2017 terdapat sebanyak 21 jenis layanan yang

sudah full online dan 29 layanan elektronik.

b. Pemeliharaan Website

Melakukan pemeliharaan dan mengupdate website layanan perizinan pada

Web Server dengan tujuan menjaga kesinambungan layanan Website

dalam menyajikan data, Informasi Perizinan dan Non Perizinan serta fitur

layanan online berfungsi dengan baik sebagai upaya menjaga akuntabilitas

dan keterbukaan informasi serta peningkatan pelayanan pada masyarakat.

Alamat Website di url: http://perizinan.kotabogor.go.id

c. Pemeliharaan Server

Melakukan pemeliharaan terhadap 1 server dengan kapasitas 1 tera byte

secara periodik dalam rangka menjaga dan meningkatkan performa server

agar tetap berfungsi dengan baik sehingga sistem operasi penyelenggaraan

pelayanan Terpadu Satu Pintu berjalan dengan lancar tanpa hambatan.

d. Pemeliharaan Arsip Database Digital

Melakukan pemeliharaan database arsip secara digital dari proses

penyelenggraan perizinan dan non perizinan sehingga dapat menyajikan

data, memanfaatkan data dan memberikan informasi bagi masyarakat dan

pemerintah yang akurat dan muktahir.

e. Pemeliharaan Integrasi Sistem dengan OPD terkait


112

Melakukan pemeliharaan sistem integritas pada aplikasi perizinan

SMART untuk mempercepat pemanfaatan data / pertukaran data perizinan

sehingga memudahkan dan mempercepat rekonsiliasi data perizinan

dengan OPD terkait. Adapun pemeliharaan integrasi Sistem integrasi

perizinan dengan 2 (dua) PD terkait yaitu DISDUKCAPIL dan

BAPENDA

f. Pembangunan Integrasi Sistem dengan Lembaga/Kementerian

Melakukan pembangunan dan pemeliharaan sistem integritas pada aplikasi

perizinan SMART untuk mensinergikan, mempercepat proses

pemanfaatan data sehingga memudahkan dan mempercepat rekonsiliasi

data penanaman modal, data perizinan dan non perizinan, adapun yang

terintegrasi dengan sistem aplikasi SMART Kota Bogor diantaranya,

KEMENDAG RI (SIPO), KEMENKOMINFO RI (Digital Signature),

DJP (KSWP), BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk

memperluas program kepesertaan.

g. Pembangunan Aplikasi Perizinan Berbasis Mobile Android (SIAP-

SMART) Pembuatan aplikasi perizinan berbasis mobile bertujuan untuk

memberikan layanan dengan menggunakan perangkat gaway agar mudah

dan cepat bagi masyarakat.

h. Pemeliharaan SMS Gateway

Melakukan pemeliharaan SMS Gateway diharapkan masyarakat

mendapatkan informasi perizinan dan non perizinan melalui media


113

komunikasi yaitu SMS yang mudah dijangkau oleh masyarakat khususnya

pemohon izin.

Tabel 4.6 Pemeliharaan SMS Gateway


Indikator Target Realisasi Capaia

Jumlah dana Rp. 420.000.000 Rp.412.146.000

-Terpeliharanya Sistem Aplikasi Perizinan 100% 100% 100%

-Terpeliharanya Website 100% 100% 100%

-Terpeliharanya Server 100% 100% 100%

-Terpeliharanya SMS Gateway 100% 100% 100%

-Terpereriharanya Integritas Aplikasi Perizinan 100% 100% 100%

-Terpeliharanya Arsip Database Digital 100% 100% 100%

-Terbangunnya Apliaksi Perizinan Berbasis Mobile 1 Aplikasi 1 Aplikasi 100%

-Terpeliharanya Integritas Aplikasi Periznan dengan 5 Menu 5 Menu 100%

Lembaga /Kementrian 1 aplikasi 1 aplikasi 100%

(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2017)

Kendala pelaksanaan kegiatan :

a. Belum memiliki server backup dan server (Collocation).

b. Masih terjadi data error pada database.

Solusi :

a. Program pelatihan yang dilakukan disesuaikan dengan besarnya anggaran.

b. Dalam mengoptimalkan SDM IT yang ada, rencana pelatihan dan

pengembangan pengguna (user) harus disusun secara periodik.

c. Dianggakan untuk pengadaan server backup dan server (Colllocation)


114

d. Terua dilakukan penyempurnaan dan perbaikan untuk pemeliharaan

database.

Kegiatan Pelayanan perizinan bidang fisik secara umum adalah pemberian

pelayanan kepada masyarakat khusus perizinan Izin penyelenggaraan reklame,

Persetujuan pemakaian tanah untuk reklame, Izin Usaha Jasa Konstruksi, Izin

Pengelolaan Limbah Cair, Izin Penampungan Sementara Limbah Bahan Beracun dan

Berbahaya. Secara rinci kegiatan pelayanan ini adalah:

1. Survey lokasi
2. Pembahasan
3. Konsultasi dengan stake holder

Capaian kinerja kegiatan dilihat dari indikator output dan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.7 Indikator output dan hasil


Indikator Target Realisasi Capaian
- Jumlah dana Rp.70.000.000,- Rp.68.174.000,- 97.39%

- Terlayaninya Perizinan Reklame


Lahan Pemda di Kota 200 Izin 506 Izin
Bogor Reklame Reklame 168%

(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2017)

Kegiatan Optimalisasi perizinan tata ruang bertujuan secara umum kegiatan

ini adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat khusus perizinan izin prinsip,
115

izin lokasi, IPPT, dan IMB. Secara rinci pelaksanaan kegiatan optimalisasi Tata

Ruang adalah :

1. Survey lokasi

2. Pembahasan

3. Konsultasi dengan stake holder

Capaian kinerja kegiatan dilihat dari indikator output dan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.8 Indikator Output dan Hasil Optimalisasi Perizinan Tata Ruang

Indikator Target Realisasi Capaian


- Jumlah dana Rp. Rp.153.627.738,- 97.85%
157.000.000,-

- Terlayaninya Perizinan 100% 90% 90%


Pemanfaatan Ruang

(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2017)

Pelaksanaan Sosialisasi Perizinan, Non Perizinan dan Penanaman Modal

dilaksanakan

a. Sosialiasi langsung 4 (empat) kali selama satu tahun

b. Sosialisasi ” Perizinan Izin Gangguan (HO), SIUP dan TDP di Kota

Bogor”

c. Sosialisasi “ Izin Penyelenggaraan Reklame On Line”

d. Sosialisasi “Perizinan Usaha Kepariwisataan di Kota Bogor Tahun

2017”.

e. Sosialisasi “Pelayanan Perizinan Online”


116

f. Pelaksanaan Pelayanan Mobil Keliling yang dilaksanakan sebanyak 24

(dua puluh empat) kali selama satu tahun yang dilaksanakan di setiap

Kecamatan di Kota Bogor,

g. Penyebaran Informasi di Media Cetak dan Media Elektronik

h. Penyebar luasan informasi melalui media cetak bekerjasama dengan 5

(lima) media antara lain : Radar Bogor, Jurnal Bogor, Metro Bogor,

Pakuan Raya Bogor serta Inilah Bogor. Sedangkan Media Elektronik

bekerjasama dengan 4 (empat) media antara lain : Hei Bogor, Pojok

Satu, Kabar Online serta Pakuan Bogor.

Tabel 4.9 Penyebar Luasan Informasi Melalui Media Cetak


NO Tolak Ukur Kinerja Target Realisasi Capaian

Kinerja

1 Terlaksananya Sosialisasi Perizinan dan Non 3 Kali 3 Kali 100%

Perizinan kepada Masyarakat

2 Terlaksananya Sosialisasi Perizinan dan Non 1 Kali 2 Kali 200%

Perizinan kepada Aparatur

3 Penyebaran Informasi di Media Cetak 1 Paket 1 Paket 100%

4 Penyebaran Informasi di Media Cetak 1 Paket 1 Paket 100%

(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2017)

Survei IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat). Kegiatan ini bertujuan untuk

melaksanakan sinkronisasi, koordinasi dan harmonisasi antara Pemerintah Kota

Bogor dengan BKPM RI, DPMPTSP Provinsi JABAR serta para pelaku usaha di

Kota Bogor.
117

Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :

1. Forum Group Discussion

2. Musyawarah Koordinasi Teknis 3 Provinsi

3. Regional investment forum

Capaian kinerja kegiatan dilihat dari indikator output dan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.10 Indikator hasil Survei IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat)


Indikator Target Realisasi Capaian

- Jumlah Dana 78.60%


Rp. 111.309.000,-

- Terlaksana Kegiatan FGD 4 kali 4 kali 100%

- Keikutsertaan dalam Kegiatan 4 kali 2 kali 50%


Perencanaan PM
2,315 Triliun 2,930 Triliun 126%
- Nilai Realisasi Investasi
(Sumber: DPMPTSP Kota Bogor, 2017)

Secara Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota

Bogor telah dapat memenuhi tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab

organisasi dengan terpenuhinya sasaran yang ditetapkan dalam LKIP OPD Tahun

2017 pada Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor.

Terutama yang menjadi kewajiban lembaga ini yaitu fungsi pelayanan teknis

operasional dan teknis administratif di bidang Pelayanan Perizinan Terpadu Kota

Bogor telah dilaksanakan dengan baik. Hal ini merupakan satu hasil langkah kerja

Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor dalam
118

rangka untuk memberikan pelayanan terbaiknya kepada Masyarakat dan Pelaku

Usaha.

4.2 Hasil Penelitian

Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah Kota

Bogor telah mengambil suatu kebijakan membentuk Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang merupakan salah satu langkah konkrit

Pemerintah Kota Bogor dalam mewujudkan Good Governance. Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan representasi Pemerintah Kota

Bogor dalam menciptakan iklim yang mendorong terciptanya keseragaman pola dan

langkah penyelenggaraan dan pelayanan oleh apartur pemerintah kepada masyarakat.

IMB merupakan syarat utama bagi masyarakat atau pemohon untuk

membangun sebuah rumah tinggal dan bangunan lain seperti rumah ibadah, sekolah,

pusat perbelanjaan, dan lain sebagainya. Di kota Bogor IMB dibagi menjadi dua

kategori, yaitu perizinan IMB untuk rumah tinggal tunggal dan perizinan IMB untuk

rumah tinggal non tunggal. Dari kedua kategori tersebut mempunyai proses yang

berbeda, seperti yang dikatakan oleh Bapak Rudy Mashudi S.T., M.P. Selaku Kepala

Bidang Izin Pemanfaatan Ruang Dinas Penanman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Bogor mengatakan;

IMB dibagi dua kategori yaitu perizinan IMB rumah tinggal tunggal dan
perizinan IMB non rumah tinggal tunggal, dari dua kategori itu mempunyai
proses yang berbeda, untuk IMB rumah tinggal tunggal itu lebih mempunyai
119

proses yang lebih sederhana artinya masyarakat yang menjadi pemohon hanya
melampirkan persyayaratan yang tertuang dalam situs resmi DPMPTSP Kota
Bogor. Adapun untuk IMB non rumah tinggal tunggal, karena fungsinya lebih
kompleks jadi proses tahapannya tidak langsung IMB jadi sebelum IMB itu
ada IPPT (izin penggunaan pemanfaatan tanah) jadi disitu diambil prinsip
tanah itu akan digunakan apa.6

Peran Dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu kota Bogor

terkait pererbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tertuang dalam Peraturan

Walikota Bogor Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Pelimpahan Kewenangan kepada

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk mengurusi

masalah perizinan dan non perizinan di wilayah kota Bogor. Artinya segala macam

perizinan termasuk didalamnya perizinan penerbitan IMB menjadi kewenangan dari

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

4.2.1 Logika Kebijakan dalam Impelementasi Kebijakan Pemerintah Kota

Bogor dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) : Studi Pada

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor

Pada penjelasan ini akan dipaparkan mengenai indikator logika kebijakan

yang mana sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh David L. Weimer dan Aidan R.

Vining mengenai Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam Penerbitan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Studi pada Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) kota Bogor.

6
Wawancara dengan Rudy Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang DPMPTSP kota Bogor,
pada tanggal 20 Januari 2020 di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
120

Logika kebijakan yang dimaksudkan oleh David Weimer dan Aidan Vining

yaitu reasonable dari kebijakan yang diterapkan, apakah kebijakan tersebut sudah

sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Agar kebijakan yang akan

diterapkan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat perlu ada pertimbangan-

pertimbangan yang sifatnya konseptual dimana sebelum kebijakan itu diterapkan

harus melihat kondisi yang ada di suatu kehidupan sosial masyarakat.

Setiap terciptanya suatu kebijakan pastilah mempunyai tujuan-tujuan tertentu

yang ingin dicapai, tercapai atau tidaknya suatu kebijakan bergantung pada beberapa

hal yang harus dilihat oleh pembuat kebijakan, karena pada dasarnya kebijakan dibuat

untuk tujuan yang baik terlebih kepentingan masyarakat sebagai target kebijakan

tersebut. Sebuah kebijakan haruslah masuk akal dan beralasan hal ini serta merta agar

kebijakan yang akan diterapkan bisa diterima oleh masyarakat maupun lingkungan

sekitar, keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel

dan indikator yang masing-masing variabel dan indikator tersebut mempunyai

hubungan satu sama lain.

Seperti halnya yang dikemukakan oleh Weimer dan Vining mengenai logika

kebijakan, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kota Bogor juga haruslah

reasonable maka yang perlu dilihat oleh pemerintah kota Bogor terkait kebijakan

penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yaitu mempunyai dasar yang kuat

dalam membuat kebijakan yang akan diterapkan, pembuat kebijakan perlu melihat

dasar hukum atau acuan sebelum menerapkan kebijakan, ini dimaksudkan agar suatu

kebijakan yang terapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat dukungan teoritis.
121

Kita dapat berpikir bahwa logika dari suatu kebijakan seperti halnya hubungan logis

dari suatu hipotesis.

Kebijakan pemerintah kota Bogor dalam penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) sudah didukung hipotesis dimana diharapkan masyarakat sudah

cerdas dan taat dalam mematuhi peraturan yang dibuat terkait kebijakan penerbitan

IMB dan didukung dengan pengetahuan akan teknologi informasi dan komunikasi

berbasis elekronik sesuai dengan kebijakan pemerintah kota Bogor dalam

memberikan pelayanan pengajuan perizinan penerbitan IMB yang bertujuan untuk

memudahkan masyarakat dalam menempuh perizinan penerbitan IMB tersebut.

Hal ini sejalan dengan misi pemerintah Kota Bogor yang terdapat pada

Rencaca Strategis Kota Bogor yaitu, “mewujudkan Bogor kota yang cerdas dan

berwawasan teknologi informasi dan komunikasi”. Serta misi Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor yang mempunyai tujuan

“menyelenggarakan pelayanan perizinan online melalui aplikasi SMART yang

memberikan kemudahan bagi pemohon dalam mendapatkan informasi terkait

perizinan, pengajuan izin, dan pelacakan status izin, dengan sasaran terwujudnya

pelayanan perizinan secara online melalui aplikasi”.

Kebijakan pemerintah kota Bogor dalam penerbitan IMB yang diterapkanpun

sudah mendapat dukungan teoritis dimana ada beberapa syarat yang mengatur dalam

proses penerbitan IMB yaitu syarat IPPT atau izin penggunaan pemanfaatan tanah

dimana hal ini sudah mendapat dukungan teoritis yaitu terdapat kajian dalam bidang
122

pemanfaatan tanah oleh dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu,

karena dalam hal ini tanah tidak bisa sembarangan dijadikan suatu bangunan yang

pastinya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan entah itu secara ekologis

maupun secara sosial. Merujuk pada Perda No. 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas

Perda No. 7 Tahun 2016 Pasal 6E Ayat 2 Tentang Bangunan Gedung atau IMB

menyebutkan, “Setiap orang atau badan dalam mengajukan permohonan IMB

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melengkapi dengan: a. tanda bukti status

kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6C ayat (1); b. data pemilik bangunan gedung; c.

rencana teknis bangunan gedung; dan d. hasil Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan Hidup (AMDAL) bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak

penting terhadap lingkungan”. Kebijakan pemerintah kota Bogor dalam penerbitan

IMB pun sudah sesuai dengan peraturan-peraturan pemerintah pusat dimana

peraturan-peraturan tersebut menjadi landasan pemerintah kota Bogor dalam

membuat sebuah kebijakan.

Seperti yang disebutkan oleh Rudy Mashudi Kepala Bidang Izin Pemanfaatan

Ruang Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor

yaitu :

“Ketentuan-ketentuan (kebijakan) yang sudah diterapkan sekarang sesuai


dengan undang-undang, peraturan kementrian yang sudah berbentuk Perda dan
Perwali pasti ada keterkaitannya dengan peraturan-peraturan tersebut. Bahkan
peraturan perihal BPJS pun kita jadikan suatu pesyaratan untuk penerbitan IMB itu
123

salah satu contohnya. Kesesuaian kebijakan yang kita terbitkanpun sudah ada tim
yang mengkaji dan mengawasi kebijakan yang sudah diterapkan”.7

Selaras dengan pernyataan diatas, kepala seksi pengolahan izin pemanfaat


ruang Evita Lazuardi menambahkan :

“Segala Izin yang sudah kita (DPMPTSP) keluarkan itu tentu sudah ada
pertimbangan jadi sebetulnya kita itu tidak hanya memberikan validasi atas kemauan
kita sendiri, tapi didasarkan saran dari tim teknis yang survei ke lapangan dan
mempunyai keahlian dalam kajian itu dan dilihat dari peruntukannya bangunan
tersebut”.8

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan kebijakan

pemerintah kota bogor dalam penerbitan IMB sudah reasonable dengan indikator

teori implementasi kebijakan yaitu logika kebijakan yang diungkapkan dalam teori

David L. Weimer dan Aidan R. Vining, dimana kebijakan yang diimplementasikan

sudah berdasarkan pertimbang-pertimbangan yang jelas salah satunya menyesuaikan

dengan peraturan tingkatan atas, selain itu pemerintah juga melihat kondisi

masyarakat modern sekarang. Dimana masyarakat sekarang sudah akrab dengan

teknologi informasi dan komunikasi, hal ini selaras dengan kebijakan Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kota Bogor yang mengeluarkan

kebijakan pelayanan berbasis elektronik untuk memudahkan masyarakat dalam

mengakses informasi terkait penerbitan IMB.

7
Wawancara dengan Rudy Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang DPMPTSP kota Bogor,
pada tanggal 20 Januari 2020 di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
8
Wawancara dengan Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang DPMPTSP kota
Bogor, pada tanggal 20 Januari 2020 di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu.
124

Dalam kebijakan lain, terdapat dalam Peraturan Daerah yaitu prosedur dalam

pengajuan penerbitan IMB, dalam prosedur tersebut terdapat proses IPPT (izin

penggunaan pemanfaatan tanah) proses ini merupakan salah satu syarat wajib bagi

pemohon untuk membangun bangungan kategori non rumah tinggal tunggal. dalam

proses IPPT sudah ada tim teknis yang akan meninjau dan mengkaji bidang tanah

yang akan dibangun, hal ini bertujuan agar bangunan yang akan dibangun tidak

menyalahi aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah tentang penataan ruang.

Selain itu merujuk pada Rencana Strategis Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7

Tahun 2017 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Bogor, telah

terbentuk Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)

dan berdasarkan Perda No. 56 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,

Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota

Bogor, DPMPTSP telah berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

4.2.2 Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan dalam Impelementasi

Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam Penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) : Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Bogor

Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan merupakan salah satu indikator

penting dalam teori implementasi kebijakan dalam pandangan Weimer dan Vining.

Menurut David L. Weimer dan Aidan R. Vining lingkungan tempat kebijakan


125

dioperasikan tersebut akan mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu

kebijakan. Suatu kebijakan dapat berhasil di daerah tertentu, namun kebijakan yang

berhasil diterapkan di lingkungan tertentu tidak menjamin keberhasilan tersebut bisa

diterapkan di daerah atau lingkungan lain yang berbeda, sebab kondisi lingkungan

yang berbeda akan pula berpengaruh dalam penerapan sebuah kebijakan. Lingkungan

yang dimaksud tersebut mencakup lingkungan sosial, budaya, ekonomi serta wilayah

geografis

Seperti yang dikatakan oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier,

kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi akan berpengaruh

pada tahap implementasi suatu kebijakan. Masyarakat yang sudah terbuka dan

terdidik akan relatif lebih mudah menerima program-program pembaruan dibanding

dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Demikian juga, kemajuan

teknologi akan membantu dalam proses keberhasilan implementasi program, karena

program-program tersebut dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan

bantuan teknologi modern. (Subarsono, 2013:98)

Merujuk pada misi pemerintah Kota Bogor yaitu “mewujudkan Bogor kota

yang cerdas dan berwawasan teknologi informasi dan komunikasi” menjadi sebuah

faktor pendukung dalam menerapkan sebuah kebijakan terkait penerbitan perizinan

IMB serta meningkatkan kualitas pelayanan terhadap publik. Dengan adanya

hipotesis yang terkandung dalam salah satu misi pemerintah Kota Bogor merupakan

faktor pendukung terhadap pemerintah dalam menciptakan kualitas pelayanan publik

yang kondusif.
126

Dukungan publik atau masyarakat juga menjadi faktor penting dalam

penerapan sebuah kebijakan, dukungan masyarakat terhadap sebuah kebijakan akan

memberikan pengaruh terhadap sebuah kebijakan, sebab kebijakan yang sudah

diterapkan akan sia-sia jika tidak didukung penuh oleh masyarakat yang menjadi

objek dari sebuah kebijakan pemerintah. Hal ini menjadi faktor penting bagi

pemerintah sebab kebijakan yang diterapkan bertujuan untuk memberikan dampak

yang baik terhadap masyarakat dalam mengatur tatanan sosial, dalam kelompok

sosial masyarakat juga membutuhkan peranan pemerintah dalam memberikan

kebijakan yang berdampak pada masyarakat itu sendiri.

Pemerintah kota Bogor dalam hal ini sudah menerapkan kebijakan yang

cenderung baik, hal ini diungkapkan oleh Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor:

“Dengan penerapan kebijakan penerbitan IMB yang dilimpahkan kepada


Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan
pelayanan berbasis elektronik, dukungan dari masyarakat cenderung baik
karena seperti yang sebelumnya dijelaskan kebijakan ini memudahkan
masyarakat dalam mengajukan permohonan penerbitan IMB tidak perlu
datang ke kantor dinas untuk mengakses informasi seputar proses penerbitan
IMB”.9

Selaras dengan penjelasan di atas ,diungkapkan oleh masyarakat yang pernah

mengajukan permohonan penerbitan IMB di kota Bogor, yakni Asep Kartiwa:

“Kebijakan sekarang lebih baik karena masalah perizinan dilimpahkan


langsung ke pusat jadi lebih simple saja, jadi segala macam perizinan terkait

9
Wawancara dengan Rudy Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang DPMPTSP kota Bogor,
pada tanggal 20 Januari 2020 di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
127

IMB untuk luas dan bangunan apapun langsung ke pusat tidak dilempar lagi
ke kacamatan. Terus sekarang kan bisa online juga jadi kalo memang sibuk
atau apa itu bisa memanfaatkan pelayanan online tersebut”.10

Kebijakan pemerintah kota Bogor dalam hal ini yaitu melimpahkan

kewenangan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

untuk mengurusi segala bentuk masalah perizinan hal atas dasara Perwali No. 13

Tahun 2019 Tentang Pelimpahan Kewenangan Kepada DPMPTSP Dalam Mengurusi

Masalah Perizinan dan Non Perizinan, dimana pelayanan pengajuan penerbitan IMB

sebagai salah satu perizinan yang menjadi kewenangan DPMPTSP kota Bogor.

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor

menerapkan sistem pelayanan berbasis online yang bertujuan untuk memudahkan

masyarakat dalam mengajukan sebuah perizinan dan non perizinan. Disisi lain

pemerintah kota Bogor menerapkan pelayanan satu atap yang berbentuk Mall

Pelayanan Publik (MPP), dimana pelayanan kebutuhan masyarakat terpusat dalam

sebuah ruangan dan terdapat beberapa dinas, salah satunya Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk mengurusi penerbitan IMB. Hal ini sejalan

dengan Peraturan Walikota Nomor 39 Tahun 2019 Pasal 2 Ayat 1 Tentang Mal

Pelayanan Publik yaitu “Pembentukan Mal Pelayanan Publik (MPP) dimaksudkan

untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sehingga pelayanan publik menjadi

semakin cepat, terjangkau, dan mudah”. Kebijakan inipun mendapat respon yang baik

10
Wawancara dengan Asep Kartiwa, masyarakat yang pernah mengurusi IMB, pada tanggal 9
Februari 2020 di GOR Bulutangkis Iniro Bogor.
128

dari masyarakat yang sedang mengajukan permohonan penerbitan IMB di Mall

Pelayanan Publik, yaitu Thamrin Simatupang warga Katulampa , ia menyebut :

“Saya menganggap ini bagus, hanya saja karena masih baru kebijakannya jadi
saya kurang tahu mengenai informasi kebijakan ini tapi bagus untuk
lingkungan karena bangunan dan lingkungan harus berimbang tapi alangkah
baiknya sebelum kita mengajukan penerbitan ini kita mengetahui terlebih
dahulu persyaratan yang harus kita lengkapi jangan nanti dikemudiah hari ada
masalah, tapi selebihnya menurut saya bagus-bagus saja. Dengan pelayanan
satu pintu seperti ini saya rasa tertolong dengan sistem sekarang jika
dibanding dengan sebelum-sebelumnya. Kalo disini lebih bagus , kalo kita
mau urus IMB, NPWP, atau lainnya karena saling berdekatan dan terpusat
jadi kita tak perlu kesana-kemari untuk mengurus sesuatu”.11

Respon baik serta dukungan dari masyarakat menjadi indikator keberhasilan

dari sebuah penerapan sebuah kebijakan yang dibuat pemerintah, sebab tujuan dari

sebuah kebijakan adalah untuk mengatur serta mempermudah masyarakat dalam

penataan ruang hidup terkait konteks penerbitan IMB.

Dari beberapa penjelasan di atas peneliti memberikan pendapat bahwa

lingkungan kebijakan yang dioperasikan oleh pemerintah kota bogor dalam

penerbitan perizinan IMB terbilang baik, sebab kebijakan yang sudah diterapkan

tersebut mendapat respon yang baik dari masyarakat yang mempunyai peran penting

dalam kehidupan sosial. Lingkungan pemerintahan pun khususnya Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pun memegang prinsip kerja yang baik

dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang hendak mengurus

penerbitan IMB.

11
Wawancara dengan Thamrin Simatupang, masyarakat yang sedang mengurus IMB, pada tanggal 10
Februari di Mall Pelayanan Publik kota Bogor.
129

2.2.3 Keterampilan impelementor dalam Impelementasi Kebijakan

Pemerintah Kota Bogor dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) : Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Kota Bogor

Dalam pelaksanaan suatu kebijakan faktor keterampilan implementor akan

turut mempengaruhi tingkat keberhasilan dari kebijakan tersebut. Keberhasilan suatu

kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari para

implementor kebijakan, untuk itu diperlukan keterampilan yang baik dari para

implementor yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan, mengutip penjelasan dari A.

G. Subarsono “Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.

Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah

tertuang dalam kebijakan merupakan variabel yang paling krusial. Aparat badan

pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat priorotas tujuan dan

selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.” (A. G, Subarsono, 2013:99)

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor

dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik berbasis teknologi informasi dan

komunikasi memberikan pelayanan berbasis elektronik (online) melalui aplikasi

SMART, SMART bukan hanya menjadi motto dari Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu namun SMART merupakan aplikasi yang memberikan

kemudahan bagi pemohon untuk mendapatkan informasi terkait perizinan, pengajuan

izin, serta pelacakan status izin. Dengan sasaran terwujudnya pelayanan perizinan
130

secara online melalui aplikasi SMART. Ini sejalan dengan Misi Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam meningkatkan Kuliatas Pelayanan

Publik Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang terdapat pada Rencana

Strategis DPMPTSP Kota Bogor.

Inovasi kebijakan ini berkaitan dengan keterampilan implementor dalam

implementasi kebijakan pemerintah kota Bogor terkait penerbitan IMB atau Izin

Mendirikan Bangunan, dimana keterampilan impelementor menjadi faktor penting

dalam memberikan kebijakan yang bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan

terhadap masyarakat, disini peneliti akan membahas lebih jauh mengenai

keterampilan implementor yang dilakukakn oleh Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor. Selain itu disini juga akan dibahas lebih

lanjut mengenai startegi pemerintah dalam mencapai keberhasilan dalam menerapkan

sebuah kebijakan terakit penerbitan perizinan IMB.

Keberhasilan pemerintah kota bogor dalam menerapkan kebijakan terkait

penerbitan IMB menjadi tujuan bagi pemerintah sendiri, hal ini dijelaskan oleh Evita

Lazuardi Ketua Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatn Ruang DPMPTSP:

“Ya, kita sudah dapat berbagai penghargaan dari KemenpanRB, dengan


adanya MPP (mall pelayanan publik) dengan adanya Smart (sederhana,
mudah, akuntabel, ramah dan tepat waktu) ini menjadi salah satu inovasi
untuk menyederhanakan pelayanan kepada masyarakat dan penghargaan dari
KemenpanRB merupakan sebagai bentuk keberhasilan dari sebuah kebijakan
pemerintah terkait penerbitan IMB.” 12

12
Wawancara dengan Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang DPMPTSP
kota Bogor, pada tanggal 20 Januari 2020 di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu.
131

Keterampilan implementor dalam menerapkan kebijakan perlu menjadi

perhatian sebab tingkat keterampilan ini akan berpengaruh terhadap kualitas

kebijakan itu sendiri. Hal ini ditekankan pada Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor, dimana dengan sistem berbasis elektronik

yang diterapkan sekarang para aparatur semakin terawasi oleh pimpinan dimana hal

ini akan berdampak baik terhadap kinerja pada implementor tersebut. Selain itu pada

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor juga ada

pembinaan yang diberikan oleh pimpinan kepada para pelaksana kebijakan untuk

tetap konsisten dan berkomitmen dalam melakukan pekerjaan. Hal ini diungkapkan

oleh Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor, Evita Lazuardi menyatakan:

“Selama ini kan kita menyederhanakan mekanisme itu (perizinan) salah satu
nya dalam rangka meminimalisir penyalahgunaan kewenangan dan dengan
adanya sistem ini bisa terlihat bagaimana kinerja para pelaksana kebijakan.
Terus dengan sistem ini pun meminimalisir pertemuan antara kita (pelaksana
kebijakan) dengan pemohon, selama berkas dan persyaratan pemohon sudah
lengkap kita akan proses sesuai prosedur yang sudah ada, ini pun akan terlihat
oleh pimpinan melalui tracking yang bisa melihat sampai mana pekerjaan
yang sudah dikerjakan. Selain itu ada juga pembinaan yang diberikan oleh
pimpinan kepada para pelaksana kebijakan untuk tetap konsisten dan
berkomitmen dalam melakukakan pekerjaan, karena menurut saya sebaik
apapun sistemnya kalo human resource nya tidak baik apapun tidak akan
berjalan dengan baik.”13

Strategi merupakan bentuk keterampilan implementor dalam menerapkan

kebijakan yang dibuat, ini menjadi salah satu langkah agar kebijakan bisa berhasil.

13
Wawancara dengan Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang DPMPTSP
kota Bogor, pada tanggal 20 Januari 2020 di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu.
132

Melihat pada Renstra Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

mempunyai program untuk mencapai tujuan keberhasilan, program tersebut meliputi

kegiatan-kegiatan nyata, sistematis, dan terpadu yang dilaksanakan oleh instansi

terkait dalam rangka kerjasama dengan masyarakat yang merupakan partisipasi

masyarakat untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Program yang

akan dilaksanakan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu dalam

kurun waktu Tahun 2015-2019 direvisi sebagai berikut :

1) Pelayanan Administrasi Perkantoran

2) Peningkatan sarana dan prasarana aparatur

3) Peningkatan pengembangan sistim pelaporan capaian kinerja dan

keuangan

4) Peningkatan kualitas pelayanan publik

5) Peningkatan Daya Saing Penanaman Modal

Selain itu adapun strategi yang diterapkan oleh pemerintah kota Bogor

khususnya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor

yaitu menekankan motto SMART (sederhana, mudah, akuntabel, ramah dan tepat

waktu) serta meningkatkan komitmen dari para aparat dan menjaga kualitas

komunikasi antar bidang agar terus berkordinasi dengan baik, hal ini pun dijelaskan

oleh Evita Lazuardi Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatn Ruang, Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor:

“Menurut kami strategi dalam mencapai keberhasilan ini memang harus ada
dari semua pihak untuk bagaimana sistem pelayanan ini tetap berjalan dengan
133

baik, partisipasi masyarakat juga harus bagus karena dengan sistem pelayanan
yang baik jika tidak dibarengi dengan partisiasi masyarakat tidak akan
berhasil. Mungkin juga saran dan masukan dari dinas-dinas, masyarakat harus
kita tampung dan diterapkan agar lebih baik lagi. Serta komitmen dari para
pelaksana kebijakan pun menjadi faktor penting dalam mencapai keberhasilan
suatu penerapan kebijakan. Selain itu kordinasi dan komunikasi antar bidang
pun harus terus dijaga agar tidak ada miskomunikasi yang akan berpengaruh
terhadap pelayanan, Hal-hal seperti ini terus kita tingkatkan agar dapat
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.”14

Jadi dapat disimpulakan bahwa keterampilan implementor pada Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor sudah cukup baik

dengan adanya pengawasan dan pembinaan yang diberikan oleh pimpinan kepada

bawahan sebagai pelaku kebijakan merupakan sebuah bentuk keterampilan dari

implementor, selain itu inovasi yang diterapkan dalam sebuah pelayanan yang

bertujuan untuk memudahkan permohonana yang diajukan oleh masyarakat juga

merupakan bentuk keterampilan lain dari para implementor di wilayah pemerintahan

kota Bogor khususnya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Kota Bogor.

Inovasi merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh implementor

kebijakan, sebab inovasi akan memberikan sebuah perubahan yang maju karena

inovasi lahir dari sebuah kesulitan yang dimana inovasi tersebut akan memberikan

sebuah alternatif dari permasalahan tersebut. Seperti yang diterapkan oleh pemerintah

kota bogor dalam penerbitan IMB (izin mendirikan bangunan) dimana DPMPTSP

yang diberikan kewenangan oleh pemerontah Kota Bogor untuk mengurusi masalah
14
Wawancara dengan Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang DPMPTSP
kota Bogor, pada tanggal 20 Januari 2020 di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu.
134

perizinan ini memangkas pelayanan dalam penerbitan IMB agar masyarakat tak perlu

susah payah dalam memperoleh izin tersebut dengan diterapkannya sistem pelayanan

berbasis elektronik yang bisa masayarakat akses dirumah dan tak perlu datang

langsung ke kantor DPMPTSP kota Bogor.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penjelasan dan analisis yang telah dilakukakn oleh peneliti

mengenai implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam Penerbitan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu kota Bogor yang mana kebijakan tersebut dipengaruhi oleh logika

kebijakan.
135

Dimana logika kebijakan pada kebijakan yang diimplementasikan oleh

pemerintah kota Bogor yaitu didukung hipotesis dimana masyarakat sudah cerdas dan

taat dalam mematuhi peraturan yang dibuat terkait kebijakan penerbitan IMB dan

didukung dengan pengetahuan akan teknologi informasi dan komunikasi berbasis

elekronik sesuai dengan kebijakan pemerintah kota Bogor dalam memberikan

pelayanan pengajuan perizinan penerbitan IMB. Selain itu logika kebijakan pada

kebijakan yang di implementasikan oleh pemerintah kota Bogor yaitu memberikan

prosedur berupa IPPT yang didasari kajian oleh tim khusus untuk mengkaji dan

menguji penggunaan tanah dan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan oleh

bangunan yang akan dibangun di area yang sudah didaftarkan kepada dinas terkait

yaitu DPMPTSP. Ada pula kebijakan pemerintah dalam memberikan pelayanan

terhadap masyarakat dalam mengajukan perizinan penerbitan IMB yaitu pelayanan

satu pintu dengan dukungan pelayanan berbasis elektronik atau online yang bertujuan

untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi dan menempuh

perizinan serta agar memberikan pelayanan yang efektif dan efisien guna

meminimalisir penyalahgunaan kewenangan oleh petugas penyelenggara kebijakan.

Selain itu implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam Penerbitan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu kota Bogor dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan

tempat kebijakan dioperasikan. Dimana dukungan publik atau masyarakat juga

menjadi faktor penting dalam penerapan sebuah kebijakan, dukungan masyarakat

terhadap sebuah kebijakan akan memberikan pengaruh terhadap sebuah kebijakan,


136

sebab kebijakan akan sia-sia bila dukungan masyarakat rendah. Selain itu dukungan

internal yaitu para pelaksana kebijakan juga menjadi hal penting dalam menerapkan

sebuah kebijakan, hal ini didasari oleh pengawasan dan pembinaan oleh pimpinan

terhadap bawahan agar terus konsisten dan berkomitmen dalam melaksanakan tugas

sebagai pelaksana kebijakan.

Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam Penerbitan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu kota Bogor dapat dipengaruhi oleh tingkat keterampilan

implementor, hal ini didasari oleh data penelitian. Dengan menerapkan sistem

pelayanan perizinanan berbasis elektronik atau online menjadi keterampilan

implementor pemerintah kota Bogor, dimana kebijakan sistem online ini akan

meningkatkan tingkat pengawasan pimpinan kepada bawahan sebagai pelaksana

kebijakan, dimana sistem tersebut bisa memperlihatkan kinerja para pelaksana

kebijakan karena langsung terhubung dengan sistem pusat. Selain itu sistem

pelayanan online yang diterapkanpun bertujuan agar mempermudah mamsyarakat

dalam menempuh perizinan, serta meperlancar perizinan agar efektif dan efisien. Ada

pula pembinaan terhadap pelaksana tugas juga menjadi keterampilan lainnya, dimana

pembinaan ini akan meningkatkan komitmen petugas dalam melaksanakan kebijakan

yang sudah diterapkan.


137

5.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan dalam implementasi kebijakan

Pemerintah Kota Bogor dalam Penerbita Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Studi

pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor adalah

sebagai berikut:

1. Kebijakan atau peraturan terbaru sebaiknya disosialisasikan dengan baik dan

menyeluruh, pastikan masyarakat kota Bogor mengetahui kebijakan atau

peraturan baru terkait pengajuan penerbitan IMB agar tidak terjadi

kesenjangan informasi dalam kelompok masyarakat.

2. Sebaiknya pengawasan dan pengendalian pembangunan menjadi kewenangan

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bogor,

sebab jika pengawasan dan pengendalian pembangunan menjadi kewenangan

dinas lain, akan memperpanjang kordinasi antar instansi terhadap bangunan

yang menyalahi aturan. Selain itu jika pengawasan dan pengendalian

pembangunan menjadi kewenangan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Bogor akan lebih mudah dalam menemukan dan

memproses bangungan-bangunan liar yang tidak mengantongi IMB.

3. Jangan terlalu memberikan keleluasaan kepada pengembang atau investor

dalam memberikan izin mendirikan sebuah bangunan komersialisasi terutama

pabrik, sebab dampak dari berdirinya sebuah pabrik akan berdampak buruh

terhadap kualitas lingkungan hidup sekitar, tak terkecuali lingkungan sosial

masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Affandi, Muchtar. 1982. Ilmu-llmu Kenegaraan Suatu Studi Perbandingan, Bandung:


Alumni.
Agustino, Leo. 2016. Dasar-dasar Kebijakan Publik (Edisi Revisi), Bandung:
Alfabeta.

Creswell Jhon.W. 2013. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kauntitatif, dan


Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.
Erwan Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2012. Implementasi Kebijakan Publik
Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta : Gava Media.

Hamdi, Muchlis. 2014. Kebijakan Publik: Proses, Analisis, dan Pasrtisipasi. Bogor:
Ghalia Indonesia.

Herdiansyah, Haris. 2010. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.


Jakarta: Salemba Humanika. Mansoer, Pateda. 1990.

Kencana, Syafiie Inu 2005. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: PT Refika


Aditama.

Kencana, Syafiie Inu. 2016. Ilmu Pemerintahan, Jakarta: Bumi Aksara.

Manila GK. I., 1996, Praktek manajemen pemerintahan dalam negeri, Jakarta
Gramedia Pustaka Utama.

Ryaas Rasyid, 2000. Makna Pemerinntahan: Tinjauan dari Segi Etika dan
Kepemimpinan. Jakarta, Mutiara Sumber Widya.

Subarsono, 2003. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi.


Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2006. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sukidin Busrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya:


Insan Cendikia.

138
139

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widisarana


Indonesia.

Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.

B. Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Peraturan Daerah. Kementrian

Dalam Negeri.

Undang-undang No.34 Tahun 2001 Tentang Pajak dan Restribusi Daerah.

Undang-undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

PP No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28 tahun

2002 tentang Bangunan Gedung.

Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 16 Tahun 2015 Tentang Tata Cara

Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 14/M-DAG/PER/3/2016 Tentang Penerbitan

SIUP dan TDP Secara Simultan

Peraturan Menteri Perhubungan RI No. PM 75 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan

Analisis Dampak Lalu Lintas.


140

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 5 Tahun 2015 Tentang Jenis

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan Hidup.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan

Perizinan Rumah Sakit.

Peraturan Pemerintah RI No. 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan

Ruang.

Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 9 Tahun 2014 Tentang Klinik.

Peraturan Presiden RI No. 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu.

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Bangunan Gedung atau

IMB.

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 2 Tahun 2007 tentang Retribusi Izin

Mendirikan Bangunan.

Peraturan Walikota Bogor Nomer 4 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

Pemberian Izin Mendirikan Bangunan.

Peraturan Walikota Bogor Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Pelimpahan Kewenangan

Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan di Lingkungan Pemerintah Kota Bogor.


141

Peraturan Wali Kota Bogor No. 14 Tahun 2019 Tentang Pedoman dan Tata Cara

Perizinan dan Non Perizinan.

Peraturan Wali Kota Bogor No. 15 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pelaksanaan

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Peraturan Wali Kota Bogor No. 21 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem

Elektronik dalam Perizinan dan Non Perizinan

Keputusan Wali Kota Bogor No. 500.45-29 Tahun 2018 Tentang Satgas Tugas

Percepatan Pelaksanaan Berusaha Kota Bogor

Peraturan Wali kota No.43 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk

Teknis Pengesahan Rencana Tapak / Site Plan.

Peraturan Wali Kota Bogor No. 39 Tentang Mall Pelayanan Publik.

Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2009 Tentang Perizinan dan Pendaftaran di Bidang

Perindustrian dan Perdagangan.

Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Bogor 2011-2031.

Peraturan Daerah No. 40 Tahun 2017 Tentang Pedoman Teknis Pengendalian

Pemanfaatan Ruang Dalam Rangka Pendirian Bangunan di Kota Bogor.

Peraturan Daerah No. 19 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Kesehatan.

Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2012 Tentang Penyediaan dan Penyerahan Prasarana,

Sarana, Utilitas Bangunan dan Pemukiman.


142

Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Reklame.

Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2015 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu.

Peraturan Perda No. 6 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah

Kota Bogor Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Umum.

C. Internet

http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/KOTA_BOGOR_1C_2007.pdf

www.bpkp.go.id/UuNo28tahun2002

(diakses pada tanggal 10 Juni 2019)

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19940/4/Chapter%20II.pdf

erepo.unud.ac.id/11292/3/30416f6f740820cd544ae724b7ca4dda.pdf

(Diakses pada tanggal 10 Juli 2019)

http://digilib.unila.ac.id/3508/14/BAB%20II.pdf

(Diakses pada tanggal 13 Juli 2019)


143

https://kotabogor.go.id/index.php/page/detail/5/sejarah-bogor

(diakses pada tanggal 13 Januari 2020 pukul 00.56 WIB)

perizinan.kotabogor.go.id/

(diakses pada tanggal 3 Maret 2020 pukul 23.20 WIB)

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/63150

(diakses pada tanggal 10 Maret 2020 pukul 22.41 WIB)


LAMPIRAN

A. Transkip Wawancara

Informan 1

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Tanggal Wawancara : 20 Januari 2020

Tempat : Kantor DPMPTSP

Nama : Rudy Mashudi dan Evita Lazuardi

Jabatan : Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang dan Kepala Seksi

Izin Pemanfaatan Ruang.

Hasil wawancara

a. Berdasarkan Peraturan Walikota Nomer 13 Tahun 2019 menyebutkan

pelimpahan kewenangan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu untuk mengurusi masalah perizinan dan non perizinan di

kota Bogor. Bagaimana peran Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Kota Bogor terkait perizinan IMB ?

Sesuai dengan amanat tersebut, bahwa semua perizinan dilimpahkan kepada

dinas penanaman modal, imb dibagi 2 kategori yaitu perizinan imb rumah

144
145

tinggal tunggal dan non rumah tinggal tunggal, dari dua kategori itu

mempunyai proses yang berbeda, untuk imb rumah tinggal tunggal itu lebih

mempinyai proses yang lebih simple artinya untuk rumah tinggal tunggal

pemohon hanya melampirkan persysyaratan yang tertuang dalam perwali no

13 tahun 2019 (Rudy Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang)

Adapun untuk imb non rumah tinggal tunggal karena fungsi lebih komplek

jadi proses tahapannya tidak langsung IMB jadi sebelum imb itu ada IPPT

(izin penggunaan pemanfaatan tanah) jadi disitu diambil prinsip tanah itu akan

digunakan apa, di IPPT ada tim keputusan sekda tim teknis ini untuk

memverikasi awal untuk penerbitan IMB non rumah tinggal tunggal tim ini

terdiri dari berbagai dinas selain DPMPTSP anatara lain dinas perhubungan

untuk melihat akses parkir, lanjut dinas PUPR dan Dinas Permukiman. (Rudy

Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang)

a. Pusat perbelanjaan masuk dalam kategori yang mana ?

Pusat perbelanjaan masuk dalam ketgori non rumah tingga tunggal karena

sifatnya pedagang jasa, adapaun sosial budaya yang sifatnya diluar

pemeritahan misalnya bangunan pendidikan, gelanggang olahraga itu masuk

dalam kategori non rumah tinggal tunggal jajdi harus melalui tahap IPPT

terlebih dahulu. (Rudy Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang)

b. Semisal jika pembangunan gelaggang olahraga milik pemerintah itu apa harus

tetap menempuh prosedur yang sama ?


146

Jika milik pemerintah sudah diatur dalam perwali no 13 tahun 2019, jadi

untuk pembangunan milik pemerintah non rumah tinggal tunggal tidak wajib

untuk melalui tahap IPPT tetapi tetap harus mempunyai IMB jadi proses IPPT

nya di lewat (skip). (Rudy Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang)

Sama seperti pendidikan juga ya, sama seperti sekolah-sekolah pemerintah

(sekolah negeri;SD,SMP,SMA) tidak ada IPPT nya, seperti kantor

pemerintahan, keluarahan, kecamatan itu tidak perlu IPPT jadi langsung IMB

saja. Tapi untuk sekolah non pemerintah atau milik swasta itu harus melalui

proses IPPT. (Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan

Ruang)

Jadi tadi ketentuan lain ada tuh dari perjalana proses IPPT ke IMB ada satu

proses lain jadi ketentuan lain yang memang dituangkan dalam peraturan

walikota no 43 tahun 2017 tentang pengajuan permohonan pengesahan site

plan, disitu setiap bangunan ketentuannya berbeda-beda ada yang dihitung

luas bangunan seperti semacam rumah kos dihitung luas bangunan, luas

bangunan diatas 500m wajib membuat site plan terlebih dahulu, kalo misalkan

pertokoan itu dihitung dari luas tanah itu ada dalam perwali no 43 tahun 2017

termasuk bangunan pemerintah site plan harus ada tetapi IPPT ditiadakan.

(Rudy Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang)

c. Di kota bogor sendiri izin lingkungan dan amdal tetap ada ?


147

Ada pada proses IPPT, pada saat proses IPPT kita ada tim teknis, jadi izin

lingkungan dan Amdal adalah bagian persayaratan dari IPPT yang akan

dipantau oleh tim teknis. (Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin

Pemanfaatan Ruang)

d. Apakah kebijakan yang diterapkan pemerintah terkait penerbitan IMB sudah

tepat dan rasional ?

Ketentuan-ketentuan (kebijakan) yang sudah diterapkan sekarang sesaui

dengan undang-undang, peraturan kementrian yang berbentuk perda dan

perwali pasti ada keterkaitannya dengan peraturan-peraturan tersebut. Bahkan

peraturan perihal BPJS pun kita jadikan suatu pesyaratan untuk penerbitan

IMB itu salah satu contohnya. Kesesuaian kebijakan yang kita terbitkan pun

sudah ada tim yang mengkaji dan mengawasi kebijakan yang sudah

diterapkan. (Rudy Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang)

Jadi segala Izin yang sudah kita (DPMPTSP) keluarkan itu tentu sudah ada

pertimbangan dari dinas lain seperti PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, jadi

sebetulnya kita itu tidak hanya memberikan validasi atas kemauan kita sendiri,

tapi didasarkan saran dari tim teknis yang survei kelapangan dan mempunyai

keahlian dalam kajian itu dan dilihat dari peruntukannya bangunan tersebut.

(Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang)


148

e. Dalam pelaksanaan kebijakan tentunya ada hambatan dalam tahap

penerapannya, bagaimana kesulitan pemerinttah dalam menerapkan kebijakan

tersbut ?

Kebijakan itu ada yang mengatur dan menyusun melibatkan kami selaku

pelaksana kebijakan, kita dikordinasikan apa saja kebijakan yang akan di

terbitkan, hambatan dalam penerapan kebijakan ini tentunya cukup banyak,

terlebih dengan sistem pemerintahan daerah sekarang harus terintegrasi

dengan sistem pemerintah pusat, untuk hambatan yang sifatnya eksternal itu

tidak ada. (Rudy Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang)

f. Karena kebijakan tersebut sudah diaplikasikan kedalam sebuah pelayanan

publik berbasis elektronik, apakah kebijakan ini memudahkan masyarakat

dalan menempuh permohonan ?

Sebetulnya sih mempermudah karena mereka bisa lebih cepat dan praktis

dalam memohon perizinan, dengan adanya peraturan penyelenggaraan izin

sistem elektronik ini jelas dampaknya sangat memudahkan bagi masyarakat

untuk membuat atau mengajukan permohonan izin apapun jadi masyarakat tak

perlu datang ke kantor untuk mengajukan peromohonan, mereka juga bisa cek

tracking proses yang masyarakat ajukan dengan sisitem elektronik ini. (Evita

Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang)


149

g. Lingkungan sosial menjadi faktor pendukung dalam penerapan sebuah

kebijakan, bagaimana dukungan masyarakat terhadap penyelenggaraan

kebijakan pemerintah terkait penerbitan IMB ?

Sejauh ini kalo menurut saya dukungan masyarakat terhadap kebijakan

terkait IMB aman-aman saja paling hanya saja di masalah terkait izin tetangga

sebab dalam proses penerbitan IMB perlu ada izin tetangga sekitar

pembangunan, misal investor atau pengembang ingin mengajukan

permohonan izin itu perlu izin tetangga, lebih ke non teknis terkait lingkungan

sosial. (Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang)

Dengan penerapan kebijakan penerbitan IMB yang dilimpahkan kepada Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan pelayanan

berbasis elektronik dukungan dari masyarakat cenderung baik karena seperti

yang sebelumnya dijelaskan kebijakan ini memudahkan masyarakat dalam

mengajukan permohonan penerbitan IMB tidak perlu datang ke kantor dinas

untuk mengakses informasi seputar proses penerbitan IMB. (Rudy Mashudi,

Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang)

Kalopun ada masyarakat yang tidak paham dengan pelayanan berbasis

elektronik ini masyarakat bisa datang ke helpdesk dinas terkait atau datang ke

mall pelayanan publik yang sudah difasilitasi oleh pemerintah kota Bogor.

(Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang)


150

h. Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan terhadap kinerja para

pelaksana kebijakan ?

Selama ini kan kita menyederhanakan mekanisme itu (perizinan) salah satu

nya dalam rangka meminimalisir penyalahgunaan kewenangan dan dengan

adanya sistem ini bisa terlihat bagaimana kinerja para pelaksana kebijakan.

Terus dengan sistem ini pun meminimalisir pertemuan antara kita (pelaksana

kebijakan) dengan pemohon, selama berkas dan persyaratan pemohon sudah

lengkap kita akan proses sesuai prosedur yang sudah ada, inipun akan terlihat

oleh pimpinan melalui tracking yang bisa melihat sampai mana pekerjaan

yang sudah dikerjakan. Selain itu ada juga pembinaan yang diberikan oleh

pimpinan kepada para pelaksana kebijakan untuk tetap konsisten dan

berkomitmen dalam melakukakan pekerjaan, karena menurut saya sebaik

apapun sistemnya kalo human resource nya tidak baik apapun tidak akan

berjalan dengan baik. (Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan Izin

Pemanfaatan Ruang)

i. Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan

keterampilan dari aparatur kebijakan tersebut, apakah kebijakan terkait

penerbitan IMB sudah berhasil ?

Ya, kita sudah dapat berbagai penghargaan dari KemenpanRB, dengan adanya

MPP (mall pelayanan publik) dengan adanya Smart (sederhana, mudah,


151

akuntabel, ramah dan tepat waktu) ini menjadi salah satu inovasi untuk

menyederhanakan pelayanan kepada masyarakat dan penghargaan dari

KemenpanRB merupakan sebagai bentuk keberhasilan dari sebuah kebijakan

pemerintah terkait penerbitan IMB. (Evita Lazuardi, Kepala Seksi Pengolahan

Izin Pemanfaatan Ruang)

j. Seperi apa strategi untuk mecapai keberhasilan tersebut ?

Menurut kami startegi dalam mencapai keberhasilan ini memang harus ada

dari semua pihak untuk bagaimana sistem pelayanan ini tetap berjalan dengan

baik, partisipasi masyarakat juga harus bagus karena dengan sistem pelayanan

yang baik jika tidak dibarengi dengan partisiasi masyarakat tidak akan

berhasil. Mungkin juga saran dan masukan dari dinas-dinas, masyarakat harus

kita tampung dan diterapkan agar lebih baik lagi. Serta komitmen dari para

pelaksana kebijakan pun menjadi faktor penting dalam mencapai keberhasilan

suatu penerapan kebijakan. Selain itu kordinasi dan komunikasi antar bidang

pun harus terus dijaga agar tidak ada miskomunikasi yang akan berpengaruh

terhadap pelayanan, Hal-hal seperti ini terus kita tingkatkan agar dapat

memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. (Evita Lazuardi, Kepala

Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang)

k. Bagaimana pengawasan terkait bangunan yang tidak mengantongi IMB?


152

Pengawasan menjadi tugas dari dinas PUPR (bina marga) karena dalam tugas

dan fungsinya ada beberapa hal yang terkait dengan pengendalian dan

pengawasan pembangunan. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanana Terpadu

Satu Pintu hanya bertugas memberikan izin kepada yang akan melakukan

kegiatan pembangunan, untuk pengendalian dan pengawasan bukan menjadi

ranah dari kami tapi menjadi ranahnya dinas PUPR. Kita mengeluarkan izin

sesuai apa yang sudah tertuang dalam peraturan-pertauran yang sudah dibuat,

kalo ada masalah pembangunan yang tidak berizin tapi sudah berdiri

bangunan tersebut itu bukan menjadi kesalahan kami (Dinas Penanaman

Modal) itu menjadi kesalahan yang membangun, Dinas PUPR akan

berkordinasi dengan kami jika ada bangunan yang tidak memiliki IMB. (Rudy

Mashudi, Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang)


153

Informan 2

Masyarakat yang pernah atau sedang mengajukan permohonan IMB

Tanggal Wawanacara : 9 Februari 2020

Tempat : GOR Bulutangkis INIRO Bogor

Nama : Asep Kartiwa

Pekerjaan : PNS

Alamat : Kebun Raya Residence, Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan


Bogor Selatan, Kota Bogor

Hasil Wawancara

a. Apa yang bapak mengetahui tentang kebijakan pemerinah terkait penerbitan

IMB di kota Bogor ?

Kalo dulu Izin Mendirikan Bagunan (IMB) itu sebelum ada peraturan

walikota ada di kewenangan kecamatan jadi permohonan IMB untuk izin

rumah tinggal tunggal yang luas tanah nya dibawah 200m itu jadi kewenangan

kecamatan kalo diatas itu sudah kewenagan Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Karena tempat tinggal tunggal ada bermacam-macam seperti perumahan itu

kan kategori rumah tinggal tunggal tapi itu luasnya lebih dari 200m itu sudah

menjadi kewenangan DPMPTSM terus seperti pabrik, pusat dan lain

sebagainya itu sudah masuk dalam kewenangan DPMPTSP.


154

Untuk sekarang karena sudah ada Peraturan Walikota tentang pelimpahan

kewenangan, untuk IMB rumah tinggal tunggal yang luasnya dibawah 200m

juga sudah menjadi kewenangan DPMPTSP dan sudah tidak menjadi

kewenagan kecamatan setempat.

b. Bagaimana pendapat bapak tentang kebijakan pemerintah dalam penerbitan

IMB di kota Bogor ?

Kebijakan sekarang lebih baik karena masalah perizinan dilimpahkan

langsung ke pusat jadi lebih simple saja, jadi segala macam perizinan terkait

IMB untuk luas dan bangunan apapun langsung ke pusat tidak dilempar lagi

ke kacamatan. Terus sekarang kan bisa online juga jadi kalo memang sibuk

atau apa itu bisa memanfaatkan pelayanan online tersebut.

c. Apakah pelayanan yang diberikan dalam penerbitan IMB sudah sesuai dengan

kebijakan pemerintah ?

Ya sudah sesuai karena apalagi sekarang sudah diawasi dengan sistem online

pelayanan yang diberikan juga cukup baik hanya saja kita harus sedikit

menunggu karena semua terpusat satu pintu seperti ini jadi harus mengantri

sesuai dengan nomer urut yang sudat diambil ketika masuk ruangan, mungkin

nanti juga pasti dibantu oleh petugas yang nanti akan menjelaskan teknisnya.
155

d. Apakah bapak menemui kesulitan dalam mengajukan permohonan penerbitan

IMB ?

Sebenernya tidak ada kesulitan selama berkas kita sudah lengkap, cuman ya

paling peruntukan bangunan yang diajukan itu ya harus sesuai dengan apa

yang sudah diatur oleh pemerintah, karena ada zona-zona yang sudah diatur

misal daerah industri itu kadang tidak boleh terus ada juga daerah

permukiman ada regulasinya. Mungkin kesulitan yang saya rasa seperti izin

tetangga atau warga itu kan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

mengajukan permohnan IMB itupun menjadi dasar dari pengajuan. Apalagi

sekarang palayanan kan diawasi dengan sistem online juga sebelumnya enak

kadang kalo kita mau ngurus perizinan seperti IMB bisa lebih cepat kalo

sekarang sudah tidak bisa karena sudah diawasi dan pake sistem online.

e. Berapa lama waktu yang diberikan pemerintah dalam menerbitkan IMB ?

Untuk penerbitan tergantung jenis pengajuannya, untuk IMB sih lebih

sederhana sekitar 14 hari kerja selama tidak ada kendali teknis sih bisa lebih

cepat mungkin, terus untuk biaya semua pembayaranya di BJB , untuk biaya

ada indeks zonasi, jadi biaya retribusi penerbiatan IMB menyesuaikan dengan

luas bangunan dan zona yang sudah ditentukan ini pun ada di perwali sudah

diatur.
156

Informan 3

Masyarakat yang pernah atau sedang mengajukan permohonan IMB

Tanggal Wawanacar : 10 Februari 2020

Tempat : Mall Pelayanan Publik Kota Bogor

Identitas Informan

Nama : Thamrin Simatupang dan

Pekerjaan : Rohaniawan

Alamat : Griya Katulampa, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor

Timur, Kota Bogor

Hasil Wawancara

a. Apa yang bapak mengetahui tentang kebijakan pemerinah terkait penerbitan

IMB di kota Bogor ?

Ini sesuatu yang baru bagi kita, tadi saya diberitahu petugas kalo persyaratan

yang akan saya penuhi ini menjadi peraturan baru dari pemerintah dari tahun

2018 nomor nya saya tadi lihat tapi tidak ingat, ini bukan aturan mereka tapi

dari pemerintah langsung. Jadi kita mau mendirikan sekolah PAUD, tapi

persyaratan saya belum lengkap karena harus melengkapi IMB, IPPT dan NIB

(nomer induk berusaha) jadi sekolah yang akan saya dirikan dikategorikan

sebagai usaha.
157

Di IPPT sudah diatur untuk bangunan yang boleh kita dirikan hanya 30% dari

luas tanah yang kita punya yaitu 128m jadi kalo melihat dari kebijakan ini kita

hanya diperbolehkan membangun sekiat 40m luas bangunan dan harus ada

gambar dari arsitektur sedangkan tanah nya kecil.

b. Bagaimana pendapat bapak tentang kebijakan pemerintah dalam penerbitan

IMB di kota Bogor ?

Saya menganggap ini bagus, hanya saja karena masih baru kebijakannya jadi

saya kurang tahu mengenai informasi kebijakan ini tapi bagus untuk

lingkungan karena bangunan dan lingkungan harus berimbang tapi alangkah

baiknya sebelum kita mengajukan penerbitan ini kita mengetahui terlebih

dahulu persyaratan yang harus kita lengkapi jangan nanti dikemudiah hari ada

masalah, tapi selebihnya menurut saya bagus-bagus saja.

Hanya saja saya tidak melihat secara rincian perturan yang tadi disebutkan

oleh petugas bahwasannya izin penggunaan tanah 70% untuk ruang terbuka

dan 30% untuk bangunan, ini tidak ada dalam form yang saya terima dari

petugas tapi aturan tadi hanya disebutkan saja oleh petugas tanpa ada rincian

peraturannya.

Tujuannya bagus cuman kedepannya jangan berubah lagi aturannya agar

masyarakat tidak kebingungan untuk mengurusi pengajuan penerbitan IMB

seperti ini, mungkin ada sebagian masyarkat yang kecewa dengan kebijakan
158

ini tapi untuk kebaikan bersama dan agar tertib ruang tata kotanya saya setuju

saja.

c. Apakah pelayanan yang diberikan dalam penerbitan IMB sudah sesuai dengan

kebijakan pemerintah ?

Bagus, dengan pelayanan satu pintu seperti ini saya rasa tertolong dengan

sistem sekarang jika dibanding dengan sebelum-sebelumnya. Kalo disini lebih

bagus , kalo kita mau urus IMB, NPWP, atau lainnya karena saling berdekatan

dan terpusat jadi kita tak perlu kesana-kemari untuk mengurus sesuatu.

d. Apakah bapak menemui kesulitan dalam mengajukan permohonan penerbitan

IMB ?

Kesulitannya harus melengkapi gambar rencana arsitektur, disni kita

menemukan kesulitan untuk melengkapi persyaratan ini karena ini sebagai

salah satu syarat wajib yang harus dipenuhi. Sebaiknya pemerintah

menyediakan orang yang bisa menggambar jadi kita tak perlu mencari orang

yang bisa menggambar (arsitektur), kita orang awam karena yang kita tahu

kita beli tanah terus kita minta tolong tukang bangunan untuk membangun

kita kurang mengerti terkait arsitektur, apalagi ini harus berbentuk DWG pasti

harus menggunakan komputer untuk membuat gambar rencana arsitektur

tersebut.
159

a. Berapa lama waktu yang diberikan pemerintah dalam menerbitkan IMB ?

Untuk waktu penerbitannya 2 minggu atau 14 hari kerja, jika syarat sudah

lengkap prosesnya akan memakan waktu 14 hari kerja kata petugasnya, tapi

itu belum tahu ketika sudah dilengkapi akan berapa lama waktu

penerbitannya. Terus untuk biaya tadi saya sudah tanya katanya dari petugas

belum bisa memberikan informasi terkait biaya.

B. Dokumentasi Penelitian
160

Gambar 1. Rudy Mashudi (Kepala Bidang Izin Pemanfaatan Ruang DPMPTSP) dan
Evita Lazuardi (Kepala Seksi Pengolahan Izin Pemanfaatan Ruang DPMPTSP
(Sumber : Dokumentasi Pribadi Peneliti)
161

Gambar 2. Asep Kartiwa (masyarakat yang pernah mengurusi perizinan IMB)


(Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti)

Gambar 3. Thamrin Simatupang (masyarakat yang sedang mengajukan perizinan


IMB)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti)
162

Gambar 4. Observasi di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu


Satu Pintu Kota Bogor
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti)
163

Gambar 5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas


(Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti)
164

Gambar 6. Surat Keterangan Penelitian dari Kesbangpol Kota Bogor


(Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti)
165

Gambar 7. Tanda Terima Surat oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kota Bogor
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti)

Anda mungkin juga menyukai