TESIS
TESIS
Alhamdullilah saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Master Ekonomi
Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh
karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
ix Universitas Indonesia
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................ ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. vii
ABSTRAK ................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv
1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
1.4 Ruang Lingkup Penelitian........................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................. 8
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
Halaman
Gambar 1.1 Perkembangan Penduduk Kota Depok Tahun 2007 s.d
2013 ................................................................................. 2
Gambar 1.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Depok Tahun
2008-2012 atas dasar harga konstan tahun 2000 ………. 3
Gambar 2.1 Penentuan Lokasi Optimum Perumahan ……………….. 13
Gambar 2.2 Rente Ekonomis dalam Sewa Tanah …………………... 23
Gambar 2.3 Pembatasan Penawaran dengan Kuota ………………… 24
Gambar 2.4 Negara-Negara yang mengadopsi RIA ............................ 27
Gambar 2.5 Perubahan Costumer Surplus ........................................... 32
Gambar 3.1 Tahapan-tahapan RIA ...................................................... 40
Gambar 3.2 Langkah-langkah penerapan RIA .................................... 43
Gambar 3.3 Hirarki Sisi Manfaat ……………………………………. 57
Gambar 3.4 Hirarki Sisi Biaya ………………………………………. 58
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Depok ................................................ 63
Gambar 4.2 IPM Kota Depok dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-
2013 ……………………………………………………. 66
Gambar 4.3 Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) dan Tingkat
Kemiskinan (%) Kota Depok Tahun 2008-2012 ............. 67
Gambar 4.4 PDRB Kota Depok Tahun 2008-2012 (dalam ribuan) … 68
Gambar 4.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Depok tahun 67
2008-2012 ADHK 2000 ………………………………... 69
Gambar 4.6 Peta Struktur Pelayanan Kegiatan Kota Depok ………... 71
Gambar 4.7 Peta RTH Kota Depok …………………………………. 74
Gambar 5.1 Perkembangan Izin Perumahan di Kota Depok tahun
2013-2014 ……………………………………………… 101
Gambar 5.2 Gini Ratio Kota Depok tahun 2009-2012 ……………… 103
Gambar 5.3 Bobot AHP pada Hirarki sisi Manfaat …………………. 113
Gambar 5.4 Bobot AHP pada Hirarki sisi Biaya ……………………. 113
Halaman
Tabel 2.1 Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan untuk
Rumah Sederhana Sehat …………………………………. 17
Tabel 2.2 Parameter analisis biaya dan manfaat ................................ 32
Tabel 2.3 Incramental Effect .............................................................. 33
Tabel 2.4 Incramental Effect .............................................................. 33
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu …………………………………….. 37
Tabel 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ...................................... 61
Tabel 4.1 Jumlah Kelurahan, RW, dan RT di Kota Depok 2013 ....... 64
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan
Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Depok, 2013 ....... 65
Tabel 4.3 Kondisi Jalan di Kota Depok Tahun 2013 ………………. 72
Tabel 4.4 Penggunaan Lahan Eksisting Kawasan Terbangun di
Kota Depok Tahun 2009 .................................................... 73
Tabel 4.5 Penggunaan Lahan Eksisting Kawasan Tidak Terbangun
di Kota Depok Tahun 2009................................................. 73
Tabel 4.6 Rencana RTH Kota Depok dalam RTRW Kota Depok
tahun 2012-2032 ................................................................. 75
Tabel 4.7 Jumlah Rumah Menurut Jenisnya di Kota Depok Tahun
2013 .................................................................................... 77
Tabel 4.8 Proyeksi Kebutuhan Rumah Berdasarkan Proporsi Rumah
Berimbang Di Kota Depok Tahun 2011-2031 …………... 80
Tabel 4.9 Luas Perumahan Formal Kota Depok Tahun 2009 ……… 83
Tabel 5.1 Simulasi RAB Rumah Dengan Tipe 54 dan Lahan Seluas
120 M2 ................................................................................ 92
Tabel 5.2 Perumusan Masalah ........................................................... 95
Tabel 5.3 Perumusan Tujuan .............................................................. 97
Tabel 5.4 Perumusan Alternatif Kebijakan ………………………… 100
Tabel 5.5 Rekapitulasi Hasil Pengolahan Biaya dan Persepsi
Responden terhadap Kebijakan Syarat Luas Setiap
Kavling Perumahan 120 m2 ............................................... 110
Tabel 5.6 Rekapitulasi Hasil Pengolahan Manfaat dan Persepsi
Responden terhadap Kebijakan Syarat Luas Setiap
Kavling Perumahan 120 M2 ............................................... 111
Tabel 5.7 Hasil Analisis Metode AHP dengan Model CBA dalam
penentuan alternatif kebijakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2 .............................................................. 112
Tabel 5.8 Regulatory Impact Assesment Statement (RIAS) ............... 117
Halaman
Lampiran 1 Form Pedoman Wawancara Mendalam (Depth Interview) 134
Lampiran 2 Form Kuisioner AHP Untuk Analisa Biaya dan Manfaat .. 136
Lampiran 3 Rekapitulasi Olahan AHP ……………………………….. 142
xv Universitas Indonesia
1
Kawasan strategis nasional merupakan kawasan yang pembangunannya diprioritaskan karena
memiliki pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan
dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah
ditetapkan sebagai warisan dunia (Perpres No 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur).
1 Universitas Indonesia
Kota Depok dalam kurun waktu 2007-2013 mencapai 27 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa Kota Depok memiliki daya tarik bagi penduduk Indonesia.
Data jumlah penduduk Kota Depok per tahun mulai tahun 2007-2013 dapat dilihat
pada Gambar 1.1
Universitas Indonesia
(LPE) Kota Depok pada rentang waktu Tahun 2008-2012 relatif mengalami
percepatan. Walaupun sempat mengalami perlambatan pada 2008-2009 karena
dampak krisis keuangan global. Perkembangan LPE Kota Depok dalam kurun
waktu tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Pada Gambar 1.2 jika dibandingkan tahun per tahun, terlihat bahwa
tingkat pertumbuhan Kota Depok lebih tinggi daripada Provinsi Jawa Barat,
contohnya pada periode tahun 2012 Pertumbuhan Provinsi Jawa Barat hanya 6,21
persen / tahun, sementara Kota Depok mengalami pertumbuhan 7,15 persen /
tahun. Artinya ekonomi Kota Depok tumbuh lebih cepat daripada Provinsi Jawa
Barat dan beberapa Kabupaten/ Kota yang ada di Jawa Barat.
LPE Kota Depok 2011-2012 sebesar 7,15 persen (yoy) disumbang secara
signifikan oleh LPE sektor bangunan/konstruksi (10,84 persen) dan sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (5,78 persen), perdagangan-hotel-
restoran (7,24 persen), dan sektor angkutan-komunikasi (3,69 persen). Menurut
Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok menyatakan penggunaan tanah
untuk permukiman 2006-2009 menunjukkan bahwa terjadi pembangunan rumah
seluas kurang lebih 125 ha/tahun dan data ini memperjelas mengapa sektor
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
perumahan dengan luas tanah minimal 120 meter persegi (kompas.com, 2013).
Hal ini berdampak pada potensi penurunan penjualan rumah sebesar 20-30 persen.
Dari sisi konsumen, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), akan
mengalami kesulitan dalam memiliki perumahan dan pemukiman karena harganya
yang semakin tinggi. Dengan kata lain, MBR tidak akan menjangkau harga rumah
yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Perda tersebut. Kebijakan
ini hanya menutup kesempatan masyarakat menengah ke bawah untuk memiliki
rumah. Hal ini disebabkan harga yang mahal, dimana harga rumah tipe 36 luas
tanah 90 meter persegi mencapai harga paling murah Rp 500 juta (republika.co.id,
2014).
Implementasi dari penetapan Perda Kota Depok Nomor 13 Tahun 2013
terutama ketentuan pasal 97 huruf (b) tentang persyaratan luas minimal lahan
setiap kavling/unit perumahan 120 meter persegi menjadi perhatian dalam
penelitian ini agar tidak menimbulkan masalah seperti masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR) yang semakin sulit dalam kepemilikan rumah karena harga yang
semakin mahal. Kondisi ini selanjutnya akan cenderung mengakibatkan MBR
membangun perumahan dan permukiman tanpa memperhatikan ketentuan
peraturan sehingga memicu timbulnya daerah kumuh (slum areas). Hal ini
semakin mempersulit dalam menjaga kebersihan dan kenyamanan kota serta
kualitas lingkungan hidup yang baik.
Universitas Indonesia
penjualan sampai 30 persen, demikian juga dari sisi konsumen terutama MBR
yang semakin sulit dalam mengakses rumah karena harga yang semakin mahal.
Hal tersebut merupakan permasalahan awal penelitian yang dirumuskan ke dalam
pertanyaan berikut :
1. Bagaimana permasalahan yang ada terkait dengan penerapan regulasi tentang
persyaratan luas minimal kavling/unit perumahan di Kota Depok?;
2. Siapa sajakah yang menerima manfaat dan menanggung biaya terkait dengan
penerapan regulasi tentang persyaratan luas minimal kavling/unit perumahan
di Kota Depok?;
3. Apa sajakah jenis manfaat dan biaya yang timbul akibat penerapan regulasi
tentang persyaratan luas minimal kavling/unit perumahan di Kota Depok?;
dan
4. Bagaimana alternatif kebijakan yang sebaiknya diterapkan terkait persyaratan
luas minimal kavling/unit perumahan di Kota Depok?
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
9 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
alokasi kegiatan pemanfaatan ruang. Asas penataan ruang ialah pemanfaatan ruang
bagi semua kepentingan secara terpadu, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan,
berdaya guna, berhasil guna, keterbukaan, persamaan, kemitraan, perlindungan
kepentingan umum, kepastian hukum, keadilan dan akuntabilitas (Pasal 2).
Penataan ruang bagi pengelolaan lingkungan hidup bukanlah karena hasil
penataan ruang dalam membuka kemungkinan mengelola lingkungan hidup,
melainkan karena kriteria mutu lingkungan hidup disertakan dalam penataan ruang.
Oleh karena itu penataan ruang berwawasan lingkungan harus diartikan sebagai
penataan ruang yang menggunakan kriteria mutu lingkungan.
Latar belakang pemanfaat lahan ialah ekonomi, sosial, budaya politik dan
keamanan. Dengan menghadapkan daya dukung lahan sebagai suatu ungkapan
penawaran pada keperluan, kepentingan dan keinginan manusia sebagai ungkapan
permintaan, maka diperoleh nilai kesesuaian lahan (Melitz,1986). Kesesuaian lahan
merujuk kepada suatu mutu lahan yang berkenaan dengan keseimbangan
permintaan dan penawaran dalam lingkup kepentingan khusus. Kesesuaian lahan
adalah kecocokan suatu jenis lahan untuk suatu macam penggunaan tertentu yang
merupakan spesifikasi kemampuan lahan. Tata ruang yang memenuhi kriteria
kesesuaian lahan dan wawasan lingkungan serta wawasan ekonomi diterapkan
secara bersama-sama untuk mencapai tujuan dalam mengoptimalkan pembangunan
suatu kawasan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Rp
E’
A’ T’
E
A T
CBD Uc U’ U Jarak
Sesuai Gambar 2.1 diatas, dalam hal ini kurva AT konstan mewakili
Marginal Transportation (Commuting) Cost (MTC), sedangkan kurva BC mewakili
Marginal Saving of Land (MSL) yang akan menurun dengan semakin jauhnya jarak
rumah dari Central Bisnis District (CBD). Berdasarkan formulasi kondisi optimal
penggunaan lahan, maka lokasi optimal perumahan (household) adalah pada titik u
dimana kurva AT berpotongan dengan kurva BC pada titik E, yaitu pada saat MTC
sama dengan MSL. Selanjutnya, seandainya MTC meningkat dari T menjadi T’,
maka titik keseimbangan (equilibrium) akan berada pada E’ dan lokasi optimal
perumahan akan bergeser menuju titik u’ yaitu lebih dekat dari CBD. Hal ini
menjelaskan mengapa pada kota besar yang harga tanahnya relatif lebih tinggi,
lokasi optimal perumahan akan cenderung berada pada pinggiran kota guna
mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk pemilikan tanah.
Universitas Indonesia
tidak berjalan dengan baik, maka pengaturan dalam penggunaan lahan oleh
pemerintah tetap perlu dilakukan untuk menjaga efisiensi penggunaan lahan dan
sekaligus untuk menjaga kualitas lingkungan hidup atau RTH wilayah perkotaan.
Sesuai dengan ketentuan dalam regulasi tata ruang yang berlaku untuk
daerah perkotaan, pengaturan penggunaan lahan daerah perkotaan secara umum
dilakukan melalui penyusunan dan penetapan RTRW. Termasuk dalam RTRW ini
adalah penentuan zoning yang juga dapat digunakan sebagai alat untuk pengaturan
ruang. Dokumen RTRW ini pada dasarnya berisikan tiga hal pokok, yaitu: (a)
tujuan pemanfaatan ruang, (b) struktur dan pola pemanfaatan ruang, dan (c) pola
pengendalian pemanfataan ruang. RTRW ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah
bersangkutan atau kota setempat sehingga ketentuan di dalamnya bersifat mengikat
dan mempunyai implikasi hukum bila dilanggar.
Selain RTRW yang bersifat umum, pemerintah kota juga diwajibkan oleh
Undang-Undang untuk menyusun Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang
lebih bersifat rinci mencakup seluruh cabang jalan pada kota yang bersangkutan.
Bahkan pemerintah kota juga diwajibkan pula menyusun Rencana Teknik Ruang
Kota (RTRK) yang sangat rinci dan bersifat teknis yang sekaligus dapat
menggambarkan lahan yang telah dipergunakan untuk masing-masing kegiatan.
Dengan adanya ketiga dokumen perencanaan ruang tersebut akan dapat dilakukan
pengaturan dan pengawasan penggunaan lahan daerah perkotaan secara terarah.
Undang-Undang memberikan kewenangan kepada pemerintah kota untuk
dapat melakukan pengendalian dan pengawasan pelaksanaan rencana tata ruang
wilayah dengan mengatur pemberian sertifikat tanah yang dikelola oleh Dinas
Pertanahan kota bersangkutan. Selain itu, pemerintah kota juga diberikan
kewenangan untuk memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang berfungsi
baik sebagai pengendalian, maupun untuk penambahan pendapatan asli daerah
(PAD) kota tersebut. Dengan demikian masyarakat yang ingin memanfaatkan
sebidang tanah untuk mendirikan bangunan harus memiliki dua surat izin yaitu
sertifikat tanah dan IMB. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat diberikan sanksi
dalam bentuk penundaan pemberian izin atau pembongkaran bangunan bilamana
konstruksi sudah selesai dilaksanakan.
Universitas Indonesia
Dalam penelitian ini kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok
dalam menjaga efisiensi penggunaan lahan dan sekaligus untuk menjaga kualitas
lingkungan hidup khususnya RTH yaitu dengan menyusun Rancangan Peraturan
Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Raperda RTRW) tahun 2012-2032 dan
menetapkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Bangunan dan Izin
Mendirikan Bangunan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
perumahan yang ditempati serta jaminan berupa kepemilikan rumah dan lahan
(the reform of tenure).
Ketiga fungsi rumah berbeda sesuai dengan tingkat pendapatan. Bagi
golongan berpendapatan tinggi atau menengah ke atas faktor identitas menjadi
tuntutan utama, sedangkan pada masyarakat berpenghasilan rendah atau menengah
ke bawah faktor oportunitas yang paling penting.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sehingga kebutuhan akan jasa rumah ini sangat mutlak dan menentukan tingkat
kesejahteraan (welfare) masyarakat secara keseluruhan.
Awang Firdaos (1997) menjelaskan bahwa permintaan konsumen terhadap
rumah dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut :
1. Lokasi
Keberadaan lokasi rumah, apakah dipusat di pinggir kota sangat mempengaruhi
minat konsumen dalam membeli rumah. Semakin strategis letak rumah tersebut
berarti semakin baik dan memiliki tingkat permintaan yang semakin tinggi. Jarak
menuju tempat kerja, tempat hiburan, dan fasilitas umum sebagai motif efesiensi
waktu dan biaya transportasi merupakan faktor ekonomi yang menjadi
pertimbangan konsumen di dalam memilih lokasi rumah yang dimaksud.
2. Pertambahan penduduk
Dengan alasan bahwa setiap orang memerlukan tempat tinggal sebagai tempat
berlindung, maka setiap pertambahan penduduk baik secara alami maupun non
alami (karena urbanisasi) akan meningkatkan permintaan akan rumah. Sehingga
dalam suatu keluarga apabila jumlah anggota keluarga bertambah maka
kebutuhan akan rumah ikut meningkat. Hal ini logis mengingat bahwa manusia
ingin memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.
3. Pendapatan Konsumen
Kesanggupan seseorang di dalam memiliki rumah sangat dipengaruhi
pendapatan yang diperolehnya. Apabila pendapatan seseorang meningkat dan
kondisi perekonomian tidak terjadi resesi dan inflasi, kecenderungan untuk
memiliki rumah akan meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.
4. Kemudahan Mendapatkan Pinjaman
Pada pasar properti perumahan, permintaan perumahan dipengaruhi juga oleh
kebijakan pemerintah dan institusi keuangan seperti perbankan. Karakteristik
pasar properti yaitu membutuhkan dana besar, menyebabkan konsumen sangat
tergantung pada kemudahan pendanaan. Kemudahan pendanaan ini dapat berupa
fasilitas kredit pinjaman, penurunan tingkat suku bunga pinjaman, dan jangka
waktu pelunasan pinjaman. Apabila kemudahan tersebut dapat diperoleh
konsumen, dipercaya permintaan akan rumah oleh konsumen akan bertambah.
Universitas Indonesia
Sebaliknya jika syarat mendapatkan pinjaman sangat ketat, atau suku bunga
pinjaman yang tinggi akan menurunkan permintaan rumah oleh masyarakat.
5. Fasilitas dan Sarana Umum
Fasilitas disini meliputi fasilitas umum dan fasilitas sosial, diantaranya
infrastruktur, sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan, sarana transportasi, dan
lain-lain. Keberadaan fasilitas tersebut membangun serta menarik minta investor
yang selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan rumah di kawasan
tersebut.
6. Harga Pasar Rumah
Seperti dalam hal teori permintaan dan penawaran, semakin tinggi harga barang
akan mengakibatkan penurunan permintaan akan barang yang dimaksud.
Apabila harga rumah menengah naik, sementara kecenderungan memiliki rumah
dengan tingkat harga tersebut akan berkurang dan permintaan akan beralih ke
rumah dengan harga yang lebih rendah.
7. Undang-Undang atau Regulasi
Peraturan yang mengatur tentang jenis penggunaan lahan/tanah yang membatasi
hak atas tanah tersebut turut menjadi faktor yang mempengaruhi permintaan
konsumen akan rumah. Demikian juga dengan peraturan lain seperti peraturan
perpajakan (PBB dan BPHTB) turut menjadi faktor yang menjadi pertimbangan
konsumen dalam membeli rumah.
Universitas Indonesia
menurun. Dengan kata lain, terdapat hubungan positif antara jumlah penawaran
dan harga sesuai dengan hukum penawaran (Law of Supply). Hubungan ini
didasarkan oleh tujuan utama perusahaan pembangunan perumahan
(developer) yaitu untuk maksimisasi profit.
2. Harga Bahan Bangunan
Yang dimaksud adalah harga bahan bangunan terkait yang menentukan jumlah
biaya konstruksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk perumahan.
Pada saat harga bahan bangunan tersebut meningkat, maka penawaran akan
berkurang karena biaya konstruksi menjadi sangat tinggi dan demikian pula
sebaliknya saat harga bahan bangunan menurun.
3. Teknologi konstruksi pembangunan
Teknologi yang dimaksud yaitu yang berkaitan dengan proses konstruksi
sehingga dapat mempengaruhi biaya produksi dan kualitas produk perumahan
yang dihasilkan.
Universitas Indonesia
Harga
(Dollar per
akre)
Penawaran Tanah
S2
S1 D2
D1
Jumlah Akre
Universitas Indonesia
Harga
S’ DWL
S
A
PS
D
B C
P0
E
D
Q1 Q0 Harga
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
satu langkah dalam Regulatory Impact Analysis (RIA), juga dalam daftar
pertanyaan OECD (Checklist) yang menjadi standar proses penyusunan kebijakan.
Alasan perlu diketahuinya analisa biaya dan mafaat ini yaitu dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pilihan terhadap berbagai
kebijakan untuk tujuan tertentu menjadi semakin banyak. Masyarakat semakin
kritis, tuntutan terhadap rasionalitas sebuah kebijakan semakin tinggi. Instansi
pemerintah perlu meningkatkan kapasitasnya untuk memperbaiki kualitas
kebijakan yang dibuatnya.
Adapun langkah umum dalam melakukan analisis biaya dan manfaat ini
adalah Tentukan point of view. Biaya untuk pihak tertentu bisa menjadi benefit
untuk pihak lain. Sebagai contoh adalah pajak, dimana ditentukan tujuan yang
hendak dicapai kemudian ditentukan pilihan apa saja yang ada untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Ingat selalu mencantumkan do nothing (status quo) /
tidak melaksanakan apapun sebagai salah satu pilihan. Kemudian identifikasi
semua biaya dan manfaat untuk setiap pilihan. Jika tertarik dengan distributional
effect kemudian identifikasi siapa yang menanggung/menerima setiap
biaya/manfaat. Lalu tentukan jangka waktu yang relevan untuk semua biaya dan
manfaat yang teridentifikasi. Hitung nilai setiap biaya dan manfaat. Jika ada yang
bersifat intangible, lakukan kuantifikasi. Hitung present value/PV untuk setiap
biaya dan manfaat. Lakukan analisis apakah total manfaat lebih besar daripada
biaya, atau sebaliknya. Jika tertarik maka dapat melakukan analisis untuk melihat
berapa net benefit yang diterima oleh setiap pihak yang telah diidentifikasi
sebelumnya dengan melakukan analisis sensitivitas. Pada dasarnya jika terdapat
perubahan sebanyak jumlah tertentu, maka bagaimana dan berapa dampaknya.
Kemudian keputusan dapat diambil dan dapat menyusun laporan CBA.
Kemudian dilakukan identifikasi dampak dimana tidak hanya melihat
manfaat dan biaya dari sisi finansial, dan tidak selalu mudah untuk melihat potensi
dampak sebuah kebijakan, juga tidak selalu mudah menilai nilai sebenarnya suatu
potensi dampak. Beberapa teknik menghitung diantaranya.
1. Non-Market Valuation yaitu teknik menghitung manfaat/ biaya komoditas
yang tidak biasa
a. Revealed preference technique terdiri dari;
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Price/
Ton a
b c
2000 Sa’
d e f
1000 Sa
Da
A0 Aa Ton/
Tahun
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
manusia. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur
dipecah ke dalam kelompok-kelompoknya dan kemudian kelompok-kelompok
tersebut diatur menjadi sebuah bentuk hirarki (Bambang P.S Brodjonegoro, 1991).
Analisis biaya manfaat adalah alat tradisional untuk mengalokasikan
sumber daya diantara suatu kegiatan. Metode ini adalah metode untuk mengetahui;
1) memutuskan apakah akan melaksanakan suatu proyek tertentu; 2) memilih
aktifitas yang paling produktif dengan perbandingan manfaat/biaya tertinggi; 3)
memilih proyek yang manfaatnya bisa didistribusikan ke penduduk dengan cara
tertentu; 4) memaksimalkan total manfaat dengan diberikannya batasan seperti
anggaran; 5) Mereview kembali suatu proyek yang sudah ada untuk kemungkinan
pengurangan atau mengalokasikan kembali suatu sumber daya. (Saaty, 1980)
Menggunakan AHP untuk analisis manfaat dan biaya dapat meningkatkan
alat pengambilan yang tradisional ini. Pertama setelah membuat struktur masalah
manfaat dan biaya pada analisis hirarki, kita bisa menggunakan skala dengan
perbandingan yang setara untuk penilaian intangible, faktor-faktor non ekonomi
yang sejauh ini tidak efektif diterapkan ke dalam pembuatan keputusan. Hirarki
juga memungkinkan kita untuk membuat eksplisit, pengorbanan informasi antara
banyak kriteria untuk memilih kebijakan / proyek.
Model AHP adalah suatu model yang mampu menggabungkan faktor-
faktor kuantitatif dan kualitatif juga menggunakan persepsi yang sebenarnya
sebagai input, maka akan sangat sesuai jika analisa manfaat dan biaya coba
dipecahkan dengan model AHP. Manfaat dan biaya merupakan hal yang bertolak
belakang, jadi pemecahan masalah analisis manfaat dan biaya tidak dapat
dilakukan dalam satu hirarki. Sehingga mesti dibuat dua buah hirarki yaitu hirarki
biaya untuk suatu tindakan untuk hal-hal yang bersifat negatif dan hirarki manfaat
suatu tindakan untuk hal-hal yang bersifat positif secara terpisah.
Level pertama dari hirarki ini, sama seperti hirarki lainnya, adalah tujuan
utama atau fokus permasalahan di mana untuk hirarki sisi manfaat ditambahkan
kata manfaat atau segi positif sedangkan sisi biayanya ditambahkan kata biaya atau
sisi negatif. Untuk analisa manfaat biaya yang sederhana, di bawah level pertama
dapat langsung di letakkan level kriteria, akan tetapi untuk analisa manfaat biaya
jangka panjang dapat diletakkan tentang jangka waktu (jangka pendek, menengah
Universitas Indonesia
dan panjang) pada level dua. Level ketiga dari analisa manfaat biaya seperti ini
terdiri dari kriteria-kriteria yang bermanfaat bagi suatu masalah (untuk hirarki
manfaat) atau kriteria-kriteria yang merugikan bagi suatu masalah (untuk hirarki
biaya). Hubungan antara level dua dan tiga di sini dapat berupa hubungan timbal
balik karena keduanya memang dapat saling mempengaruhi (Bambang P.S
Brodjonegoro, 1991).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
simulasi kebijakan ketiga yaitu kerjasama swasta dan pemerintah memberikan nilai
manfaat yang lebih baik atau layak ditunjukkan dengan NPV dan BCR yang
mempunyai kelayakan.
Penelitian yang berkaitan dengan regulasi tentang perumahan antara lain
yang dilakukan oleh Schill, Michael H (2005) tentang Regulations and Housing
Development: What We Know. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa hambatan
dari kebijakan pemerintah terhadap perumahan terkadang berdampak pada
penurunan supply perumahan.
Selanjutnya penelitian di malaysia yang dilakukan oleh Malfezzi, Stephen
dan Mayo, Stephen K (1997) tentang Getting Housing Incentive Right: A Case
Study of the Effect of Regulation, Taxes, and Subsidies on Housing Supply in
Malaysia. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa dampak biaya dari regulasi dan
pembatasan harga jauh lebih besar dari manfaat subidi dan pembebasan regulasi.
Setelah dibandingkan antara negara-negara seperti Amerika, Thailand dan Korea
maka negara dengan peraturan yang lebih ketat relatif memiliki persediaan rumah
yang inelastis.
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu
No Penulis Judul Tesis/ Jurnal Metodologi Hasil
1 Olivia (2013) Dampak Pembangunan RIA Peraturan Kebijakan
Jalan Tol Lingkar Luar dapat dilakanakan
Bogor Dalam Mengurai dengan berbagai
Kepadatan Lalu Lintas rekomendasi dalam
Di Kawasan Pusat Kota memperkuat
Bogor pelaksanaan
2 Christianti Evalusi Atas Kebijakan RIA Alternatif yang
(2010) AMDAL Dalam Dengan sebaiknya dilakukan
Pembangunan Tata kuisoner dan adalah alternatif
Ruang Kota Surakarta Checklist kedua dan ketiga
yaitu pembangunan
jalan lingkar luar
bogor (Jalan Tol
Bogor Ring Road)
dan pembangunan
jalan lingkar dalam
Bogor (Bogor Inner
Ring Road)
3 Ellyza (2014) Evaluasi Kebijakan RIA Alternatif kebijakan
Pembangunan terbaik yaitu
Pembangkit Listrik melakukan kerjasama
Tenaga Hibrid (Tenaga dengan pihak swasta
dalam hal ini adalah
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
40 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
atau mereviu peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku atau yang akan
disusun, diharapkan dapat menghasilkan peraturan perundangan-undangan yang
lebih baik (Bappenas, 2008).
Pada tahun 2008, pada saat berlakunya UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, masih banyak peraturan yang tidak
disertai dengan naskah akademik sebagai dasar pembentukannya. Sebagian
peraturan telah dilengkapi dengan kajian, namun masih terbatas pada kajian
hukum yang belum memperhitungkan dampak peraturan perundang-undangan
yang akan dibentuk. Melalui pendekatan RIA, kajian hukum yang sudah
dilakukan tersebut dapat dilengkapi dengan analisa biaya manfaat yang akan
memperlihatkan dampak diberlakukannya peraturan perundang-undangan kepada
stakeholder terkait.
Dengan metode RIA, peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
memiliki alasan dan telah memperhatikan alternatif-alternatif yang ada, termasuk
alternatif non peraturan perundang-undangan dan mempertimbangkan manfaat
dan biaya dari peraturan perundang-undangan. Masyarakat (stakeholder) yang
terkait dengan peraturan perundang-undangan tersebut, juga dilibatkan dalam
proses RIA. Sehingga peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak
merugikan masyarakat (Bappenas, 2008).
RIA telah diterapkan oleh pemerintah di banyak negara, khususnya
negara-negara maju yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Ekonomi dan
Pembangunan (OECD) sejak dekade 1980-an. Di Indonesia sendiri, prakarsa RIA
diperkenalkan pertama kali oleh lembaga donor ADB pada awal tahun 2000 yaitu
melalui penyusunan manual RIA yang pertama. Disusul kemudian dengan
kegiatan sosialisasi dan pelatihan di berbagai departemen dan kementerian pada
tahun 2003. Sejak tahun 2004, lembaga-lembaga seperti Asia Foundation, GTZ,
dan Swisscontact telah melakukan pendampingan teknis RIA yang lebih intensif
kepada Pemerintah.
Universitas Indonesia
Konsultasi Stakeholder
Konsultasi antar lembaga pemerintahan
Metode RIAmencakup beberapa
Konsultasi publik langkah sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Bagian masalah mana yang ingin diselesaikan, dan apa tujuan yang
hendak dicapai?
c. Siapa pelaku utamanya, dan perilaku apa yang hendak kita kehendaki?
d. Apa faktor yang mendorong dan menghambat?
2. Menggunakan Pohon Tujuan
Penyusunan pohon tujuan adalah untuk mengatasi permasalahan yang telah
dirumuskan dalam pohon permasalahan. Prosedur penyusunan pohon tujuan
adalah dengan cara mengubah permasalahan menjadi tujuan untuk mengatasi
masalah, agar masalah dapat diaasi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pilih indikator untuk mengukur biaya dari tahun ke tahun selama rentang
waktu yang ditentukan.
d. Menetapkan data dasar untuk perbandingan (baseline)
Perkirakan apa yang akan terjadi terhadap berbagai indikator yang
digunakan, seandainya peraturan perundang-undangan tidak diterapkan
(keadaan status quo). Perkiraan ini akan menjadi dasar perbandingan
untuk melihat pengaruh ditetapkannya suatu peraturan perundang-
undangan. Dalam banyak kasus, keadaan sebelum ditetapkannya
peraturan perundang-undangan dapat digunakan sebagai baseline.
e. Memperkirakan apa yang akan terjadi
Prediksi bagaimana masing-masing indikator akan berubah dengan
berjalannya waktu jika peraturan perundang-undangan diterapkan.
f. Menerjemahkan ke dalam unit yang sama
Usahakan semaksimal mungkin untuk mengkonversi beberapa atau
seluruh indikator biaya yang digunakan ke dalam unit yang sama,
sehingga dapat dibandingkan.
g. Meringkas hasil yang diperoleh untuk masing-masing alternatif
Sebutkan biaya yang ditanggung, oleh siapa, kapan, dan bagaimana jika
dibandingkan dengan baseline.
3. Biaya bagi Konsumen, Produsen, dan Pemerintah
Secara umum, biaya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu biaya
bagi konsumen, produsen (dunia usaha), dan pemerintah.
a. Biaya bagi konsumen
Banyak peraturan perundang-undangan yang mempengaruhi harga,
kualitas atau ketersediaan barang bagi konsumen.
b. Biaya bagi produsen (dunia usaha)
Suatu peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dapat berpengaruh,
baik secara langsung maupun tidak langsung, pada kemampuan
perusahaan untuk tetap beroperasi, membuat perencanaan, dan tumbuh.
c. Biaya bagi Pemerintah
Banyak alternatif peraturan perundang-undangan yang harus menuntut
Pemerintah mengalokasikan dana untuk mengimplementasikan peraturan
Universitas Indonesia
3.2.3.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Analisa Biaya dan Manfaat
Metode analisis data Analytical Hierarchy Process untuk analisa manfaat
dan biaya dengan analisis program Expert Choice yang merupakan Sofware
komputer untuk menentukan pilihan-pilihan dalam pengambilan keputusan
dengan multikriteria yang berdasarkan metodologi pengambilan keputusan yang
dikembangkan oleh Saaty. Pendekatan AHP untuk analisa biaya dan manfaat
sama pendekatannya yaitu bertujuan untuk mendapatkan alokasi yang optimal
dari pemanfaatan suatu sumberdaya / proyek. Pada analisa biaya dan manfaat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
betul mengenai kebijakan Pemerintah Kota Depok terutama Perda Kota Depok
Nomor 13 Tahun 2013 tentang Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan, dimana
Pasal 97 huruf (b) menyatakan Rencana Tapak/Site plan mempunyai kriteria luas
minimal setiap kavling/unit perumahan minimal 120 meter persegi.
Langkah awal dari penyusunan kuisioner pada metode AHP untuk analisia
biaya dan manfaat adalah penyusunan hirarki, Penyusunan hirarki dibagi menjadi
dua yaitu hirarki dari sisi manfaat dan hirarki dari sisi biaya. Berikut adalah
penyusunan hirarki:
Manfaat
- Level Pertama (goal) : Untuk Hirarki manfaat : Manfaat kebijakan syarat
setiap luas kavling perumahan 120 m2
- Level Kedua : Kriteria-kriteria manfaat ekonomi, sosial, lingkungan
- Level ketiga : Hal-hal yang ada kaitannya dengan kriteria pada level kedua.
Manfaat yaitu untuk manfaat ekonomi ;
1. Pendapatan Investor Besar
2. PAD melalui PBB dan BPHTB
Sedangkan untuk manfaat Sosial antara lain;
1. Laju Migrasi dan Kepadatan Penduduk
2. Kelancaran Lalu Lintas
Serta untuk Lingkungan yaitu;
1. Ruang Terbuka Hijau
2. Daya Dukung Perkotaan
3. Tata Kota
- Level keempat : Alternatif tindakan/kebijakan yang diambil pemerintah
Biaya
- Level pertama (goal): Manfaat kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan
120 m2.
- Level Kedua : Kritria-kriteria biaya ekonomi, sosial, dan lingkungan
- Level ketiga: Hal-hal yang ada kaitannya dengan kriteria pada level kedua.
Biaya yaitu untuk biaya ekonomi ;
1. Pendapatan Investor Menengah Kebawah
2. Biaya Produksi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kepadatan
Penerimaan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Investor Besar
Tata Kota
Penduduk
Universitas Indonesia
Backlog Perumahan
Kesenjangan Sosial
Biaya Produksi
Pendapatan
tata ruang
Kebawah
Universitas Indonesia
Setelah itu hirarki yang telah dibuat akan dibandingkan antara dua elemen
di suatu tingkat tertentu berkaitan dengan tingkat atasnya. Seluruh
perbandingannya adalah bagian dari kuisioner yang akan diisi oleh para
responden.
Prinsip comparative judgement diberlakukan di sini, hirarki tersebut akan
akan dilakukan perbandingan antara dua elemen pada suatu tingkat tertentu yang
dikaitkan dengan hal di atasnya. Untuk pemilihan responden adalah ahli yang
merupakan orang-orang berkaitan langsung dengan kebijakan persyaratan
minimal luas lahan setiap kavling/unit perumahan 120 meter persegi, antara lain :
1. Pihak Pemerintah Kota Depok, terdiri dari ; a). Dinas Tata Ruang dan
Permukiman Kota Depok, b). Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPMP2T) Kota Depok, dan c). Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Kota Depok.
2. Pihak Ahli yang mengetahui tentang kebijakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 meter persegi, terdiri dari : a). Asosiasi Pengembang
Perumahan Seluruh Indonesia (APERSI), b). Real Estate Indonesia (REI), c).
Akademisi karena dianggap mengetahui secara teoritis tentang kebijakan
terkait perumahan di wilayah perkotaan, sehingga mengetahui mengetahui
dampak manfaat terbesar, d) Tokoh masyarakat, karena dianggap mengetahui
kondisi masyarakat kota depok dan dampak kebijakan perumahan yang
ditetapkan pemerintah Kota Depok terhadap masyarakat.
3. Pihak pengembang (developer) perumahan di Kota Depok, karena dianggap
sebagai pihak yang terkena dampak kebijakan perumahan di Kota Depok
Responden akan menterjemahkan yang ada kedalam nilai berdasarkan
pandangan masing-masing responden tersebut. Berikut adalah salah satu contoh
perbandingan yang akan diisi oleh responden:
- Berkaitan dengan manfaat kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120
meter persegi, maka manakah yang memberikan manfaat terbesar?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Ekonomi Sosial
Ekonomi Lingkungan
Sosial Lingkungan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.1.2 Pemerintahan
Berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tanggal 16 Mei 1994 Nomor
135/SK.DPRD/03/1994 tentang Persetujuan Pembentukan Kotamadya Daerah
Tingkat II Depok dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
62 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.1.3 Penduduk
Berdasarkan proyeksi BPS, Kota Depok pada Tahun 2013 dihuni oleh
1.962.160 jiwa, dengan seks ratio penduduk laki-laki terhadap perempuan sebesar
101,89. Laju pertumbuhan penduduk Tahun 2013 diperkirakan sebesar 3,34 persen,
menurun apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (4,32 persen).
Pertumbuhan penduduk yang demikian tinggi ini dipengaruhi oleh tingginya
arus migrasi yang masuk ke Kota Depok, mengingat Kota Depok dinilai sebagai
daerah yang sangat strategis dilihat dari seluruh fungsi kota, terutama jasa,
perdagangan dan permukiman. Dari sisi kepadatan penduduk, kepadatan rata-rata
Kota Depok Tahun 2013 mencapai 9.797 ribu jiwa/km persegi dengan kecamatan
terpadat adalah Kecamatan Sukmajaya (14.531 ribu jiwa/km persegi) disusul
Kecamatan Beji (13.093 ribu jiwa/km persegi) dan Pancoran Mas (13.043 ribu
jiwa/km persegi). Sedangkan kepadatan terendah adalah di Kecamatan Sawangan
(5.385 ribu jiwa/km persegi) dan Bojongsari ( 6.330 ribu jiwa/km persegi).
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kecamatan di Kota Depok, 2013
Universitas Indonesia
Gambar 4.2. IPM Kota Depok dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013
Sumber : Bappeda Kota Depok (2014)
Universitas Indonesia
Bila melihat Grafik 4.1, terlihat bahwa nilai IPM Kota Depok mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dari waktu ke waktu. Nilai IPM Kota Depok
yang pada tahun 2008 sekitar 78,22 meningkat menjadi 80,02 pada tahun 2013.
Nilai pada tahun 2013 tersebut terbilang cukup tinggi, baik dalam konteks
Provinsi Jawa Barat maupun secara nasional.
Kemiskinan
Tingkat Kemiskinan di Kota Depok dilihat dari persentase penduduk
diatas garis kemiskinan dihitung dengan menggunakan formula (100 – angka
kemiskinan) persen. Angka kemiskinan adalah persentase penduduk yang masuk
kategori miskin terhadap jumlah penduduk. Penduduk miskin dihitung
berdasarkan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah nilai rupiah pengeluaran
per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan-kebutuhan
konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh individu untuk hidup
layak.
Berdasarkan data kemiskinan perekonomian Kota Depok tahun 2008-
2012, tingkat kemiskinan Kota Depok di tahun 2011 sebesar 2,75 persen dan
tahun 2012 sebesar 2,46 persen berada jauh dibawah tingkat kemiskinan nasional
(13,33 persen) maupun provinsi Jawa Barat (10,93 persen). Artinya penduduk
diatas garis kemiskinan pada tahun 2012 mencapai 97,54 persen.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
cukup signifikan. Menurunnya peran sektor primer juga dapat dijelaskan dengan
data menurunnya luas lahan pertanian yang ada di Kota Depok karena alih fungsi
penggunaannya menjadi non pertanian (terutama untuk perumahan).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Baru, Stasiun Depok Lama, Stasiun Citayam, Stasiun Pondok Cina dan Stasiun
UI.
Pola jaringan Kereta Api terkait dengan pola jaringan Kerata api yang
melintas wilayah Kota Depok merupakan bagian dari wilayah kerja Kereta Api
DAOP I Jakarta. Berdasarkan data DAOP I Jakarta (1 Juli 2008) disebutkan
bahwa Jaringan Rel Kereta Api yang melintas Kota Depok tersebut melayani
angkutan KRL Jabodetabek yang berhenti di stasiun-stasiun Kota Depok, dengan
total perjalanan adalah sebanyak 256 perjalanan/ hari (diluar perjalanan KA
dari/ke Depo Depok di Ratu Jaya Citayam).
Wilayah Kota Depok berada di antara pusat-pusat regional dan nasional,
yaitu Bandung dan Jakarta sehingga Kota Depok menjadi perlintasan sistem
transportasi regional. Data tahun 2013/2014 menunjukkan bahwa kota Depok
memiliki Jalan Nasional sepanjang 36,250 Km, Jalan Provinsi sepanjang 17,750
Km dan Jalan Kota sepanjang 476,150 Km.
Tabel 4.3. Kondisi Jalan di Kota Depok Tahun 2013
Status Jalan (Km)
Keadaan Jalan Jalan Jalan Jalan
Negara Provinsi Kab/Kota
Jenis Permukaan
Diaspal 36.25 17.75 117.35
Kerikil - - -
Tanah - - -
Lainnya (Rigid - - 358.80
Pavement)
Perkerasan Kaku/Beton - - -
JUMLAH I 36.25 17.75 476.15
Kondisi Jalan
Baik 36.25 17.75 392.56
Sedang - - -
Rusak - - 83.59
Rusak Berat - - -
JUMLAH II 36.25 17.75 476.15
Kelas Jalan
Kelas I 36.25 - -
Kelas II - 17.75 -
Kelas IIIa - - 78.62
Kelas IIIb - - 397.53
Kelas IIIc - - -
Kelas tidak dirinci - - -
JUMLAH III 36.25 17.75 476.15
Sumber : Kota Depok Dalam Angka 2013/2014
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
unit hunian untuk keluarga tunggal dengan peletakan bangunan renggang, dan
juga tidak ditata secara rapat.
2. Rumah deret adalah rumah dengan bangunan yang diperbolehkan rapat
dengan batas perpetakan atau batas pekarangan pada sisi samping
3. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat memiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Penyelenggaraan rumah susun
juga bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan perumahan yang
layak dan terjangkau, terutama bagi MBR. Saat ini di Kota Depok telah
terdapat rumah susun sewa (Rusunawa), terletak di Kampung Banjar Pucung,
Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Tapos. Rusunawa tersebut diperuntukkan
bagi para buruh ataupun anggota TNI, Polri, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dengan golongan yang rendah. Biaya sewa bervariasi antara Rp 175,000.00 –
Rp 250,000.00. Selain itu juga telah dibangun Rusunawa di lingkungan
Markas Komando Brimob Kelapa Dua sebanyak 78 twin blok rusunawa,
nantinya diharapkan dapat menampung sekitar 5.000 prajurit.
4. Kasiba Lisiba
Berdasarkan Permenpera Nomor 32 tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis
Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri,
lokasi Kawasan Siap Bangun (Kasiba) yang akan ditetapkan mencakup lokasi
yang belum terbangun mampu menampung sekurang-kurangnya 3.000 (tiga
ribu) unit rumah, sedangkan lokasi Kasiba bagi tanah yang sudah ada
permukimannya merupakan integrasi antara pembangunan baru dan yang
sudah ada sehingga seluruhnya menampung sekurang-kurangnya 3.000 (tiga
ribu) unit rumah. Lokasi lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri (Lisiba
BS) yang akan ditetapkan mencakup lokasi yang belum terbangun yang
mampu menampung sekurang-kurangnya 1.000 unit rumah, sedangkan lokasi
Lisiba BS bagi tanah yang sudah ada permukimannya merupakan integrasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Luas (Ha)
No Kecamatan %
Perumahan
Administrasi
Formal
7 Kec. Limo 343.39 1,185.21 28.97
8 Kec. Pancoran Mas 583.21 1,803.74 32.33
9 Kec. Sawangan 481.45 2,618.38 18.39
10 Kec. Sukmajaya 666.07 1,735.35 38.38
11 Kec. Tapos 371.56 3,324.03 11.18
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
persen, hal ini masih menjadi kendala di Kota Depok. Pencapaian kinerja RTH di
Kota Depok sampai dengan Tahun 2013 baru mencapai 9,05 persen RTH publik
dan 6,27 persen RTH privat. Perlu upaya keras dan komitmen yang tinggi untuk
dapat mewujudkan RTH publik mencapai 20 persen di Kota Depok. Pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok tahun
2011-2016 mengamanatkan membangun 2 lokasi RTH per tahun dan
pelaksanaannya seringkali terkendala dengan pembebasan lahan. Oleh karena itu,
pemerintah daerah perlu mendorong peran serta masyarakat dalam gerakan
penghijauan di lingkungan masing-masing yang dapat diintegrasikan dengan
gerakan pengelolaan sampah, serta mendorong sektor swasta khususnya di bidang
perumahan untuk berkontribusi dalam pengembangan RTH.
Selain itu dalam pengawasan dan pengendalian pemanfataan ruang terkait
penggunaan lahan untuk bangunan Pemerintah Kota Depok juga membuat
kebijakan melalui Perda Nomor 13 Tahun 2013 tentang Bangunan dan Izin
Mendirikan Bangunan. Tujuan utama Perda ini dibuat antara lain sesuai dengan
Perda Nomor 13 Tahun 2013 Pasal 2 ayat (2) yang menyebutkan bahwa Peraturan
daerah ini dibuat dengan tujuan :
a. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata
bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin
keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan;
c. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung;
d. Memberikan pedoman bagi Pemerintah Kota dalam penerbitan Izin
Mendirikan Bangunan;
e. Memberikan pedoman bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan
bangunan.
Universitas Indonesia
Perda Nomor 13 Tahun 2013 ini merupakan instrumen kebijakan Pemerintah Kota
Depok dalam perwujudan pembangunan perumahan dan permukiman
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, tujuan dari kebijakan ini antara lain
(okezone.com, 2013):
1. Mempertahankan dan Meningkatkan Ketersedian Ruang Terbuka Hijau
(RTH);
2. Menahan Laju Migrasi dan Kepadatan Penduduk (Urbanisasi) di Kota Depok;
3. Mengatasi masalah kemacetan dan bencana banjir.
Dalam implementasinya Perda Kota Depok Nomor 13 Tahun 2013
terutama Pasal 97 huruf (b) tentang Persyaratan minimal luas lahan setiap kavling/
unit perumahan 120 meter persegi memicu kontra di dalam masyarakat, seperti
antara lain:
1. Surat dari PT. Dinamika Alam Sejahtera (DAS) nomor 416/DIR-
DAS/VI/2014 tanggal 11 Juni 2014 yang ditujukan kepada bapak Walikota
Depok. Bahwa dengan diberlakukannya kebijakan tersebut mempengaruhi
harga rumah yang semakin mahal, sehingga mempengaruhi penjualan
perumahan PT. DAS;
2. Pengembang mengalami kerugian akibat anjloknya penjualan rumah sebesar
20-30 persen. Sementara bagi konsumen, terutama MBR, jelas tidak dapat
mengakses rumah karena harganya yang tinggi (kompas.com, 2013);
3. Surat dari REI Komisariat Bogor Raya dan sekitarnya (termasuk Kota Depok)
Nomor 01./Per ER.Per, 13/IX/2014 perihal permohonan eksekutif review atas
pasal Perda Nomor 13 Tahun 2013 tentang Bangunan dan Izin Mendirikan
Bangunan. Bahwa ketentuan Pasal 97 huruf (b) bertentangan dengan
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 014/PUU/IX/2012, serta
bertentangan dengan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera)
Nomor 7 tahun 2012 tentang Perubahan Permenpera Nomor 10 tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan
Hunian Berimbang;
4. Surat oleh Bapak Rivalino Alberto Rugebregt, SH Nomor 01./Per.Kaj.Perd,
13/X/2014 tanggal 7 november 2014 perihal Permohonan Kajian Pelanggaran
Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Perda Kota Depok
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
89 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dan Harga Bangunan Rp. 2.500.000/ m2, dengan data ini maka kita dapat
menghitung perkiraan biaya bangunan yang dibutuhkan untuk membangun
rumah tersebut seperti dalam tabel di bawah ini. (simulasikredit.com, 2015).
Tabel 5.1 Simulasi RAB Rumah Dengan Tipe 54
dan Lahan Seluas 120 M2
Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp)
Jadi angsuran per bulan untuk rumah tipe 54 dengan harga Rp. 315 Juta
sebesar 3,471 Juta per bulan. Apabila ketentuan pengajuan KPR adalah 30
persen dari penghasilan maka Rp 3,471 Juta merupakan 30 persen dari total
penghasilan, dengan kata lain masyarakat yang mengajukan kredit perumahan
dengan harga tersebut adalah masyarakat yang berpenghasilan minimal Rp. 12
Juta/bulan. Sedangkan masyarakat Kota Depok tidak semuanya mempunyai
penghasilan diatas 10 Juta Rupiah. Menurut data PDRB perkapita Kota Depok
yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2012 Rp
4,055,466,00, hal ini menunjukkan bahwa tidak semua penduduk atau
masyarakat Kota Depok yang dapat menjangkau harga rumah dengan
ketentuan kavling 120 meter persegi.
2. Sesuai dengan wawancara dengan Ketua Forum Pengembang Kota Depok
(FPKD) dan sekaligus pengembang salah satu perumahan di Kota Depok yaitu
Universitas Indonesia
Bapak Safari maka masalah yang muncul dari pemberlakuan ketentuan Pasal
97 huruf (b) antara lain bagi pengembang perumahan di Kota Depok
mendapatkan kesulitan dalam melakukan usaha terutama di daerah terpencil.
Misal dengan harga rumah mencapai 500 Juta, penjualan akan mengalami
kesulitan karena untuk daerah-daerah terpencil segmentasi pasar masih di
kisaran harga Rp. 250 Juta kebawah, akibatnya pengembang kesulitan dalam
menjual rumah dengan harga Rp. 500 Juta. Dampak lain, perputaran uang
menjadi overheat karena biaya tetap atau operasional kantor pengembang
harus terus ditanggung sementara penjualan rumah dengan harga relatif lebih
mahal menjadi lebih lama. Pengembang dalam hal ini akan berpotensi
kehilangan peluang bisnis akibat waktu pemasaran yang menjadi lama, potensi
kehilangan keuntungan yang akan datang karena modal tidak cepat kembali
(BEP) sehingga untuk memulai proyek perumahan baru menjadi terhambat.
3. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sesuai dengan surat dari bapak
Rivalino Alberto Rugrebet, SH nomor. 01./Per.Kaj, 13/X/2014 tanggal 7
november 2014 perihal Permohonan Kajian Pelanggaran Dugaan Pelanggaran
Hak Asasi Manusia dalam Perda Kota Depok Nomor 13 Tahun 2013 tentang
Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan.
Dalam surat diatas menyatakan bahwa Perda Nomor 13 Tahun 2013 tentang
Bangunan dan IMB. Pasal 97 huruf (b) terindikasi melanggar Hak Asasi
Manusia yaitu dikarenakan pasal ini membatasi hak seseorang untuk dapat
memiliki rumah, sedangkan dalam Pasal 40 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, berbunyi: “Setiap orang berhak bertempat tinggal dan
berkehidupan yang layak”, jelas dengan adanya pembatasan luas kavling
minimal 120 meter, telah merampas hak masyarakat berpenghasilan rendah di
Kota Depok untuk memiliki rumah, dikarenakan harga tanah yang sangat
tinggi di Kota Depok, sehingga kesempatan masyarakat untuk memiliki rumah
tinggal yang layak serta terjangkau akan hilang, dikarenakan rendahnya daya
beli masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam pelaksanaan kebijakan terkait penataan ruang terutama perumahan
di wilayah perkotaan memang akan sering berhadapan dengan trade-off antara
kebutuhan perumahan dan lingkungan. Menurut Murbaintoro (2009)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
PAD melalui PBB dan BPHTB mendapatkan bobot tertinggi yaitu 0.422
yang menjelaskan persepsi responden bahwa dengan adanya kebijakan
tersebut maka potensi daerah kehilangan penerimaan asli daerah (PAD)
melalui PBB dan BPHTB. Sesuai data yang di dapatkan dari BPMP2T
periode tahun 2013-2014 yaitu kondisi sebelum dan sesudah kebijakan ini
diberlakukan seperti pada Grafik dibawah ini.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sudah dibangun akan mengalami kesulitan dalam penjualan. Hal ini akan
menghilangkan potensi PAD melalui PBB dan BPHTB.
Dampak negatif terbesar lainnya yaitu pendapatan investor menengah
kebawah, artinya investor dengan modal kecil akan kesulitan dalam hal penjualan
seperti dijelaskan diatas apabila diasumsikan pengembang perumahan di Kota
Depok mampu membangun perumahan sesuai ketentuan, namun dari sisi
penjualan akan lebih susah karena menurut wawancara dengan beberapa
pengembang di Kota Depok menjual rumah dengan tipe kecil relatif lebih mudah
dari pada menjual rumah dengan tipe besar.
Untuk dampak biaya terbesar kategori sosial, kesenjangan sosial
dianggap dampak terbesar. Arti dari meningkatnya kesenjangan sosial disini
berkaitan dengan harga jual rumah di Kota Depok yang semakin mahal sehingga
masyarakat yang mampun memiliki rumah merupakan masyarakat yang mampu,
sedangkan untuk MBR akses memiliki rumah akan semakin sulit. Hal ini akan
menimbulkan kesenjangan antara masyarakat Kota Depok yang sudah memiliki
rumah dan yang belum memiliki rumah. Dampak biaya/negatif lainnya yang
cukup penting/besar adalah backlog perumahan. Daya beli masyarakat Kota
Depok yang menurun terhadap harga rumah yang semakin mahal menyebabkan
MBR semakin sulit untuk mendapatkan rumah. Padahal kebutuhan masyarakat
Kota Depok sampai tahun 2011 mencapai 102,980 unit perumahan, apabila
ketersediaan rumah yang ada di Kota Depok merupakan rumah tipe 50/120
dengan harga diatas Rp. 300 Juta maka backlog perumahan terutama untuk
kelompok MBR tidak dapat dipenuhi.
Kesemrawutan tata kota tampaknya bukan masalah lingkungan paling
serius dari adanya kebijakan luas setiap kavling/unit perumahan 120 meter persegi
melainkan lahan untuk perumahan. Artinya lahan untuk perumahan akan semakin
berkurang dari tahun ke tahun namun dengan harganya yang semakin tinggi akan
mendorong masyarakat Kota Depok dalam kelompok MBR untuk migrasi ke luar
Kota Depok.
Dari hasil hirarki manfaat menunjukkan bahwa responden merasakan
manfaat dampak dari kebijakan persyaratan luas setiap kavling/unit perumahan
120 meter persegi lebih secara lingkungan terutama dapat mempertahankan dan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
perumahan 120 meter persegi maka langkah berikut, dan yang paling penting
adalah meniadakan persyaratan/ketentuan luas lahan minimal setiap kavling/unit
perumahan 120 meter persegi yang paling tepat untuk di pertimbangkan menjadi
alternatif kebijakan terbaik. Alternatif kebijakan do nothing with improvement
mendapatkan prioritas tertinggi untuk hirarki manfaat, begitu juga untuk hirarki
dari sisi biaya do nothing with improvement mendapatkan prioritas tertinggi di sisi
biaya. Artinya memang implementasi dari kebijakan tersebut dapat memberikan
manfaat terbesar namun sekaligus juga menyebabkan biaya yang besar apabila
kebijakan tersebut tetap dilaksanakan. Agar tidak menimbulkan kebingungan
maka dilakukan rasio antara biaya dan manfaat. Dari hasil rasio maka alternatif
kebijakan yang dipilih adalah meniadakan/menghapus persyaratan luas lahan
setiap kavling/unit perumahan 120 meter persegi sebagai alternatif terbaik dalam
mengantisipasi dampak biaya dan manfaat di masa yang akan datang. Hal ini
dikarenakan walapun dampak manfaat alternatif 2 yaitu meniadakan/menghapus
kebijakan persyaratan luas lahan tersebut bukan menjadi prioritas tertinggi namun
dampak biaya yang ditimbulkan dari pilihan alternatif 2 ini juga lebih kecil dari
dampak biaya yang ditimbulkan alternatif 1. Artinya dampak manfaat dari
alternatif 1 sekaligus juga menyebabkan dampak biaya terbesar, sedangkan
alternatif 2 walaupun dampak manfaat tidak sebesar alternatif 1 namun dampak
biayanya juga kecil sehingga karena rasio manfaat masih lebih besar dari biaya
menyebabkan alternatif 1 menjadi alternatif kebijakan terbaik sebagai solusi
dalam mengatasi permasalahan.
Berikut rekapitulasi hasil pengolahan biaya dan manfaat persepsi
responden dengan hasil seperti pada Tabel 5.5 dan 5.6 berikut;
Tabel 5.5 Rekapitulasi Hasil Pengolahan Biaya dan Persepsi Responden
terhadap Kebijakan Syarat Luas Setiap Kavling Perumahan 120 m2
No Komponen Alternatif Kebijakan Bobot Prioritas
Peruntukan
1 Do nothing with improvement 0,617 1
2 Meniadakan ketentuan 0,383 2
Komponen Aspek
1 Ekonomi 0,601 1
2 Sosial 0,230 2
3 Lingkungan 0,169 3
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 5.7 Hasil Analisis Metode AHP dengan Model CBA dalam penentuan
alternatif kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2
Analitical Hierarchy Process B/C
No Prioritas Kebijakan
Benefit Cost Ratio
1 Do nothing with improvement 0.522 0.617 0.846
2 Meniadakan ketentuan 0.478 0.383 1.248
Sumber: Pengolahan Data Primer Program Expert Choice 2000
Jika kita melihat pada tabel tersebut maka dapat disimpulkan dari hasil
analisis AHP untuk manfaat dan biaya kebijakan prioritas kebijakan persyaratan
setiap luas kavling/unit perumahan 120 m2 alternatif yang lebih baik adalah
dengan meniadakan/menghapus persyaratan setiap luas kavling/unit perumahan
120 m2 dengan nilai B/C terbesar adalah 1.248, yaitu dengan hasil ini
menghasilkan skenario optimal karena B/C > 1. Sedangkan alternatif do nothing
with improvement memberikan nilai manfaat yang lebih kecil dengan
perbandingan B/C sebesar 0,846, dan karena B/C < 1 maka alternatif kebijakan do
nothing with improvement tidak menjadi prioritas.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kajian terhadap Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 13 Tahun 2013 tentang
Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan
I. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H
ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Perumahan dan pemukiman merupakan aspek penting dalam analisis ekonomi
wilayah dan perkotaan (Sjafrizal, 2012). Alasannya, karena perumahan dan
pemukiman merupakan salah satu kegiatan utama dalam kegiatan ekonomi wilayah
perkotaan. Sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menegaskan bahwa rumah adalah salah
satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka peningkatan dan pemerataan
kesejahteraan rakyat.
Kota Depok merupakan salah satu daerah kawasan strategis nasional di Indonesia
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Kota Depok merupakan kota
yang terletak di provinsi Jawa Barat dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk Kota Depok
pada tahun 2013 adalah sebesar 1,96 juta jiwa. Hal ini menjadi salah satu faktor
peningkatan permintaan terhadap perumahan dan pemukiman di Kota Depok.
Melalui Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok Nomor 13 Tahun 2013 tentang
Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan, Pemerintah Kota Depok berusaha
menyelesaikan persoalan dalam penggunaan lahan dengan motif meningkatkan
luasan RTH dan penyelamatan lingkungan. Aturan tersebut bertujuan untuk
menyelamatkan RTH serta menyelamatkan Kota Depok dari serbuan warga
pendatang atau urbanisasi (okezone.com, 2013).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa alternatif kebijakan Do nothing with
improvement (alternatif 1) memberikan dampak biaya terbesar daripada alternatif
kebijakan meniadakan/menghapus/mencabut ketentuan persyaratan luas minimal
setiap kavling/unit perumahan 120 meter persegi (alternatif 2) dengan bobot alternatif
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3 Lingkungan
Ruang Terbuka Hijau 0,401 1
Daya Dukung Perkotaan 0,221 3
Tata Kota 0,378 2
Sumber: Pengolahan Data Primer dengan Software Expert Choice 2000
Dari tabel diatas terlihat yang memberikan dampak manfaat terbesar kebijakan
persyaratan luas minimal setiap kavling/unit perumahan 120 meter persegi adalah
alternatif 1 (Do nothing with improvement) dengan bobot 0.522 dibandingkan dengan
alternatif 2 (meniadakan/menghapus/mencabut ketentuan persyaratan luas minimal
setiap kavling/unit perumahan 120 meter persegi) dengan bobot 0.478. Kategori
lingkungan merupakan kategori yang mendapatkan dampak manfaat terbesar dengan
bobot 0.388 selanjutnya diikuti dengan kategori sosial kemudian kategori ekonomi.
hal ini menjelaskan bahwa implementasi dari kebijakan ini bertujuan untuk
pengendalian lingkungan terutama RTH di Kota Depok. Hal ini sesuai dengan hasil
isian hirarki kategori lingkungan untuk kriteria RTH yang mendapatkan bobot 0.401,
yang merupakan prioritas pertama dibandingkan dengan kriteria tata kota dan kriteria
daya dukung perkotaan dengan bobot masing-masing 0.378 dan 0.221. Pada aspek
sosial kriteria yang mendapatkan penilaian dampak manfaat terbesar adalah laju
migrasi dan kepadatan penduduk dengan bobot 0.503 selanjutnya diikuti kelancaran
lalu lintas dengan bobot 0.497. Artinya manfaat implementasi kategori sosial dari
kebijakan kavling 120 meter persegi ini diharapkan dapat menahan laju migrasi dan
kepadatan penduduk di Kota Depok. Pada kategori ekonomi kriteria pendapatan
investor besar dimana mendapatkan bobot 0.686 diikuti dengan kriteria PAD melalui
PBB dan BPHTB dengan bobot 0.314. Hal ini menunjukkan bahwa untuk kategori
ekonomi peningkatan pendapatan investor besar dianggap yang mendapatkan dampak
manfaat terbesar dibandingkan dengan peningkatan PAD.
Universitas Indonesia
Tabel Hasil Analisis Metode AHP dengan Model CBA dalam penentuan
alternatif kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2
Analitical Hierarchy Process B/C
No Prioritas Kebijakan
Benefit Cost Ratio
1 Do nothing with improvement 0.522 0.617 0.846
2 Meniadakan ketentuan 0.478 0.383 1.248
Sumber: Pengolahan Data Primer Program Expert Choice 2000
Jika kita melihat pada tabel tersebut didapatkan hasil analisis AHP untuk manfaat dan
biaya didapatkan bahwa prioritas alternatif kebijakan
meniadakan/menghapus/menhapus ketentuan persyaratan luas minimal setiap
kavling/unit perumahan 120 meter persegi dengan nilai B/C terbesar adalah 1.248,
dengan hasil ini menghasilkan skenario optimal karena B/C > 1. Sedangkan alternatif
kebijakan Do nothing with improvement walaupun memberikan dampak manfaat
lebih besar dari alternatif 2 namun dampak biaya juga lebih besar dengan
perbandingan B/C sebesar 0.846, dan karena B/C < 1 maka alternatif kebijakan Do
nothing with improvement tidak menjadi prioritas. Artinya walaupun alternatif 1
mempunyai manfaat yang lebih besar namun biaya yang ditimbulkan juga lebih besar
dari manfaatnya. Sedangkan alternatif 2 dengan manfaat yang lebih kecil dari
alternatif 1 namun biaya yang ditimbulkan juga jauh lebih kecil, sehingga manfaatnya
dianggap lebih besar dari biaya. Kesimpulannya alternatif kebijakan yang lebih baik
untuk dilaksanakan adalah dengan alternatif 2 yaitu dengan
meniadakan/menghapus/mencabut ketentuan Pasal 97 huruf (b) Perda Kota Depok
nomor 13 Tahun 2013 mengenai persyaratan luas minimal lahan setiap kavling/unit
perumahan 120 meter persegi.
Universitas Indonesia
Namun karena keterbatasan waktu dan tenaga, penulis tidak dapat melakukan
konsultasi publik dalam setiap tahapan dari metode RIA tersebut. Untuk konsultasi
publik dengan para pengembang perumahan dan masyarakat hanya dilakukan pada
satu waktu saja.
Sesuai dengan pembahasan diatas bahwa kebijakan persyaratan luas minimal lahan
setiap kavling/unit perumahan 120 meter persegi bukan menjadi pilihan terbaik,
bahkan hasil analisis diatas menunjukkan ketentuan tersebut untuk dihapus/dicabut.
Namun langkah-langkah lain dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Depok untuk
meningkatkan besaran RTH, antara lain dengan :
1. Meningkatkan besaran RTH dalam Perda Kota Depok tentang Penyediaan dan
Penyerahan PSU dimana awalnya setiap pengembang kawasan perumahan,
perdagangan dan industri wajib menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
minimal sebesar 15 persen dapat ditingkatkan menjadi 20 persen dari 40 persen
ketentuan pemanfaatan ruang untuk PSU.
2. Pemerintah Kota Depok dapat meningkatkan anggaran dalam APBD untuk
pembelian tanah/lahan yang akan digunakan sebagai kebijakan penambahan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
6.1 Simpulan
Pertumbuhan populasi penduduk kota menunjukkan kecenderungan
meningkatkan kebutuhan rumah bagi masyarakat, dilain pihak dengan
meningkatnya kawasan terbangun melalui pembangunan perumahan akan
mengurangi RTH. Perda Kota Depok Nomor 13 tahun 2013 tentang Bangunan
dan Izin Mendirikan Bangunan Pasal 97 huruf (b) merupakan salah satu kebijakan
pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan potensi berkurangnya RTH.
Namun dalam implementasinya ketentuan Pasal 97 huruf (b) tersebut
menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat sehingga perlu adanya
pertimbangan bagi Pemerintah Kota Depok untuk memberikan alternatif
kebijakan terbaik berkaitan dengan kebijakan perumahan di Kota Depok.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan seperti dibawah ini :
1. Permasalahan yang ada terkait dengan penerapan regulasi/kebijakan tentang
persyaratan luas minimum kavling/unit perumahan di Kota Depok adalah
Masyarakat Kota Depok berpenghasilan menengah kebawah atau kelompok
MBR sulit memiliki rumah dengan permasalahan khusus antara lain:
a. Kenaikan harga rumah sederhana lebih tinggi dari kenaikan pendapatan;
b. Daya beli MBR yang stagnan namun harga rumah meningkat sehingga
tidak terjangkau kelompok MBR;
c. Menciptakan efek domino yang menghambat terbitnya ijin mendirikan
bangunan (IMB), dan segala fasilitas subsidi atau pembiayaan perumahan;
d. Memicu pertambahan backlog atau defisit perumahan;
e. Memicu meluasnya kawasan permukiman kumuh; dan
f. Melanggar pemenuhan HAM atas rumah.
2. Dari tahapan RIA dan hasil wawancara dengan para responden maka pihak-
pihak yang menerima manfaat dan menanggung biaya terkait dengan
penerapan regulasi tentang persyaratan luas minimal kavling/unit perumahan
di Kota Depok antara lain adalah pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kota
Depok, pengembang perumahan di Kota Depok, masyarakat Kota Depok.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
[Perwal]. (2013). Peraturan Walikota Depok Nomor 14 Tahun 2013 tentang Tata
Cara Pengajuan Izin Pemanfaatan Ruang dan Rencana Tapak (Side Plan).
Depok
[Perwal]. (2014). Peraturan Walikota Depok Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Arahan Pemanfaatan Ruang, Pola Ruang, Penetapan dan Perhitungan
Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan. Depok
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
PEDOMAN WAWANCARA
PENGANTAR
Wawancara ini digunakan sebagai bahan tesis mengenai “Analisis Dampak Regulasi
Tentang Persyaratan Luas Minimal Setiap Kavling/Unit Perumahan Di Kota
Depok”. Oleh karena itu, dengan ini kami berharap akan kesediaan dan kerja sama dari
Bapak/Ibu untuk bersedia meluangkan waktu dalam memberikan berbagai jawaban
atas pertanyaan dan data/informasi yang terkait dan dibutuhkan.
I. Data Responden
Nama :
Umur :
Alamat :
Instansi :
Pendidikan Terakhir :
Lanjutan
II. Pertanyaan
Universitas Indonesia
Lampiran 2
UNIVERSITAS INDONESIA
Daftar Kuesioner Model Analytical Hierarchy Process (AHP)
Nama :
Umur :
Alamat :
Instansi :
Pendidikan Terakhir :
Pengambil keputusan (responden) menterjemahkan seluruh persepsi dan informasi yang tersedia ke dalam perbandingan sepasang elemen, dengan menggunakan skala sebagai berikut:
Skala Perbandingan Numerik Definisi Verbal Keterangan
Dua elemen yang memberikan peran sama penting/besar
1 Sama penting ( equal importance )
terhadap tujuan
Pengalaman dan judgement bahwa sebuah elemen agak
3 Sedikit lebih penting ( moderate importance )
mendekati/diyakini agak lebih dibandingkan yang lain
- Proses penilaian antara dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding elemen j, maka elemen j harus 1/3 kali lebih penting dari
elemen i.
- Jika elemen pada kolom sebelah kiri (kolom 1) lebih penting dibandingkan elemen pada kolom sebelah kanan (kolom 2), maka nilai perbandingan dituliskan pada bagian sebelah kiri, dan
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Hendro Bowo Kusumo, FEB UI, 2015.
sebaliknya
137
Lanjutan
Kuisioner Manfaat
Berikan tanda (v) pada persepsi/pilihan Bapak/Ibu atas pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan berpedoman pada petunjuk pengisian kuesioner
2
- Berkaitan dengan manfaat kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m , maka manakah yang memberikan manfaat terbesar?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Ekonomi Sosial
Ekonomi Lingkungan
Sosial Lingkungan
- Berkaitan dengan manfaat dari sisi ekonomi kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2, maka manakah yang memberikan manfaat terbesar?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Pendapatan Investor Besar PAD melalui PBB dan BPHTB
- Berkaitan dengan manfaat dari sisi sosial kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2, maka manakah yang memberikan manfaat terbesar?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Laju Migrasi dan Kepadatan Penduduk Kelancaran Lalu Lintas
- Berkaitan dengan manfaat dari sisi lingkungan kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2, maka manakah yang memberikan manfaat terbesar?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Ruang Terbuka Hijau Daya Dukung Perkotaan
Ruang Terbuka Hijau Tata Kota
Daya Dukung Perkotaan Tata Kota
- Berkaitan dengan manfaat sisi ekonomi yaitu Pendapatan Investor Besar , maka kebijakan apakah yang sebaiknya diterapkan terkait syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
- Berkaitan dengan manfaat sisi ekonomi yaitu PAD melalui PBB dan BPHTB, maka kebijakan apakah yang sebaiknya diterapkan terkait syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Hendro Bowo Kusumo, FEB UI, 2015.
138
Lanjutan
- Berkaitan dengan manfaat sisi sosial yaitu Laju Migrasi dan Kepadatan Penduduk, maka kebijakan apakah yang sebaiknya diterapkan terkait syarat setiap luas kavling
2
perumahan 120 m ?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
2
perumahan 120 m
- Berkaitan dengan manfaat sisi sosial yaitu Kelancaran Lalu Lintas , maka kebijakan apakah yang sebaiknya diterapkan terkait syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
2
- Berkaitan dengan manfaat sisi lingkungan yaitu Ruang Terbuka Hijau, maka kebijakan apakah yang sebaiknya diterapkan terkait syarat setiap luas kavling perumahan 120 m ?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
- Berkaitan dengan manfaat sisi lingkungan yaitu Daya Dukung Perkotaan, maka kebijakan apakah yang sebaiknya diterapkan terkait syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
- Berkaitan dengan manfaat sisi lingkungan yaitu Tata Kota, maka kebijakan apakah yang sebaiknya diterapkan terkait syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Hendro Bowo Kusumo, FEB UI, 2015.
139
Lanjutan
Kuisioner Biaya
2
- Berkaitan dengan biaya kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m , maka manakah yang memberikan biaya terbesar?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Ekonomi Sosial
Ekonomi Lingkungan
Sosial Lingkungan
2
- Berkaitan dengan biaya dari sisi ekonomi kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m , maka manakah yang memberikan biaya terbesar?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Pendapatan Investor Menengah Kebawah Biaya Produksi
- Berkaitan dengan biaya dari sisi sosial kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2, maka manakah yang memberikan biaya terbesar?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Kesenjangan Sosial Backlog Perumahan
Kesenjangan Sosial Ketidakpatuhan terhadap Perda
Backlog Perumahan Ketidakpatuhan terhadap Perda
- Berkaitan dengan biaya dari sisi lingkungan kebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2, maka manakah yang memberikan biaya terbesar?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Lahan untuk Perumahan Kesemerawutan Tata Kota
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Hendro Bowo Kusumo, FEB UI, 2015.
140
Lanjutan
- Berkaitan dengan biaya sisi ekonomi yaitu Pendapatan Investor Menengah Kebawah, maka kebijakan manakah yang memberikan biaya terbesar pada syarat setiap luas kavling
2
perumahan 120 m ?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
2
perumahan 120 m
- Berkaitan dengan biaya sisi ekonomi yaitu Biaya Produksi, maka kebijakan manakah yang memberikan biaya terbesar pada syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
- Berkaitan dengan biaya sisi ekonomi yaitu PAD melalui PBB dan BPHTB , maka kebijakan manakah yang memberikan biaya terbesar pada syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
- Berkaitan dengan biaya sisi ekonomi yaitu Biaya Pengawasan dan Pengendalian Tata Ruang , maka kebijakan manakah yang memberikan biaya terbesar pada syarat
setiap luas kavling perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
- Berkaitan dengan biaya sisi sosial yaitu Kesenjangan Sosial, maka kebijakan manakah yang memberikan biaya terbesar pada syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
- Berkaitan dengan biaya sisi sosial yaitu Backlog Perumahan, maka kebijakan manakah yang memberikan biaya terbesar pada syarat setiap luas kavling perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
2
perumahan 120 m
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Hendro Bowo Kusumo, FEB UI, 2015.
141
Lanjutan
- Berkaitan dengan biaya sisi sosial yaitu Ketidakpatuhan terhadap Perda, maka kebijakan manakah yang memberikan biaya terbesar pada syarat setiap luas kavling
2
perumahan 120 m ?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
2
perumahan 120 m
- Berkaitan dengan biaya sisi lingkungan yaitu luasan Lahan untuk Perumahan, maka kebijakan manakah yang memberikan biaya terbesar pada syarat setiap luas kavling
2
perumahan 120 m ?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
2
perumahan 120 m
- Berkaitan dengan biaya sisi lingkungan yaitu kesemerawutan tata kota, maka kebijakan manakah yang memberikan biaya terbesar pada syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2?
Kolom 1 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Kolom 2
Do Nothing With Improvement Meniadakan syarat setiap luas kavling
perumahan 120 m2
Depok, 2015
(_______________________________________)
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Hendro Bowo Kusumo, FEB UI, 2015.
142
Lampiran 3
TABEL HASIL HIRARKI
Sosial
Laju Migrasi 0.833 0.833 0.100 0.100 0.250 0.750 0.833 0.750 0.500 0.500 0.100 0.900 0.167 0.100 0.833 0.500 0.503 (1)
Lalu Lintas 0.167 0.167 0.900 0.900 0.750 0.250 0.167 0.250 0.500 0.500 0.900 0.100 0.833 0.900 0.167 0.500 0.497 (2)
Laju Migrasi
Do Nothing With Imp 0.167 0.167 0.500 0.833 0.750 0.167 0.833 0.167 0.125 0.500 0.500 0.833 0.833 0.500 0.833 0.500 0.513 (1)
Ditiadakan 0.833 0.833 0.500 0.167 0.250 0.833 0.167 0.833 0.875 0.500 0.500 0.167 0.167 0.500 0.167 0.500 0.487 (2)
Lalu Lintas
Do Nothing With Imp 0.167 0.167 0.500 0.500 0.750 0.167 0.833 0.167 0.125 0.500 0.500 0.833 0.833 0.500 0.833 0.500 0.492 (2)
Ditiadakan 0.833 0.833 0.500 0.500 0.250 0.833 0.167 0.833 0.875 0.500 0.500 0.167 0.167 0.500 0.167 0.500 0.508 (1)
Lingkungan
Ruang Terbuka Hijau 0.258 0.258 0.066 0.333 0.637 0.600 0.279 0.107 0.405 0.333 0.669 0.649 0.481 0.055 0.649 0.637 0.401 (1)
Daya Dukung Kota 0.105 0.105 0.785 0.333 0.105 0.200 0.072 0.637 0.114 0.333 0.088 0.072 0.115 0.290 0.072 0.105 0.221 (3)
Tata Kota 0.637 0.637 0.149 0.333 0.258 0.200 0.649 0.258 0.481 0.333 0.243 0.279 0.405 0.655 0.279 0.258 0.378 (2)
Tata Kota
Do Nothing With Imp 0.167 0.167 0.500 0.500 0.750 0.833 0.833 0.833 0.833 0.500 0.500 0.833 0.833 0.500 0.500 0.500 0.599 (1)
Ditiadakan 0.833 0.833 0.500 0.500 0.250 0.167 0.167 0.167 0.167 0.500 0.500 0.167 0.167 0.500 0.500 0.500 0.401 (2)
Summary
Do Nothing With Imp 0.209 0.192 0.677 0.597 0.750 0.163 0.833 0.216 0.157 0.557 0.512 0.784 0.833 0.512 0.784 0.571 0.522 (1)
Ditiadakan 0.791 0.808 0.323 0.403 0.250 0.837 0.167 0.784 0.843 0.443 0.488 0.216 0.167 0.488 0.216 0.429 0.478 (2)
Universitas Indonesia
Lanjutan
2
Biaya k+A16ebijakan syarat setiap luas kavling perumahan 120 m
Dinas
Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Pengembang Pengembang Pengembang Pengembang APERSI LSM BPMP2T BPN DPRD Akademisi Rata-Rata Keterangan
Tarkim
Ekonomi 0.279 0.279 0.785 0.785 0.637 0.637 0.105 0.659 0.731 0.637 0.637 0.649 0.637 0.785 0.659 0.714 0.601 (1)
Sosial 0.649 0.649 0.066 0.149 0.105 0.105 0.637 0.156 0.081 0.258 0.258 0.072 0.105 0.066 0.185 0.143 0.230 (2)
Lingkungan 0.072 0.072 0.149 0.066 0.258 0.258 0.258 0.185 0.188 0.105 0.105 0.279 0.258 0.149 0.156 0.143 0.169 (3)
Ekonomi
Pendapatan Inv 0.208 0.208 0.460 0.423 0.235 0.075 0.271 0.209 0.209 0.167 0.368 0.501 0.278 0.299 0.411 0.417 0.296 (2)
Biaya Produksi 0.208 0.208 0.068 0.146 0.063 0.508 0.064 0.643 0.643 0.072 0.169 0.095 0.159 0.050 0.113 0.083 0.206 (3)
PAD 0.487 0.487 0.393 0.379 0.640 0.265 0.544 0.097 0.097 0.689 0.368 0.364 0.514 0.595 0.411 0.417 0.422 (1)
Biaya Pengawasan 0.096 0.096 0.079 0.052 0.063 0.151 0.122 0.051 0.051 0.072 0.096 0.040 0.050 0.056 0.064 0.083 0.076 (4)
Pendapatan Inv
Do Nothing With Imp 0.250 0.250 0.900 0.833 0.833 0.167 0.833 0.167 0.167 0.900 0.750 0.900 0.833 0.900 0.833 0.875 0.649 (1)
Ditiadakan 0.750 0.750 0.100 0.167 0.167 0.833 0.167 0.833 0.833 0.100 0.250 0.100 0.167 0.100 0.167 0.125 0.351 (2)
Biaya Produksi
Do Nothing With Imp 0.250 0.250 0.900 0.833 0.500 0.167 0.833 0.167 0.125 0.900 0.750 0.900 0.833 0.900 0.833 0.875 0.626 (1)
Ditiadakan 0.750 0.750 0.100 0.167 0.500 0.833 0.167 0.833 0.875 0.100 0.250 0.100 0.167 0.100 0.167 0.125 0.374 (2)
PAD
Do Nothing With Imp 0.250 0.250 0.900 0.833 0.833 0.167 0.833 0.167 0.125 0.900 0.750 0.900 0.833 0.900 0.833 0.875 0.647 (1)
Ditiadakan 0.750 0.750 0.100 0.167 0.167 0.833 0.167 0.833 0.875 0.100 0.250 0.100 0.167 0.100 0.167 0.125 0.353 (2)
Biaya Pengawasan
Do Nothing With Imp 0.250 0.250 0.500 0.500 0.500 0.167 0.833 0.167 0.125 0.500 0.500 0.167 0.833 0.500 0.500 0.500 0.424 (2)
Ditiadakan 0.750 0.750 0.500 0.500 0.500 0.833 0.167 0.833 0.875 0.500 0.500 0.833 0.167 0.500 0.500 0.500 0.576 (1)
Sosial
Kesenjangan Sosial 0.258 0.258 0.455 0.188 0.188 0.637 0.258 0.637 0.731 0.818 0.200 0.785 0.637 0.818 0.149 0.659 0.480 (1)
Backlog Perumahan 0.637 0.637 0.455 0.731 0.731 0.105 0.105 0.105 0.081 0.091 0.600 0.149 0.105 0.091 0.785 0.156 0.348 (2)
Ketidakpatuhan 0.105 0.105 0.091 0.081 0.081 0.258 0.637 0.258 0.188 0.091 0.200 0.066 0.258 0.091 0.066 0.185 0.173 (3)
Kesenjangan Sosial
Do Nothing With Imp 0.167 0.167 0.900 0.833 0.833 0.167 0.833 0.167 0.125 0.900 0.750 0.900 0.833 0.900 0.833 0.875 0.636 (1)
Ditiadakan 0.833 0.833 0.100 0.167 0.167 0.833 0.167 0.833 0.875 0.100 0.250 0.100 0.167 0.100 0.167 0.125 0.364 (2)
Backlog Perumahan
Do Nothing With Imp 0.167 0.167 0.900 0.833 0.833 0.167 0.833 0.167 0.125 0.900 0.750 0.900 0.833 0.900 0.833 0.875 0.636 (1)
Ditiadakan 0.833 0.833 0.100 0.167 0.167 0.833 0.167 0.833 0.875 0.100 0.250 0.100 0.167 0.100 0.167 0.125 0.364 (2)
Ketidakpatuhan
Do Nothing With Imp 0.167 0.167 0.500 0.500 0.500 0.167 0.833 0.167 0.125 0.500 0.500 0.500 0.833 0.500 0.500 0.500 0.435 (2)
Ditiadakan 0.833 0.833 0.500 0.500 0.500 0.833 0.167 0.833 0.875 0.500 0.500 0.500 0.167 0.500 0.500 0.500 0.565 (1)
Lingkungan
Lahan utk perumahan 0.750 0.750 0.833 0.167 0.167 0.167 0.167 0.167 0.167 0.900 0.750 0.900 0.833 0.900 0.875 0.500 0.562 (1)
Kesemerawutan Kota 0.250 0.250 0.167 0.833 0.833 0.833 0.833 0.833 0.833 0.100 0.250 0.100 0.167 0.100 0.125 0.500 0.438 (2)
Kesemerawutan Kota
Do Nothing With Imp 0.167 0.167 0.500 0.500 0.750 0.833 0.833 0.833 0.875 0.500 0.500 0.100 0.833 0.500 0.500 0.500 0.556 (1)
Ditiadakan 0.833 0.833 0.500 0.500 0.250 0.167 0.167 0.167 0.125 0.500 0.500 0.900 0.167 0.500 0.500 0.500 0.444 (2)
Summary
Do Nothing With Imp 0.192 0.192 0.702 0.778 0.770 0.310 0.833 0.270 0.248 0.790 0.701 0.854 0.833 0.855 0.794 0.747 0.617 (1)
Ditiadakan 0.808 0.808 0.298 0.222 0.230 0.690 0.167 0.730 0.752 0.210 0.299 0.146 0.167 0.145 0.206 0.253 0.383 (2)
Universitas Indonesia