Anda di halaman 1dari 2

Bagaimana menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat kepulauan Natuna ?

Keberagaman dalam berbagai aspek kehidupan adalah takdir bagi bangsa Indonesia yang tidak
mungkin dihindari. Hal itu justru merupakan anugerah yang harus disyukuri. Namun, perbedaan dan
keberbedaan itu harus dikelola dengan baik sehingga tidak menjadi sumber perselisihan, konflik, dan
kekerasan. Oleh karena itu, harus ada formula pemahaman yang tepat-guna mendamaikan dan
menyatukannya (Syahrazad, Kompas 6 April 2017).
Sementara itu, salah satu aspek dari upaya merawat kebhinekaan adalah adanya perasaan bangga
terhadap jati diri bangsa. Kebanggaan nasional dianggap sebagai konsekuensi logis atas keberhasilan
negara dalam menyelenggarakan pembangunan nasional untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat
(Pamungkas, 2015: 151-152). Penghormatan atas kebhinekaan dengan kesadaran merawatnya merupakan
energi hidup bagi sebuah bangsa. Dengan penghormatan atas keragaman sosial, bangsa Indonesia akan
memiliki perekat sosial yang membuat setiap warga bangsa yang ada di dalamnya masih memiliki
kehendak untuk menjadi satu sebagai bagian dari keindonesiaan. Dalam hal ini komitmen seluruh warga
bangsa dan kehadiran negara sangat diperlukan

ada tiga hal yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia untuk menjaga wilayah Perairan Natuna
Utara, yang menjadi salah satu kawasan terluar Indonesia. Hal itu diungkapkan pakar hukum
internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juawa, dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng,
Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020).

o Pertama,
sebut dia, dengan menambah kapal nelayan beroperasi di wilayah tersebut. "Kita
sekarang masalah banyak-banyakan nelayan yang ada di sana. Tapi jangan lupa juga dengan
masalah konservasi lingkungan laut yang ada di sana," kata Hikmahanto.Wilayah Perairan
Natuna Utara berbatasan langsung dengan sejumlah negara, antara lain China dan Vietnam.
Menurut dia, kapal nelayan asal kedua negara itu sering beroperasi di dekat wilayah perbatasan
Indonesia.

o Kedua,
yaitu dengan memperkuat keberadaan kapal patroli. Saat ini, pemerintah masih
mengandalkan kapal milik TNI Angkatan Laut karena kapal coast guard milik Badan Keamanan
Laut (Bakamla) maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertonase kecil. "Mudah-
mudahan nanti pemerintah bisa punya coast guard yang besar yang bisa menguasai wilayah ini,"
ujarnya.Hikmahanto menambahkan, selama ini banyak kapal nelayan yang komplain kepada
pemerintah. Pasalnya, mereka kerap mendapat pengusiran dari kapal coast guard negara lain
ketika melaut. Sementara, ketika kapal nelayan negara lain melaut di wilayah Indonesia, mereka
kerap dilindungi kapal coast guard negara masing-masing. "Ini yang harus kita perkuat di situ,
jadi patroli," ujarnya. Fungsi kapal coast guard, imbuh dia, selain menangkap nelayan asing yang
melakukan pencurian di wilayah perairan Indonesia, juga untuk melindungi kapal nelayan
Indonesia ketika beroperasi di wilayah perbatasan.
o Ketiga,
pemerintah harus konsisten untuk tidak pernah mengakui nine dash line yang diklaim
pemerintah China. Pasalnya, pada saat yang sama mereka juga tidak pernah mengakui Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Perairan Natuna Utara. Konsistensi sikap Indonesia itu,
sebut dia, telah terbukti sejak Menteri Luar Negeri Ali Alatas hingga Retno LP Marsudi. Salah
satu bentuk konsistensi sikap itu adalah dengan menolak segala bentuk kerja sama ekonomi di
wilayah tersebut.

Sejarah konflik Natuna


Natuna terdiri dari tujuh pulau dengan Ibu Kota di Ranai. Pada 1957, Kepulauan Natuna
masuk dalam wilayah Kerajaan Pattani dan Kerajaan Johor di Malaysia. Namun pada abad ke-19,
Kepulauan Natuna akhirnya masuk ke dalam kepenguasaan Kedaulatan Riau dan menjadi
wilayah dari Kesultanan Riau. Natuna sampai saat ini masih menjadi jalur strategis dari pelayaran
internasional

Pada 18 Mei 1956, pemerintah Indonesia resmi mendaftarkan Kepulauan Natuna


sebagai wilayah kedaulatan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). dan berbatasan langsung
dengan laut bebas membuat Natuna menjadi incaran banyak negara tetangga. Kontraversi diawali
dari Malaysia yang menyatakan bahwa Natuna secara sah seharusnya milik Malaysia. Namun
untuk menghindari konflik panjang, pada era konfrontasi 1962-1966 Malaysia tidak menggugat
status Natuna.
Selepas kofrontasi Indonesia-Malaysia, sentimen anti China di kawasan Natuna muncul.
Dari 5.000-6.000 orang, tersisa 1.000 orang etnis China. Kemudian muncul slentingan warga
keturunan Tionghoa menghubungi Presiden China saat itu, Deng Xiaoping untuk mendukung
kemerdekaan Natuna. Meski banyak pihak yang memaksa merebut Natuna, secara Hukum
Internasional, negosiasi yang dibangun China tidak dapat dibuktikan sampai saat ini. Pada 2009
secara nyata China melanggar Sembilan Titik ditarik dari Pulau Spartly ditengah Laut China
Selatan, lalu diklaim sebagai wilayah Zona Ekonomi Eksklusifnya.

Anda mungkin juga menyukai