Anda di halaman 1dari 2

Ujian Akhir Semester

Nama : Reza Maharani R


Npm : 202030248
Kls : E-Hubungan Internasional
Matkul : Studi Asia Timur
Dosen : Rekha Kersana, S.IP., M.A.

Konflik Laut China Selatan yang terjadi diantara China dengan negara anggota ASEAN.
Konflik ini terjadi karena adanya perebutan wilayah seperti kepulauan, perairan, dan karakteristik
lain yang ada di Laut China Selatan terlebih kepulauan Paracel dan Kepuauan Spratly. Laut China
Selatan merupakan semi-enclosed sea yang letaknya dilingkari oleh banyak negara yang dimana
ini menyebabkan masalah karena memunculkan kesulitan dalam menentukan batas wilayah
teritorial laut dari masing-masing negara. Selain itu juga konflik ini terjadi karena adanya
kebutuhan dari setiap negara yang bersangkutan mengenai kekayaan sumber daya alam di
kawasan LAut China Selatan. Pada konflik ini, china mau agar penyelesaian mengenai konflik
dilakukan melalui perundingan bilateral dengan masing-masing negara yang bersangkutan. Lalu
dengan adanya keterlibatan ASEAN, China memiliki pandangan bahwa isu Laut China Selatan
bukanlah isu antara China dengan ASEAN, melainkan antara China dengan negara anggota
ASEAN yang bersangkutan. China yang dengan cara sepihak mengakuisisi hampir seluruh dari
bagian kawasan Laut China Selatan dimana mereka dengan terang-terangan mempublikasikan peta
yang memberikan sebuah tanda Sembilan garis putus-putus diseputaran wilayah Laut China
Selatan pada tahun 1947. Dimana dalam kelanjutannya, klaim ini menimbulkan banyak tanggapan
dari beberapa negara yang merasa mereka juga memiliki hak atas wilayah itu. Pengklaiman yang
dilakukan oleh China ini didasari dengan adanya historis penemuan serta pendudukan pulau-pulau
pada Kepulauan Spratly dan Paracel, Filipina mendasarinya pada kelanjutan dari pengakuisisian
landasan kontinen, dan Malaysia serta Brunei mengklaim mengenai perpanjangan ZEE dan
landasan kontinen Indonesia.
ASEAN sebagai organisasi regional yang memiliki pengaruh pada kawasan serta beerapa
anggotanya ikut terlibat pada sengketa Laut China Selatan, harus mengambil peran serta solusi
dari permasalahan yang terjadi karena hal ini sudah jelas dari salah satu tujuan dari pembentukan
ASEAN yaitu “to promote regional peace and stability through abiding respect for justice and the
rule of the law in the relationship among countries of the region and adherence to the principles of
the United Nations Charter” (Putra & Aqimuddin, 2011, hlm. 35). ASEAN sendiri merupakan
forum komunikasi di tingkat regional negara-negara pada kawasan Asia Tenggara. ASEAN sendiri
memiliki fokus yang dikenal dengan tiga pilar yakni keamanan,ekonomi, serta sosial budaya.
Konflik Laut China Selatan sudah jelas termasuk kedalam sengketa yang menganggu perdamaian
serta keharmonisan di Asia Tenggara
Pada penganalisisan ini saya menggunakan teori Neorealisme, yang dimana merupakan
teori yang dikembangkan pertama kali oleh Kenneth Waltz. Neorealis melihat, kerjasama diantara
negara pada dunia internasional masih memungkinkan terjadi selama dilakukan untuk kepentingan
negara dan sebisa mungkin negara dapat mengambil keuntungan dalam skala besar dari
dilakukannya kerjasama.
Konflik Laut China Selatan sudah jelas termasuk kedalam sengketa yang menganggu
perdamaian serta keharmonisan di Asia Tenggara. Dengan ditandatanganinya TAC sudah
dipastikan China mengikuti prinsip dasar TAC yang dimana secara garis besar menghargai
perdamaian serta keharmonisan pada kawasan. Kerjasama yang dibentuk lebih banyak berfokus
pada menjaga keamanan dan kenyamanan di kawasan,hal ini tidak menuntup kemungkinan dapat
diselenggarakannya kerjasama di berbagai bidang. dalam hal ini kita bisa menggunakan ARF dan
Diplomasi kemanan. ARF dianggap sebagai track-one diplomacy yang berarti diskusi atau
diplomasi jalur pertama yang bersifat formal. Di kawasan Asia Pasifik sendiri track-one diplomacy
biasanya dilengkapi dengan track-two diplomacy yaitu diplomasi jalur kedua yang bersifat
informal.Track-two diplomacy ini mampu membicarakan isu yang sensitif yang biasanya
dihindari oleh pemerintah karena adanya tekanan-tekanan dalam politik dan diplomasi
(Weatherbee, 2010, hlm. 162). ARF mempromosikan confidence-building, development of
preventive diplomacy, and elaboration of approaches to conflict sebagai three- phases process of
security dialogue and cooperation (Xuecheng, 2005, hlm. 40).

Anda mungkin juga menyukai