Anda di halaman 1dari 7

Nama Kelompok:

Muhammad Irfan Satrio (106217068)


Muhammad Fadhil (106217094)
Nurul Fitriyanti (106217008)
Arvan Pramana Putra (106217070)
Tashya Alfadia A (106217040)

Kelas: IR 2

Topik: Hubungan Internasional Indonesia


Tema: Hubungan Internasional - Indonesia dalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara)
Judul: Hubungan Diplomasi Indonesia Mengenai Laut Cina Selatan

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah


1.2 Tujuan Penulisan dan Manfaat

BAB II TEORI DASAR

2.1 Pengertian diplomasi


2.2 Teori diplomasi
2.3 Regulasi adanya diplomasi

BAB III GAMBARAN UMUM


3.1 Sejarah Laut Cina Selatan
3.2 Sebab terjadinya Laut Cina Selatan
3.3 Tujuan diplomasi masalah Laut Cina Selatan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN


4.1 Simpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG DAN RUMUSAN MASALAH

Laut Cina Selatan merupakan laut tepi bagian dari Samudra Pasifik yang membentang dari Selat
Karimata dan Selat Malaka hingga Selat Taiwan . Laut ini memiliki potensi strategis yang besar karena
sepertiga kapal di dunia melintasinya. Laut ini juga memiliki kekayaan makhluk hidup yang mampu
menopang kebutuhan pangan jutaan orang di Asia Tenggara sekaligus cadangan minyak dan gas alam
yang besar. Kepulauan Laut China Selatan terdiri atas sekian ratus pulau kecil. Laut beserta sebagian
besar pulau yang tidak berpenghuni diperebutkan oleh berbagai negara. Klaim-klaim kedaulatan ini
terbukti dari banyaknya nama yang diberikan untuk pulau-pulau dan laut ini. Pada Juli 2017, untuk
menegaskan kedaulatannya, Indonesia mengganti nama batas utara zona ekonomi eksklusifnya di Laut
China Selatan menjadi "Laut Natuna Utara" yang terletak di sebelah utara Kepulauan Natuna,
berbatasan dengan ZEE selatan Vietnam dan bagian selatan Laut China Selatan. Laut Natuna terletak di
selatan Pulau Natuna di dalam perairan Indonesia. Dengan ini, Indonesia telah memberi nama untuk dua
perairan yang menjadi bagian dari Laut China Selatan, yaitu Laut Natuna di antara Kepulauan Natuna
dengan Kepulauan Lingga dan Kepulauan Tambelan dan Laut Natuna Utara di antara Kepulauan Natuna
dan Cape C Mau di ujung selatan Delta Mekong di Vietnam.

Beberapa negara memilki klaim wilayah yang saling bertentangan di Laut China Selatan. Sengketa ini
dianggap sebagai potensi konflik paling berbahaya di Asia. Baik Republik Rakyat Tiongkok (RRC) dan
Republik Tiongkok (ROC, biasa disebut Taiwan) mengklaim hampir seluruh laut ini dan menggambar
perbatasan garis sembilan titik. Klaim Tiongkok bertindihan dengan hampir semua klaim negara di
kawasan ini. Klaim-klaim tersebut meliputi:

Indonesia, Tiongkok, dan Taiwan atas perairan di timur laut Kepulauan Natuna
Filipina, Tiongkok, dan Taiwan atas Scarborough Shoal.
Vietnam, Tiongkok, dan Taiwan atas perairan di barat Kepulauan Spratly. Beberapa atau semua pulau
diperebutkan oleh Vietnam, Tiongkok, Taiwan, Brunei, Malaysia, dan Filipina.
Kepulauan Paracel diperebutkan oleh RRC/ROC dan Vietnam.
Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Vietnam atas perairan di Teluk Thailand.
Singapura dan Malaysia atas perairan sekitar Selat Johor dan Selat Singapura.

Laut Cina Selatan adalah badan air yang sangat penting secara geopolitik. Laut ini merupakan jalur air
tersibuk kedua di dunia. Menurut tonase kapal kargo tahunan dunia, lebih dari 50% kapal kargo
melintasi Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok. Lebih dari 110 juta barel minyak mentah per hari
melewati Selat Malaka. Meski sering ada laporan pembajakan laut, jumlah masalahnya lebih sedikit
dibandingkan ketika pertengahan abad ke-20. Kawasan ini memiliki cadangan minyak bumi sebesar 7,7
miliar barel dengan perkiraan total 28 miliar barel. Cadangan gas alamnya diperkirakan sebesar 266
triliun kaki kubik. Laporan U.S. Energy Information Administration tahun 2013 menaikkan perkiraan total
cadangan minyak di sana menjadi 11 miliar barel. Pada tahun 2014, Tiongkok memulai pencarian
minyak di perairan yang dipersengketakan dengan Vietnam. Menurut kajian Departemen Lingkungan
dan Sumber Daya Alam Filipina, badan air ini memiliki sepertiga keragaman hayati laut dunia. Karena itu,
Laut Cina Selatan merupakan daerah yang sangat penting bagi ekosistem. Akan tetapi, populasi ikan di
daerah ini semakin berkurang dan negara-negara yang berbatasan dengan laut ini menerapkan larangan
penangkapan ikan untuk mempertegas klaim kedaulatannya. Perairan Indonesia sering disusupi kapal-
kapal nelayan dari Vietnam dan Filipina. Sebagai hukuman, Indonesia menghancurkan kapal-kapal yang
tertangkap.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Laut Cina Selatan?
2. Negara-negara apa saja yang terlibat?
3. Mengapa Laut Cina Selatan sangat penting?
4. Adakah dampak sengketa dari Laut Cina Selatan bagi Indonesia?
5. Bagaimana cara mengatasi konflik yang terjadi di Laut Cina Selatan ini?

1.2 Tujuan Penulisan dan Manfaat

Dalam makalah ini terdapat Jabaran-jabaran mengenai Hubungan Diplomasi Indonesia


mengenai Laut Cina Selatan yang akan kita bahas pada diskusi kali ini, dengan harapan
wawasan serta pengetahuan kita semua bisa bertambah.

BAB II TEORI DASAR

2.1 Pengertian Diplomasi

Diplomasi merupakan hal yang berkaitan erat dengan Hubungan Internasional. Kata diplomasi berasal
dari bahasa Yunani diploma yang secara harfiah, berarti dilipat dua. Menurut KBBI, Diplomasi adalah
urusan atau penyelenggaraan perhubungan resmi antara satu negara dan negara yang lain. Diplomasi
adalah keseluruhan kegiatan untuk melaksanakan politik luar negeri suatu negara dengan negara yang
lain atau lebih, demi mencapai keuntungan dan keberhasilan bersama. Jadi, diplomasi dapat diartikan
sebagai seni berunding atau seni bernegosiasi.

Diplomasi baru pertama kali diperkenalkan di Inggris oleh Edmund Burke pada tahun 1796, yang diserap
dari bahasa Perancis diplomatie di tahun 1700an. Dalam praktiknya, diplomasi telah lama dipraktikkan
dalam era romawi kuno. Kata diploma digunakan untuk menggambarkan dokumen resmi perjalanan,
seperti paspor atau perizinan wilayah negara, yang ditempelkan pada dua lempengan logam.

Diplomasi merupakan hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bernegara,
khususnya dalam rangka membangun kerja sama hingga perjanjian. Dalam berdiplomasi, dibutuhkan
kebijaksanaan strategis untuk bekerja sama dengan negara lain tanpa merugikan negara lain atau
sebaliknya. Hal ini dikarenakan, setiap negara memiliki banyak perbedaan. Baik dalam hal politik atau
geopolitik, sistem ekonomi, maupun konstitusi negara (hukum) tersebut. Dalam era kemajuan bidang
informasi, teknologi, dan komunikasi sekarang ini memudahkan kita untuk belajar ilmu-ilmu Hubungan
Internasional dengan tujuan cara berdiplomasi yang baik.
Kepentingan lain yang menekankan bahwa pentingnya mempelajari diplomasi adalah menjaga
perdamaian dunia. Karena faktor pecahnya perang dikarenakan tidak adanya komunikasi antar negara-
negara yang bertikai seperti kasus Perang Dunia I dan II yang telah memakan banyak korban di seluruh
tanah Eropa. Untuk mencegah hal itu terjadi, beberapa teori telah dikemukakan dan dikembangkan
demi mencegah perang yang serupa terjadi kembali.

2.2 Teori Diplomasi

Dalam perkembangannya, teori-teori diplomasi banyak meminjam dari teori interdisiplin yang lain.
Contoh, untuk mengetahui asal usul terjadinya perang, diplomasi mempelajari taktik perang. Dalam
ingin mengetahui pergolakan tatanan sistem politik dan ekonomi suatu negara, diplomasi menekankan
ilmu-ilmu filsafat bidang politik dan ekonomi. Dari beberapa teori dari interdisiplin lain yang dipinjam
tersebut, dapat disatukan dan tercipta suatu sistem hukum yang sifatnya akan mengatur dunia.

2.3 Regulasi Adanya Diplomasi

Diplomasi adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh seseorang (disebut diplomat) yang biasanya
mewakili sebuah negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri biasanya langsung terkait dengan
diplomasi internasional yang biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan
perdagangan. Biasanya, orang menganggap diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan
kata-kata yang halus. Perjanjian-perjanjian internasional umumnya dirundingkan oleh para diplomat
terlebih dahulu sebelum disetujui oleh pembesar-pembesar negara. Istilah diplomacy diperkenalkan ke
dalam bahasa Inggris oleh Edward Burke pada tahun 1796 berdasarkan sebuah kata dari bahasa Perancis
yaitu diplomatie.

Menurut Kepres Nomor 108 Tahun 2003 Tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar
Negeri, perwakilan diplomatik adalah kedutaan besar Republik Indonesia dan perutusantetap Republik
Indonesia yang melakukan kegiatan diplomatik di seluruh wilayah negara penerima dan/atau pada
organisasi internasional untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara dan
pemerintah Republik Indonesia.

Keberadaan diplomasi memiliki banyak sekali manfaat, walaupun fungsi utama dari adanya diplomasi
adalah untuk menciptakan kedamaian akibat dari kepentingan negara-negara yang berbeda melalu
negosiasi, dan juga untuk memilih cara yang baik dalam mencapai tujuannya. Namun diplomasi memiliki
beberapa fungsi lain, yaitu :

Meningkatkan dan mengembangkan kerja sama dalam bidang politik, kemanan, sosial dan
budaya, maupun ekonomi
Dapat terciptanya persatuan dan kesatuan untuk negara satu dengan negara lainnya.
Dapat memberikan pelayanan ataupun perlindungan kepada warga negara asing yang berada
pada negara tertentu juga terjadi masalah.
BAB III

3.2 Sebab Terjadinya Laut Cina Selatan

Sementara ekonomi Asia terus tumbuh dengan mencengangkan dalam dua dekade terakhir, stabilitas
regional dan akses ke Laut China Selatan menjadi kepentingan global.

Bentrokan antara patroli angkatan laut China dan armada penangkapan ikan negara-negara tetangga
berisiko menimbulkan konflik internasional, mempertanyakan komitmen Washington terkait keamanan
di kawasan tersebut.

Banyak negara-negara Barat yang mendesak Beijing untuk mematuhi Konvensi PBB tentang Hukum Laut
(UNCLOS), yang mengatur zona kontrol maritim berdasarkan garis pantai. Tapi China memandang
peraturan pengelolaan maritim yang didukung oleh PBB bertentangan dengan hukum dalam negeri;
bahkan China menganggap peraturan tersebut sebagai alat hegemoni barat yang dirancang untuk
memperlemah pengaruh China sebagai kekuatan dunia yang semakin luas.

Amerika Serikat, yang telah menandatangani UNCLOS tanpa meratifikasinya, seringkali bergantung pada
kesepakatan internasional untuk menyelesaikan sengketa teritorial.

Pada bulan Juli, sebuah panel yang terdiri dari lima hakim di Den Haag dengan suara bulat menolak
landasan hukum hampir seluruh klaim maritim China. Beberapa minggu kemudian, Mahkamah Agung
Rakyat China mengeluarkan peraturan yang memaparkan landasan hukum yang jelas bagi China untuk
menjaga perairan ketertiban maritim, di mana Beijing bersumpah akan mengadili semua pihak asing
yang ditemukan menangkap ikan atau mencari ikan di perairan yang disengketakan.

Cara lain untuk menyelesaikan sengketa teritorial yang kompleks ini juga tampaknya tidak berhasil. Kode
etik yang dirancang oleh ASEAN dan telah lama tertunda, menurut pejabat Beijing akan diselesaikan
pada tahun 2017, tidak akan mempunyai dampak berarti dalam menyelesaikan konflik klaim kedaulatan.
Seperti putusan pengadilan Den Haag, deklarasi ASEAN yang mengikat secara hukum tidak akan memiliki
mekanisme penegakan hukumnya.

3.3 Tujuan Diplomasi masalah Laut Cina Selatan

Berbicara Laut Cina Selatan, isu mengenai konflik ini sudah lama dibicarakan. Terhitung sejak tahun 2011
ketika Tiongkok mencoba mengeksplorasi minyak di daerah ini dan di tahun selanjutnya Tiongkok sudah
mulai mengklaim bahwa salah satu kepulauan di Laut Cina Selatan yaitu Paracel Island adalah milik
Tiongkok. Hal ini mengundang nafsu Vietnam untuk bertikai dengan Tiongkok. Tidak sampai disitu saja,
Tongkok juga mengklaim beberapa kepulauan seperti Spratly Islands yang dimana ada delapan pulau
dalam kontrol Filipina, lima pulau lainnya dalam kontrol Malaysia, dua pulau dalam kontrol Brunei dan
satu pulau yang di kontrol oleh Taiwan.
Konflik ini menjadi sorotan dunia ketika Tiongkok mulai membangun pelabuhan dan pangkalan minyak
di Laut Cina Selatan. Konflik ini mereda ketika Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mencoba
mengintervensi dengan solusi yang terbaik dari pihak negara yang bertikai. Isu kembali memanas ketika
Tiongkok mencoba mengklam seluruh Laut Cina Selatan beserta kepulauan didalamnya. Mengambil
aspek sejarah dalam hal ini, Tiongkok pede untuk menyebutkan bahwa Laut Cina dibawah teritorinya.
Termasuk di dalamnya Natuna Island dimana pulau tersebut dibawah teritori Indonesia.

Isu ini ada sudah mulai sejak 2012. Dalam debat pilpres antara Jokowi dan Prabowo sempat
menyinggung isu ini dan pada saat itu Bapak Jokowi bilang bahwa Indonesia tidak mempunyai andil
dalam konflik Laut Cina Selatan. Hal ini mengundang beberapa pakar hubungan internasional mengkritik
dari perkataan Jokowi tersebut. Meskipun demikian, Jokowi yang sudah terpilih memiliki sejumlah
kebijakan yang tegas, konsisten dan patut diajungi jempol seperti konsep maritimnya. Dengan sejumlah
data, bahwa negara kita ini adalah negara bahari dengan beribu kepulauan yang menyebar dari Sabang
hingga Marauke yang diselimuti oleh lautan yang lebih luas daripada daratan.

Menyikapi adanya klaim natuna island oleh Tiongkok, hal ini membedakan kontestasi di Laut Cina
Selatan dengan negara lainnya yang juga berkontestasi terhadap klaim Tiongkok dari kepulauannya.
Vietnam yang cenderung konfrontir dengan Tiongkok atas paracel island, sama hal nya Filipina dengan
perebutan Spratly Island. Tentu ketegangan ini terasa berbeda antara Indonesia dan Tiongkok. Ada
beberapa asumsi; Pertama, Indonesia memiliki kebijakan luar negeri yang sama dalam hal ini dalam
konsep maritimnya dengan Tiongkok. Tiongkok memiliki kebijakan maritime silk road dimana hal ini bisa
disinergiskan ketimbang untuk dikontestasikan (menjadi ladang bisnis). Kedua, natuna island dalam
letak geografis memiliki letak yang jauh dalam jangkauan geografi Tiongkok, membuka wacana klaim ini
tidak dapat terjadi secara sah. Ketiga, Tiongkok merupakan mitra ekonomi Indonesia yang dapat
diandalkan. Faktor ekonomi internasional dapat mempengaruhi politik internasional suatu negara,
begitu sebaliknya.

Disisi lain, ASEAN masih sibuk dengan implementasi code of conduct dalam penanganan konflik di Laut
Cina Selatan. ASEAN mencoba untuk memediasi negara-negara yang terlibat konflik yang sama dengan
Tiongkok tanpa memutuskan hubungan kerjasama dengan Tiongkok dalam ASEAN plus. Berbeda dengan
Uni Eropa, ASEAN memiliki negara anggota dimana negara tersebut adalah negara yang berkembang.
Menurut Wallerstain negara berkembang yang dimaksud adalah negara yang tidak memiliki alat atau
infrastruktur produksi yang menunjang namun memiliki bahan mentah atau public goods yang
berlimpah.

Keluarnya Britania Raya (Brexit) baru-baru ini dalam Uni Eropa membuat pengaruh buruk dari adanya
organisasi regional tentunya. Hal ini membuka wacana bahwa organisasi regional tidak dapat membantu
dalam proses kebaikan negara-negara anggotanya. Meskipun Tiongkok mengklaim atas aspek sejarah
dan hukum internasional tidak mengakui bahwa aspek sejarah bukanlah suatu landasan yang kuat.
Indonesia dihadapi oleh dilema penyeimbangan hubungan baik antara negara-negara anggota ASEAN
dan Tiongkok. Tentu perang bukanlah suatu jalan dalam konflik ini.
BAB IV

4.1 Simpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Laut_China_Selatan
http://jejaktamboen.blogspot.co.id/2014/07/latar-belakang-konflik-laut-cina-selatan-dan-
dampaknya.html
https://projects.voanews.com/south-china-sea/indonesian/

Anda mungkin juga menyukai