Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 3

Dasar Ketentuan Mengikatnya Hukum Internasional


Oleh : Kelompok 10
o Astrid Puspita Ramadhani 11000118120018
o Laelia Nur Fitri M. 11000118120019
o Nuriah Sari Dewi 11000118120021
o Fahriyani Ananda 11000118130571
o Daffa Ardhyawiansyach 11000119140377
o M. Ghifariz salim 11000118140259
o Faizal Arli 11000117130285

Dosen Pengampu :
Dr. Nuswantoro Dwiwarno., S.H., M.H.
PENDAHULUAN

Dalam teori hukum internasional telah terdapat aturan mengenai berbagai


persyaratan agar suatu Negara yang merupakan bagian dari pihak yang menjalankan
hukum yang sudah tercantum dalam Konvensi Montevidio 1933 berisi unsur-unsur
penegakan suatu negara. Beberapa persyaratan memang harus dilakukan Negara
sebagai subjek hukum internasional antara lain adalah mempunyai kependudukan
yang tetap, mempunyai daerah wilayah, mempunyai organisasi pemerintahan dan
mempunyai itikad untuk melaksanakan persahabatan yang bersifat baik dengan
Negara di dunia.1
Suatu Negara pasti mempunyai sebuah batas wilayah untuk memberi tanda
wilayah mana saja yang termasuk dalam Negara tersebut dan bukan wilayah dari
Negara tersebut. Batas wilayah sudah menjadi konflik dimana hal tersebut sering
terjadi saat kedua Negara menjalin suatu persahabatan. Maka dari itu guna
menghindari adanya perselisihan masing-masing negara yang bersangkutan, maka
harus dibentuk sebuah kesepakatan dalam bentuk perjanjian tentang batas Negara
yang memiliki letak bersampingan. Tetapi dalam pembuata perjanjian, seringkali
terjadi lagi ketidakpuasa diantara salah satu Negara tersebut karena merasa tidak
adil. Disini akan timbul lagi permasalahan karena ketidakadilan atas kedaulatan
wilayah tersebut.
Instrumen hukum untuk menangani penyelesaian mengenai sengketa wilayah
laut telah diatur dalam sebuah konvensi yaitu Konvensi Jenewa 1958 dan United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. 2 Konvensi Hukum Laut
1982 merupakan sebuah perjanjian internasional yang berisi sejumlah 320 pasal dan
9 lampiran yang mengatur tentang aktivitas dan persoalan tentang kelautan termasuk
mengatur tentang zona-zona maritim atas dasar status hukum yang berbeda-beda,
penetapan rezim negara kepulauan, pemanfaatan dasar laut, pengaturan mengenai
hak lintas bagi kapal, perlindungan lingkungan laut, pelaksanaan riset ilmiah kelautan,
pengelolaan perikanan, serta penyelesaian sengketa. Suatu Negara berhak untuk
mensejahterkan warga Negara didalamnya dengan itu Negara perlu
mempertahankan wilayahnya dengan adanya batas wilayah di negaranya dan dalam

1
Isi Konvensi Montevidio pasal 1, yaitu: (1) Penduduk Tetap, (2) Wilayah, (3) Pemerintahan, (4) Kemampuan melakuan hubungan
dengan negara lain.
2
Ningrum Ratna, Penyelesaian Sengketa Wilayah Antara Indonesia dan Malaysia Terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan Melalui
International Court of Justice (ICJ), FISIP UI, Jakarta, 2010, hlm. 80
hal ini berkaitan dengan sengketa yang terjadi di laut Chili dan Peru merupakan
sebuah permasalah mengenai perbatasan teritorial antara kedua negara tersebut.
Kasus perselisihan ini terjadi pada perselisihan lebih dari satu wilayah yang terjadi di
laut di Samudera Pasifik.

PERMASALAHAN

PEMBAHASAN

Kronologi Kasus
Sengketa Peru dan Chili dimulai pada tahun 1947 yang diawali dengan klaim
hak maritim 200 mil sepanjang pantai kedua Negara yang dipicu oleh Proklamasi
Presiden Amerika Serikat Truman pada 28 September 1945 yang mengeluarkan
pernyataan klaim atas landas kontinen bahwa negara menguasai sumber daya dari
lapisan tanah dan dasar laut dibawahnya. Namun perikanan dan sumber daya air tetap
tunduk pada yurisdiksi. Akhinya Presiden Chili mengeluarkan deklarasi tentang klaim
batas wilayah laut negaranya pada 23 Juni 1947, sedangkan Peru mengeluarkan
Keputusan Agung Nomor 781 pada 1 Agustus 1947. Pada bulan Maret 1966, terjadi
insiden di wilayah laut perbatasan, ketika Kapal perang angkatan laut Peru Diez
Canseco merespon pelanggaran yang terjad di batas laut Chili-Peru oleh dua kapal
penangkap ikan Chili (Mariette dan Angamos) dengan menembakkan 16 tembakan
peringatan dari kanon. Dalam pertemuan subregional dalam kaitan dengan
Kesepakatan Pasifik Selatan di Lima pejabat Peru mengadakan pertemuan dengan
pejabat departemen luar negeri Chili untuk diskusi informal berkaitan dengan gesekan
yang timbul dari kegiatan kapal nelayan di pesisir. Setelah itu Peru menulis kepada
Chili pada tanggal 6 Februari 1968 menyatakan bahwa baik untuk negara harus
membangun pos atau tanda- tanda dimensi dan terlihat pada jarak yang besar pada
titik dimana perbatasan bersama mencapai laut dekat Penanda Batas nomor satu.
Pada tanggal 8 Maret 1968, Chili menerima kesepakatan yang dicapai oleh
para pihak. Tujuannya adalah untuk mengatasi masalah tentang operasi kapal nelayan
Peru dan Chili ke pantai. Kemudian pada tanggal 23 Juli 1968 kapal penangkapan ikan
Chili yang lain (Martin Pescador), diserang oleh kapal patroli Peru, di daerah sebalah
utara perbatasan. Atas kejadian penyerangan Peru atas Chili tersebut pemilik kapal
terluka oleh senjata tembakan api. Atico sebagai kapal patrol telah memberikan
peringatan kepada 20 kapal Chili yang melakukan kegiatan diwilayah itu,
pemberitahuan dipatuhi oleh semua kapal kecuali Martin Pescador. Sehingga kapal
patroli menembak tanpa tujuan untuk peringatan yang mengakibatkan pemilik kapal
terluka tanpa di sengaja. Chili sendiri juga memberlakukan batas maritim seperti Peru
dimana kapal ilegal nelayan akan dikenakan sanksi jika melakukan penangkapan ikan
diperairan selatan batas politik internasional. Kesepakatan tentang peraturan izin untuk
cksploitasi sumber daya Pasifik Selatan dibawah naungan CPPS (Komisi Tetap Pasifik
Selatan), Chili mengatur penerbitan izin untuk kapal-kapal asing yang menangkap ikan
diwilayah perairan Chili dan ketentuan bahwa kapal asing penangkapan ikan yang
tanpa izin akan dituntut. Dibawah rezim ini kegiatan penangkapan ikan di laut teritorial
dan Zona Ekonomi Eksklusif. Adanya peraturan yang dikeluarkan oleh Chili bagi yang
melanggar akan dikenakan sanksi denda, Tindak Pidana bukan hanya melanggar
aturan lalu lintas di laut melainkan juga kegiatan ilegal di laut teritorial Chili. Data yang
masuk antar tahun 1984 dan 1994-2009 banyak kapal yang ditemukan di perairan Chili
dan kebanyakn kapal yang berada di perairan Chili yaitu kapal Peru. Namun pada
tanggal 28 Juli 2007 Presiden Peru menyatakan bahwa zona maritim antara Peru dan
Chili tidak pernah dibatasi oleh kesepakatan atau perjanjian atau dalam instrument
hukum yang mengatur. Atas dasar itu Peru menyatakan bahwa permasalahan batas
akan ditentukan oleh pengadilan sesuai dengan hukum kebiasaan internasional.
Namun Chili berpendapat bahwa kedua belah pihak Negara sudah menyepakati batas
dari zona maritime yang dimulai dari pantai dan kemudian berlanjut sepanjang lintang
paralel, selain itu Chili telah menolak untuk mengakui hak-hak berdaulat Peru di
daerah maritime yang terletak dalam batas 200 mil laut dari pantai.
Chili beranggap bahwa Peru telah melanggar asa Pacta Sunt Servanda, karena
Peru pada tahu 1968 telah menyetujui perjanjian batas laut antara Peru dan Chili,
namun pada tahun 2007 peru menyatakan bahwa zona maritime Peru dan Chili tidak
pernah dibatasi oleh kesepakatan atau perjanjian itu dan tidak pernah mencapai kata
sepakat atau dengan kata lain tidak ada persetujuan akan perjanjian batas wilayah
maritim tersebut. Tetapi Chili berargumen berbeda, Chili berargumen bahwasanya
kedua pihak negara tersebut sudah sepakat menganai batasan dari area maritim
yang sudah diawali sejak dari bibir laut atau ujung pulau yang selanjutnya kemudian
berkelanjutan sepanjang lintang parallel, sementara dalam situasi lain Chili sudah
menyatakan penolakan bahwa akan diakuinya hak-hak kedaulatan Peru di daerah
maritim dimana terdapat dalam batasan sepanjang 200 mill yang ditarik dari bibir laut
atau pinggiran pulau.3 Pemerintah Peru secara resmi membawa sengketa ke
Mahkamah Internasional pada tanggal 16 Januari 2008 sebagai akibat tidak pernah
tercapainya kata sepakat dalam negosiasi yang dimulai pada tahun 1980 dan berujung
pada sikap Chili yang diwakali oleh Menteri Luar Negeri Chili yang menutup pintu
negosiasi pada tanggal 10 September 2004.4

3
Chapter II The Fact, ApplicationInstituting Proceedings, field in the Registy of the courton 16 January
2008, Maritime Dispute (Peru v Chili), hlm 2
4
Dwi Imroatus Sholikah, “Analisa penyelesaian Perbatasan Laut antara Peru dengan Chili yang
diselesaikan oleh Mahkamah Internasional (ICJ)”, Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.1 (April 2020).

Anda mungkin juga menyukai