Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KASUS PERBATASAN LAUT ANTARA PERU DENGAN CHILI

Disusun Oleh :

RATIF IZZARUDI 185610128

REGHA EKA YUDI RAMADHANI 185610129

REKSY DWI CAHYO 185610131

REGO FRANTONY 185610130

RICAN SETIAWAN 185610134


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum laut yang merupakan cabang hukum internasional telah

mengalami perubahan-perubahan yang mendalam. Bahkan, dapat dikatakan

telah mengalami revolusi sesuai dengan perkembangan dan tuntuan zaman.

Peran hukum laut bukam saja karena 70% atau 140 juta mil persegi dari

permukaan bumi terdiri dari laut, bukan saja karena laut merupakan jalan raya

yang menghubungkan suatu bangsa dengan bangsa yang lain ke seluruh

pelosok dunia untuk segala macam kegiatan, bukan saja karena kekayaannya

dengan segala macam jenis ikan yang vital bagi kehidupan manusia, tetapi

juga dan terutama karena kekayaan mineral yang terkandung di dasar laut itu

sendiri.

Perjanjian mengenai laut internasional sudah diatur dalam UNCLOS

1982 yang membagi menjadi tiga bagian yaitu yang pertama laut merupakan

wilayah kedaulatan suatu Negara, contohnya laut teritorian dan laut

pedalaman. Kedua, laut yang bukan merupakan wilayah kedaulatan Negara

namun Negara tersebut memiliki hak-hak dan yurisdiksi tertentu terhadap

aktifitas di laut tersebut, contohnya Zona Ekonomi Eksklusif. Ketiga, laut yang

bukan wilayah kedaulatan suatu Negara dan bukan merupakan hak-hak dan
yurisdiksinya, namun Negara tersebut memiliki kepentingan, contohnya laut

bebas1.

Ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang

kedaulatan Negara atas wilayah laut merupakan salah satu ketentuan penting

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut 1982. Zona-zona

maritime yang termasuk kedalam kedaulatan penuh adalah perairan

pedalaman, perairan kepulauan ,dan laut teritorial2

Dalam konflik antara Peru dengan Chili ini adalah konflik batas maritim

dimana Peru dan Chili menandatangani berbagai perjanjian mengenai norma

kebijakan maritim internasional. Namun pada tahun 1966, terjadi insiden di

wilayah laut perbatasan Negara Peru dan Chili, yaitu Kapal perang angkatan

laut Peru, merespon pelanggaran yang terjadi di batas laut Chili-Peru oleh dua

kapal penangkap ikan Chili dengan menembakkan 16 tembakan peringatan.

Ini mengakibatkan perjanjian yang dibuat oleh Peru dan Chili itu tidak berlaku

lagi.

Peru pun mengajukan penyelesaian sengketa tersebut ke Mahkamah

Internasional untuk mendapatkan keputusan dari Mahkamah Internasional

tentang persoalan batas maritime tersebut


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kronologi Kasus Peru vs Chili

Persengketaan antara Negara Peru dan Chili di mulai pada tahun 1947,

yang diawali dengan pengklaiman hak maritim 200 mill sepanjang pantai

kedua Negara, karena hal tersebut dipicu oleh Proklamasi Presiden Amerika

Serikat, Truman, pada 28 September 1945, yang mengeluarkan pernyataan

klaim atas landas kontinen bahwa negara menguasai sumber daya dari

lapisan tanah dan dasar laut dibawahnya. Namun perikanan dan sumber daya

air tetap tunduk hanya pada peraturan yurisdiksi. Akhirnya, Presiden Chili

mengeluarkan Deklarasi tentang klaim batas wilayah laut negaranya pada 23

Juni 1947, sedangkan Peru mengeluarkan Keputusan Agung Nomor 781 pada

1 Agustus 1947.

Kedua negara yang memiliki wilayah yang saling berbatasan, menyadari

akan perlunya sebuah aturan. Akhirnya Negara Peru dan Chili

menandatangani berbagai perjanjian mengenai norma kebijakan maritim

internasional mereka. Pada tahun 1952 Peru dan Chili, bersama-sama dengan

Ekuador mengeluarkan kesepakatan tentang zona perbatasan maritim khusus

tambahan 10 mill. Zona dimulai dari 12 mill dari pantai masing-masing negara,
tujuannya yaitu untuk menghindari pelanggaran yang tidak disengaja melewati

batas-batas maritim oleh nelayan nasional.3

Pada bulan Maret 1966, terjadi insiden di wilayah laut perbatasan

Negara Peru dan Chili, yaitu Kapal perang angkatan laut Peru, merespon

pelanggaran yang terjadi di batas laut Chili-Peru oleh dua kapal penangkap

ikan Chili dengan menembakkan 16 tembakan peringatan.

Pada tanggal 8 Maret 1968, Chili menerima proposal ini dan ini adalah

kesepakatan yang dicapai oleh para pihak. Tujuannya adalah untuk mengatasi

masalah tentang operasi kapal nelayan Peru dan Chili ke pantai.4 Namun pada

tanggal 23 Juli 1968, kapal penangkap ikan Chili yang lain (Martin Pescador),

diserang oleh kapal patroli Peru, di daerah sebelah utara perbatasan. Pemilik

kapal terluka oleh tembakan senjata api. Atico sebagai kapal patrol telah

memberikan peringatan kepada 20 kapal Chili yang melakukan kegiatan

diwilayah itu, pemberitahuan dipatuhi oleh semua kapal kecuali Martin

Pescador. Sehingga kapal patroli menembak tanpa tujuan untuk peringatan

yang mengakibatkan pemilik kapal terluka tanpa disengaja.


Praktek yang dilakukan oleh Peru, Chili juga telah memberlakukan batas

maritime dengan menangkap kapal ilegal nelayan Peru yang terlibat dalam

penangkapan ikan diperairan selatan batas politik internasional. Selama

bertahun-tahun, pemerintah dan angkatan laut Chili telah menangkap banyak

kapal Peru dan dalam beberapa kasus dituntut melakukan penangkapan ikan

ilegal di perairan Chili.

Kesepakatan tentang peraturan izin untuk eksploitasi sumber daya

Pasifik Selatan dibawah naungan CPPS (Komisi Tetap Pasifik Selatan), Chili

mengatur penerbitan izin untuk kapal-kapal asing yang menangkap ikan

diwilayah perairan Chili dan ketentuan bahwa kapal asing penangkap ikan

yang tanpa izin akan dituntut. Dibawah rezim ini, kegiatan penangkapan ikan

di laut territorial dan ZEE

Pada awal tahun 1968, dalam pertemuan sub regional dalam kaitan

dengan Kesepakatan Pasifik Selatan di Lima, pejabat Peru mengadakan

pertemuan dengan pejabat departemen luar negeri Chili untuk diskusi informal

berkaitan dengan gesekan yang timbul dari kegiatan kapal nelayan di pesisir.

Setelah pertemuan itu Peru menulis kepada Chili pada tanggal 6 Februari

1968, menyatakan bahwa baik untuk negara membangun pos pengawasan

bersama di laut perbatasan.


Chili memerlukan izin, dan bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi

denda. Tindak pidana bukan hanya melanggar aturan lalu lintas di laut,

melainkan juga kegiatan ilegal di laut territorial Chili.Data yang tersedia pada

tahun 1984 dan 1994-2009, menunjukkan banyak kapal yang ditemukan di

perairan Chili.5

Pada tanggal 28 Juli 2007 Presiden Peru menyatakan bahwa zona

maritim antara Peru dan Chili tidak pernah dibatasi oleh kesepakatan atau

perjanjian atau dalam instrument hukum lainnya, atas dasar itu Peru

menyatakan bahwa permasalahan batas akan ditentukan oleh pengadilan

sesuai dengan hukum kebiasaan internasional. Namun Chili berpendapat lain,

Chili berpendapat bahwa kedua negara telah menyepakati batas dari zona

maritime yang dimulai dari pantai dan kemudian berlanjut sepanjang lintang

parallel, selain itu Chili telah menolak untuk mengakui hak-hak berdaulat Peru

di daerah maritime yang terletak dalam batas 200 mill laut dari pantai6

Kami beranggapan bahwa Negara Peru telah melanggar asas Pacta

Sunt Servanda, Karena Peru pada tahun 1968 telah mengajukan kesepakatan

perjanjian batas laut antara Peru dengan Chili, Namun pada tahun 2007, Peru

menyatakan bahwa zona maritime antara Peru dan Chili tidak pernah dibatasi

oleh kesepakatan atau perjanjian. Peru justru menyatakan bahwa Negosiasi


perjanjian itu tidak pernah mencapai kata sepakat atau dengan kata lain tidak

ada persetujuan akan perjanjian batas wilayah maritime tersebut.

Pemerintah Peru secara resmi mengajukan penyelesaian sengketa ke

Mahkamah Internasional pada tanggal 16 januari 2008 sebagai akibat tidak

pernah tercapainya kata sepakat dalam negosiasi yang dimulai pada tahun

1980 dan berujung pada sikap Chili yang diwakilli oleh Menteri Luar Negeri

Chili yang menutup pintu negosiasi pada tanggal 10 September 2004.7

2.2 Penyelesaian Sengketa Melalui Mahkamah Internasional

Salah satu upaya penyelesaian sengketa internasional adalah melalui

Mahkamah Internasional atau yang dikenal dengan International Court of

Justice. Dalam hal ini Negara yang bersengketa harus menyepakati bahwa

sengketa itu akan di bawa ke Mahkamah Internasional.

Pada 16 Januari 2008, Peru mengajukan aplikasi kepada Mahkamah

Internasional untuk menentukan arah dari batas antara zona maritimnya

dengan Chili sesuai dengan hukum internasional dan untuk memutuskan

secara hukum dan menyatakan bahwa Peru memiliki hak berdaulat eksklusif
maritim daerah yang terletak dalam batas-batas 200 mil laut dari pantai, tetapi

di luar zona ekonomi eksklusif Chile atau landas kontinen.

Peru meminta pengadilan untuk menentukan batas zona maritime

antara kedua negara sesuai dengan hukum internasional dan untuk

memutuskan secara hukum menyatakan bahwa Peru menguasai kedaulatan

eksklusif di area laut dalam batas 200 mil dari pantainya dan diluar zona

ekonomi eksklusif atau landas kontinen Chili.

Setelah proses pengajuan sengketa, tahap selanjutnya adalah Tahap

Pembelaan, dimana dalam pembelaan tersebut antara Peru dan Chili terdapat

perbedaan penafsiran tentang perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak

pada tahun-tahun sebelmunya

Menurut pembelaan Peru, Dalam Deklarasi Santiago, pasal IV tertulis

mengenai batas maritim antara para pihak sepakat mengenai zona maritim tak

kurang dari 2oo mil. Sesuai pasal tersebut, metode yang akan diterapkan

secara ekslusif ke zona maritim pulau adalah dari titik pararel geografis dimana

batas tanah masing-masing negara mencapai laut. Peru menilai bahwa pasal

IV tidak berlaku untuk situasi hubungan Peru-Chili. Akibatnya, Deklarasi

Santiago tidak termasuk kesepakatan mengenai batas antara zona maritim

umum dari negara-negara penandatangan.

Berbeda dengan Chili dimana menurut pembelaan Chili bahwa

Deklarasi Santiago menetapkan kewajiban hukum yang mengikat. Hal ini


dinyatakan dalam Pasal II, yaitu: “Pemerintah Chili, ekuador dan Peru

menyatakan sebagai norma kebijakan maritim internasional mereka bahwa

mereka masing-masing mamiliki kedaulatan eksklusif dan yurisdiksi atas laut

disepanjang pantai negara masing-masing untuk jarak minimal 200 mil laut dari

pantai.” Ketentuan ini berkaitan dengan pemeliharaan kebijakan maritime

internasional negara pihak tidak membuat kewajiban berkurang. Selanjutnya

Pasal III menyatakan bahwa kedaulatan eksklusif dan yurisdiksi atas zona

maritime juga harus mencakup kedaulatan eksklusif dan yurisdiksi atas dasar

laut dan tanah didalamnya. Ini menyatakan hak hukum yang berkaitan dengan

wilayah maritime termasuk landas kontinen.8

Menurut asas hukum internasional kasus penyelesaian sengketa antara

Peru vs Chili ini dapat menganut kedalam asas hukum public internasional

yaitu asas Pacta sun servanda yang mana asas keharusan adanya kejujuran

antar pihak Peru vs Chili dalam menaati perjanjian yang telah disepakati dan

asas courtesy yang mana kedua negara tersebut Peru vs Chili harus saling

menghormati antar negara yang telah mengadakan hubungan.

2.3 Keputusan Mahkamah Internasional


Sesuai Pasal 55 Statuta Mahkamah semua persoalan akan diputuskan

melalui suara terbanyak dari hakim yang hadir. Dalam Penghakiman, yang

bersifat final, tanpa banding dan mengikat para Pihak Pengadilan

Mahkamah telah menentukan jalannya batas maritim antara Para Pihak

tanpa menentukan tepat koordinat geografis. Ini mengingatkan bahwa belum

diminta untuk melakukannya dalam pengiriman akhir Pihak. Oleh karena itu,

Mahkamah mengharapkan bahwa Para Pihak akan menentukan ini koordinat

sesuai dengan Putusan, dalam semangat bertetangga yang baik.

Pembacaan putusan dilakukan pada tanggal 27 Januari 2014 oleh

Ketua Pengadilan, Hakim Peter Tomka, pada duduk publik yang akan disiarkan

secara langsung oleh televisi nasional dan akan bersamaan ditafsirkan ke

dalam bahasa Spanyol. Peru dan Chili menyatakan akan mematuhi apapun

hasil dari putusan Mahkamah Internasional mengenai sengketa maritime

meraka.9

Resolusi damai dari batas sengketa maritim ini harus disambut baik,

terutama mengingat bahwa asal-usulnya dimulai melalui permusuhan dan

penggunaan kekuatan. Tampaknya jelas bahwa Mahkamah mencapai

kompromi yang masuk akal antara posisi absolut yang telah diinginkan oleh

Peru dan Chili.


Chili memiliki batas lateral untuk 80 nm dan beberapa perikanan terkaya

di wilayah klaim tumpang tindih. Peru memiliki batas berjarak sama dari titik itu

ke 200 nm yang memberikan sekitar 21.000 km2dari 38.000 km2 yang

disengketakan.10 Dengan demikian, kedua belah pihak dapat mengklaim

kemenangan sampai batas tertentu. Putusan secara umum melekat pada

proposisi bahwa delimitasi batas maritim merupakan suatu solusi yang adil.

Pengadilan dalam putusannya secara proaktif dalam mencapai suatu hasil

yang dimohonkan tanpa berpihak.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Negara Peru dan Chili memiliki wilayah yang saling berbatasan, dan

kedua negara tersebut menyadari perlunya ada sebuah aturan. Akhirnya

negara Peru dan Chili menandatangani berbagai perjanjian mengenai norma

kebijakan maritim internasional mereka.

Upaya penyelesaian sengketa internasional adalah melalui Mahkamah

Internasional atau yang dikenal dengan International Court of Justice. Dalam

hal Peru dan Chili harus menyepakati bahwa sengketa itu akan di bawa ke

Mahkamah Internasional,
Dalam kasus ini kasus sengketa perbatasan laut antara Peru dan Chili

dapat menganut asas hukum publik internasional yaitu asas Pacta sun

servanda yang mana asas keharusan adanya kejujuran antar pihak Peru vs

Chili dalam menaati perjanjian yang telah disepakati dan asas courtesy yang

mana kedua negara tersebut Peru vs Chili harus saling menghormati antar

negara yang telah mengadakan hubungan.

Putusan secara umum melekat pada proposisi bahwa delimitasi batas

maritim merupakan suatu solusi yang adil. Pengadilan dalam putusannya

secara proaktif dalam mencapai suatu hasil yang dimohonkan tanpa berpihak.

3.2 Saran

Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan konflik atau sengketa

antara Peru dan Chili pasti menggunakan asas ex Aequo et Bono, yaitu asas

untuk menetapkan keputusan oleh Pengadilan Internasional atas dasar

keadilan dan kebaikan, oleh karena itu untuk Peru maupun Chili sendiri

haruslah memiliki rasa puas akan putusan itu, agar tidak timbul lagi konflik di

kemudian hari, dan menaati putusan dari Mahkamah Internasional karena

putusannya yang bersifat mengikat dan final.


Daftar Pustaka

Wulandari, Retno “Hukum Laut, Zona-Zona Maritime Sesuai UNCLOS 1982

dan Konvensi-Konvensi Bidang Maritim”, 2009, Badan Koordinasi

Keamanan laut, Jakarta

Gunawan, Yordan “Peluang Dan Tantangan Menghadapi Masyarakat Ekonomi

Aseaan (MEA): Perspektif Hukum Dan Perlindungan Sumber Daya

Laut”, 2015, Laboratorium Ilmu Hukum UMY, Yogyakarta

Suryani, Citra “Penyelesaian Sengketa Perbatasan Laut Antara Peru Dengan

Chile Melalui Mahkamah Internasional Tahun 2008-2014”, 2014 Jurnal

Fisipol Vol.1 No.2, Riau

Chapter II The Fact, ApplicationInstituting Proceedings, filed in the Registry of

the Courton 16 January 2008, Maritime Dispute (Peru v. Chile),

Rejoinder of the Government of Chile.International Court of Justice. Maritim

Dispute (Peru v. Chile) Vol. I

Anda mungkin juga menyukai