Anda di halaman 1dari 10

MATERI HUKUM LAUT

MATERI I

SEJARAH DAN GARIS BESAR ISI UNCLOS

Dalam anatomi dan garis besar isi unclos ialah tahun 1982,

Sejarah hukum laut

Kepentingan dunia atas hukum laut telah mencapai puncaknya pada abad ke-20.
Faktor-faktor yang mempengaruhi negara di dunia membutuhkan pengaturan tatanan
hukum laut yang lebih sempurna adalah Modernisasi dalam segala bidang kehidupan
yaitu :

 Tersedianya kapal-kapal yang lebih cepat

 Bertambah pesatnya perdagangan dunia

 Bertambah canggihnya komunikasi internasional

 Pertambahan penduduk dunia yang membawa konsekuensi bertambahnya


perhatian pada usaha penangkapan ikan

Dalam dekade abad ke-20 telah 4 kali diadakan usaha untuk memperoleh suatu
himpunan tentang hukum laut.

Konferensi Hukum Laut Internasional

1. Konferensi kodifikasi Den Haag (1930), di bawah naungan Liga Bangsa-


Bangsa

2. Konferensi PBB tentang hukum laut I (1958)  UNCLOS I

3. Konferensi PBB tentang hukum laut II (1960)  UNCLOS II

4. Konferensi PBB tentang hukum laut III (1982)  UNCLOS II


LAUT PBB I (1958) DAN PBB II (1960)

Resolusi Majelis Umum PBB tgl 21 Feb 1957 menyetujui untuk mengadakan
konferensi Internasional tentang hukum laut pada bulan Maret 1958. Konferensi ini
akhirnya diadakan pada tgl 24 Feb – 27 April 1958 yang dihadiri oleh 700 delegasi
dari 86 negara, yang dikenal dengan UNCLOS I (United Nations Convention on The
Law of The Sea) atau konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut.

HASIL KONVENSI DARI UNCLOS I

1. Konvensi tentang laut teritorial dan jalur tambahan

2. Konvensi tentang laut lepas

1. Kebebasan pelayaran

2. Kebebasan menangkap ikan

3. Kebebasan meletakkan kabel di bawah laut dan pipa-pipa

4. Kebebasan terbang di atas laut lepas

Dan Konvensi ini telah disetujui oleh :

1. Konvensi tentang perikanan dan perlindungan sumber-sumber hayati di laut


lepas (convention on fishing and conservation of the living resources of the
high seas)

2. Konvensi tentang landas kontinen (convention on continental shelf)

HASIL KONVENSI DARI UNCLOS II

Pada 17 Maret – 26 April 1960  UNCLOS II, membicarakan tentang lebar


laut teritorial dan zona tambahan perikanan, namun masih mengalami kegagalan
untuk mencapai kesepakatan, sehingga perlu diadakan konferensi lagi.
KONFERENSI HUKUM LAUT PBB III

Konvensi hukum laut 1982 merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum
laut, yang disetujui di Montego Bay, Jamaica (10 Des 1982), ditandatangani oleh 119
negara.

Ada 15 negara yang memiliki ZEE besar:

Amerika Serikat, Australia, Indonesia, New Zealand, Kanada, Uni Soviet, Jepang,
Brazil, Mexico, Chili, Norwegia, India, Filipina, Portugal, dan Republik Malagasi.

MATERI II

LAUT TERITORIAL

Laut teritorial atau perairan teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara


pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya, sedangkan bagi suatu
negara kepulauan seperti Indonesia, Jepang dan Filipina.

laut teritorial meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengan perairan
kepulauannya dinamakan perairan internal termasuk dalam laut teritorial, dalam
pengertian kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut
dan tanah di bawahnya dan, kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan
menurut ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut 

kemudian UNCLOS 1958 dan 1960 karena kedua konvensi menetapkan bahwa
lebar laut teritorial setiap negara adalah 3 mil laut diukur dari garis pangkal

Hukum laut di Indonesia sejak zaman kemerdekaan telah mengalami beberapa


kali perubahan. Pada awalnya, hukum Belanda dalam Ordonasi Laut Teritorial
(1939) menjelaskan bahwa laut teritorial Indonesia berjarak 3 mil ke arah laut lepas.
Laut teritorial selebar 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan
mengelilingi kepulauan Indonesia, perairan nusantara yang terletak di antara pulau-
pulau, beserta dasar laut yang berada di bawahnya.

PERJANJIAN BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

Batas laut wilayah (laut teritorial) antara Indonesia dan Malaysia yang disahkan
melalui UU Nomor 2 Tahun 1971 tentang Penetapan Hasil Perundingan Garis Batas
Laut Wilayah Bersama antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka.

Batas laut teritorial antara Indonesia dan Papua New Guinea di utara dan selatan
Pulau Irian yang disahkan bersama dengan batas-batas darat melalui UU Nomor 6
Tahun 1973 tentang Pengesahan Hasil Perundingan Garis-Garis Batas Tertentu
antara Indonesia dan Papua New Guinea. Batas laut teritorial antara Indonesia dan
Singapura yang disahkan melalui UU Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengesahan
Hasil Perundingan Garis-Garis Batas Tertentu antara Indonesia dengan Singapura di
Selat ingapura (Bagian Tengah).

Batas laut teritorial antara Indonesia dan India (Kepulauan Andaman) yang
disahkan melalui Keppres Nomor 51 Tahun 1974 tentang Pengesahan Hasil
Perundingan Garis-Garis Batas Tertentu antara Indonesia dengan India di Laut
Andaman.

TATA CARA PENGUKURAN LAUT TERITORIAL

Dilakukan dengan cara penarikan sejauh 12 mil dari garis pangkal terluar yang
merupakan ttitik pasang surut terendah seperti yang diatur dalam pasal 5 UNCLOS
dan UU No.6 tahun 1996 pasal 5.

UNCLOS dan UU NO. 6 tahun1996 memberikan pengecualian terhadap wilayah


laut yang memiliki pantai yang saling berhadapan antar Negara pantai. Dalam Pasal
10 UU No. 6 tahun 1996 juga menyebutkan bahwa Dalam hal pantai Indonesia yang
letaknya berhadapan atau berdampingan dengan negara lain,  kecuali ada persetujuan
yang sebaliknya.

PRINSIP-PRINSIP PENGUKURAN LAUT TERITORIAL

1. Prinsip garis tengah


2. Prinsip sama jarak
3. Prinsip keadilan
4. Prinsip kelanjutan alamiah

MATERI III

ZONA TAMBAHAN

Zona tambahan adalah suatu jalur perairan yang berdekatan dengan batas jalur
maritim atau laut teritorial, tidak termasuk kedaulatan negara pantai dapat
melaksanakan hak-hak pengawasan tertentu untuk mencegah pelanggaran peraturan
perundang-undangan saniter, bea cukai, fiskal, pajak dan imigrasi di wilayah laut
teritorialnya. Sepanjang 12 mil dari garis pangkal.

Kemudian Adapun dalam UNCLOS  1982 pasal 24 ayat 1 Zona tambahan di


dalam pasal 24 (1) UNCLOS III dinyatakan bahwa suatu zona dalam laut lepas yang
bersambung dengan laut teritorial negara pantai tersebut dapat melaksanakan
pengawasannya yang dibutuhkan untuk :

 Mencegah pelanggaran-pelanggaran perundang-undangan yang berkenaan


dengan masalah bea cukai (customs), perpajakan (fiskal), keimigrasian
(imigration), dan kesehatan atau sanitera.
 Menghukum pelanggaran-pelanggaran atau peraturan perundang-
undangannya tersebut diatas.
PERKEMBANGAN ZONA TAMBAHAN

1. Berasal dari Hovering Acts dari UK yang mencegah penyeludupan pada jarak
24 mil ke arah laut bebas

2. 1736-1876—belum ada praktek negara2 bahwa lebar laut teritorial adalah 3


mil (cannon ball theory)

3. Perselisihan spanyol vs  british (inggris) terjadi pada awal abad ke-19. objek
spanyol adalah penyitaan kapal inggris dalam 6 mil zona kustom milik
spanyol

4. Custom zone –(zona kebiasaan) 3 miles---UK 24 miles (kelebihan) Zona


kustom (3 mil ) mengakui & tunduk pada 2 pengecualian :

 Doctrine constructive presence –(doktrin konstruksi kehadiran) utk


melepas prisoners
 Doctrine of Hot-Pursuit – ( Doktrin tentang Pengejaran) pengejaran
sesorang yang melanggar hukum

TATA CARA PENGUKURAN ZONA TAMBAHAN

1. Di dalam ayat 2 ditegaskan tentang lebar maksimum dari zona tambahan


tidak boleh melampaui dari 12 mil laut di ukur dari garis pangkal. Yang
mempunyai arti bagi negara yang mempunyai lebar laut teritorial kurang dari
12 mil laut (menurut konvensi hukum laut Jenawa 1958), dan sudah tidak
berlaku lagi setelah adanya ketentuan baru dalam konvensi hukum laut 1982.

2. Menurut pasal 33 ayat 2 konvensi hukum laut 1982, zona tambahan tidak
boleh melebihi 24 mil laut, dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial
itu diukur.

3. Berikut ini beberapa hal guna memperjelas tentang letak zona tambahan yaitu
:
 Tempat atau garis dari mana lebar jalur tambahan itu harus diukur,
tempat atau garis itu adalah garis pangkal.

 Lebar zona tambahan itu tidak boleh melebihi 24 mil laut, di ukur dari
garis pangkal

 Zona laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal adalah
merupakan laut teritorial, maka secara praktis lebar zona tambahan itu
adalah 12 mil (24-12) mil laut

 Pada zona tambahan negara pantai hana memiliki yurisdiksi yang


terbatas seperti yang ditegaskan dalam pasal 33 ayat 1 Konvensi
Hukum Laut 1982.

KEWENANGAN NEGARA PADA ZONA TAMBAHAN

Dalam Pasal 24 Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Teritorial dan Zona
Tambahan disebutkan bahwa di zona tambahan, Negara pantai dapat melaksanakan
pengawasan yang dibutuhkan untuk

a. Mencegah pelanggaran peraturan (regulations) tentang bea-cukai, fiskal,


imigrasi, atau saniter dalam wilayah atau di laut teritorialnya;
b. menghukum pelanggaran peraturan (regulations) tersebut di atas yang
dilakukan di dalam wilayah atau di laut teritorialnya.

Ketentuan serupa juga dapat ditemukan dalam Pasal 33 UNCLOS 1982,


dengan rumusan yang sedikit berbeda, dimana Negara pantai dapat melaksanakan
pengawasan yang dibutuhkan untuk :

a. mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan (laws and regulations)


bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam wilayah atau laut teritorialnya;
b. menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan (laws and
regulations) tersebut di atas yang dilakukan di dalam wilayah atau laut
teritorialnya

Kemudian adapun di INDONESIA UU NOMOR 43 TAHUN 2008 yaitu Zona


Tambahan Indonesia adalah zona yang lebarnya tidak melebihi 24 (dua puluh empat)
mil laut yang diukur dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.

Untuk melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang diperlukan untuk


mencegah pelanggaran dan menghukum pelanggar peraturan perundang-undangan di
bidang bea cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di dalam Wilayah Negara atau laut
teritorial

MATERI VI

PERAIRAN PEDALAMAN

Perairan yang terletak ke arah dalam dari garis batas pengukur laut teritorial
atau pengukur zona-zona maritim lainnya. Secara umum terdiri dari teluk, muara dan
pelabuhan dan perairan-perairan yang tertutup oleh garis pangkal lurus (straight
baselines).

Internal waters of the State is waters on the landward side of the baseline of
the territorial sea (Art. 8 (1)UNCLOS) • Where the establishment of a straight
baseline in accordance with the method set forth in article 7 has the effect of
enclosing as internal waters areas which had not previously regarded as such, a right
of innocent passage as provided in this Convention shall exist in those waters (Art. 8
(2) UNCLOS)

MACAM-MACAM GARIS PANGKAL

Terdapat beberapa bagian laut yang masuk dalam perairan pedalaman antara lain:
1. Teluk

2. Sungai

3. Kanal

4. Muara dan

5. Pelabuhan,

TATA CARA PENGUKURAN PERAIRAN PEDALAMAN

 Perairan pedalaman adalah perairan yang ditutup oleh garis dasar penutup
teluk, muara, pelabuhan, dan garis-garis dasar yang menutup lekukan di
pantai sampai 100 mil laut dan maksimum 125 mil laut.

 Dengan kata lain, perairan pedalaman adalah bagian dari laut yang berada ke
arah daratan dari garis dasar kepulauan.

 Perairan kepulauan adalah perairan yang ada dalam wilayah negara kepulauan
(antara pulau-pulau), disebut juga perairan nusantara. Perairan kepulauan
dibatasi oleh garis dasar perairan pedalaman. Perairan kepulauan adalah satu
kesatuan wilayah kedaulatan negara bersama ruang udara di atasnya, atas
tanah serta di bawah tanah.

PRINSIP-PRINSIP PERAIRAN PEDALAMAN

 Wilayah suatu negara merupakan unsur utama dalam pembentukan negara,


untuk itu penentuan suatu negara didasarkan pada norma hukum internasional
yang berlaku.

 Di perairan pedalaman kapal-kapal dagang memiliki hak untuk masuk dan


kedaulatan penuh dimiliki oleh Negara pantai yang bersangkutan.
 Negara pantai memiliki kedaulatan penuh pada perairan pedalaman/internal
waters, sehingga tidak terdapat hak innocent passage bagi kapal-kapal asing,
sebagaimana yang terdapat pada laut teritorial. Diatur juga dalam pasal 211
(3)

HAK NEGARA TERHADAP PERAIRAN PEDALAMAN

 Dengan memasuki pelabuhan negara asing, suatu kapal dikatakan telah


meletakkan dirinya ke dalam yurisdiksi negara pantai tsb.

 Dengan demikian negara tsb dapat menegakkan hukumnya terhadap kapal tsb
dan semua yang ada dikapal tsb, dengan memperhatikan aturan2 hukum
Internasional tentang kekebalan diplomatik, yang akan timbul berkenaan
dengan kapal perang.

 Tetapi – prinsip negara bendera --, maka negara pantai hanya akan
menegakkan hukumnya jika kepentingan nasionalnya terkena dampaknya

Anda mungkin juga menyukai