Anda di halaman 1dari 12

‘’ LANDAS KONTINEN ‘’

DOSEN PENGAMPU :
•Rahayu Repindowaty Harahap, S.H ., LL.M.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

•Ristyn Karisma Ayu Sy { B10018158 }


•Risha Rahma Feris { B10018156 }
•Erma Novita Veranita { B10018155 }
•Albar Ramadhan { B10018165 } FAKULTAS HUKUM
•Ali Azwar { B10018157 } UNIVERSITAS JAMBI
•Asmida Wanti Hs { B10018154 } 2020
•Raja Ika Hari { B10018159 }
•Gunawan Edo Wardo { B10018164 }
Sejarah Landas Kontinen
1. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja

Landas Kontinen dapat dikatakan sebagai perkembangan baru pasca Perang Dunia II.
menyebutkan bahwa,
 
“ Diantara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam hukum laut
internasional setelah akhir Perang Dunia ke- II dapat dikemukakan tiga faktor yang terpenting sebagai berikut:
a. faktor Pertama dapat disebut banyaknya jumlah Negara yang menjadi merdeka sehingga mengakibatkan
perubahan peta bumi politik yang tidak kecil di dalam dunia setelah Perang Dunia ke- II.
b. Faktor Kedua adalah kemajuan teknologi sebagai akibat samping atau tambahan daripada kemajuan-
kemajuan dalam teknologi yang terjadi dengan pesatnya selama Perang Dunia ke- II.
c. Faktor Ketiga adalah tambahan bergantungnya bangsa-bangsa pada laut sebagai sumber kekayaan alam,
baik kekayaan hayati ( Living Resources ) maupun kekayaan mineral termasuk minyak bumi dan gas. “
2. Proklamasi Presiden Amerika Serikat Harry S Truman ( 28 September 1945 )

Didasarkan pada tindakan penguasaan sepihak, ialah dengan tujuan memanfaatkan, mengamankan, dan
mencadangkan kekayaan mineral dasar laut (seabed) dan tanah di bawahnya (subsoil) yang berbatasan dengan
pantai Amerika Serikat untuk kepentingan rakyat dan bangsa Amerika Serikat.

“Di dalam pertimbangannya Proklamasi Trauman tersebut di atas antara lain menyatakan perlunya
dirangsang pencarian sumber-sumber baru daripada minyak bumi dan barang tambang lain mengingat
kebutuhan dunia jangka panjang akan sumber minyak bumi dan barang tambang lainnya.” Proklamasi
Trauman tahun 1945 tersebut menjadi titik tolak yang menciptakan suatu perkembangan baru dan
mengakibatkan suatu perubahan yang besar dalam hukum laut internasional.
Pengertian Landas Kontinen
1. Konvensi Hukum Laut 1958
Pasal 1 Konvensi Jenewa 1958 berbunyi :

Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya yang bersambungan dengan pantai tetapi
di luar laut teritorial, sampai pada kedalaman 200 meter atau lebih sepanjang dalamnya air laut di atasnya
masih memungkinkan untuk dapat mengeksplorasinya dan mengeksploitasi sumber-sumber daya alam.

2. Pada Konvensi Hukum Laut 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea III (UNCLOS III)

Pasal 76 angka 1
Landas Kontinen suatu Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah
permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga
pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut
territorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.
3. Undang-undang nomor 17 tahun 1985 tentang ratifikasi Konvensi PBB tentang
Hukum Laut (UNCLOS 1982).

1) jarak sampai 200 mil laut jika tepian luar kontinen tidak mencapai jarak 200 mil laut
tersebut;
2) kelanjutan alamiah wilayah daratan di bawah laut hingga tepian luar kontinen yang lebarnya
tidak boleh melebihi 350 mil laut yang diukur dari garis dasar Laut Teritorial jika di luar
200 mil laut masih terdapat daerah dasar laut yang merupakan kelanjutan alamiah dari
wilayah daratan dan jika memenuhi kriteria kedalaman sedimentasi yang ditetapkan dalam
konvensi; atau tidak boleh melebihi l00 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500 meter
Status Hukum Landas Kontinen
1. Konferensi Jenewa tahun 1958

Konferensi landas kontinen ini menyepakati bahwa status hukum landas


kontinen yaitu bahwa setiap Negara hanya mempunyai hak untuk
mengekspolarasi dan mengeksplotasi kekayaan alamnya.
2. Berdasarkan Pasal 78 UNCLOS 1982 Status hukum Landas Kontinen yaitu :

1. hak negara pantai atas Landas Kontinennya tidak mempengaruhi status hukum
wilayah udara di atas perairan.

2. Pelaksanaan hak negara pantai atas landas kontinen tidak boleh merugikan atau
mengakibatkan gangguan yang tidak dapat dibenarkan dengan navigasi dan hak-hak
lain dan kebebasan negara lain sebagaimana diatur dalam konvensi ini.
Batas luar Landas Kontinen dan Delimitasi
Landas Kontinen antara negara yang pantainya
saling berhadapan dan berdampingan

1. Berdasarkan Konvensi Jenewa 1958.

Pasal 6 Konvensi Jenewa 1958 tersebut, yaitu :


1. Dalam hal landas kontinen bersambung ke wilayah dua atau lebih negara lain
yang pantainya saling berhadapan, batas dari landas kontinen ditentukan
melalui suatu perjanjian internasional.
2. Apabila perjanjian seperti itu tidak ada maka garis batas biasanya adalah garis
tengah
Apabila tidak dicapai persetujuan, harus digunakan prosedur dalam
Bab XV tentang Penyelesaian sengketa. (Pasal 83 ayat (2)

ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 untuk mengukur lebar landas kontinen dapat
ditentukan dengan beberapa alternatif, yaitu :
1. Sampai batas terluar tepian kontinen (“the continental margin”)
2. Sampai jarak 200 mil laut dari garis pangkal laut teritorial apabila tepian kontinen
tidak melebihi 200 mil laut;
3. Sampai jarak 350 mil laut dari garis pangkal laut teritorial apabila tepian kontinen
melebihi 200 mil laut, atau
4. Tidak boleh melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (“isobath”) 2500 meter.
2. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB 1982

Pasal 76, yaitu :

“Pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah permukaan
laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah hingga
daratannya hingga pinggiran luar kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari
garis pangkal darimana lebar laut teritorialnya diukur”.

Dan lebih lanjut ayat (2) nya menyebutkan bahwa “Landas Kontinen suatu negara
pantai tidak boleh melebihi dari batas-batas sebagaimana ditentukan dalam ayat 4
hingga ayat 6”.
Batas Landas Kontinen dari Negara-negara yang pantainya
saling berhadapan atau bersambung

Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional (Pasal 83 ayat (1)), yaitu :

1) Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang


mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa;
2) Kebiasaan-kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah
diterima sebagai hukum
3) Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab; 
4) Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari berbagai
negara sebagai sumber tambahan bagi penetapan kaedah-kaedah hukum
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai