Anda di halaman 1dari 8

Nama : Lara Mega Johar

Pangkat : Letnan Dua


NRP : 24642/P
Korps : Khusus

Landasan Kontinen

A. Pengertian Landas Kontinen

Menurut UNCOLS 1982 landas kontinen adalah daerah dasar laut dan tanah di bawahnya
yang berada di luar laut teritorial yang merupakan kelanjutan alamiah dari daratan sampai ke batas
terluar tepian kontinen atau sampai jarak 200 mil laut di ukur dari garis pangkal yang digunakan
untuk mengukur lebar laut teritorial apabila sisi terluar tepian kontinen tidak mencapai jarak
tersebut. Kalau kita lihat dari pengertian ini berbeda dengan pengertian yang terdap at dalam
konvensi Jenewa 1985 dimana dalam konvensi Jenewa batas terluar itu sampai kedalaman 200
meter dan kriteria eksploitabilitas diganti oleh kriteria geologis serta kriteria jarak 200 mil batas.
Pasal 76 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan batasan Landas Kontinen
sebagai berikut:
”Landas kontinen suatu Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya
dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan
alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil
laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi
kontinen tidak mencapai jarak tersebut.
Jika dibandingkan dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1958, perumusan yang
terdapat dalam pasal 76 Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut di atas memberikan batasan-batasan
yang lebih jelas dengan memberikan kepastian batas terluar landas kontinen. Demikian juga
pengertian landas kontinen selain mencakup pengertian yuridis juga mencakup pengertian geologis
yang merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen itu sendiri. Perumusan yang
terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982, selain merupakan penyempurnaan dari pengertian
landas kontinen yang dapat dianggap sebagai perkembangan hukum laut masa kini, perumusan
tersebut dapat menimbulkan kekaburan atau ketidak jelasan dalam menafsirkan pengertian
“continental shelf”. Hal ini bias dilihat dari alternatif-alternatif yang digunakan untuk menentukan
batas terluar landas kontinen sampai pinggiran luar tepian kontinen atau melampaui batas itu,
sesungguhnya cara pengukuran ini sudah jauh meninggalkan pengertian “continental shelf” dalam
arti geologis semata-mata.

B. Penetapan Batas Landas Kontinen


Untuk menetapkan landas kontinen suatu negara tidaklah mudah, untuk menetapkan batasnya.
Hal ini disebabkan karena keadaan landas kontinen di masing-masing negara tidak ada yang sama
“keadaannya” di samping adanya perbedaan cara pandang masing-masing negara terhadap landas
kontinennya. Ini tentunya mengakibatkan munculnya sengketa bagi negara-negara tersebut dalam
hal untuk menentukan batas landas kontinennya tersebut. Selain itu, tidak tegasnya peraturan
hukum laut internasional yang mengatur tentang batas landas kontinen tersebut baik dalam
Konvensi Jenewa 1958 maupun UNCLOS 1982. Untuk lebih memudahkan dalam memahami
tentang batas landas landas kontinen suatu negara tersebut berikut akan dipaparkan batas landas
kontinen menurut Ketentuan Hukum Laut 1958 (Konvensi Jenewa 1958), Ketentuan Hukum Laut
1982 (UNCLOS 1982) dan ketentuan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang
Landas Kontinen Indonesia.
Ketentuan Batas Landas Kontinen Menurut Konvensi Hukum Laut Jenewa IV 1958
Mengenai batas landas kontinen suatu negara dapat kita ketahui dari batasan yang dipaparkan
dalam Konvensi Hukum Laut 1958 yaitu di dalam Pasal 1 sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya. Kalau kita perhatikan Pasal 1 tersebut maka untuk menetapkan lebar landas kontinen
tersebut terdapat dua kriteria untuk menetapkannya. Pertama, daerah dasar laut di luar laut
teritorialnya sampai kedalaman air 200 meter; Kedua, daerah dasar laut di luar laut wilayah atau di
luar kedalaman air 200 meter hingga sampai suatu batas dimana dimungkinkannya
pengeksploitasian sumber-sumber kekayaan alam di landas kontinen tersebut. Dari penjelasan di
atas maka dapat diketahui bahwa untuk menetapkan batas terluar dari landas kontinen tersebut
adalah dengan menggunakan kriteria kedalaman air 200 meter dan kriteria kemampuan untuk
mengeksploitasi sumber-sumber kekayaan alamnya (expleitability). Dengan adanya dua kriteria
tersebut sehingga menimbulkan keragu-raguan dan ketidakpastian hukum di dalam menentukan
batas terluar landas kontinen suatu negara tersebut.
Ketentuan Batas Landas Kontinen Menurut Konvensi Hukum Laut 1982
Batas landas kontinen suatu negara menurut ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 dapat
dilihat pada Pasal 76.Pasal 76 ayat 1 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa batas
landas kontinen suatu negara adalah sampai jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar
laut territorial diukur dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Di
samping itu Pasal 76 ayat 5 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa titik-titik tetap yang
merupakan garis batas luar landas kontinen pada dasar laut yang ditarik sesuai dengan ayat 4 (a) (i)
dan (ii) atau tidak akan boleh melebihi 100 mil laut dari garis batas kedalaman ( isobath) 2.500
meter, yaitu suatu garis batas yang menghubungkan kedalaman 2.500 meter.
Dalam pasal 76 ayat 6 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa batas luar landas
kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.
Dengan demikian bahwa negara-negara mempunyai dua macam pilihan untuk menetapkan ujung
luar dari tepian kontinennya, yaitu: (1) berdasarkan atas ketebalan “sedimentary rocks” di luar kaki
lereng kontinen; (2) dengan menarik garis yang tidak melebihi 60 mil laut di luar lereng kaki dari
lereng kontinen tersebut.
Pasal 76 ayat 7 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa negara pantai harus
menetapkan batas terluar landas kontinennya dimana landas kontinen itu tidak melebihi 200 mil
laut dari garis pangkal dari mana laut territorial diukur dengan cara menarik garis-garis lurus yang
tidak melebihi 60 mil laut panjangnya dengan menghubungkan titik-titik tetap yang ditetapkan
dengan koordinat-koordinat Lintang dan Bujur.
Dari kriteria yang ditetapkan Pasal 76 ayat 7 tersebut di atas maka terdapat dua cara untuk
menetapkan batas terluar dari landas kontinen dari suatu negara yang melebihi 200 mil laut, yaitu:
(1) dengan cara menggunakan pengukuran 350 mil laut dari garis pangkal; dan (2) dengan cara
menggunakan penentuan jarak 100 mil laut dari kedalaman laut yang mencapai 2.500 meter.
Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan tentang penetapan batas landas kontinen
menurut ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 yang dapat dilakukan dengan empat cara yaitu:
1. Apabila landas kontinen tersebut lebih dari 200 mil laut, maka batas landas kontinen
tersebut ditetapkan sampai ke tepian kontinen sejauh 350 mil laut;
2. Apabila landas kontinen tersebut tidak sampai sejauh 200 mil laut, maka batas landas
kontinen tersebut ditetapkan sampai sejauh 200 mil laut;
3. Apabila landas kontinen tersebut lebih dari 350 mil laut, maka batas landas kontinen
tersebut ditetapkan sampai sejauh 350 mil laut;
4. Apabila landas kontinen tersebut tidak sampai pada kedalaman air 2.500 meter, maka
ditentukan sampai kedalaman air tersebut sedalam 2.500 meter yang kemudian dari
kedalaman tersebut dijadikan patokan dasar untuk menentukan batas landas kontinen
tersebut sampai sejauh 100 mil laut.
Ketentuan Batas Landas Kontinen Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas
Kontinen Indonesia
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 mengenai landas kontinen Indonesia ada menjelaskan
tentang batas landas kontinen negara Republik Indonesia. Namun ketentuan batas landas kontinen
tersebut tidak menggunakan ketetapan yang pasti sampai sejauh mana landas kontinen tersebut.
Hal ini tentunya didasarkan kepada fakta landas kontinen di beberapa tempat di wilayah Indonesia
tidak sama. Namun ketentuan yang digambarkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973
tetap mengikuti kaedah-kaedah hukum laut internasional.Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1973 disebutkan bahwa kriteria batas landas kontinen Indonesia pengukurannya dimulai
dengan kedalaman air 200 meter hingga sampai kemampuan mengeksploitasi sumber daya alam di
landas kontinen tersebut.Pengukuran kedalaman air 200 meter ini dilakukan di luar laut territorial
Indonesia yang menurut Undang-Undang No. 4/Prp/ 1960 adalah sejauh 12 mil laut.
C. Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara Dua Negara Yang Berhadapan Maupun
Berdampingan
Pasal 83 mengatur penetapan garis batas landas kontinen antara dua negara yang berdekatan
baik negara yang letaknya berhadapan maupun berdampingan,dalam ketentuan pasal 83 ayat 1
dinyatakan bahwa garis batas landas kontinen antar dua negara yang letak pantainya berhadapan
maupun berdampingan akan ditetapkan melalui persetujuan atas dasar hukum internasional
sebagaimana tercantum dalam pasal 38 statuta mahkamah internasional untuk mencapai suatu
penyesuaian yang adil,menurut ketentuan ayat 2 apabila persetujuan demikian tidak tercapai
negara tersebut harus menggunakan prosedur yang ditetapkan dalam bab XV konvensi hukum laut
19821
Selanjutnya dalam ketentuan ayat 3 ditegaskan bahwa sambil menunggu berlakunya perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 negara yang bersangkutan dengan semangat saling pengertian
dan bekerja sama harus membuat segala usaha untuk mengadakan pengaturan sementara yang
bersifat praktis dan selama masa peralihan ini tidak membahayakan atau menganggu pencapaian
persetujuan yang tuntas,pengaturan demikian tidak boleh merugikan penetapan garis batas yang
tuntas ,konvensi hukum laut 1982 itu sendiri tidak memberikan petunjuk tentang apa dan
bagaimana pengaturan sementara yang bersifat praktis yang harus diusahakan tersebut.akan tetapi
apabila melihat persetujuan yang telah dicapai oleh beberapa negara bentuk pengaturan yang
banyak digunakan adalah pengembangan bersama,dalam hukum internasional tidak ada
keseragaman batasan maupun penggunaan konsep pengembangan bersama,selama ini konsep
tersebut diartikan berbeda-beda seperti terlihat bentuk sebagai berikut :
a) Single state model
Dalam sistem ini hanya satu dari dua negara dalam suatu persetujuan joint development yang
melaksanakan kegiatanoperasional pengambangan minyak yang terdapat pada daerah landas
kontinen yang disengketakan,negara yang melaksanakan kegiatan operasional penambangan
tersebut sepakat membagi keuntungan yang diproleh dari penambangan minyak kepada negara
mitranya setelah dikurangi biaya operasional penambangan,hukum dan yurisdiksi yang berlaku
adalah hukum dari negara yang melaksanakan kegiatan operasional penambangan.
b) Compulsory joint venture system model

1
Etty R.agoes,”perkembangan konsep joint development”dalam pemanfaatan kekayaan alam
dilaut”,op.cit,hlm.10.
Model ini didasarkan pada suatu persetujuan antar negara untuk bekerja sama membentuk
usaha patungan yang bersifat memaksa dalam penambangan minyak yang terdapat pada daerah
landas kontinen yang tumpang tindih,usaha patungan ini dapat dilakukan baik melalui kerja sama
antar negara yang bersangkutan maupun kerja sama antar perusahaan minyak yang ditunjuk negara
tersebut
c) Joint authority development
Model ini negara dalam suatu persetujuan joint development sepakat membentuk otorita
bersama yang mempunyai kewenangan atas nama masing-masing negara untuk memberikan
lisensi penambangan 2

D. Aspek Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Landas Kontinen

Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1961 khususnya tentang konvensi mengenai


daratan kontinen, pada pasal 2-nya diungkapkan bahwa Negara pantai mempunyai kedaulatan atas
kontinentalnya dan dengan kriteria kelanjutan alamiah daratan di bawah laut hingga tepian luar
kontinen yang ditentukan dalam konvensi, setelah dapat diterima oleh Negara-negara bukan
Negara pantai atau Negara-negara yang secara geografis tidak beruntung, ditentukan bahwa
Negara pantai mempunyai kewajiban untuk memberikan pembayaran atau kontribusi dalam natura
yang berkenaan dengan eksploitasi sumber kekayaan non hayati landas kontinen di luar 200 mil
laut.Sistem pembayaran kontribusi tersebut harus dilakukan melalui otorita dasar laut internasional
dan lembaga internasional ini yang akan membagikan kepada Negara peserta konvensi yang
didasarkan pada kriteria pembagian yang adil dengan memperhatikan kepentingan serta kebutuhan
Negara-negara berkembang, khususnya Negara-negara yang perkembangannya masih paling
rendah dan Negara-negara pantai.
Umumnya landas kontinen Indonesia meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya di luar
perairan wilayah Republik Indonesia sebagaimana diatur daloam Undang-undang Nomor
4/prp/Tahun 1960 yaitu wilayah diluar 12 mil laut dengan kedalaman sampai 200 meter atau lebih
di mana masih mungkin di selenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam.Sedangkan
kekayaan alam yang dapat dilakukan eksploitasi, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1973 Tentang Landas Kontinen Indonesia, adalah mineral dan sumber tak
bernyawa lainnya, di dasar laut dan/atau di dalam lapisan tanah di bawahnya bersama-sama
dengan organisme hidup yang termasuk dalam jenis silindir, yaitu organisme yang pada masa
perkembangannya tidak bergerak baik di atas maupun di bawah dasar laut atau tak dapat bergerak,
kecuali dengan cara selalu menempel pada dasar laut atau lapisan tanah di bawahnya.
Sebagai Negara kepulauan, Indonesia mempunyai kekuasaan penuh dan hak eksklusif atas
kekayaan alam di landas kontinen Indonesia dan kekayaan alam itu milik Negara. Akibat adanya
penguasaan, maka setiap kegiatan di landas kontinen Indonesia seperti eksplorasi atas daratan
kontinen dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam maupun penyelidikan ilmiah atas
kekayaan alam, harus dilakukan sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia.
Adanya kebijakan tersebut, bagi Pemerintah Indonesia merupakan kepentingan untuk
dilakukannya pengawasan yang diperlukan, agar hal-hal yang dianggap tidak memadai dapat
dilakukan tindakan pengamanan secara dini, namun di sisi lain dengan adanya kebijakan tersebut,
pengurangan kebebasan sekaligus harus diikuti dan tunduk pada segala ketentuan/ aturan yang ada.
Aspek hokum yang terdapat dalam pengelolaan sumberdaya alam di landas kontinen yaitu
dimungkinkan dalam pelaksanaannya akan terjadi pelanggara. Pelanggaran atas ketentuan yang
telah dikeluarkan Pemerintah Indonesia akan mendapat ganjaran berupa:

2
Sidik didik muhammad “hukum laut intenasional dan pengaturannya di indonesia”hlm121-122
a. Diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun, dan/atau
b. Denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 11 UU Nomor 1 Tahun 1973.Pelanggaran dengan
ancaman tersebut di atas dikenakan terhadap:
1. Pelanggaran atas ketentuan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam.
2. Pelanggaran atas ketentuan penyelenggaraan penyelidikan ilmiah kekayaan alam
3. dalam melakukan eksplorasi, eksploitasi dan penyelidikan ilmiah sumber kekayaan alam di
laut kontinen Indonesia, sehingga menimbulkan pencemaran atas:
 air laut di landas kontinen Indonesia
 melupnya pencemaran
Kemudahan yang diberikan dalam melaksanakan eksplorasi maupun eksploitasi sumber-
sumber kekayaaan alam dapat diperoleh berupa:
· dapat dibangunnya instalasi-instalasi di landas kontinen.
· Dapat digunakannya kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya untuk kepentingan kegiatan
· Dapat dilakukan kegiatan pemeliharaan instalasi-instalasi atau alat-alat yang ada.
Agar semua instalasi dan alat-alat tersebut dapat dihindari dari gangguan-gangguan yang
dilakuakn pihak ketiga, maka untuk perlindungannya bagi Pemerintahan Indonesia telah
mengeluarkan kebijakan dengan menetapkan suatu daerah terlarang.Setiap titik terluar pada
instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/ atau alat-alat lainnya yang dapat dilandas kontinen dan/atau di
atasnya. Untuk kepentingan perlindungan dan pengamanan tersebut di atas, pemerintah
menetapkan daerah terbatas selebar tidak melebihi 1.250 meter terhitung dari titik-titik terluar dari
daerah terlarang itu dengan maksud kapal-kapal pihak ketiga dilarang membongkar atau
membuang sesuatu.
Berkaitan dengan wilayah tersebut, dalam pasal 9 nyata ditegaskan, bahwa keadaan
tersebut di atas merupakan yuridiksi Negara Indonesia, sehingga terhadap setiap perbuatan dan
peristiwa yang terjadi di atas atau dibawah instalasi-instalasi, alat-alat lainnya atau kapal-kapal
yang berada dilandas kontinen dan/atau di atas landas dengan maksud untuk keperluan eksplorasi
dan/atau eksploitasi kekayaan alam di atas landas-landas kontinen atau daerah terlarang dan daerah
terbatas dari instalasi-instalasi dan/atau alat-alat lainnya atau kapal-kapal bersangkutan, akan
diberlakukan hokum dan segala peraturan perundang-undangan Indonesia.Sedangkan atas
penempatan instalasi dan alat-alat di landas kontinen Indonesia yang dipergunakan untuk
eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dinyatakan sebagai daerah kepulauan
Indonesia.Pelaksanaan ekspolorasi dan eksploitasi kekayaan alam di landas kontinen sepenuhnya
menjadi wewenang negara pantai, dengan memperhatikan batasan-batasan yang dikeluarkan oleh
pemerintah Negara pantai dan adannya kemungkinan timbulnya salah paham atau salah pengertian
yang mengakibatkan perselisihan antar kepentingan-kepentingan dalam pemanfaatan sumber
kekayaan alam, akan menjadi perhatian yang serius bagi pemerintahan untuk menyelesaikannya.
Dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut di atas diberlakukan segala
peraturan perundangan yang ada dan relevan dengan masalahnya, tindakan sepihak dari
pemerintahan Indonesia dapat dilakukan dengan mengambil langkah kebijakan sebagai berikut:
 menghentikan sementara waktu kegiatannya
 mencabut izin usaha untuk tidak melakukan usahannya di wilayah landas kontinen Indonesia
E. Hak, Yurisdiksi, Dan Kewajiban Negara Pantai Serta Kebebasan Negara Lain Pada Landas
Kontinen Menurut Konvensi Hukum Laut Pbb 1982

a) Yurisdiksi Eksklusif Negara Pantai


Yurisdiksi eksklusif ini muncul didorong oleh keinginan dan kemampuan Negara-negara
untuk mengeksplorasi dasar laut dan tanah dibawahnya serta mengeksploatasi sumber daya
alamnya sebagai akibat dari kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(kelautan). Dimana yang pada awalnya Negara–negara melakukan klaim sepihak untuk
membenarkan tindakannya mengeksplorasi dasar laut dan tanah dibawahnya serta mengeksplorasi
sumber daya alam yang terkandung didalamnya.Pada Pasal 77 ayat 1 Konvensi Hukum Laut 1982
merumuskan bahwa Negara pantai melaksanakan hak berdaulat (soverign right) pada landasan
kontinennya untuk tujuan mengeksplorasinya serta mengeksploitasi sumber kekayaan alamnya.
Selanjutnya pada Pasal 77 ayat 2 konvensi tersebut merumuskan bahwa hak-hak seperti pada ayat
1 tersebut adalah bersifat eksklusif dalam pengertian bahwa jika Negara pantai tidak
mengeksplorasinya maupun mengeksploitasi sumberdaya alamnya, tidak ada seorang atau suatu
Negara pun dapat melakukan aktivitasnya itu atau melakukan klaim atas landasan kontinen
tersebut tanpa persetujauan dari Negara pantai.Dalam konvensi hukum laut 1982 ,walaupun isi dan
ruang lingkup landas kontinen ini sudah semakin tegas dengan batas-batasnya, namun hak atau
kewenagan atau yurisdiksi Negara pantai atas landas kontinennya maupun atas sumber daya
alamnya yang terkandung didalamnya tetaplah yurisdiksi eksklusif.[8] Negara lain yang hendak
melakukan kegiatan serupa pada landasan kontingen haruslah mendapatkan izin terlebih dahulu
atau persetujauan dari Negara pantai yang memiliki yurisdiksi eksklusif tersebut. Perlu ditegaskan
bahwa Negara pantai tidak memiliki kedaulatan penuh atas landasan kontinen, melainkan hanya
memiliki hak berdaulat yang sifatnya eklusif yang terbatas pada hal-hal tertentu saja
b) Hak Negara Pantai
Atas dasar yurisdiksi eksklusif yang dimiliki oleh Negara pantai atas Landas Kontinen di atas,
maka Negara pantai pun memiliki hak-hak atas Landas Kontinennya, diantaranya ialah:
1) Hak eksplorasi dan eksploitasi;
2) Hak untuk memasang kabel dan pipa saluran;
Hak memasang kabel dan pipa laut dilandas kontinen diatur dalam Pasal 79 UNCLOS 1982,
yaitu:
a. Semua Negara berhak untuk meletakkan kabel dan pipa bawah laut di atas landas kontinen
sesuai dengan ketentuan pasal ini;
b. Dengan tunduk pada haknya untuk mengambil tindakan yang patut untuk mengeksplorasi
landas kontinen, mengekploitasi sumber kekayaan alamnya dan untuk pencegahan,
pengurangan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari pipa, Negara pantai tidak boleh
menghalangi pemasangan atau pemeliharaan kabel atau pipa demikian;
c. Penentuan arah jalannya pemasangan pipa laut demikian di atas landas kontinen harus
mendapat persetujuan Negara pantai;
d. Tidak satupun ketentuan dalam Bab ini mempengaruhi hak Negara pantai untuk menetapkan
persyaratan bagi kabel atau pipa yang memasuki wilayah atau laut teritorialnya, atau
mempengaruhi yurisdiksi negara pantai atas kabel dan pipa yang dipasang atau dipakai
bertalian dengan eksplorasi landas kontinennya atau eksploitasi sumber kekayaan alamnya
atau operasi pulau buatan, instalasi dan bangunan yang ada di bawah yurisdiksinya;
e. Apabila memasang kabel atau pipa bawah laut, Negara-negara harus memperhatikan
sebagaimana mestinya kabel atau pipa yang sudah ada. Khususnya, kemungkinan untuk
perbaikan kabel dan pipa yang sudah ada tidak boleh dirugikan.Hak memberikan wewenang
melakukan pengeboran pada Landasan Kontinen;
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 81 UNCLOS 1982, yaitu bahwasanya negara pantai
mempunyai hak eklusif untuk mengizinkan dan mengatur pemboran dilandas kontinen untuk
segala keperluan.
Hak membangun dan mempergunakan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan;
Mengenai Hak Negara pantai atas hak yang satu ini diatur dalam Pasal 80 UNCLOS 1982 dan
lebih lanjut juga dijelaskan pada Pasal 60 Konvensi tersebut, ialah bahwa mengenai pulau-pulau
buatan, instalasi-instalasi dan bangunan di zona ekonomi eksklusif berlaku secara mutatis
mutandis di landas kontinen. Hak tersebut dinyatakan sebagai hak eksklusif negara pantai.
Termasuk kedalam hak-hak ini, yaitu yuridiksi (kewenangan) yang berkaitan dengan perundang-
undangan bea cukai dan fiskal, kesehatan, keselamatan dan imigrasi
c) Kewajiban Negara Pantai
Dengan adanya hak yang dimiliki oleh Negara panatai atas Landas Kontinen maka tentunya
juga diiringi dengan kewajiban, kewajiban Negara pantai atas Landas Kontinennya adalah:
a. Kewajiban untuk melakukan pembayaran atau sumbangan;
Mengenai kewajiban ini diatur dalam Pasal 82 UNCLOS 1982, yaitu dapat diberlakukan
ketika negara pantai mengeksploitasi sumber kekayaan alam non hayati landas kontinen di
luar 200 mil laut dihitung dari garis pangkal untuk mengukur luas laut teritorial.
b. Kewajiban untuk menetapkan batas/delimitasi landas kontinen;
Kewajiban ini timbul ketika pantai dari suatu Negara berhadapan atau berdampingan dengan
pantai Negara lainnya. Bagi negara-negara yang landas kontinennya berhadapan dan atau
berdampingan dalam menetapkan garis batas landas kontinennya harus ditetapkan dengan
persetujuan atas dasar hukum internasional sebagaimana tercantum dalam pasal 38 Statuta
Mahkamah Internasional untuk mencapai suatu penyelesaian yang adil. Untuk mencapai
keadilan ini Konvensi memberikan pedoman persetujuan penetapan garis batas tersebut harus
dilandasi oleh pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, yang secara umum diakui sebagai
sumber hukum internasional.
c. Kewajiban untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut.
Pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh kegiatan di landas kontinen dapat terjadi
dengan berbagai cara seperti kebocoran yang berasal dari pipa, pipa saluran dari dan ke pantai
dan tabrakan antara kapal-kapal dan instalasi-instalasi pengeboran di landas kontinen akibat
tidak adanya atau kurangnya tanda penerangan pada instalasi-instalasi tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut, negara pantai berkewajiban mengambil tindakan-tindakan
untuk mengurangi sejauh mungkin terjadinya pencemaran lingkungan laut sebagaimana yang telah
diatur lebih lanjut pada Pasal 194 Konvensi Hukum Laut 1982.[9]
d) Kebebasan Negara lain pada Landas Kontinen
Kebebasan berlayar dan penerbangan;
Dalam melaksanakan hak-hak eksplorasi dan eksploitasi di landas kontinen negara pantai tetap
menjamin hak negara lain dalam melakukan pelayaran dan penerbangan di perairan diatas landas
kontinen dan udara diatasnya. Hal ini bermakna bahwasanya tanpa suatu alasan yang jelas negara
pantai tidak boleh menghalang-halangi pelayaran dan penerbangan yang dilakukan oleh kapal atau
pesawat asing tersebut. Oleh sebab itu maka untuk kepentingan pelayaran dan penerbangan ini
negara asing berkewajiban untuk mentaati peraturan-peraturan yang dibuat oleh negara pantai
Kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut
Disamping adanya hak negara lain untuk memasang kabel dan pipa di bawah laut tentu adanya
suatu kewajiban, ialah dimana negara lain berkewajiban mematuhi persyaratan-persyaratan yang
ditentukan negara pantai, seperti penentuan jalannya pipa harus mendapat persetujuan negara
pantai. Dan dalam pemasangan kabel dan pipa bawah laut ini harus memperhatikan sebagaimana
mestinya kabel-kabel atau pipa-pipa yang sudah ada,agar kemungkinan untuk perbaikan kabel-
kabel dan pipa yang sudah ada tidak boleh dirugikan (Pasal 79 ayat 5 UNCLOS 1982).
Hak untuk menangkap ikan
Dengan diterimanya konsepsi landas kontinen dalam konverensi Hukum Laut PBB III, maka
kebebasan penangkapan ikan di perairan diatas landas kontinen sejauh 200 mil sudah tidak ada
lagi karena perairan 200 mil ini sudah menjadi perairan zona ekonomi eksklusif, oleh karena itu
pengaturannya tunduk pada rejim hukum zona ekonomi eksklusif. Negara lain dapat melakukan
penangkapan ikan di perairan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara negara pantai dengan
negara lain tersebut. Berbeda dengan perairan di atas landas kontinen di luar 200 mil, perairan ini
merupakan perairan laut lepas oleh karena itu pengaturannya tunduk pada rejim hukum laut lepas.
Sesuai dengan status perairan itu sebagai laut lepas, maka semua negara bebas untuk melakukan
penangkapan ikan sesuai dengan ketentuan konvensi.
Kebebasan untuk melakukan riset ilmiah
Pasal 246 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan bahwa Dalam melaksanakan
yurisdiksinya Negara pantai memiliki hak untuk mengatur, mengizinkan dan menyelenggarakan riset
ilmiah kelautan dalam Landas Kontinen, sehingga oleh karena itu ketika Negara lain akan melakukan
Riset ilmiah di Landas Kontinen maka terlebih dahulu harus meminta izin kepada Negara pantai yang
bersangkutan

Anda mungkin juga menyukai