BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Laut Territorial
territorial, ruang udara di atas laut territorial dan dasar laut serta tanah di
bawahnya. Singkatnya, semua itu merupakan bagian dari wilayah laut negara
pantai, dan oleh karena itu, tunduk pada kedaulatan negara pantai
lainnya. Pasal 2 ayat 1, 2, dan 3 ini sebenarnya sejiwa dengan pasal 1 ayat 1
dan 2 serta pasal 2 konvensi tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan dari
konvensi Hukum Laut Jenewa 1958, hanya saja formulasinya lebih tegas dan
rinci.29
29
IWayanParthiana, Hukum LautInternasionaldanHukum LautIndonesia,op.cit.,hal. 69
30
United Nation Convention on the Law of the Sea, pasal 2
21
2) Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas serta dasar laut dan lapisan
tanah di bawahnya
3) Kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan tunduk pada
Konvensi ini dan peraturan-peraturan lainnya dari hukum
internasional.
Tentu saja, pengaturan tersebut pada awalnya mendatangkan keberatan
Laut Territorial adalah laut selebar maksimum 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pangkal. Hal ini ditegaskan dalam pasal 3 UNCLOS 1982
bahwa setiap negara berhak menetapkan laut territorialnya hingga suatu batas
yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan
sesuai konvensi. Ketentuan ini secara tegas membatasi maksimum lebar laut
territorial yang dapat diklaim negara-negara, yakni 12 mil laut. Negara secara
jelas tidak diperbolehkan mengklaim lebar laut territorial melebihi dari batas
12 mil laut, tetapi sebaliknya, boleh saja kurang dari 12 mil. Dalam praktik,
tentu saja tidak ada negara yang mengklaim lebar laut territorial kurang dari
12 mil laut kecuali karena alasan letak geografis negara-negara itu sendiri
31
Dhianapuspitawati,Hukum LautIndonesia,Kencana,Depok,2017,hal.53.
22
dan lebar laut disekelilingnya kurang dari dua kali dua belas (2×12) mil laut.32
Lebar laut territorial diukur dari garis pangkal (baseline). Secara singkat
dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan garis pangkal adalah garis
(imajiner) yang ditarik pada pantai pada waktu air laut surut. Dari garis
pangkal inilah lebar laut territorial negara pantai diukur dengan menarik garis
tegak lurus dari titik-titik pada garis pangkal tersebut ke arah luar dalam
ukuran yang sesuai dengan lebar laut territorial dari negara yang
dari laut territorial, sisi garis atau batas luar (outer limit) dari laut territorial.33
meliputi :
Garis pangkal Normal merupakan garis pangkal yang secara historis dan
hukum laut yang berupa laut lepas dan laut territorial, bahkan garis pangkal
32
IWayanParthiana,Hukum LautInternasionaldanHukum LautIndonesia,Op.,Cit., hal. 72
33
Ibid,hal.73
34
Ibid.,hal. 74.
23
ditarik dari pantai pada saat air laut surut dengan mengikut lekukan-lekukan
pantai. Dengan demikian, arah dari garis pangkal normal sejajar dengan arah
atau lekukan pantai tersebut. Untuk menentukan dan mengukur lebar laut
teritorial, ditarik garis tegak lurus dari garis pangkal normal ke arah luar/laut
sesuai dengan lebar laut teritorial masing-masing Negara. Titik-titik atau garis
pada bagian luar itulah yang disebut dengan garis luar atau batas luar (outer
limit) laut teritorial. Garis luar atau batas luar ini merupakan garis yang selalu
sejajar dengan garis pangkal, karena ditarik pada titik-titik yang ada pada garis
pangkal secara tegak lurus ke arah luar/laut. Dalam sejarah pengukuran lebar
laut teritorial, garis pangkal ini merupakan garis pangkal normal (Normal
Baseline) tertua.
24
Keterangan Gambar :
_._._._._ : garis pangkal normal
...................... :garis atau batas luar (outer limit)
Garis Pangkal Lurus merupakan garis pangkal yang ditarik di pantai pada
saat air laut surut, dengan menghubungkan titik-titik atau ujung-ujung terluar
dari pantai. Oleh sebab itu metode ini disebut juga dengan Garis Pangkal
Lurus Ujung ke Ujung (Straight Base Line Point to Point). Penarikan Garis
Pangkal Lurus dilakukan pada pantai-pantai yang berliku atau jika di depan
(Straight Baseline) digunakan sebagai salah satu garis pangkal yang dapat
35
Garis pangkal Normal diakses dari http://www.sangkoeno.com/2014/10/garis-pangkal-
baseline.html?=1 pada tanggal 02 september 2020 pukul 00:41 WIT
25
Normal.
Keterangan gambar :
Garis AB,CD,EF,GH dan IJ adalah garis pangkal lurus dari ujung ke
ujung
Garis OA,BC,DE,FG,HI dan JK adalah garis pangkal normal
menyimpang terlalu jauh dari arah umum pantai, kecuali karena alasan-alasan
hak-hak sejarah (historis right) dan hak-hak ekonomi (economic right) yang
(b) Bagian-bagian laut yang terletak pada sisi dalam dari Garis Pangkal
Lurus harus cukup dekat ikatannya dengan daratan untuk dapat ditundukkan
36
Garis Pangkal Lurus Dari Ujung Ke Ujung, Op.,cit
37
Dhiana Puspitawati, Hukum LautInternasional,Op.,cit.,hal. 42
26
(c) Garis Pangkal Lurus (Straight Baseline) tidak boleh ditarik dari
elevasi surut (low tide elevation),38 kecuali jika di atas elevasi surut tersebut
didirikan mercusuar atau instalasi yang serupa yang secara permanen selalu
38
ElevasiSurut(LowTideElevation)adalahbagiandasarlautyangtampakdiperukaanairlautpa
dasaatairlautsurut,tetapitidaktampak(beradadibawahperukaanairlaut)padasaatairlautpasangatau
normal
39
I Made Andi Arsana, Batas Maritim Antarnegara (Sebuah Tinjauan Teknis dan
Yuridis),loc,cit., hal.16
27
Keterangan Gambar :
Negara Kepulauan (Archipelagic State)
Garis AB,CD,EF,GH Adalah Garis Pangkal kepulauan
(1) Seluruh daratan utama dari negara yang bersangkutan harus menjadi
(2) Perbandingan antara luas perairan dan daratan di dalam sistem garis
(3) Panjang segmen Garis Pangkal Kepulauan tidak boleh melebihi 100
mil laut, kecuali hingga 3 persen dari keseluruhan jumlah garis pangkal
meliputi suatu negara kepulauan boleh melebihi 100 mil laut hingga panjang
40
Garis Pangkal Kepulauan diakses dari
https//personalausstatung.wordpree.com/2012/02/04/paper-hukum-internasional/amp/ pada tanggal
03 september 2020 pukul 01:12 WIT
28
(4) Arah Garis Pangkal Kepulauan yang ditentukan tidak boleh menjauh
Normal ataupun Garis Pangkal Lurus. Dalam arti suatu negara kepulauan
Pangkal Normal maupun Garis Pangkal Lurus dalam pengukuran lebar laut
teritorialnya.
merupakan Jalur laut yang terletak pada sisi luar dari garis pangkal dan di
sebelah luar dibatasi oleh garis atau batas luar (outer limit) atau jalur laut
selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan
Pangkal Lurus Kepulauan, sedangkan dalam Pasal 5 ayat (2) dijelaskan bahwa
acuandalam penetapan batas, maka digunakan Garis Pangkal Biasa atau Garis
Pangkal Lurus.41
2. Zona Tambahan
Klaim atas zona tambahan pertama kali dikemukakan oleh India. Delegasi
setelah laut territorial atau 30 mil laut dari garis pangkal.42 Zona tambahan ini
Zona Tambahan adalah suatu zona perairan yang berbatasan dengan laut
territorial yang lebar maksimumnya 24 ( dua puluh empat) mil laut di ukur
territorial sea in which states have limited powers for the enforcement of
tambahan merupakan 'tambahan' dari laut territorial akan tetapi pada zona
yang berkaitan dengan bea-cukai, fiskal, sanitari, dan imigrasi. Hal ini tidak
dilakukan oleh kapal asing di dekat laut territorial. Zona tambahan ini juga
42
India's statement on the plenary meetings on July 03, 1974, Third UNCLOS official
Recods, Supra, V.I, 27 meeting, at.96
43
I Wayan Parthiana, Hukum laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Op,cit., hal.
88
44
Churchill,R.R& Lowe,A.V, Law of the Sea, 1999, Supra, hal.132
30
aparat penegak hukum terhadap kapal asing yang melakukan tindakan yang
dilarang di laut territorial. Tentu saja pengejaran tidak dapat langsung berhenti
diteruskan selebar 24 mil laut dari garis pangkal atau 12 mil laut dari garis
diberikan kepada suatu negara pantai. Untuk diakui zona tambahannya, suatu
dalam pasal 33 (1) UNCLOS 1982 negara pantai mempunyai hak untuk
3. Perairan pedalaman
Perairan Pedalaman ini terjadi sebagai akibat dari penarikan garis pangkal
lurus dari ujung ke ujung. Dengan penerapan garis pangkal lurus ini pada
45
Dhiana Puspitawati, Hukum Laut Internasional, Op,cit., hal . 64
46
Ibid., hal. 65
31
pantai yang berliku-liku atau pada pantai yang di depannya terdapat pulau
atau gugusan pulau, maka akan mengakibatkan adanya bagian perairan atau
laut yang terletak di sebelah dalam dari garis pangkal lurus tersebut. Perairan
negara. Pada perairan pedalaman juga diakui adanya hak lintas damai (right of
Secara teoritis, perairan pedalaman yaitu perairan yang terletak pada sisi
dalam dari garis pangkal lurus. Perairan Pedalaman Indonesia adalah semua
perairan yang terletak pada sisi darat dari Garis Pangkal air terendah dari
yang terletak pada sisi darat dari suatu Garis Penutup. Di dalam perairan
indonesia dapat menarik garis-garis penutup pada mulut sungai, kula, teluk,
anak laut dan pelabuhan. Lain daripada itu, Parthiana menyatakan bahwa
Perairan Pedalaman Indonesia adalah semua perairan pada sisi dalam Garis
Pangkal Normal. Apabila pada pantai yang garis pangkalnya hanya diterapkan
Garis Pangkal Normal, maka tidak akan terdapat Laut Pedalaman, yang ada
hanyalah perairan darat, yaitu bagian perairan yang terletak di sebelah dalam
47
I Wayan parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Cv Mandar Maju, Bandung,
2003, hal. 139
32
Jadi secara garis besar, Perairan Pedalaman terdiri atas: Pertama, Laut
Pedalaman yaitu bagian laut yang terletak pada sisi dalam dari garis pangkal
lurus dan sisi luar dari bekas garis pangkal normal. Kedua, Perairan darat
yaitu bagian perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis pangkal normal
maupun bekas garis pangkal normal. Perairan darat ini bisa terdiri atas
perairan sungai, danau, terusan, waduk, dan perairan pada pelabuhan. Ketiga,
Perairan Kepulauan (archipelagic water) yaitu perairan yang terletak pada sisi
dalam dari garis pangkal kepulauan. Perairan Kepulauan ini khusus bagi
Perairan Pedalaman ini juga diakui adanya Hak Lintas Damai (right of the
pantai seperti yang berlaku dalam rezim laut territorial, dan negara pantai di
ZEE juga tidak ditundukkan pada rezim laut lepas, karena di ZEE negara
48
Simela Victor Muhamad, Batas Wilayah Negara Dalam PerspektifHukum
Internasional, dalam Batas Wilayah dan Situasi Perbatasan Indonesia: Ancaman Terhadap
Integritas Teritorial, Tiga Putra Utama, Jakarta, 2004, hal. 31-32 di akses dari
https://www.worldcat.org/title/batas-wilayah-dan-situasi-perbatasan-indonesia-ancaman-terhadap-
integritas-teritorial/oclc/67718067/referer=di&ht=edition pada tanggal 03 September 2020 pukul
02:01 WIT.
33
perikanannya.49
dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim khusus yang
ditetapkan berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-
yang relevan dalam konvensi ini”. Luas ZEE tidak boleh melebihi 200 mil
laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.
Dari definisi umum ini dapat ditarik beberapa prinsip dasar dari ZEE ini,
yakni:50
1) Letak dari ZEE ini secara geografis adalah di luar laut territorial.
Dengan demikian, ZEE bukanlah bagian dari laut territorial.
2) Letaknya yang secara geografis di luar laut territorial bukanlah
berjauhan dengan laut territorial. Melainkan berdampingan atau
berbatasan langsung dengan laut territorial. Ini berarti antara keduanya
dibedakan oleh suatu garis batas. Garis batas ini ditinjau dari laut
territorial adalah merupakan garis atau batas luar (outer limit) dari laut
territorial itu sendiri.
3) Lebar dari ZEE tersebut adalah 200 mil laut. Hal ini merupakan hasil
kesepakatan dari negara-negara peserta dalam konferensi Hukum Laut
PBB 1973-1982 yang berhasil dicapai melalui perundingan-
perundingan yang cukup lama
4) Pengukuran mengenai lebar 200 mil laut tersebut dilakukan dari garis
pangkal.
5) Baik Laut Territorial maupun ZEE sama-sama diukur dari garis
pangkal, maka praktis lebar dari zona ekonomi eksklusif adalah (200-
12) mil laut, yakni 188 mil laut. Hal ini disebabkan karena laut selebar
12 mil laut dari garis pangkal sudah merupakan laut territorial yang
49
Ida Kurnia, Aspek Nasional dan Internasional Pemanfaatan Surplus Perikanan di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, hal. 45
50
I Wayan Parthiana, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Op,cit., hal.
145
34
c) Kebebasan pelayaran
1982 dalam UNCLOS 1982 bahwa negara pantai mempunyai hak berdaulat
khusus untuk sumber-sumber daya alam dan laut di atasnya adalah laut bebas.
Laut bebas bukan berarti dapat dieksploitasi oleh negara lain seperti
eksploitasi perikanan tanpa ijin (illegal fishing) yang sering dilakukan oleh
nelayan-nelayan asing.
Pembahasan ZEE atau klaim negara terhadap ZEE tidak dapat dipisahkan
dari laut teritorial, dimana cara penentuan garis pangkal ZEE 200 diukur. Laut
teritorial adalah laut yang terletak pada sisi luar dari garis pangkal kepulauan
51
Albert W. Koers, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut Suatu
Ringkasan, Op.,Cit. hal 8.
35
5. Landas Kontinen
hingga Pasal 85. Pengertian Landas Kontinen sesuai dengan bunyi Pasal 76
“Daerah dasar laut dan tanah di bawahnya yang berada di luar laut
batas terluar tepian kontinen (continental margin), atau sampai jarak 200 mil
laut diukur dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut
territorial apabila sisi terluar tepian kontinen tidak mencapai jarak tersebut”.52
Menurut Konvensi Jenewa tahun 1958 tentang Hukum Laut, kriteria bagi
penentuan lebar landas kontinen adalah kedalaman air dua ratus meter atau
territory to the outer edge of the continental margin) atau kriteria jarak 200
mil laut, dihitung dari garis dasar untuk mengukur lebar laut teritorial jika
pinggiran laut tepian kontinen tidak mencapai jarak 200 mil laut tersebut.
dalam UNCLOS 1982 masalah landas kontinen telah diperbaharui dan diatur
diakui dan berkaitan dengan dasar laut dan tanah di bawahnya akan diatur
sesuai dengan ketentuan landas kontinen, dan lebih lanjut ditegaskan pula
bahwa apabila dasar laut di bawah ZEE 200 mil merupakan landas kontinen,
6. Laut Lepas
Laut lepas adalah bagian laut yang tidak termasuk dalam ZEE, laut
bahwa laut lepas merupakan wilayah laut yang tidak merupakan wilayah
53
Munsharif Abdul Chalim, Tinjauan Analisis Atas Pengaturan Wilayah
LandasKontinen dengan Berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 198, Jurnal Pembaharuan Hukum
Vol III No. 1 Januari-April 2016, hal. 60.
54
Asnani, Usman, Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif (Strategi dan Hubungan
Internasional indonesia di Kawasan Asia Pasifik), Yayasan Proklamasi CSIS, Jakarta, 1981, hal.
615
55
T. May Rudy, Hukum Internasional 2, RefikaAditama, Bandung, 2002, hlm.19
37
teritorial dari suatu negara.Laut yang tidak merupakan wilayah teritorial dari
negara manapun maka laut lepas merupakan laut yang bebas atau dikenal
dengan istilah res nullius dimana laut merupakan wilayah perairan yang tidak
dimiliki oleh siapa pun yang artinya laut lepas dapat dimanfaatkan oleh setiap
pemanfaatan laut lepas hanya untuk kepentingan damai dan tidak ada suatu
negara yang boleh mengklaim bagian laut lepas menjadi miliknya yang berada
Menurut UNCLOS 1982 part VII pasal 87, kebebasan dilaut lepas
meliputi :
1. Kebebasan berlayar;
2. Kebebasan penerbangan;
3. Kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut;
4. Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi lainya
yangdiperbolehkan berdasarkan hukum internasional;
5. Kebebasan menangkap ikan;
6. Kebebasan riset ilmiah.
Laut 1982.
setiap negara baik negara berpantai maupun negara tidak berpantai maka
dengan sendirinya negara telah memiliki hak dan kewajiban untuk dapat
yang diberikan oleh UNCLOS 1982 dan syarat yang diberikan oleh Hukum
demi kepentingan negaranya tanpa merugikan negara lain atau pihak lain.
Tetapi selain memiliki hak untuk memanfaatkan wilayah laut lepas ini negara
pun terikat dengan kewajibannya untuk tidak melakukan tindakan yang dapat
merugikan pihak lain atau tindakan yang dapat merusak wilayah laut lepas itu
lepas tetapi kebebasan yang diberikan bukanlah kebebebasan tanpa batas dan
UNCLOS 1982 dan memiliki syarat dan ketentuan yang harus dilakukan,
56
Kendis Gabriela Runtunuwu, implementasi pemanfaatan Laut Lepas menurut konvensi
hukum laut 1982 hal. 63.
39
dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di luar yurisdiksi nasional
Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 yang di pandang sudah tidak sesuai
Pada UNCLOS 1982, definisi dari daerah dasar laut internasional terdapat
dalam Article 1 (1) yang mengartikan bahwa Kawasan (The Area) adalah “the
seabed and ocean floor and subsoil thereof, beyond the limits of national
terdiri dari dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak di luar batas
yurisdiksi nasional, yaitu di luar batas-batas ZEE dan landas kontinen yang
dasar laut internasional ini tidak terdapat kedaulatan negara maupun hak-hak
mendalam mengenai area dasar laut internasional ini terdapat dalam Bab XI
LOS Convention 1982 dan di dalam dua Annex-nya, yaitu Annex III tentang
57
I Wayan Parthiana, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Loc,Cit.,
hal. 217
58
Chairul Anwar, Horizon Baru Hukum Laut Internasional‖,Karya Unipress, Jakarta,
1989, hal. 92
40
statuta dari Perusahaan, sebagai organ pertambangan bawah laut dari otoritas.
Melalui LOS Convention, area dasar laut internasional ini diatur dengan tegas
area) termasuk ke dalam zona maritim yang berada di luar yurisdiksi nasional
selain Laut Lepas. Hal ini akan berkaitan dengan latar belakang lahirnya
Menurut Pasal 136 UNCLOS 1982, kawasan dasar internasional dan sumber
dari aspek geografis, hukum maupun politik. Secara geografis, batas wilayah
59
Arie Afriansyah, Op., Cit. hal. 615.
60
Ayu Puji Lestari, Book Review: Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di
Indonesia, PJIH Volume 3 Nomor 2 Tahun 2016. hal 433. Di akses dari
http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/9565/5365pada tanggal 04 September 2020 pukul 00:15
WIT.
41
menandai luas wilayah suatu negara yang meliputi daratan, lautan dan udara
(internasional).61
lahirnya negara. Negara dalam pengertian modern sudah mulai dikenal sejak
antarnegara. Sebagai bagian dari sejarah dan eksistensi negara, riwayat daerah
sebuah negara.62
61
Budi Hermawan Bangun, Konsepsi dan Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara:
Prespektif Hukum Internasional, Tanjungpura Law Journal, Vol 1, Issue 1, 2017. hal 52. Di akses
dari http://jurnal.untan.ac.id/index/php/tlj pada tanggal 04 September 2020 pukul 00:45 WIT.
62
Riwanto Tirtosudarmo, Tentang Perbatasan dan Studi Perbatasan: Suatu Pengantar.
Jurnal Antropologi Indonesia 67 (XXVI): iv-vi, 2002. Di akses dari
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/tlj/article/download/18331/15483 pada tanggal 04 September
2020 pukul 01: 10 WIT.
42
pertahanan keamanan.
Perbatasan antara wilayah negara yang satu dengan wilayah negara yang
lainnya haruslah tegas batas-batasnya. Hal ini sangat penting, karena dalam
batas-batas wilayah di berbagai bagian ini masih tetap ada, dan jika tidak
perbatasan adalah batas terluar wilayah suatu negara berupa suatu garis
imajiner yang memisahkan wilayah suatu negara dengan wilayah negara lain
“border zone” (zona perbatasan) maupun “customs free zone” (zona bebas
63
Marnixon R. C. Wila, Konsepsi Hukum Dalam Pengaturan dan Pengelolaan Wilayah
Perbatasan Antarnegara, PT Alumni, Bandung, 2006, hal.127.
43
Wilayah perairan atau disebut juga perairan teritorial adalah bagian yang
merupakan wilayah suatu negara yang tunduk pada kedaulatan negara tersebut. Di
samping itu, ada pula bagian perairan yang berada di luar wilayahnya yang tidak
tunduk pada kedaulatan negara, misalnya adalah laut lepas. Sebagaimana diketahui
bahwa tidak semua negara di dunia memiliki wilayah perairan, negara-negara yang
seluruhnya dikelilingi oleh wilayah daratan negara-negara lain, yang dikenal dengan
sebutan negara tak berpantai atau negara buntu (landlockstates), seperti Afganistan,
Laos, Nepal dan Bhutan di Asia; Uganda, Nigeria dan Chand di Afrika; Swiss,
64
John Bernando Seran, Perbatasan Wilayah Menurut Hukum Internasional, 2012, di
akses dari (http://kupang.tribunnews.com/m/index.php/2012/03/07/perbatasan-wilayah-menurut-
hukum-internasional).Pada tanggal 29 juli 2020 pukul 11:35 WIT
65
FX. Adji Samekto, Negara dalam Dimensi Hukum Internasional, Citra Aditya Bhakti,
Bandung, 2009, hal. 7.
66
Ibid, hal. 132.
44
1. Laut Teritorial
2. Zona Tambahan
3. Perairan Pedalaman
4. Zona Ekonomi Eksklusif
5. Landas Kontinen
6. Laut Lepas
7. Kawasan Dasar Laut Internasional
wilayah laut perbatasan tersebut salah satunya adalah perbatasan wilayah laut
67
Sefriani. Hukum Inernasional Suatu Pengantar, Rajawali Pres, Jakarta, 2011, hal. 28.
68
Achmad Jusnadi dkk, Platform Penanganan Perbatasan Permasalahan Antar Negara,
Direktorat Wilayah Administrasi dan Perbatsan, Direktorat Jendral Pemerintahan Umum,
Departemen Dalam Negeri, Jakarta, hal. 29-30
69
Tommy Hendra Purwaka, Penelitian Ilmiah Batas Wilayah Laut Indonesia
Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982, jakarta, hal. 390. Di akses dari
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/12923 pada pukul 22:48 WIT
45
sebuah negara telah lama terjadi terutama berkaitan dengan masalah perang.
Sebagian besar diawali dengan tindakan sepihak negara yang berupa agresi
oleh sebuah negara dengan tujuan menghasilkan akibat hukum tertentu dalam
hukum internasional. Tidak ada rumusan atau definisi yang bisa ditemukan
70
Arlina Permatasari, Pengantar Hukum Humaniter, International Committe Of The
Red Cross, Jakarta, 1999
46
Dalam Second Report on Unilateral Acts of States yang dibuat oleh ILC,
kehendak yang independen dan dibuat oleh satu atau lebih negara yang
negara tidak dapat memaksakan kewajiban kepada negara lain tanpa ada
fenomena yang wajar dan alami dari sebuah entitas negara yang berdaulat.
71
Second Report On Unilateral acts of State, International law Commision, General
Essambly, 14 April 1999, Jenewa 3 mey-23 july 1999
72
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Op,cit. hal. 320-321
47
negara lain. Disatu sisi negara bebas bertindak seperti yang dia harapkan,
namun disisi lain beberapa ketentuan baik dalam hukum kebiasaan maupun
terhadap negara lain adalah dilarang, kecuali dalam rangka self defence (bela
diri).73
sepihak atas wilayah laut dan sumber kekayaan alam di dalamnya seperti lebar
73
F.X. Joko Priyono, Aksi Unilateral (tindakan Sepihak) negara maju dan Implikasinya
bagi kepentingan Nasional Indonesia, MMH, Jilid 37 No. 1 Maret 2008 diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/44034/2/JurnalMMHJilid37No1Maret2008.pdf tanggal 04 september
2020 Pukul 01:24 WIT
48
kejadian yang cukup penting dalam sejarah perkembangan hukum laut adalah:
kawasan laut lepas tertentu yang bersambung dengan pantai Amerika Serikat.
yang baru dalam hukum laut yakni pengertian geologi “continental shelf” atau
mencadangkan kekayaan alam pada dasar laut dan tanah dibawahnya yang
74
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Binacipta, Bandung, 1963, hal.
81.
75
Presiden Proclamation,28 September 1945:
“WithRespecttoCoastalFisheriesCertainAreasoftheHighSeas,” 10 Fed. Reg.12304.Lihat, Ann L.
Hollik, U.S. ForeignPolicyAnd The Law ofathe Sea, (Princeton, New Jersey: Princetonuniversity,
1981), Lampiran I
49
gas bumi.
kejelasan batas, yang menjadi ukurannya adalah sumber daya yang bernilai
bagi rakyatnya, dan pengaturan sumber daya perikanan, yang berisi siapa, di
mana, dan bagaimana boleh dilakukan penangkapan ikan, oleh karena itu
yang melakukan penangkapan ikan secara luas. Sementara itu, bagi warga
negara dari negara lain dapat diizinkan dengan persyaratan atau ketentuan
tertentu. Yaitu apabila terdapat warga negara dari negara lain yang telah
76
Ida Kurnia, Aspek Nasional dan Internasional Pemanfaatan Surplus Perikanan di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Op.cit, hal 19
50
yang dituangkan dalam suatu perjanjian bersama, atau biasa disebut dengan
Joint agreement.77
Perjanjian bersama itulah yang menjadi landasan bagi pihak yang terkait
pentingnya batas wilayah dan aturan yang diberlakukan. Batas wilayah dalam
menunjukkan pada aturan yang berisi hal-hal yang harus dilakukan dan hal-
hal yang tidak boleh dilakukan atau dilarang untuk dilakukan. Terkait dengan
adanya hak-hak yang dimiliki oleh negara lain terhadap kawasan laut yang
berada di luar pantai negara mereka, atau mengakui zona konservasi dari
77
Ibid, hal. 20.
78
Arif Satria, Pesisir dan Laut Untuk Rakyat, IPB Press, Bogor, 2009, hal. 14-15
51
Serikat yang telah adadi zona konservasi tersebut. Pada proklamasi perikanan
pantai lebih lanjut ditegaskan bahwa status perairan di dalam zona konservasi
yang telah dibentuk tidak mempengaruhi status laut lepas yang bersangkutan
menjadi dua, yaitu laut teritorial yang berada dibawah kedaulatan negara dan
Fisheries Case)
terluar pada pantai Norwegia. Dalam cara penarikan garis pangkal lurus yang
79
Ida Kurnia, Aspek Nasional dan Internasional Pemanfaatan Surplus Perikanan di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Op.cit, hal.22.
80
Veriena J. B. Rehatta, Penyelesaian Sengketa Perikanan di Laut Lepas Menurut
Hukum Internasional, Jurnal Sasi, Vol 20 Januari-Juni 2014.
52
Bulan Juli tahun 1935, Norwegia dengan sebuah Firman Raja (Royal
bagi nelayan asing. Firman Raja ini menunjuk pada Firman-Firman Raja
serupa sebelumnya yang dikeluarkan pada tahun 1812, 1869, 1881, dan 1889
yang telah lama dalam sejarah, keadaan geografis khusus di pantai Norwegia,
teritorial sejauh 4 mil, namun yang dipersoalkan adalah cara penerikan garis
yang berlaku. Pihak Inggris berpendirian bahwa garis pangkal harus ditarik
menurut garis pasang surut daripada tanah daratan (permanent dryland) yang
dalam penerapan (application) dari cara penarikan garis pangkal yang ditarik
53
penarikan garis pangkal yang didasarkan atas asas pasang surut, yakni :81
1. Cara “trace parallele”, dimana garis batas luar mengikuti segala liku
dari garis pasang surut;
2. Cara “arcs of circles”, Dimana langsung ditetapkan batas luar tanpa
adanya garis pangkal terlebih dahulu; dan
3. Cara “straight baseline” (garis pangkal lurus),dimana garis pangkal
ditarik tidak tepat menurut garis pasang surut dengan segala likunya,
melainkan ditarik garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik
tertentu yang berada pada garis pasang surut.
Dari ketiga cara di atas, cara “arcs of circles” di kesampingkan oleh
adalah bahwa satu-satunya cara penetapan garis pangkal yang tepat dan
merupakan kaidah yang berlaku umum adalah cara penarikan garis pangkal
yang menuruti garis pasang surut. Artinya garis luar laut teritorial harus
mengikuti segala liku-liku garis pangkal yang dalam hal ini sama benar atau
“identik” dengan garis pasang surut. Cara penarikan garis pangkal lurus
pembatasan tertentu.82
menarik garis pangkal lurus di muka suatu teluk (bay), tapi tidak dari satu
81
Iman ode, Hukum Laut Kasus Perikanan Inggris dan Norwegia, di akses dari
https://id.scribd.com/doc/305643058/hukum-laut-kasus-perikanan-inggris-dan-norwegia-docx
pada tanggal 20 Oktober 2020 pukul 01:10 WIT
82
Ibid.
54
pulau ke pulau lain depan pantai atau depan gugusan pulau (skjaergaard).
Menurut pihak Inggris panjang garis pangkal di muka suatu teluk demikian
sependapat dengan pihak Inggris bahwa penarikan garis pangkal lurus oleh
garis pangkal lurus oleh Norwegia tidak lain daripada suatu penerapan (suatu
kaidah) Hukum Internasional yang berlaku umum pada suatu keadaan khusus.