Anda di halaman 1dari 12

HUKUM LAUT INTERNASIONAL

Oleh :

Bella Adinda Purwasaputri

200710101105

Hukum Internasional (A)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS HUKUM

2021
BAB 1
PENDAHULUAN

Wilayah Perairan Indonesia meliputi wilayah laut Indonesia, perairan


kepulauan, dan perairan pedalaman. Laut Teritorial Indonesia merupakan jalur
laut selebar 12 mil laut yang di ukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.
Perairan Indonesia merupakan wilayah yang terletak pada sisi garis pangkal lurus
kepulauan dengan memperhatikan kedalaman atau jarak dari bibir pantai. Perairan
Pedalaman Indonesia yaitu perairan terletak pada sisi darat garis air rendah pantai
Indonesia dan ke dalam dari perairan semua bagian terletak sisi darat suatu garis
penutup, hal ini berdasarkan pada Pasal 7.
Hukum laut internasional terjadi perkembangan secara terus-menerus dan
mengalami penyempurnaan baik dari waktu ke waktu untuk kepentingan manusia
melalui aturan yang berlaku pada setiap negara. Menurut para ahli tentang hukum
laut internasional proses ini mempengaruhi perkembangan hukum laut
internasional ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Definisi Hukum Laut


Hukum laut internasional merupakan norma hukum yang mengatur
hubungan hukum antar negara pantai, yang terkurung dalam daratan atau
organisasi subyek hukum internasional. Mengatur mengenai kedaulatan negara di
laut yaitu yurisdiksi negara dan hak negara atas perairan tersebut. Hukum laut
internasional ini mempelajari mengenai aspek hukum di laut dan peristiwa hukum
yang terjadi di laut.

2.2 Periodisasi Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

Sejarah Perkembangan
Hukum Laut
Internasional

Zaman Romawi Zaman Zaman Modern


Pertengahan

Konsep res Teori Bartolus Yurisprudensi


communis dan Baldus Mahkamah
omnium Internasional

- Piagam
Konsep res
Inter Tahapan
nullius
Cartera:1493 pelaksanaan
- Perjanjian konferensi
Mare Tordesillas: hukum laut
Liberun 1494

Battle of Books
Mare Konferensi
Liberun Hukum
Konferensi Den Laut
Haag Tahun 1930 Jenewa
1958
Jalan
Tengah
Perkembangan
Hk. Laut setelah UNCLOS
PD II ke-II 1960
dan
UNCLOS ke-I UNCLOS
Tahun 1958 ke-III 1982

Proklamasi Presiden Anglo-Norwegian


Truman 1945 Fisheries Case 1951

A. Zaman Modern
Perkembangan pada hukum laut internasional dewasa ini banyak
melibatkan Negara-negara didunia melalui konferensi sebagai tempat pemikir dan
pembuat aturan dalam perumusan hukum laut.
a. Sengketa Perikanan Antara Inggris Dan Norwegia “Anglo-Norwegian
Fisheries Case”. (Keputusan Mahkamah Internasional Tahun 1951).
b. Terdapat tahapan-tahapan pelaksanaan konferensi hukum laut
a) Konfrensi Kodifikasi Den Haag tahun 1930
Konferensi Internasional utama yang membahas masalah laut
teritorial ialah "codificationconference" pada 13 Maret hingga 12 April
1930 yang bertempatan di Den Haag, dengan dibawah naungan Liga
Bangsa-Bangsa (LBB) hal ini di hadiri delegasi dari 47 negara.
Konferensi ini menetapkan:
1) Wilayah jalur laut disebut Laut Teritorial. Wilayah negara
pantai yang meliputi antara lain ruang udara diatas laut
teritorial, selain itu dasar laut dan tanah dibawahnya yang
dikenal dengan istilah tiga dimensi laut teritorial. Khusus
batasan ruang udara, dikenal teori grafitasi adalah benda yang
masih jatuh ke bawah, masih masuk ke dalam wilayah ruang
udara atau angkasa negara tersebut.
2) Hak Lintas Damai, pada prinsipnya kapal asing boleh masuk
dengan melintas wilayah laut asal, tidak membuang jangkar,
mencemarkan lingkungan, menyelundup, dan lain-lain yang
dapat menimbulkan keadaan tidak damai (the right of
innoucense)
3) Yurisdiksi kriminal dan sipil atas kapal-kapal asing
4) Pengejaran seketika (hot porsuit) bila melanggar sesudah
Perang Dunia ke-II (1945)

c. Perkembangan Hukum Laut setelah PD ke-II


Perkembangan hukum-hukum laut internasional pasca Perang Dunia Ke-II
memiliki perkembangan yang sangat besar, signifikan dan banyak sekali, antara
lainnya:
Proklamasi Presiden Truman-1945 tentang Landas Kontinen :
1. Kelanjutan alamiah wilayah daratan.
2. Masuknya aspek geologi dalam hukum laut internasional. Negara pantai
memiliki kekuasaan dalam mengatur yang berbatasan dengan pantai.
3. Dimaksudkan untuk mencadangkan kekayaan alam (mineral) dasar laut &
tanah di bawahnya untuk rakyat Amerika Serikat
4. Status hukum lautnya tetap sebagai laut lepas.
5. Tidak mengklaim jarak, tetapi kedalaman 100 fathom (200 m).

d. Konferensi Hukum Laut Jenewa tahun 1958


Konferensi Jenewa yang membahas mengenai hukum laut menghasilkan
empat konfrensi antara lain :
a) Convention on the Territorial Sea and Contigous Zone 10 September
1964 atau yang dapat disebut dengan Konvensi mengenai Laut
Teritorial dan Zona Tambahan
b) Convention on the High Seas 30 September 1962 atau yang dapat
disebut dengan Konvensi mengenai Laut Bebas
c) Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of
the High Seas 20 Maret 1966 atau yang dapat disebut dengan
Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati
Laut Lepas
d) Convention on the Continental Shelf 10 Juli 1964 atau yang dapat
disebut dengan Konvensi mengenai Landas Kontinen.

e. Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut I tahun 1958


(UNCLOS I)
Dalam konferensi hukum laut yang pertama melahirkan empat buah
konvensi, dan isi dalam konvensi UNCLOS I yaitu :
1. Konvensi tentang laut teritorial dan jalur tambahan atau convention on
the territorial sea and contiguous zone belum ada kesepakatan dan
diusulkan untuk dilanjutkan di UNCLOS ke-II
2. Konvensi tentang laut lepas atau convention on the high seas
a) Kebebasan pelayaran
b) Kebebasan menangkap ikan
c) Kebebasan meletakkan kabel di bawah laut dan pipa-pipa
d) Kebebasan terbang di atas laut lepas
3. Konvensi tentang perikanan dan perlindungan sumber-sumber hayati
di laut lepas atau convention on fishing and conservation of the living
resources of the high sea
4. Konvensi tentang landas kontinen atau convention on continental shelf.
Konvensi ini telah disetujui pada tanggal 17 Maret -- 26 April 1960
kembali dilaksanakan konferensi hukum laut yang kedua atau
UNCLOS ke-II, membicarakan tentang lebar laut teritorial dan zona
lain yang mengalami pertambahan perikanan, dan masih mengalami
kegagalan dalam mencapai kesepakatan, sehingga perlu diadakan
konferensi.
f. Konferensi Hukum Laut UNCLOS II tahun 1960 dan UNCLOS III tahun
1982
2.3 Pengaturan Zona Maritim
Konferensi Kodifikasi pada tanggal 13 Maret hingga tanggal 12 April
1930 yang dihadiri oleh delegasi dari 47 negara. Konverensi tidak mencapai kata
sepakat mengenai batas luar teritorial dan hak menangkap ikan dari negara pantai
pada zona tambahan. Peserta dalam konferensi terbagi menjadi beberapa versi
dengan keinginan lebar laut territorial 3 mil diantaranya 20 negara, yang
menghendaki 6 mil laut territorial diantaranya 12 negara, dan negara-negara
Nordic menghendaki laut territorial 4 mil. Dalam Konferensi Kodifikasi Den
Haag yang terjadi ini tidak menghasilkan sesuatu konvensi namun kecuali
rancangan pasal yang di setujui sementara. Konferensi Kodifikasi Den Haag
merupakan satu-satunya konferensi hukum laut yang di di bawah naungan Liga
Bangsa-Bangsa.1
Secara teoretik dalam sistem penetapan garis batas zona maritim yaitu
negara pantai yang saling berhadapan umumnya dan negara tepi selat pada
khususnya dilakukan melalui perjanjian bilateral sesuai dengan UNCLOS 1982
sebagai dasar primer pengaturan laut internasional.2
UNCLOS pada Tahun 1982 yang menetukan wilayah perairan laut negara
terdiri dari laut teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif dibawah
dasar laut dan terdapat rezim kontinen tanah di bawahnya. Masing-masing zona
memiliki status hokum berbeda. Zona perairan laut terluar pada suatu negara bisa
saja berbatasan dengan laut territorial, zona tambahan, atau ZEE. Khususnya pada
wilayah dasar laut dan tanah di bawahnya terdapat juga hak-hak negara di landas
kontinennya yang nantinya akan berkaitan dengan batas negara di landas
kontinen.3

1
Colombos, The International Law of the Sea, 1967, hal. 103.
2
Khaidir Anwar, Batas wilayah Negara di Perairan Laut, Universitas Lampung, 2011, hal. 55.
3
Khaidir Anwar, Batas Wilayah Negara di Perairan Laut, Penerbit Universitas Lampung, 2011,
hal 56.
Ketentuan internasional pada penentuan batas zona perairan laut negara
diukur dari garis pangkal yaitu melalui garis imajiner yang diukur dari titik terluar
maupun pulau ter-luar air laut surut. Garis pangkal yang menjadi dasar penarikan
batas zona maritime suatu negara selain itu untuk menentukan batas-batas wilayah
laut negara baik yang berbatasan dalam wilayah laut territorial, ZEE, dan batas
landas kontinen.
Garis pangkal dapat dilakukan berbagai macam variasi, antara lain:
1. Garis pangkal normal atau normal base line
2. Garis pangkal lurus atau straight base line
3. Garis pangkal kepulauan atau archipelagic straight base line
4. Gabungan dari ketiga garis pangkal tersebut.
line, atau sesuai kesepakatan para pihak. Tidak dibenarkan suatu negara
mengklaim batas wilayahnya secara sepihak.
Dalam UNCLOS pada Tahun 1982, terdapat tiga ketentuan mengenai
penetapan batas-batas maritim antar negara-negara yang berhadapan ataupun
berdampingan dalam perbatasan laut wilayah, ZEE, dan landas kontinen, yaitu :
1. Penentuan pada batas laut territorial, pantai dua negara berhadapan atau
berdampingan satu sama lain atau kedua negara yang tidak mempunyai
hak atas wilayah terkecuali jika ada perjanjian antar keduanya.
2. Penentuan batas ZEE antara negara-negara dengan pantai yang berhadapan
atau berdampingan harus dilakukan dengan perjanjian berdasarkan hokum
internasionalsebagaimana yang diatur dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah
Internasional.
3. Penentuan dalam batas landas kontinen seperti yang berlaku untuk ZEE
dan ketentuan ini di atur dalam Pasal 83.
Sementara itu, Boer Mauna, mengungkapkan bahwa dalam menentukan
landas kontinen Mahkamah Internasional memberikan beberapa petunjuk, yaitu:
1. Untuk menentukan batas landas kontinen, umumnya negara yang
berkaitan mendapatkan keseluruhan landas kontinennya, karena
merupakan kelanjutan dari dasar laut wilayahnya untuk menghindari agar
landas kontinen tersebut tidak mengambil daerah-daerah laut pihak
lainnya.
2. Bila pada penentuan pembatasan landas kontinen menyebabkan adanya
suatu bagian di dasar laut yang dituntut bersama, maka dasar-dasar laut
tersebut harus dibagi sama rata kepada negara-negara yang bersangkutan,
kecuali negara-negara tersebut menerima rezim yuridiksi penggunaan dan
eksploitasi bersama dari keseluruhan daerah-daerah dasar laut yang sama-
sama dituntut.
3. Memperhatikan semua keadaan-keadaan khusus, yaitu:
a) Kesatuan sumber daya alam merupakan konfigurasi umum dari pantai
dengan segala ciri-ciri khususnya atau ciri-ciri yang tidak biasa dari
sumber daya alam tersebut.
b) Menampakkan struktur fisik dan geologi dari beberapa daerah landas
kontinen yang akan dibagi.
c) Hubungan antara luasnya landasan kontinen yang berada di bawah
kedaulatan negara, pantai dan panjang pantai negara tersebut yang
diukur menurut jurusan umum pantai.4

4
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peran dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,
Penerbit Alumni, Bandung, 2003.hlm. 27.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukum laut internasional merupakan suatu seperangkat norma
hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara yang berhubungan
dengan pantai, yang terikat oleh organisasi maupun subyek hukum
internasional lainnya, yang mengatur mengenai yurisdiksi kedaulatan
negara di laut dan hak-hak negara perairan. Hukum laut internasional
mengalami suatu perkembangan yang terus-menerus untuk
penyempurnaan dari waktu ke waktu untuk kepentingan umat manusia
melalui aturan-aturan yang berlaku di tiap-tiap negara.
Perkembangan hukum laut dimulai zaman romawi. Dasar
penguasaan bangsa Romawi terhadap laut, bahwa laut merupakan suatu
“res communis omnium” dimana laut merupakan hak bersama seluruh
ummat. Kemudian, pada abad pertengahan setelah runtuhnya imperium
romawi, negara-negara disekitar tepi Laut Tengah menuntut bagian dari
laut yang dimana berbatasan dengan pantainya berdasarkan beberapa
alasan.
Di era modern, hukum laut internasional terjadi perkembangan
lagi, dimana hal tersebut melibatkan negara-negara di dunia melalui
konferensi untuk pembuatan aturan-aturan dalam perumusan hukum laut.
Konferensi hukum laut internasional yang terakhir ialah konferensei yang
menghasilkan UNCLOS 1982 yang digunakan sebagai dasar primer
pengaturan laut internasional.
UNCLOS 1982 merupakan suatu penentu wilayah perairan laut
negara yang terdiri dari laut territorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) di bawah dasar laut dan tanah di bawahnya yang terdapat
rezim landas kontinen. Masing-masing zona memiliki status hukum
berbeda. Khususnya pada wilayah dasar laut dan tanah di bawahnya
terdapat juga hak-hak negara di landas kontinennya yang tentunya akan
terkait dengan batas negara di landas kontinen. Dengan demikian, hukum
internasional saat ini dianggap not only as a restriction upon but also as
an actual denial of absolute sovereignty. Persoalan tanggung jawab negara
dalam hukum lingkungan internasional dianggap lebih berat dari pada hak-
hak negara sebagai pelaksana konsep kedaulatan.

3.2 Saran
Ilmu pengetahuan sesungguhnya senantiasa mengalami
pembaharuan dan mengikuti perkembangan zaman. Sehingga selalu
berupaya menambah khasanah keilmuan dengan membaca buku adalah hal
yang mutlak dilakukan, khususnya bagi kaum intelektual seperti
mahasiswa. Apa yang sesungguhnya ada dalam makalah ini adalah hanya
sebagian kecil dari ilmu pengetahuan tentang hubungan hukum antara
bank dan nasabah, semoga dapat membantu dan tetap mencari dari sumber
lain.
DAFTAR PUSTAKA

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peran dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2003.
Chairul Anwar, Hukum Internasional Horizon Baru Hukum Laut Internasional
Konvensi Hukum Laut 1982, Jakarta,1989
Colombos, The International Law of the Sea, 1967.
J. G. Strake, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh, Jakarta, Sinar
Grafika, 2008
Khaidir Anwar, Batas Wilayah Negara di Perairan Laut, Penerbit Universitas
Lampung, 2011.
Retno Windari, Hukum Laut, Zona-Zona Maritim sesuai UNCLOS 1982 dan
Konvensi-Konvensi Bidang Maritim, Badan Koordinasi Keamanan
Laut, Jl. Dr. Sutomo No. 11 Jakarta Pusat 10710, Jakarta, 2009.

Anda mungkin juga menyukai