Anda di halaman 1dari 2

Hukum Laut Internasional muncul karena adanya kesadaran dari negara-negara untuk

melindungi kepentingan hukum lautnya. Sejak berakhirnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II
negara-negara di seluruh belahan dunia menjadi sadar akan potensi positif dan negatif dari laut, dan
menyadari pula bahwa laut harus diatur sedemikian rupa supaya berbagai kepentingan negara-
negara atas laut dapat terjaga. Dari pengalaman itulah negara-negara menganggap hal ini penting
dan sepakat untuk membentuk suatu aturan (hukum) yang kemudian dikenal dengan sebutan
Hukum Laut Internasional. Kepentingan-kepentingan dunia atas hukum laut yang telah terlihat
dalam perjalanan sejarah dunia mencapai puncaknya pada abad ke-20. Modernisasi dan Globalisasi
dalam segala bidang kehidupan, bertambah pesatnya perdagangan dunia, tambah canggihnya
komunikasi internasional, dan pertambahan penduduk dunia, semuanya itu telah membuat dunia
membutuhkan suatu pengaturan dan tatanan hukum laut yang lebih sempurna.

Hal-hal yang melatarbelakangi perkembangan hukum laut internasional adalah pendapat


penulis, praktik negara, dan persidangan konferensi dan konvensi konsekuen mereka.

1. Zaman Sebelum Romawi

Penguasaan laut dikaitkan dengan kepemilikan kerajaan. Di Laut Tengah “Lex Rhodia” atau
Hukum Laut Rhodia mulai dikenal sejak abad ketujuh.

2. Zaman Romawi

Pada zaman Romawi terdapat 2 konsepsi hukum laut internasional yang saling bertolak
belakang, yaitu Res Communis dan Res Nulius.

3. Masa Abad Pertengahan

Negara-negara yang muncul setelah runtuhnya Imperium Roma disekitar tepi Laut Tengah masing-
masing menuntut sebagian dari laut yang berbatasan dengan pantainya berdasarkan alasan yang
bermacam-macam.

a. Berkembangnya konsep “laut wilayah” dan dua dasar teoritis bagi klaim kedaulatan atas laut
yang dikemukakan oleh Bartolus dan Baldus.
b. Pada tahun 1943 (Piagam Inter Caetera)
Suatu peristiwa penting di dalam sejarah hukum laut internasional adalah
pembagian seluruh laut dan samudera dunia ini di dalam dua bagian dengan batasnya garis
meridian 100 leagues (kira-kira 400 mil laut) sebelah barat Azores. Sebelah barat dari
meridian tersebut menjadi milik Spanyol, sedangkan sebelah timurnya menjadi milik
Portugal, yang dilakukan oleh Paus Alexander VI ditahun 1493 dengan piagam yang
dinamakan Inter Caetera.
c. Adanya “Battle of The Books”
Para ahli hukum saling berargumen tentang laut bebas (mare liberum) yang
dikemukakan oleh Hugo Grotius lawan laut tertutup (mare clausum) yang dikemukakan oleh
John Sheldon.
d. Ahli hukum Cornelis van Bynkershoek
Mengemukakan suatu rumusan dalil, sebagai penjelmaan dari asas penguasaan laut
dari darat, berupa suatu kaidah tembakan meriam yang berbunyi: “Terrae protestas finitur
ubi finitur armorum vis” (kedaulatan territorial berakhir dimana kekuatan senjata berakhir).
Menurut dalil ini jalur laut territorial menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah
(territori) daratan dan perbedaan antara pemilikan dan kedaulatan dengan demikian lenyap
sama sekali. Dengan demikian sempurnalah pembagian dua laut yang dipelopori oleh
Pontanus dan selesailah “perang buku” antara doktrin “Mare Liberum” dan “Mare Clausum”.
e. Jarak tembakan meriam dan asal-usul kaidah lebar laut territorial 3 (tiga) mil
Dalam awal masa sejarah hukum laut ada beberapa ukuran yang dipergunakan
orang untuk menetapkan lebar laut teritorial sebagai jalur yang berada di bawah kedaulatan
negara pantai. Diantaranya yang terpenting adalah (1) ukuran tembakan meriam, (2) ukuran
pandangan mata, dan (3) ukuran "marine league". Dalam praktek antara negara ukuran
tembakan meriam ini untuk pertama kalinya disebut dalam sengketa antara Negeri Belanda
dan Inggris dalam nota wakil inggris, Gerbier di Brussel kepada Rajanya yang menulis antara
bahwa "............ orang Belanda tidak dapat mengakui Paduka Yang Mulia memiliki kekuasaan
di laut yang melampaui jarak tembakan meriam". Dalil Bynkershoek yang dikemukakan
seratus tahun setelah kejadian di atas lekas sekali menjadi suatu teori yang diterima secara
umum oleh ahli-ahli hukum internasional antara lain Surland, Moser dan Vattel. Orang yang
menyamakan dalil tembakan meriam dengan kaidah 3 mil adalah penulis Italia Domenico
Anzuni yang mengemukakan pendapatnya itu dalam buku berjudul “Sistema universal dei
principii del dirrito marittimo dell’ Europa”.
4. Zaman Modern
Pada zaman modern, hukum laut internasional mengalami perkembangan yang sangat luar
biasa. Perkembangan hukum laut internasional pada masa ini lebih banyak melibatkan
negara-negara di dunia melalui konferensi sebagai pemikir dan pembuat aturan-aturan
dalam perumusan hukum laut.
a. Den Haag Convention 1930
b. Truman Proclamation 28 September 1945
Dimulailah suatu perkembangan dalam hukum laut masa kini yang didasarkan atas
pengertian yang baru dalam hukum laut yakni pengertian geologi “continental shelf”
atau dataran kontinen. Tindakan Presiden Amerika Serikat ini bertujuan mencadangkan
kekayaan alam pada dasar laut dan tanah dibawahnya yang berbatasan dengan pantai
Amerika Serikat untuk kepentingan rakyat dan bangsa Amerika Serikat, terutama
kekayaan mineral khususnya minyak dan gas bumi.
c. Konferensi Hukum Laut Jenewa Tahun 1958 (UNCLOS I)
Hasil Konferensi Hukum Laut Jenewa Tahun 1958 menghasilkan 4 (empat) Konvensi
antara lain:
 Convention on the Territorial Sea and Contigous Zone (Konvensi mengenai Laut
Teritorial dan Zona Tambahan);
 Convention on the High Seas (Konvensi mengenai Laut Lepas);
 Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Seas
(Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas);
 Convention on the Continental Shelf (Konvensi mengenai Landas Kontinen).
d. Konferensi Hukum Laut Jenewa Tahun 1960 (UNCLOS II)
e. United Nations Convention on the Law of the Sea III (UNCLOS III) 10 Desember 1982,
Montego Bay, Jamaica.

Anda mungkin juga menyukai