Anda di halaman 1dari 77

Fakultas Hukum

HUKUM INTERNASIONAL LANJUTAN


HKSHK212116
Kelas B-2023
Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, SH., LL.M.

Hukum Laut Internasional


Topik bahasan:
1. Sejarah hukum laut hingga 6. Laut Teritorial
UNCLOS 1982 7. Zona Tambahan
2. Baseline 8. ZEE
3. Pulau dan negara kepulauan 9. Landas Kontinen
4. Perairan pedalaman 10. Laut Lepas
5. Perairan kepulauan 11. The Area
Sejarah Hukum Laut
(sampai UNCLOS 1982)
Zaman Romawi

 Kekaisaran Roma menguasai Laut Tengah (Mediterranean)  hampir seluruh pantai


Mediterranean dikuasai oleh Roman Empire  mereka menganggap Laut Tengah sebagai
danau.
 Menguasai Mediterranean untuk membebaskan/menjaga dari ancaman bajak laut.
 Pinsip-prinsip dasar:
o res communis omnium (common right of human being)  sumber dari doktrin kebebasan laut.
o res nullius (nobody’s property or a thing which has no owner), oleh karena itu jika seseorang
dapat menguasai suatu wilayah, dia juga dapat memilikinya berdasarkan prinsip okupasi
(principle of occupation/occupation).
Zaman Abad Pertengahan

 Setelah negara2 tepi merdeka, mrk mulai  Sejarah menunjukkan bhw perhatian dan kebijakan
merasakan perlunya mengklaim wilayah laut: negara thd lautan tdk hanya dipengaruhi factor
o Venetia  Adriatic sea politik (kedaulatan), ttp jg oleh factor ekonomi dan
o Genoa  Liguria sea teknologi.
o Pisa  Thyrhenia sea
 Adanya klaim2 tsb mjdk Mediterranean tidak lagi
 Perdagangan  Piagam Inter Caetera 1493 oleh
Paus Alexander VI, membagi lautan mjd 2 bagian:
sbg milik bersama (common property / res
communis)  mencari kejelasan ttg "occupation o The Western part of the meridian (latitude)  400
rights" thd lautan. nm of Azores archipelago  dimiliki oleh
Spanyol.
 Para penulis (post glosators) menerapkan prinsip
dan konsep hukum Romawi thd legal settlement of o The Eastern part  dimiliki oleh Portugal.
disputes claims. o Piagam tsb dituangkan dlm the 1494 Tordesilas
o Bartolus  membagi lautan mjd 2 bagian: di bawah Agreement.
kedaulatan negara pantai; dan bebas dr kekuasaan
dan kedaulatan siapapun.  Sumber daya alam/perikanan  klaim2 Dominio
o Baldus  mengajukan 3 konsep: (1) ownership, (2) Maris thd Laut Utara oleh Denmark & Inggris
use, dan (3) jurisdiction and authority to protect the memunculkan konsep Mare Clausum (closed sea).
interests at sea.
The Cantino planisphere of 1502 shows the line of the Treaty of Tordesillas.

The meridian to the right was defined by Inter caetera, the one
to the left by the Treaty of Tordesillas. Modern boundaries and A map of the Spanish (red) and Portuguese Empires (blue) in the
cities are shown for purposes of illustration. period of their personal union (1581–1640). Areas explored & claimed
by the Spanish, but unsettled, (e.g. the Amazon basin) are not shown.
Mare Clausum vs. Mare Liberum

 Hugo Grotius (Hugo de Groot) menulis buku Mare  Argumen Grotius didasarkan pd perbedaan arti dr
Liberum (1609) utk membela hak Belanda atau kata2 imperium (soverreignty) dan dominium
hak neg lain selain Portugal & Spanyol utk (ownership)  negara2 dapat berdaulat thd bbrp
melayari lautan. Dua buku Grotius lainnya: De Iure bagian lautan ttp scr umum mrk tidak dapat
Praedae & De Iure ac Paccis.
memilikinya.
 Mare Liberum awalnya hanya utk advokasi hak
berlayar, ttp kmd jg utk hak perikanan:  Pontanus (Dutch) menawarkan kompromi dari
o Laut terbuka utk setiap org krn tdk ada seorangpun yg konsep mare clausum & mare liberum dg membagi
memilikinya  sbg protes thd Sp & Port. lautan mjd 2 bagian:
o Smb kekayaan laut (perikanan) tdk terbatas (not o laut yg berdekatan dg pantai/pesisir (adjacent
limited or infinite)  ditujukan kpd Inggris krn sea), dan
Deklarasi Raja James I yg melarang nelayan Belanda o laut yg memiliki kharakteristik bebas.
menangkap ikan di dekat pantai Inggris.
 Argumen utk perikanan  mdpt reaksi dr penulis2 Inilah konsep pertama yg melahirkan konsep laut
Inggris, spt Welwood & Selden, Malynes, Collis & territorial (territorial sea) yg kita kenal sekarang.
Burroughs  perang buku (battle of the books):
De mare libero (Hugo Grotius, 1609) vs. Mare
clausum (John Selden, 1635)
Aturan Tembakan Meriam (Cannon-Shot Rule)
& Asal Usul lebar Laut Teritorial 3 mil laut (nautical mile)
 Sejarah mencatat adanya bbrp cara dlm
 Cornelis van Bynkershoek (Bld) dlm bukunya De
menetapkan lebar laut teritorial:
Dominio Maris Dissertatio, mengajukan konsep
o cannon-shot measurement.
terrae protestas finitur ubi finitur armorum vis
o range of vision measurement.
(territorial sovereignty ends where the gun power
o marine league measurement (1 marine/sea
ends)  ditulis utk menolak argumen Selden yg
league = 3nm)
mengklaim bagian laut negara pantai yg luas.
 Bdsrk metode2 tsb, mjd pemahaman umum bhw
 Konsep tembakan Meriam telah melahirkan rejim rejim lebar laut teritorial adl 3 mil laut.
laut teritorial selebar 3 ml  penulis2 yg menerima
 Kebebasan laut (freedom of the seas) sbg
usul ini a.l. Surland, Moser & Vattel.
postulat hukum alam (Vásquez, Vitoria) 
 Penulis pertama yg mengkaitkan konsep tembakan kebebasan laut dikenal sbg prinsip hukum,
meriam dg lebar laut teritorial 3 ml adl Galiani resonansi awal untuk konsep kewajiban erga
(Itali), 1782, menyebutnya 3 ml sbg “zona netral” omnes (Emer de Vattel)
(neutrality zone)  diikuti oleh Domineco Anzuni  Kebebasan laut : prinsip penting (the paramount
(Itali). principle) (R.P. Anand)
Satu mil laut (nautical mile) sama dengan…
• 1,852 metres (exact)
• 1.150779 mile (statute) (exact: 57,875/50,292 miles)
• 2,025.372 yards (exact: 2,315,000/1,143 yards)
• 6,076.1155 feet (exact: 2,315,000/381 feet)
• 1,012.6859 fathoms (exact: 1,157,500/1,143 fathoms)
• 10 common-definition cables (exact, as one common definition of "cable")
• 10.126859 "ordinary" (100-fathom) cables (exact: 11,575/1,143 ordinary cables)
• 12.152231 US Navy (120-fathom) cables (exact: 9,260/762 US Navy cables)
• 0.998383 equatorial arc minutes = traditional geographical miles (approx.)
• 0.9998834 mean meridian arc minutes = mean historical nautical miles (approx.)
Zaman Abad 20: Penguasaan Negara atas Laut

 Sejarah menunjukkan bahwa ada pemahaman  Inggris mengembangkan undang-undang tentang


atau kesepakatan bahwa laut dibagi menjadi 2 penghapusan penyelundupan:
bagian: laut teritorial dan laut lepas  pada o jarak berevolusi dari 3, 6, 12, 24, dan 100 nm.
akhirnya juga ada kesepakatan tentang rezim o kapal asing tanpa pelaut Inggris ditahan di 3 nm.
lebar laut teritorial 3 mil laut dan arti kedaulatan o di luar 3 nm, harus ada setidaknya satu pelaut
meliputi segala aspek kepentingan negara pantai. Inggris  dlm kasus/lokasi ttt, > 1/2 pelaut
Inggris.
 Ada upaya untuk memperkenalkan hak-hak
o batas tonase kapal yang bisa ditangkap
tertentu untuk melindungi kepentingan negara
berevolusi dari 50 kmd 200/lebih.
pantai di luar laut teritorial.
 Di US, perkembangannya sbb:
 Bbrp kepentingan yg ingin dimiliki oleh negara o melarang membongkar barang di kisaran 12 nm.
pantai di luar wilayah pesisirnya adalah perikanan, o kapal patroli pabean diberi wewenang untuk
pertahanan keamanan & netralitas, kesehatan menembak.
masyarakat, pencegahan penyelundupan, dll.  o awalnya untuk minuman beralkohol "Rum“ 
Negara2 Baltik menegaskan jaraknya 12 nm, dan semua jenis minuman beralkohol  perbudakan
menyebutnya sebagai “contiguous zone”.  setiap atau semua jenis barang atau barang
dagangan apa pun.
 Perjanjian Inggris dan US (1923) ttg Kerjasama  1958: Konferensi PBB ttg Hukum Laut (UNCLOS
Penghapusan Penyelundupan: I) di Jenewa menghasilkan 4 konvensi ttg: laut
o dokumen pertama yg akui perbedaan ant. laut teritorial dan zona tambahan, landas kontinen,
teritorial (yurisdiksi umum & kedaulatan) dan laut lepas, dan perikanan.
zona laut di luar 3 nm.  1960: UNCLOS II di Jenewa  gagal menetapkan
o full jurisdiction & limited jurisdiction. lebar laut teritorial.
o diikuti oleh negara2 lain.  1967: Penetapan dasar laut dalam & SDA-nya sbg
o tdk sebut batas/jarak ttp satu jam pelayaran. “warisan bersama umat manusia (common
heritage of mankind)” (Arvid Pardo) sbg
 Lebar laut teritorial sebagai “masalah maritim abad penyeimbang strategi pembagian lautan.
ini” (kegagalan Konferensi Den Haag 1930 LBB)
 1973-1982: UNCLOS III menyepakati Konvensi
 berlayar melewati selat (Bosphorus, Dardanelles) PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) sebagai
 gagal kodifikasi hukum perang di laut di era PD "konstitusi untuk lautan"
 pengembangan hk laut melalui OI  transformasi  1994 & 1995: adopsi the Implementation
HI dari hukum koeksistensi mjd hukum kerjasama. Agreements yg mengkover dasar laut dalam dan
 “teritorialisasi” SDA laut  1945, Proklamasi pengelolaan bersama straddling fish stocks
Presiden Truman  klaim thd landas kontinen  1996: International Tribunal for the Law of the Sea
(ITLOS) di Hamburg mulai beroperasi.
UNCLOS 1982
(The United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982)

Signed at Montego Bay, Jamaica, 10 December 1982


Entry into force: 16 November 1994
(17 parts, 320 articles, 9 annexes) PART IX. ENCLOSED OR SEMI-ENCLOSED SEAS
PART X. RIGHT OF ACCESS OF LAND-LOCKED
PREAMBLE
STATES TO AND FROM THE SEA AND
PART I. INTRODUCTION FREEDOM OF TRANSIT
PART II. TERRITORIAL SEA AND CONTIGUOUS PART XI. THE AREA
ZONE
PART XII. PROTECTION AND PRESERVATION OF
PART III. STRAITS USED FOR INTERNATIONAL THE MARINE ENVIRONMENT
NAVIGATION
PART XIII. MARINE SCIENTIFIC RESEARCH
PART IV. ARCHIPELAGIC STATES
PART XIV. DEVELOPMENT AND TRANSFER OF
PART V. EXCLUSIVE ECONOMIC ZONE MARINE TECHNOLOGY
PART VI. CONTINENTAL SHELF PART XV. SETTLEMENT OF DISPUTES
PART VII. HIGH SEAS PART XVI. GENERAL PROVISIONS
PART VIII. REGIME OF ISLANDS PART XVII. FINAL PROVISIONS
ANNEX I. HIGHLY MIGRATORY SPECIES
ANNEX II. COMMISSION ON THE LIMITS OF THE CONTINENTAL SHELF
ANNEX III. BASIC CONDITIONS OF PROSPECTING, EXPLORATION AND EXPLOITATION
ANNEX IV. STATUTE OF THE ENTERPRISE
ANNEX V. CONCILIATION
ANNEX VI. STATUTE OF THE INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE LAW OF THE SEA
ANNEX VII. ARBITRATION
ANNEX VIII. SPECIAL ARBITRATION
ANNEX IX. PARTICIPATION BY INTERNATIONAL ORGANIZATIONS
Baselines (garis pangkal/dasar)
Penampakan Fisik/Geografis

Continental shelf

Coastal line
Continental slope

Bukan garis dasar/


pangkal (baseline) Continental rise
Deep-sea floor

Continental margin
Rezim-rezim dalam UNCLOS 1982

Straits used for international navigation


Part III (Arts. 34-44)
High Seas
Internal Waters

Territorial Sea
Part VII (Arts. 86-120)

(Arts. 2-32)
(Art 8) Exclusive Economic Zone
Part V (Arts 55-75)

Contiguous Zone
(Arts. 5&7)
Baselines

(Art. 33)
Archipelagic Waters Continental Shelf
(Art 49) Part VI (Arts 76-85)
The Area
Part XI (Arts.133-191)

12 nm 24 nm 200 nm 350 nm
Macam2 & Fungsi Garis Pangkal

 Garis pangkal normal (normal baseline)  Garis  Garis pangkal memainkan peran penting dalam
pangkal normal yang ditarik dari garis pantai menentukan zona maritim.
wilayah suatu negara.  Mereka menandai batas antara perairan
 Garis pangkal lurus (straight baseline)  garis pedalaman (ke arah darat, Pasal 8 UNCLOS)
pangkal lurus yang digunakan dalam pengukuran dan laut teritorial (ke arah laut, Pasal 3
batas wilayah pada daerah yang memiliki keadaan UNCLOS)  semua zona lainnya (zona
pantai berlekuk atau memiliki konfigurasi pulau- tambahan, ZEE, landas kontinen) diukur dari garis
pulau terluar dari garis pantai yang menyulitkan pangkal ini.
pengukuran garis pangkal.  Sesuai dg Pasal 5 UNCLOS, garis pangkal
 Garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) normal mengikuti garis air rendah di sepanjang
 garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari pantai.
suatu pulau pada daerah kepulauan yang
digunakan untuk mengukur luas wilayah atau  Garis pangkal lurus dapat ditarik ketika garis
teritorial laut dari suatu negara. pantai (coastal line) menjorok dan memotong ke
 Garis air rendah (low water line)  garis air yang dalam, atau ketika pinggiran pulau terletak di
bersifat tetap di suatu tempat tertentu yang sepanjang (dan dekat) pantai (Pasal 7 UNCLOS).
menggambarkan kedudukan permukaan air laut
pada surut yang terendah.
 Jika suatu negara memenuhi syarat unt menarik garis pangkal lurus, maka negara bebas memilih garis
pangkal normal atau garis pangkal lurus.
 Hal ini juga dapat mengubah garis pangkal dari normal menjadi lurus dan sebaliknya tanpa alasan
tertentu (asalkan persyaratan Pasal 7 UNCLOS dipenuhi untuk garis pangkal lurus). Sebagian besar
garis pangkal Indonesia adalah garis pangkal lurus.
 Jika garis pantai berubah, garis pangkal normal harus disesuaikan dengan garis air rendah yang
sebenarnya. Penarikan garis pangkal ke dalam peta, meskipun diakui resmi, tidak menentukan legalitas
garis pangkal normal. Diharapkan negara pantai secara teratur menyesuaikan garis pangkalnya, jk garis
pantai berubah, sebaiknya peta yg berlaku mencerminkan perubahan tsb.
Metode Penarikan Garis Pangkal

Normal Baseline = Low Water Line Straight Line (mouth of


rivers)

Closing Line (Bays)

Straight Baselines
Pulau & Negara Kepulauan
Pulau

 Pulau adalah wilayah daratan yang terbentuk  Karang (reefs)


secara alamiah yang dikelilingi air 'dan berada  Fringing reefs  Salah satu jenis karang
di atas permukaan air pada waktu air pasang. yang pada umumnya terendam saat air
(Pasal 1 angka 3 UU No. 32 Tahun 2014). pasang dan ditemukan di dekat pulau atau
 “An island is a naturally formed area of land, daratan dengan pesisir berbatu yang melekat
surrounded by water, which is above water at secara geofisik dengannya.
high tide”. (Art. 121(1) UNCLOS)  Batu karang (rock)  Hanya berhak untuk
mengklaim laut teritorial dan tidak berhak
 Pulau kecil (islet, P’cis)  gugusan pulau
untuk melakukan klaim terhadap ZEE dan
yang memiliki ukuran lebih kecil dibanding
landas kontinen.
ukuran pulau2 lainnya dg kriteria yg dittk oleh
 Atol  coral reef dengan bentuk seperti
msg2 otorita  pulau kecil seluas 1 m2
cincin atau elips yang memiliki pulau atau
persegi dapat mengklaim kawasan maritim
pulau kecil di atasnya, yang mengelilingi
seluas 1.551.000.000 m2.
suatu area atau laguna pada bagian
 Elevasi surut (Low-tide elevations)  fitur
tengahnya.
maritim yang tenggelam di saat air pasang.
Mischief Reef yang dikategorikan sebagai low-tide elevations
dalam sengketa Laut Cina Selatan

Johnson Reef yang dikategorikan sebagai “rock” dalam


sengketa Laut Cina Selatan
 Rezim Pulau telah lama mjd perhatian masy. Intl., khususnya dlm UNCLOS III.
 Istilah “pulau” dalam UNCLOS 1982 disebut bbrp kali dan tersebar di bbrp bab dan pasal, a.l.
dlm Art. 6 terkait Karang, Art. 7 terkait Garis Pangkal Lurus, Art. 13 terkait Elevasi Surut, serta
Art. 46 dan Art. 47 ttg Negara Kepulauan.
 Arti penting rezim Pulau dalam perspektif negara pantai menurut UNCLOS 1982:
o Pertama, pulau dapat digunakan sbg dasar mengklaim 4 zona maritim (laut teritorial, zona
tambahan, ZEE, dan landas kontinen) krn dpt dijadikan sebagai titik pangkal (basepoint)
dan garis pangkal (baseline).
o Kedua, pulau dalam Art. 121(1) dan batu karang dalam Art. 121(3) dapat dijadikan sebagai
titik nol terhadap klaim laut teritorial dan zona tambahan.
o Ketiga, pulau yang memenuhi kriteria Art. 121(3) berpotensi menjadi dasar klaim terhadap
ZEE dan landas kontinen.
Kepulauan & Negara Kepulauan

 “Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian Puiau dan perairan di antara pulau-pulau tersebut,
dan lain-lain wujud alamiah yang hubung-annya satu sama lain demikian erat sehingga pulau-pulau,
perairan, dan wujud alamiah lainnya itu meru-pakan satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan dan
keamanan serta politik yang hakiki atau yang secara historis dianggap sebagai demikian”. (Pasal 1 angka 4
UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan).
 Kepulauan: unit geografis, ekonomi dan politik yang dapat ditentukan dg jelas atau krn alasan historis (Art. 46
hrf b)
o Geographic unit: Pulau2 hrs terletak sdmk dekat satu sama lain shg scr alami dpt dilihat sbg satu
kesatuan (indikator: panjang maks garis pangkal lurus sesuai dg Art. 47 (2).
o Economic unit: penduduk pulau2 hrs bergan-tung pd sumber daya perairan sekitarnya (laut sbg sumber
makanan dan bahan baku).
o Political unit: pulau2 tsb harus tunduk pada kedaulatan satu Negara.
o Archipelago for historic reasons: ketika Negara telah melaksanakan kedaulatan yang efektif dan tidak
terputus atas perairan kepulauan untuk jangka waktu yang lama.
 Negara Kepulauan: “a State constituted wholly by one or more archipelagos and may include other islands”
(Art. 46)
o apk dlm klpk kepulauan tsb berarti tidak ada bagian dari daratan benua ?
o Kepulauan yg dpt dikaitkan dg Neg2 kontinental (“coastal archipelago”, e.g.: Kanada), bukan negara
kepulauan menurut Art. 46.
 “Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri atas satu atau lebih kepulauan dan dapat
mencakup pulau-pu1au lain”. (Pasal 1 angka 5 UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan).
 Outlying archipelago  Gugusan pulau yang memiliki jarak jauh dari titik pantai sehingga dianggap sebagai
suatu kesatuan sendiri dan terlepas dari daratan utama.
 Mid-ocean archipelago  negara-negara kepulauan kecil yang terletak di tengah lautan dan berdiri secara
independen.
 Mid-ocean archipelagos belonging to continental states  wilayah atau gugusan pulau lepas pantai yang
letaknya terpisah dengan daratan utama suatu negara yang terletak pada sebuah kesatuan benua.
Perairan Pedalaman
Pengertian dan Status Hukum

 Perairan di sisi darat dari garis pangkal laut  Perairan pedalaman (yaitu perairan di sisi darat
teritorial (kecuali ditentukan dalam Bagian IV) garis pangkal) tunduk pada kedaulatan teritorial
 full sovereignty. penuh Negara pantai
 Indonesia: o Negara pantai bebas dan tidak terbatas utk
o UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan menggunakannya (tetapi: dibatasi dan harus
United Nations Convention on The Law of The menghormati perlindungan lingkungan laut
Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dihormati sejauh diatur dalam perjanjian2
tentang Hukum Laut) yang relevan)
o UU No. 6 Tahun 1996 ttg Perairan Indonesia,
dicabut dg UU No. 32 Tahun 2014 ttg o Negara pantai pada umumnya berhak untuk
Kelautan, diubah oleh UU No. 11 Tahun menegakkan seluruh sistem hukumnya di
2020 ttg Cipta Kerja perairan pedalamannya terhadap kapal asing
(pengecualian: kapal organisasi international,
kekebalan kapal Negara)
Perairan Pedalaman vs Inland Waters

 susunan kata Pasal 8 para 1 (“belong”) tidak jelas; perairan selain perairan pedalaman maritim
tidak dianggap perairan pedalaman menurut UNCLOS.
 biasanya, batas air tawar (di mana peningkatan salinitas yang signifikan dapat ditentukan)
berfungsi sebagai kriteria yang menentukan untuk membedakan perairan inland waters dari
perairan pedalaman, mis. sungai, danau.
 Kanal: pembedaannya menurut apakah kanal tersebut menghubungkan dua bagian laut satu
sama lain atau tidak (misalnya: Terusan Kiel, Terusan Panama dan Terusan Suez merupakan
bagian dari perairan pedalaman).
 Laut Kaspia: thd inland lake atau inland sea, apakah UNCLOS dapat diterapkan secara
analog? Status di antara Negara pantai tetap belum terselesaikan (kurangnya hubungan alami
ke laut menunjukkan inland lake, sementara salinitas dan dimensinya berbicara tentang inland
sea, di mana UNCLOS dapat diterapkan)
 Inland ports adalah bagian dari perairan pedalaman
Batas Luar Perairan Pedalaman
 Kriteria yg menentukan adl garis pangkal
 Perbedaan situasi:
o garis pangkal normal = low-water mark, cf. Art. 5 (= average tide level);
 menurut Art. 11, fasilitas pelabuhan permanen terluar yang merupakan bagian dari sistem
pelabuhan adalah bagian dari pantai (tidak berlaku untuk pulau buatan, dll.)
 klarifikasi tanda air rendah di terumbu, atol dan dry falling elevation dalam Art. 6 dan Art. 13
(tetapi: dalam kasus elevasi jatuh kering, perairan darat hanya perairan internal sesuai dengan
prasyarat Art. 7 para. 4)
o garis pangkal lurus, lih. Art. 7; panjang maksimum? lebih dari 40 ml tidak diperbolehkan (protes
mengenai garis pangkal hingga 220 mil laut); garis pangkal lurus juga dapat ditarik ketika deep
embayments dan bagian garis pantai dimiliki oleh >2 Negara (misalnya: pantai Jerman-Denmark)
o teluk, lih. Art. 10 (dg kasus khusus teluk bersejarah, e.g.: Hudson Bay, multi-State bays
o mulut sungai (estuaries, river deltas)
 Demarkasi perairan pedalaman antar negara dengan pantai yang berdampingan  median lines and
equitable solutions.
Negara Ketiga di Perairan Pedalaman
 secara umum, tidak ada hak kapal berbendera asing untuk mengakses pelabuhan, akses juga dapat
ditolak atau dibuat dengan persyaratan tertentu (e.g. kapal tanker berlambung ganda, penyerahan
dokumen tertentu, dll.)
 pengecualian dalam kondisi ttt untuk kapal dalam keadaan darurat atau force majeure; lihat juga hak
akses land locked states ke/dari laut sesuai dengan Art. 125 para 1 (walaupun akses mungkin ditolak ke
masing2 pelabuhan di Negara transit, ttp mungkin tidak ditolak ke semua pelabuhan)
 tidak ada hak lintas damai (innocent passage) kecuali di perairan pedalaman hasil dari penarikan garis
pangkal lurus (lih. Art. 8 para. 2)
 Negara ketiga tidak memiliki hak untuk melakukan penelitian arkeologi (lih. Art. 245 & 303); hak yang
berbeda dapat timbul dari perjanjian internasional.
 Selain itu, mengenai pertanyaan ttg akses pelabuhan: 'hubungan asli' dg kedaulatan teritorial Negara
pantai atas perairan pedalamannya tidak diberikan ketika akses dibuat bergantung pada Negara bendera
yang memenuhi persyaratan ttt di laut lepas atau ketika memasuki ZEE, atau zona yang berdekatan;
tindakan semacam itu akan merupakan pelaksanaan yurisdiksi ekstrateritorial yang melanggar hukum
Perairan Kepulauan
Garis Pangkal Kepulauan
 Garis pangkal kepulauan menghubungkan titik-titik  Perairan di dalam GPK adl Perairan Kepulauan
terluar pulau-pulau terluar dan terumbu karang (archipelagic waters) bukan perairan pedalaman;
kering kepulauan.
Negara kepulauan dapat menarik garis-garis
 Persyaratan:
penutup di dalam perairan kepulauan untuk
o Panjang maksimum: umumnya 100 ml, 3% dari
semua GPK dapat mencapai panjang 125 ml. penetapan batas perairan pedalaman mnrt Art.
50 sesuai dg Art. 9 – 11 (dan juga Art. 6, meskipun
o Rasio luas permukaan air dan luas daratan
harus 1 : 1 s/d 9 : 1 (Art. 47 para 1); jika rasio ini tidak disebutkan dalam Art. 50, ini menyerupai
lebih dr 9 : 1, maka penarikan GPK tidak Art. 11); namun, garis pangkal normal atau garis
diperbolehkan (e.g. Bahama) pangkal lurus di dalam perairan kepulauan tidak
o Art. 47 para. 4 memodifikasi Art. 7 para. 4. boleh ditarik.
 Notes: Closing Line (bay)
o Indonesia memiliki 183 (+ 127A&B + 101A-J)
titik koordinat.
o 4 diantaranya >100nm: di Laut Halmahera
122.75; Samodera Pacific 122.74; Samodera
Hindia (05° 21' 35" S 102° 05' 04"E) 102.15 &
(02° 58’ 57”N 95° 23’ 06”E) 113.61  PP
38/2002 sbgmn diubah dlm PP 37/2008.
EEZ/High Seas Territorial Sea

Territorial Sea

High Seas
Archipelagic
Waters
Archipelagic
Baselines

Treatment of Archipelagic Waters Treatment of Archipelagic Waters


prior to 1982 since 1982
Status Hukum Perairan Kepulauan

 Perairan kepulauan tunduk pada kedaulatan Negara pantai (Art. 49 para. 1) yang dilaksanakan
menurut Bab IV UNCLOS (Art. 49 para. 3)  kedaulatan Negara Kepulauan karena itu sejak
awal dibatasi – seperti halnya dengan Laut Teritorial.
 Negara kepulauan harus menghormati kabel bawah laut yang ada (juga pipa bawah laut?) dan
mentolerir pemeliharaan dan perbaikannya (Art. 51 para. 2); pemasangan kabel dan pipa baru
perlu persetujuan dari Negara kepulauan
 Rezim yang mengatur perairan kepulauan dianggap sebagai hukum kebiasaan internasional
(praktik negara yang luas)
Lintas melalui Perairan Kepulauan

 Di perairan kepulauan ada hak lintas damai (right of  Kapal selam dapat menyelam (hanya) di ALK,
innocent passage) Art. 52 para 1 tidak boleh menyelam di bagian perairan
N.B.: tidak ada hak penerbangan tanpa izin, kecuali kepulauan lainnya.
melewati alur laut kepulauan yg ditentukan!  Hubungan lintas damai di ALK dan lintas di
 Negara kepulauan dapat menetapkan alur laut perairan kepulauan lainnya  apk ada hak lintas
kepulauan mnrt Art. 53; di ALK ini (menurut para. 4, damai di perairan kepulauan di luar ALK jika
harus melewati perairan kepulauan dan laut teritorial Negara kepulauan telah menetapkan ALK?
yang berbatasan) kapal2 Negara lain menikmati hak o contra: kata2 dlm Art. 52 para. 1 adl “subject
lintas di ALK; jika Negara Kepulauan tidak to“
menetapkan ALK, hak lintas dapat digunakan pada o pro: Art. 53 para 1 tidak mengandung unsur
rute2 yg biasanya melayani pelayaran int’l dan apapun yang akan menetapkan kewajiban
perjalanan udara (Art 53 para 12). untuk menggunakan ALK yang ada
 Hak lintas damai pada alur laut kepulauan pada (selanjutnya: lintas pada ALK adalah konsep
prinsipnya tidak dapat dibatasi (Art. 54 jo. Art. 44) hukum baru yang tidak membatasi hukum lain
 Hak lintas damai di ALK juga berlaku untuk pesawat yang berlaku, tetapi mestinya menambahkan
udara (Negara kepulauan dapat menetapkan rute dalam kaitannya dg kebebasan berlayar)
udara di atas ALK)
Article 53: Rights of archipelagic sea lanes passage

1. An archipelagic State may designate sea lanes and air 5. Such sea lanes and air routes shall be defined by a
routes there above, suitable for the continuous and series of continuous axis lines from the entry points of
expeditious passage of foreign ships and aircraft through or passage routes to the exit points. Ships and aircraft in
over its archipelagic waters and the adjacent territorial sea. archipelagic sea lanes passage shall not deviate more
2. All ships and aircraft enjoy the right of archipelagic sea lanes than 25 nautical miles to either side of such axis lines
passage in such sea lanes and air routes. during passage, provided that such ships and aircraft
3. Archipelagic sea lanes passage means the exercise in shall not navigate closer to the coasts than 10 per cent of
accordance with this Convention of the rights of navigation the distance between the nearest points on islands
and overflight in the normal mode solely for the purpose of bordering the sea lane.
continuous, expeditious and unobstructed transit between 6. An archipelagic State which designates sea lanes under
one part of the high seas or an exclusive economic zone and this article may also prescribe traffic separation schemes
another part of the high seas or an exclusive economic zone. for the safe passage of ships through narrow channels in
4. Such sea lanes and air routes shall traverse the archipelagic such sea lanes.
waters and the adjacent territorial sea and shall include all 7. An archipelagic State may, when circumstances require,
normal passage routes used as routes for international after giving due publicity thereto, substitute other sea
navigation or overflight through or over archipelagic waters lanes or traffic separation schemes for any sea lanes or
and, within such routes, so far as ships are concerned, all traffic separation schemes previously designated or
normal navigational channels, provided that duplication of prescribed by it.
routes of similar convenience between the same entry and 8. Such sea lanes and traffic separation schemes shall
exit points shall not be necessary. conform to generally accepted international regulations.
9. In designating or substituting sea lanes or prescribing or 11. Ships in archipelagic sea lanes passage shall respect
substituting traffic separation schemes, an archipelagic applicable sea lanes and traffic separation schemes
State shall refer proposals to the competent international established in accordance with this article.
organization with a view to their adoption. The organization 12. If an archipelagic State does not designate sea lanes or
may adopt only such sea lanes and traffic separation air routes, the right of archipelagic sea lanes passage
schemes as may be agreed with the archipelagic State, may be exercised through the routes normally used for
after which the archipelagic State may designate, prescribe international navigation.
or substitute them.
10. The archipelagic State shall clearly indicate the axis of the
sea lanes and the traffic separation schemes designated or
prescribed by it on charts to which due publicity shall be
given.
No Designation  all
Normal Routes available

Full Designation  Set Number


of Designated Sea Lanes

Partial Designation  Mix


of Designated ASL and Undesignated ASL
Cautionary and Explanatory
Application of the Ten Per Cent Rule notes on the use of ASL will be
shown on charts

Ten Per Cent Rule


Innocent Passage Only in Applies width of 1’.8
these waters
Innocent Passage Only
in these waters

18’.0
21’.0

Ten Per Cent Rule


Applies width of 2’.1
Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
Berdasarkan PP No. 37 Tahun 2002
Laut Territorial
Status Hukum

 Di Laut teritorial, Negara pantai memiliki kedaulat-  Kedaulatan atas LT bersifat turunan (lih wording
an, tmsk thd ruang udara di atas laut teritorial dan Art. 2 para. 1): Negara pantai menjalankan kedau-
dasar laut dan tanah di bawahnya (Art. 2 para 1) latan atas LT hanya karena kontak wilayah darat-
 Teori Status Hukum: perbedaan kedaulatan di nya dg laut (“daratan mendominasi laut ”).
wilayah darat dan di LT  “aquitorial” sovereignty Konsekuensi: Negara pantai tdk dpt scr terpisah
mlksnk kedaulatan (e.g. dg cession) atas LT-nya.
o The property theory: LT milik Negara pantai yang
diperoleh dg pendudukan  cannon-shoot rule:  Sejak awal kedaulatan dibatasi (lih Art. 2 para. 3),
effective exercise power from the shore (Cornelis khususnya oleh hak lintas damai (kedaulatan
van Bynkershoek,1702, De dominio Maris hanya dikaitkan dg kekuasaan teritorial terbatas).
Dissertatio).
 Hak lintas damai tidak diberikan kpd Negara
o The police theory: untuk melaksanakan yurisdiksi ketiga, melainkan didsrk pd konsep LT yg sudah
Negara pantai dalam merespons doktrin “innocent
passage”.
pada tingkat status hukumnya.
o The competence theory: jurisdiction vs sovereignty  Pelaksanaan kedaulatan bersifat dispositif
 LT adl bagian wilayah Negara teritorial: meskipun Negara pantai scr otomatis
 LT tunduk pd kedaultan dan imperatif memiliki LT, yang lebarnya – sejauh
 Ada bbrp yurisdiksi thd LT ydk melebihi 12 nm – bgmnpun juga merupakan
kebijaksanaan Negara pantai.
Lintas Damai (Innocent passage)

 Definisi umum  Innocent passage is a term of  Lintas damai tidak tergantung (dan tidak dapat
int’l maritime law referring to a ship's right to enter mjd bergantung) pd izin Neg pantai  sbg prinsip
and pass through a coastal state's territorial waters dasar, tidak boleh dihalangi (Art. 24 para. 1)
so long as it is not prejudicial to the peace, good o Art. 26 para. 1: tidak boleh dipungut biaya jika
order or security of the coastal state. hanya untuk lewat.
 Suatu lintas ‘damai' perlu dilihat ‘fakta’-nya pd o Art. 26 para. 2: diperbolehkan memungut
msg2 kasus, e.g. dlm Corfu Channel Case 1949 biaya untuk layanan khusus yang diberikan ke
ICJ Rep 4 ditentukan oleh 'cara' lintas, bukan, kapal (misalnya: layanan derek).
katakanlah, ‘maksud atau tujuan’. o dipertanyakan apk "iuran mercusuar"
tercakup, krn penerangan pantai bukanlah
 Scr dogmatis masih diperdebatkan (sebelumnya:
"layanan khusus yg diberikan kpd kapal“ 
mengacu pd ‘hak servitut’, ttp scr konseptual dapat
pungutan tsb dpt ditambahkan ke biaya
diperdebatkan). Hak servitut  pembatasan
pelabuhan yang tidak termasuk dalam Art. 26,
hukum atas yurisdiksi teritorial eksklusif Negara
ttp dpt diterima sbg ganti mnrt rezim perairan
pantai terkait dg penggunaan.
pedalaman.
 Rules applicable to all ships  Arts 17 – 26.
Hak WN Asing
ACTIVITY INTERNAL WATERS TERRITORIAL SEA
Navigation Convention not applicable except where Convention applicable with regard to innocent passage of :
establishment of baseline encloses new - Merchant vessels (Arts 17-28)
internal waters (Art 8, Para 2) - Warships (Arts 17-26, 29-32)
Over flight Convention not applicable Convention not applicable
Fishing Convention not applicable Convention not applicable
Scientific Research Convention not applicable Consent of coastal state required;
conducted on conditions set by coastal State (Art 245)
Laying submarine Convention not applicable Convention not applicable
cable
Mining Convention not applicable Convention not applicable
Imposition of Convention not applicable Only by coastal state (Arts 21, 192 and following); must not hamper
environmental innocent passage (Art 211, Para 4); 220 (2); Warships (Art 236)
legislation
Note: For vessels the flag state is in general obliged

- to exercise its jurisdiction and control in administrative, technical, and social matters (Art 94), and
- to ensure compliance with international pollution standards (Articles 211, 217).
Zona Tambahan
Status Hukum

 Suatu zona yang berbatasan dg LT, dan tidak  ZT tidak memiliki status hukum teritorial sendiri
boleh melebihi 24 ml dari garis pangkal dari mana (tgt pd apk perairannya adl LK, ZEE atau laut
lebar LT diukur (Art. 33 para 2) lepas).
 Zona tambahan adalah zona batas kontrol yang  ZT bukan zona pengaman (safety zone)
sebagian overlap dg LK dan dg ZEE, dimana  Lebih dari 70 Negara telah mengklaim ZT (hukum
Negara pantai memiliki kontrol terbatas dan kebiasaan internasional [+] setidaknya dalam hal
kekuasaan penegakan (hanya) sehubungan dg kontrol bea cukai)
masalah yg tercantum dalam Art. 33 para 1:
 UNCLOS tidak memuat ketentuan ttg delimitasi
o custom,
ZT yang berhadapan atau berdekatan
o fiscal,
o immigration,  aturan tentang delimitasi dianggap berlebihan
o Sanitary krn adanya konsep ZEE; jika ZEE tumpang
tindih, delimitasi ZT didasarkan pada Art. 74.
 the coastal State does not have any regulatory
powers.
Kekuasaan Negara Pantai

 Art. 33 para 1: Pengendalian thd aktivitas tertentu diperlukan untuk menuntut atau mencegah pelanggaran
di empat bidang yg tlh disebutkan (kausalitas!); Negara pantai memiliki yurisdiksi fungsional terbatas.
 Efek pada wilayah Negara thd daerah yang terdampak krn sudah terjadi atau akan segera terjadi (saat ini
penting utk pencegahan penyelundupan dan perdagangan narkoba; penegakan hukum imigrasi, dll)
 Kriteria legalitas suatu tindakan di ZT adl apk tindakan tersebut berfungsi utk pelaksanaan kontrol yg
diperlukan utk mencegah atau menuntut pelanggaran yg terkait dg daerah tertentu di LT?
 Kegiatan Negara lain yg tdk termasuk dlm Art. 33 para 1 tidak dapat dilarang (misalnya: latihan militer?)
Zona Ekonomi Eksklusif
Status Hukum

 Menurut Art. 57, ZEE tidak boleh lebih lebar dari  Perbedaan ZEE & LK:
200 ml dr garis pangkal dari mana lebar LT diukur. o ZEE = kolom air dan (terutama) sumber daya
 ZEE mrpk rezim hukum tertentu  sui generis  hayati (kecuali energi angin dan ekstraksi
Progressive development of int’l law  sovereign garam),
rights (hak berdaulat) o LK = dasar laut dan sumber daya tak hidup
 Hak dan kekuasaan Negara pantai di ZEE tidak (kecuali sedentary species)
terkait dengan zona dalam arti teritorial, melainkan  Mnrt Art. 77 para 3, setiap Negara pantai secara
pd sumber daya yang ada di dalamnya (“purpose- otomatis memiliki LK (eksistensi hak ipso facto
oriented”)  functional character of the EEZ. dan hak ab initio), ZEE harus diklaim dg tindakan
 Meskipun Negara pantai menikmati hak berdaulat sepihak  the Continental Shelf Case (Libyan
dan yurisdiksi di ZEE-nya (Art. 56 para 1 a & b), it Arab Jamahiriya v. Malta), ICJ Reports 1985, 13,
does not exercise full jurisdiction or 33 (§ 34): “Although there can be a continental
sovereignty respectively. shelf where there is no exclusive economic zone,
 Sebagian ZEE overlap dg landas kontinen (LK) yg there cannot be an exclusive economic zone
lebarnya sekurang2nya 200 ml (Art. 76 para 1). without a corresponding continental shelf.”
 sovereignty  the supreme, absolute, and  Jurisdiction :
uncontrollable power by which any independent o A government's general power to exercise
state is governed. authority over all persons and things within its
 Right  territory;
o A power, privilege, or immunity secured to a
o A court's power to decide a case or issue a
decree <the constitutional grant of federal-
person by law <the right to dispose of one's
question jurisdiction>;
estate>.
o A geographic area within which political or
o A legally enforceable claim that another will do judicial authority may be exercised <the
or will not do a given act; a recognized and accused fled to another jurisdiction>.
protected interest the violation of which is a
wrong <a breach of duty that infringes one's  Duty 
right>. o A legal obligation that is owed or due to
another and that needs to be satisfied; an
 sovereign rights  a right which the state alone, or
obligation for which somebody else has a
some of its governmental agencies, can possess,
corresponding right.
and with its possesses in the character of a
sovereign, for the common benefit, and to enable it o Any action, performance, task, or observance
to carry out its proper function. owed by a person in an official or fiduciary
capacity.
 Meskipun LK mrpk bagian integral dari rezim  Dalam hal konflik penggunaan (e.g. kegiatan
hukum yg mengatur ZEE (lihat Art. 56 para. 1, yg perikanan Negara pantai vs. kebebasan berlayar
jg mencakup dasar laut dan tanah di bawahnya), Negara ketiga):
Art. 56 para 3 memperjelas bhw hak berdaulat atas o Art. 56 para 2 dan Art. 58 para. 3 membatasi
LK adl utk eksplorasi, konservasi dan eksploitasi tentang kewajiban timbal balik antara Negara
SD non-hayati dasar laut dan tanah di bawahnya pantai dan Negara ketiga untuk “menghormati”
sesuai dg Bab VI UNCLOS. hak dan kewajiban Negara lain saat
 Negara pantai hanya menikmati hak2 preferensi menjalankan haknya dan melaksanakan
sejauh hak2 itu scr tegas disebutkan dlm Art. 56 kewajibannya.
para 1. Dg dmk Negara pantai harus menoleransi o Tetapi: karena hak-hak dan kekuasaan tertentu
penggunaan ZEE-nya oleh Negara ketiga, e.g., Negara pantai mengganti rezim laut lepas,
untuk tujuan militer (manuver, uji senjata dan dalam hal terjadi konflik menjadikan kedudukan
latihan) sepanjang situasinya tidak membenarkan hukum Negara pantai didahulukan.
penggunaan hak membela diri sbgmn didefinisikan
o Jika hak berdaulat dan kekuasaan Negara
dalam Art. 51 Piagam PBB, bhk di LT – yg mrpk
pantai sesuai dengan Art. 56 para. 1 tidak
bagian dari wilayah Negara – kapal perang Negara
terpengaruh, Negara ketiga menikmati prioritas
ketiga menikmati hak lintas damai
sejauh mereka menggunakan kebebasannya
sesuai dg Art. 58 para. 1 tsb.
Pembangunan & penggunaan pulau buatan

 Pulau buatan, instalasi dan bangunan di ZEE  Art. 60 para. 8  pulau buatan, instalasi dan
tunduk pada keseluruhan sistem hukum Negara bangunan tidak memiliki LT sendiri,
pantai (Art. 60 para. 2)  ini berarti memperluas keberadaannya tidak mempengaruhi batas LT,
sifat ZEE secara fungsional. ZEE atau LK.
 UNCLOS tidak memuat definisi pulau buatan,  Instalasi dan bangunan (tetapi bukan pulau
instalasi dan bangunan (beda dg Pulau dlm Art. buatan), yang didirikan di ZEE dan setelah itu
121 para 1)  ini harus objek yang dibuat oleh ditinggalkan atau tidak digunakan lagi harus
manusia, benda-benda ini dapat dibedakan dari disingkirkan oleh Negara pantai (Art. 60 para 3)
kapal krn lokasinya yg permanen  mereka harus menurut UNCLOS platform bekas bahkan dapat
dikelilingi oleh laut di semua sisi (jika tidak, mereka dibuang dg memenuhi syarat tertentu (Art. 210
berpotensi dianggap sbg reklamasi). para. 5)
 Art. 60 para 4 mengizinkan Negara pantai
menetapkan zona keamanan (safety zone) di
sekitar pulau buatan, instalasi dan struktur “in
which it may take appropriate measures [only] to
ensure the safety both of navigation and of the
artificial islands, installations and structures”.
Konservasi SD Hayati

 Konservasi dan pemanfaatan SD hayati bdsrk Art.  Art. 62  Negara pantai memiliki hak berdaulat
56 para 1a., scr fungsional dan konseptual mrpk eksklusif (exclusive sovereign rights) thd SD
pemanfaatan dan perlindungan ikan yang hayati di ZEE-nya.
menghuni ZEE tsb  diatur lbh ljt dalam Art. 61  Sesuai Art. 62 para 2, Negara pantai mengijinkan
dst. negara2 lain ikut serta memanfaatkan surplus dr
 Art. 61  Neg pantai harus menetapkan total tangkapan yang diizinkan sbgmn diatur pada
tangkapan yang diizinkan (total allowable catch, para. 1 “melalui persetujuan dan pengaturan lain”,
TAC) untuk setiap spesies ikan (para 1), dan ketika negara pantai tsb “tidak mampu memanen
memastikan melalui tindakan pengelolaan yg tepat seluruh tangkapan yang diperbolehkan”; dg
bahwa stok tidak terancam punah krn eksploitasi memprioritas kpd land-locked states (Art. 69),
berlebihan (para 2). geographically disadvantaged states (Art. 70) 
 Art. 61 para 3: ketentuan ttg pengelolaan stok mrk tidak bebas menentukan bentuk dan cara
harus mendukung tujuan mengamankan pemanenan surplus tsb tetapi umumnya terbatas
“maximum sustainable yield”  untuk tujuan ini, utk konsumsi sendiri (Art. 72).
"standar int’l minimum, baik subregional, regional  Ketentuan lebih lanjut ttg manajemen stok diatur
atau global" harus dihormati (formulasinya pada ketentuan ttg perlindungan lingkungan laut
mengacu pada soft law The 1995 FAO Code of (khususnya Art. 194 para 5)
Conduct for Responsible Fisheries of 1995).
Migratory Fish Stocks

 Bab V UNCLOS ini jg berisi ketentuan khusus yg  Kekaburan rumusan Art. 63 para 2 telah menyebabkan
mengatur stock yg tdk eksklusif hidup di ZEE yg sama, tjdnya overfishing thd penangkapan ikan jenis straddling
ttp bermigrasi melintasi batas ZEE suatu negara. fish stocks  diharapkan the Agreement for the
 Stock yg melintasi bbrp ZEE neg pantai, disebut Implementation of the Provisions of the UNCLOS 1982
transboundary fish stocks (Art. 63 para. 1) yg berkaitan dg the Conservation and Management of
 Stok yg melintas di ZEE dan laut lepas disebut Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks
straddling stocks (Art. 63 para. 2). (Straddling Stocks Agreement), tgl 4 Des 1995, dan
mulai berlaku 11 Des 2001, akan memberikan solusi thd
 Selain itu ada yg disebut highly migratory species (Art. persoalan tsb.
64, lihat jg daftar dalam Annex I UNCLOS), dan marine
mammals (Art. 65 UNCLOS).  Agreement tsb mensyaratkan bhw ketentuan2
konservasi untuk ZEE dan laut lepas harus kompatibel.
 anadromous species (Art. 66), spesies yg bermigrasi dr Selain itu, scr eksplisit mengakomodasi precautionary
laut ke sungai utk berkembang biak, e.g. Salmon. approach, menunjuk regional fisheries organizations
 catadromous species (Art. 67), spesies yg bermigrasi (bukan negara bendera) terkait dg pengelolaan laut
dari air tawar ke laut utk berkembang biak, e.g. belut. lepas yang berdekatan dg ZEE, dan memberikan
 Thd jenis2 stock transboundary fish stocks, straddling kewenangan khusus dlm penegakan hukum kpd port
stocks, dan highly migratory species, Negara pantai dan States (termasuk menaiki dan memeriksa kapal asing
Negara2 yg menangkapnya diminta utk bekerja sama dalam kondisi tertentu).
dlm pengelolaan dan pengembangannya (pactum de
negotiando).
International Whaling Commission (IWC)

 Art. 65 kalimat 1 UNCLOS memberi wewenang  Pada tahun 1982, IWC menyetujui moratorium
kepada Negara pantai untuk memberlakukan penangkapan ikan paus (Lampiran ICRW), di mana "nol-
aturan yang lebih ketat dan berorientasi pada TAC" ditetapkan untuk semua spesies paus. Moratorium
mulai berlaku tahun 1984 dan awalnya dimaksudkan
konservasi sehub dg eksploitasi mamalia laut
hanya untuk 10 tahun, tetapi (dan masih) diperpanjang
(tetapi perhatikan bahwa ketentuan tentang tahun demi tahun stl perdebatan antara penentang dan
perikanan pada prinsipnya berlaku juga untuk pendukung perburuan paus (N.B.: ICRW adalah
hewan-hewan ini). perjanjian "terbuka", yang setiap Negara dapat
 Namun, tjd perdebatan dlm menafsirkan Art. 65 mengaksesi, terlepas dari kepentingannya yang lebih
kalimat 2-nya... Mnrt bbrp neg (AS, Islandia), spesifik dalam perburuan paus).
ketentuan tsb mewajibkan Negara utk mjd anggota  Legalitas dari perpanjangan tahunan mnrt HI
IWC, yg mendsrk pada International Convention dipertanyakan krn fakta bahwa bukti ilmiah yg mjd
pertimbangan memungkinkan dilakukan eksploitasi
for the Regulation of Whaling of 1946 (ICRW).
terbatas dan dikontrol secara ketat (lih. Art. V para .2b
 Sebaliknya, Kanada berpendapat bahwa Art. 65 Whaling Convention).
kalimat 2 berbicara ttg "organisasi internasional"  Di sisi lain, seruan Jepang atas klausa pengecualian
dalam bentuk jamak, dan itu berarti hanya untuk penangkapan ikan paus untuk tujuan ilmiah (lih.
mewajibkan Negara untuk "bekerja sama". Art. VIII para. 1 Whaling Convention) bisa dibilang mrpk
penyalahgunaan hak dan oleh karena itu harus
dianggap melanggar hukum.
Penegakan Hukum oleh Negara Pantai

 Berdasarkan Art. 73, Negara pantai berhak untuk menegakkan peraturan pengelolaannya yang diadopsi
sesuai dengan Art. 61 dan seterusnya; Negara pantai dapat menghentikan kapal asing, memeriksa,
menahan, dan, jika perlu, mengambil tindakan hukum “to ensure compliance with the laws and regulations
adopted by it [...]” (para. 1).
 Hak negara bendera dilindungi Art. 73 para 2, yang menyatakan bahwa kapal yang ditangkap dan awaknya
harus segera dibebaskan setelah membayar jaminan yang wajar atau jaminan lainnya [perlindungan
prosedural dalam Art. 292: the flag State of an arrested ship can submit a petition for prompt release to the
International Tribunal on the Law of the Sea (ITLOS), yg disebut prompt release procedure].
Landas Kontinen
Landas Kontinen dan ZEE
Persamaan: Perbedaan:
o The EEZ includes the continental shelf interest in o ZEE bersifat opsional, sdgk hak untuk
the seabed of the 200nm zone. mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya
LK melekat pada negara pantai berdasarkan
o Keduanya lahir dan berkembang bersamaan, baik hukum.
dalam hukum kebiasaan maupun sbg rezim yang
o Hak atas LK ada sampai di luar batas 200 ml dari
ditetapkan UNCLOS 1982, dan mengandung pantai yang bersangkutan bila batas LK
unsur-unsur kesamaan dan interpretasi yang melampaui batas itu.
signifikan.
o Rezim ZEE melibatkan kolom air dan akibatnya
o Kedua konsep tsb. fokus pada pengendalian sumber dayanya (selain dari spesies ikan yang
sumber daya ekonomi dan didasarkan pada prinsip menetap) tunduk pada aturan tentang pembagian
yang berdekatan dan jarak. surplus.
o ZEE mencakup kepentingan landas kontinen di o Rezim ZEE memberi kpd negara-negara pantai
zona dasar laut 200 ml. yurisdiksi atas pencemaran oleh kapal, dan juga
kontrol yang lebih besar thd penelitian ilmiah
kelautan.
Pengertian Landas Kontinen
 res communis?
o Proklamasi Truman tahun 1945 mengacu pada o yurisdiksi fungsional mengecualikan Negara ketiga
"kesinambungan" dan "kewajaran“, pemerintah AS dari penggunaan LK (yang relevan secara ekonomi).
menganggap SDA di bawah tanah dan dasar laut LK  Pemahaman ilmiah: "platform di mana tanah itu berada“
di bawah laut lepas ttp berbatasan dg pantai AS sbg (platform on which the land lies).
bagian dari AS, tunduk pada yurisdiksi dan  Pengertian Geologi : meliputi permukaan tanah dari
kontrolnya. daratan sampai batas kontinen, bergantung pada
o yurisdiksi fungsional mengecualikan Negara ketiga sedimen dan meluas ke dasar laut (1/5 dari dasar laut).
dari penggunaan LK (yang relevan secara ekonomi).
Batas & Margin

 Batas dalam LK: batas luar LT (dasar laut dan  Art. 76 para 1, LK terdiri atas:
tanah di bawahnya di bawah LT berada di bawah o seluruh perpanjangan alami wilayah daratan
kedaulatan penuh Negara pantai). ke tepi luar tepi kontinen (alternative 1)
 Batas luar LK: ILC mengusulkan pendekatan atau
“where the depth of the sea permits exploitation” o dasar laut dan tanah di bawahnya yg
 terlalu kabur! berbatasan dg LT s/d jarak 200 ml dr garis
o Konvensi Jenewa ttg LK tahun 1958: pangkal (alt.2)
kedalaman 200 meter atau sejauh yang dapat Note: Negara pantai berhak memilih; kombinasi
dieksploitasi. dari kedua metode tsb jg diterima, bahkan bisa
o ICJ dalam Kasus LK Laut Utara menekankan utk bagian pantai tertentu sj.
kriteria perpanjangan alami tanah di bawah air.  Art. 76 para. 3  margin kontinen terdiri dari
dasar laut dan tanah di bawahnya, lereng dan
kaki kontinen; margin kontinen tidak terdiri dari
dasar laut dalam ("Area") atau “pegunungan
samudera“ (oceanic ridges).
LK lebih dari 200 ml (extended continental shelf)

 Batas luar LK jika LK >200 ml, Negara pantai  Jk Negara pantai mengklaim LK lebih dari 200 ml (Art.
menetapkan batas luar LK-nya dg menarik garis lurus yg 77 para 3  klaim hanya diperlukan berkaitan dg
panjangnya tidak melebihi 60 nm (Pasal 76 para. 7), dg lebarnya, tidak berkenaan dg keberadaan LK), negara
menghubungkan titik-titik: tsb menyampaikan kpd Commission on the Limits of
o pada garis di mana ketebalan batuan sedimen the Continental Shelf (CLCS).
setidaknya 1% dari jarak terpendek dari titik ini ke  CLCS memeriksa informasi dan dokumen yg disajikan
kaki lereng kontinen (Art. 76 para. 4 b.)  “Irish dan membuat rekomendasi kpd Negara pantai hanya
Formula/Gardiner Line”; atau pada pertanyaan ttg penentuan batas luar LK.
o pada garis yang tidak lebih jauh dari 60 nm dari kaki  CLCS tidak btg jwb atas penetapan batas LK antara
lereng kontinen (Art. 76 paragraf 4 a.)  “Hedberg Negara2 pantai yg berhadapan atau bersebelahan (Art.
Formula“ 76 para. 10); yg ini ditetapkan melalui perjanjian bilateral
Note: Negara pantai berhak memilih  Negara pantai dg atau multilateral (Art. 83).
LK yg landai cenderung menerapkan Rumus Hedberg.  Kompetensi CLCS diberikan sesuai dg pengetahuan
 Syarat: garis tidak lebih jauh dari 350 ml dari garis ilmiah saat ini (yurisdiksi tidak terbatas pada keadaan
pangkal atau 100 ml dari isobath 2.500 meter (Art. 76 pengetahuan pada saat munculnya UNCLOS).
para. 5), kecuali hanya berlaku aturan 350 nm; hal ini tjd
pd submarine ridges, ttp tdk dg submarine elevations
(Art. 76 para. 6).
Pada tanggal 17 Agustus 2010, CLCS menerima pengajuan Potensi wilayah LK Indonesia yang bisa diperluas, di bawah
Indonesia thd extended continent shelf di sebelah barat Aceh yurisdiksi Republik Indonesia
seluas 4.209 km2.
Delimitasi antar Negara

 Art. 83 para 1: Penetapan batas LK antar Negara2 yg memiliki pantai yang berhadapan atau bersebelahan
harus dilakukan dg persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Art. 38 Statuta ICJ, untuk mencapai
penyelesaian yang adil (equitable solution)
 Metode (atau kombinasi metode) yang akan mencapai hasil yang adil:
o Garis tengah (median line)  garis tengah yang setiap titiknya berjarak sama dari titik terdekat pada
garis pangkal (Art. 15)
o Garis tengah yg tunduk pd faktor koreksi yg adil.
o Garis tegak lurus terhadap arah umum pantai.
o Garis bagi sudut dari garis yang menyatakan arah umum pantai ybs.
o Penciptaan zona pengembangan bersama.
 Prinsip & ketentuan HI  equitable principles, relevant circumstances, proportionality, mode of application
of the equitable principles, the concept of natural prolongation.
 [North sea cases, ICJ Reports (1969), Gulf of Maine case, ICJ Reports (1984), ... etc.]
Laut Lepas/Bebas
Status Hukum

 Hugo Grotius menentang untuk memberikan  Sudah lama dicoba mendefinisikan status hukum
kedaulatan atas lautan kpd Negara-negara LL dg memadukan pengertian “res nullius” dan
tertentu dg menekankan kebebasan laut (freedom “res communis omnium” yg sebenarnya saling
of the sea), khususnya kebebasan berlayar; bertentangan:
sementara penulis seperti Selden yang o secara teritorial, dg mengingat larangan utk
mendukung mare clausum hanya ingin mengokupasi (Art. 89) – yg juga diakui dlm
memberikan hak lintas damai kepada Negara hukum kebiasaan internasional – LL scr
ketiga. hukum adl res nullius; (it belongs to “no one”)
 Art. 86 mendefinisikan Laut Lepas (LL) dalam arti tetapi
negatif sebagai semua bagian laut yang tidak
o dalam hal penggunaannya, berlaku prinsip
termasuk dalam ZEE, LT atau perairan pedalaman
kebebasan LL (Art. 87); LL terbuka untuk
suatu Negara, atau di perairan kepulauan suatu
digunakan oleh semua Negara, yg berarti juga
Negara kepulauan.
menjustifikasi LL sbg res communis omnium.
 LL menutupi 45% dari seluruh planet, dan 64%
dari lautan.
Kebebasan Laut

 Art. 87 scr eksplisit menyebutkan:  Pelaksanaan kebebasan2 tsb (yang berpotensi


o Navigation bertabrakan) harus seimbang dg kepentingan
Negara lain dalam menjalankan kebebasannya
o Overflight
 Studi kasus:
o Laying of cables and pipelines
Negara A, B dan C setuju untuk menetapkan
o Construction of artificial islands
kawasan perlindungan laut di LL untuk melindungi
o Fishing mamalia laut dan stok ikan tuna. Mnrt perjanjian
o Marine scientific research itu, menangkap ikan dilarang. Kapal2 berbendera
 Daftar ini belum final, misalnya penggunaan LL utk Negara D dan B datang dan menangkap ikan di
kepentingan militer, termasuk pengujian senjata, daerah tsb. Karena disitu adl daerah terpencil,
pada prinsipnya dilindungi oleh kebebasan LL Negara E memutuskan melakukan uji coba
senjata di bagian laut ini.
 Tidak ada hirarkhi antara kebebasan2 LL tsb.
Dapatkah Negara A mencegah kegiatan tsb dg
menghentikan kapal penangkap ikan dan militer?
The Area (Kawasan)
Status Hukum

 “Area” adalah milik bersama yang diinternasionalisasi  Oleh karena itu, Bab XI UNCLOS hanya berlaku untuk
dan dilembagakan; tidak ada Negara yang dapat SD non-hayati (pandangan yang berlaku); SD hayati
mengklaim kedaulatan atau hak berdaulat atas bagian (misalnya: apa yang disebut sumber daya genetik =
mana pun dari Area atau sumber dayanya (Art. 137 para organisme yang terdapat dalam jumlah yang signifikan
1); di sisi lain, umat manusia scr keseluruhan berhak di atau di sekitar lubang hidrotermal [“black smokers"]
atas sumber daya “Area” dan oleh karena itu semua dan, karena karakteristik genetik khusus mereka, mjd
Negara harus dapat memanfaatkannya (the “Area” as perhatian untuk penelitian dan bioteknologi) diatur oleh
res nullius communis usus). rezim LL, bahkan ketika organisme yang bersangkutan
 Art. 134 membatasi ruang lingkup penerapan Bab XI menghuni dasar laut dan tanah di bawahnya; sedang
UNCLOS pada “kegiatan di Area”. dibahas apakah ruang lingkup Bab XI UNCLOS harus
diperluas melalui perjanjian implementasi untuk
o Mnrt definisi legal dalam Art. 1 para. 1 no. 3. memasukkan SD hayati dasar laut dalam
kegiatan di Area adl “all activities of exploration for,
and exploitation of, the resources of the Area”.
o Definisi “resources” oleh krn sangat penting, yakni
sbgmn diatur dalam Art. Art. 133 a didefinisikan sbg
“all solid, liquid or gaseous mineral resources in situ
in the Area at or beneath the seabed, including
polymetallic nodules”.
 Art. 136 menetapkan Area dan SDA-nya sbg warisan bersama umat manusia (common heritage of
mankind, CHM); rinciannya tidak dijelaskan, namun, konsensus telah dicapai bahwa unsur2 CHM meliputi:
o tidak ada klaim atau pelaksanaan kedaulatan atau hak berdaulat atas Area dan sumber dayanya (Art.
137 para 1)
o pembentukan organisasi internasional dg badan hukum (= International Sea Bed Authority, ISA) yang
btg jwb atas kegiatan penambangan dasar laut dalam dan yang bertindak atas nama umat manusia,
(Art. 137 para. 2); tidak seperti di LL, kegiatan di Area dipantau (Art. 153 para 1).
o tidak ada kebebasan pemanfaatan dalam arti sempit: penggunaan sumber daya Area dikelola oleh ISA
(Art. 157; dg dmk "melembagakan" kesamaan global).
o keuntungan finansial dan ekonomi lainnya yang dihasilkan dari kegiatan di Area dibagi (disebut
pembagian keuntungan); ISA btg jwb untuk ini (Art. 140 para. 2)
Prinsip Umum

 Prinsip-prinsip umum tentang penambangan dasar  Transfer teknologi: meskipun Art. 144 dlm
laut dalam secara mendasar diubah dalam the hubungannya dg Art. 5 Lampiran III berisi
Implementation Agreement kewajiban bagi pemohon untuk menyediakan
 Basis rezim penambangan dasar laut dalam adl teknologi yang diperlukan untuk penambangan
persyaratan izin resmi untuk semua kegiatan di dasar laut dalam bagi ISA dan negara
Area (= eksplorasi dan eksploitasi SD nonhayati); berkembang, kewajiban ini dibatalkan di Bagian 5,
hanya pencarian umum untuk SD mineral Lampiran Implementation Agreement.
(prospecting), yang dianggap sbg pendahulu  Sistem kompensasi untuk eksportir sumber daya
eksplorasi, tidak memerlukan izin, dan sesuai terestrial (khususnya negara berkembang) yang
dengan Art. 2 Lampiran III hanya harus dilaporkan disebutkan dalam Art. 151 para. 10, Art. 164 para.
kepada ISA dg pernyataan yang sesuai bahwa 2 d digantikan oleh prinsip-prinsip yang tidak
persyaratan UNCLOS tentang penggunaan secara terlalu kaku pd Bagian 7 Implementation
damai dan konservasi laut dijunjung tinggi; Agreement.
otorisasi diberikan sbg bagian dari kontrak yang  Pagu produksi yang semula diperkirakan (Art. 151
dibentuk berdasarkan rencana kerja yang diajukan para. 4) tidak lagi berlaku menurut Bagian 6 para.
oleh pemohon. 7 Lampiran Implementation Agreement.
Tugas III

75
 Cari, pelajari dan tuliskan secara singkat beserta analisis saudara tentang perbatasan
maritim (laut teritorial, ZEE, dan/atau landas kontinen) dengan negara-negara tetangga:
1. Vietnam
2. Pilipina
3. Australia
 Sistematika penulisan masing-masing negara:
o Pendahuluan
o Persoalan perbatasan maritim
o Penyelesaian
o Penutup
 Ketentuan:
o Masing-masing negara maks 4 hlm (1.5 spasi)
o Tuliskan sumber dalam catatan kaki (footnote), sumber: buku, artikel jurnal, perjanjian
internasional, putusan pengadilan internasional, internet, dll.
o Dikumpulkan paling lambat hari Selasa 24 Oktober 2023 (sebelum kuliah berakhir) ke
email: marsudi.triatmodjo@gmail.com
o Nama Soft File: Tugas 3-NIF-nama
76
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai