Anda di halaman 1dari 28

PAPAYA STUDY GROUP

ISTILAH, DEFINISI, DAN SISTEM HUKUM ADAT

ADAT KEBIASAAN

Persamaan Suatu perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang

Perbedaan 1. Memuat sesuatu yang 1. Memuat sesuatu yang baik dan


baik atau tidak baik
2. Diikuti masyarakat 2. Sesuatu yang baik atau tidak baik
karena dianggap baik itu tetap diikuti masyarakat
(korupsi)

● Adat bisa berubah menjadi hukum adat apabila :


a. Perbuatan dilakukan oleh manusia secara berulang-ulang
b. Masyarakat menganggap adat itu sebagai sesuatu yang baik dan bermanfaat
c. Diikuti masyarakat karena dianggap baik
d. Ada sanksi jika melanggar aturan hukum adat (sanksi sosial)
● Tidak semua kebiasaan bisa menjadi hukum kebiasaan, syaratnya :
1. Perbuatan dilakukan oleh manusia secara berulang-ulang
2. Hanya kebiasaan baik yang dapat menjadi hukum kebiasaan
3. Kebiasaan baik tsb diikuti oleh masyarakat
4. Ada sanksi berupa sanksi sosial

Hukum Adat dan Hukum Kebiasaan


HUKUM ADAT HUKUM KEBIASAAN

Persamaan Merupakan hukum yang tidak tertulis dalam UU

Perbedaan Hanya berlaku di Indonesia Tidak hanya berlaku di Indonesia tetapi


juga di negara lain (lebih umum)

● Hukum adat adalah hukum yang berada di luar UU, karena dibuat oleh rakyat,
dijalankan oleh rakyat, dan ditegakkan oleh rakyat → tidak tertulis dalam
perundang-undangan (bukan berarti lisan)
● Inggris, USA (common law) → mostly hukum kebiasaan yang tidak tertulis dalam
UU, meskipun demikian ttp ada hukum tertulis yang tidak sebanyak itu jumlahnya
● Ajaran Legisme (civil law) → hukum tidak dianggap hukum bila tidak ditulis dalam
UU (Pasal 15 Algemene Bepalingen)1

Istilah Hukum Adat


Customary Law Dari kata custom artinya kebiasaan

Unofficial Law Hukum tidak resmi, karena yang resmi adalah yang diatur dalam UU

1
Kebiasaan tidaklah menimbulkan hukum, hanya kalau undang-undang menunjuk pada kebiasaan
untuk diperlukan
PAPAYA STUDY GROUP

Informal Law Hukum tidak formal, karena tidak dibuat oleh negara

Folk Law Hukum dibuat oleh rakyat

People’s Law Hukum dibuat oleh masyarakat

Indigenous Law

Aborigin Law Australia → Hukumnya orang aborigin

Ongeschreven Belanda → Hukum tidak tertulis


Recht

Unwritten Law Hukum tidak tertulis

Common Law

DEFINISI HUKUM ADAT

Snouck Hurgronje Adalah ahli budaya timur dan afrika, mempelajari aceh hingga
aceh bisa ditaklukkan oleh Belanda

Hukum adat adalah adat yang bersanksi

Van Vollenhoven Hukum adat aturan tingkah laku yang bersanksi dan tidak
dikodifikasikan yang berlaku bagi bumi putera dan timur
asing, hukum adat sejajar dengan kodifikasi namun terdapat
perbedaan keberlakuannya, adat untuk pribumi dan timur
asing

Ter Haar Hukum adat berasal dari keputusan para fungsionaris


hukum adat (beslissingenleer).

Fungsionaris hukum adat : Kepala desa, Kepala Suku

Dipengaruhi oleh John Chipman Gray → All the law is judge


made law.

Kusumadi Pudjosewojo Hukum itu tertulis → perundang-undangan


Hukum itu tidak tertulis → hukum adat

Kriteria formal : hukum dan bukan hukum → ditetapkan oleh


yang berwajib/penguasa
PAPAYA STUDY GROUP

R. Soepomo Hukum adat sinonim dgn hukum


a. Non statutory law (hukum diluar produk legislatif)
b. Konvensi kenegaraan (pidato presiden h-1 17-an)
c. Judge made law (putusan hakim)
d. Customary law

Hazairin Semua lapangan hukum berhubungan dengan kesusilaan,


sistem hukum sempurna jika selaras dgn kesusilaan

Hukum adat : hukum yang timbul sendiri dari hubungan


hidup bersama dlm masyarakat (berhubungan langsung dgn
masyarakat dan kesusilaan)

Komparasi dengan pendapat Von Savigny


Das Recht wird nicht gemacht, er ist und wird mit dem Volke
Artinya : Hukum tidak dibuat, melainkan hidup di dalam
masyarakat

Satjipto Rahardjo Hukum adat sama dengan hukum kebiasaan menyatakan diri
sebagai rangkaian perbuatan

Hukum negara : menyatakan diri dlm bentuk perumusan yang


jelas dan terperinci formal (dilahirkan melalui proses birokrasi
dan tahap yang definitif)

M.M. Djojodigoeno Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber pada
peraturan-peraturan perundang-undangan

Muh. Koesnoe Hukum adat adalah hukum rakyat yang mengatur


kehidupan masyarakat, terus-menerus berubah dan
berkembang, pembuatnya adalah rakyat sendiri

Seminar Hukum Adat di Hukum Adat adalah hukum Indonesia asli, yang tidak tertulis
FH UGM 1975 dalam bentuk perundang-undangan RI, yang di sana-sini
dipengaruhi unsur agama.

Contoh : di Bali → unsur agama hindu, di Aceh → unsur


agama islam

Kesimpulan
1. Sebagai Folk law (lawan dari state law) : hukum yang dibuat oleh rakyat, berlaku
untuk rakyat, dan dipertahankan oleh rakyat sehingga merupakan the living law
2. Hukum adat bentuknya tidak tertulis dalam Per Undang-undangan
PAPAYA STUDY GROUP

SISTEM HUKUM ADAT


Sistem hukum adat berbeda dengan Sistem Hukum Barat (Belanda)

Hukum Barat Hukum Adat

Membedakan zakelijk recht (hak Tidak membedakan hak kebendaan dan


kebendaan) dan persoonlijk recht (hak hak perorangan
perorangan) → dicabutnya peraturan Buku II BW dan
diberlakukan UU PA memiliki konsekuensi
Hak kebendaan (hak hipotek, eigendom, bahwa peraturan mengenai bumi, air, dan
dll) kekayaan alam di dalamnya berlaku
1) Ada hubungan langsung antara berdasarkan hukum adat (Pasal 5)
orang dan benda
2) Dapat dipertahankan terhadap Hukum adat membagi hak berdasarkan
setiap orang obyek yang diatur → hak milik, hak
3) Mempunyai sifat melekat tanggungan, hak gadai, hak sewa, hak
4) Yang dilahirkan dahulu lebih kuat pakai
dari yang dilahirkan kemudian
5) Ada registrasi

Hak perorangan → hak seseorang atas


sesuatu obyek yang hanya berlaku
terhadap seseorang tertentu (hak pakai,
hak sewa)

Ada pemisahan Hukum Privat dan Tidak ada pemisahan Hukum Privat dan
Hukum Publik (Berpusat pada individu) Hukum Publik
Hak privat sering dilingkupi atau memuat
hak publik → tanah untuk jalan raya

Pembagian lapangan hukum berdasarkan


objek (hukum agraria, hukum perkawinan)

Mengenal pelanggaran dengan sanksi Tidak mengenal


pidana dan perdata

Mengenal asas perlekatan (accessie) Mengenal asas pemisahan horizontal

Asas Accessie → pemilikan tanah dan Pemisahan horizontal → pemilikan tanah


benda di atas tanah melekat jadi satu dapat dibedakan dengan pemilikan benda
(siapa yang memiliki tanah otomatis di atas tanah
memiliki benda di atas tanah)
Asas pemisahan horizontal dalam UUPA
a. Hak pakai
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
PAPAYA STUDY GROUP

Note :
- Pembagian hukum public dan private tidak bisa dipertahankan seiring perkembangan
zaman → Merupakan hukum publik yang dibuat pemerintah, namun rakyat diberi
kebebasan untuk menjalankannya secara private

DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT


Pembagian Berlakunya Hukum
1. The living law (hukum yang hidup)
Hukum yang ditaati/dilaksanakan oleh masyarakat.
Contoh: hukum adat → hukum adat berlaku, dilaksanakan, dan ditaati oleh
masyarakat tanpa harus melalui prosedur pengundangan.
2. Hukum yang bukan the living law
Hukum yang tidak dilaksanakan masyarakat.
Contoh: UU No. 2 Tahun 1960 tentang bagi hasil → hukumnya ada dan tertulis
dalam peraturan perundang-undangan, namun masyarakat tidak melakukannya
karena masih mengandalkan hukum adat untuk membagi hasil. (Salah satunya
masyarakat Desa Umejero, kab. Buleleng yang masih menggunakan metode
“Nandu”, “Nelon”, dll untuk membagi hasil pertanian karena menurut mereka kalau
membagi menurut UU ribet)

Dasar Berlakunya Hukum Adat (Aksiologi: berkaitan dengan nilai)


1. Sosiologis
- Artinya kebutuhan masyarakat yang memerlukan hukum adat
- Hukum adat masih berlaku sampai saat ini karena hukum adat berasal dari
pemikiran masyarakat Indonesia
- Implikasi → Hukum adat sebagai the living law karena berasal dan hidup dari
masyarakat sehingga selalu mengikuti perkembangan masyarakat
2. Filosofis
- Artinya hukum adat sesuai dengan pandangan hidup bangsa, yaitu pancasila
- Ciri hukum adat memenuhi nilai-nilai pancasila: religius, kekeluargaan,
gotong royong, musyawarah, keadilan
3. Yuridis
Berkaitan dengan peraturan perundang-undangan
a. UUD NRI 1945
- Pasal 18B Ayat (2)
Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI,
yang diatur dalam undang-undang.
- Pasal 28I Ayat (3)
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban
b. Undang-Undang
- UU Pokok Agraria
- UU Desa
- UU Kehutanan

c. Putusan Pengadilan
PAPAYA STUDY GROUP

- MK
● Hutan adat bukan merupakan hutan negara
● Hak Pengusahaan Perairan Pesisir dibatalkan
● Pengecualian terhadap larangan menebang pohon, memanen,
dan memungut hasil hutan di kawasan hutan tanpa izin
- MA
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1559
K/Sip/1974 tanggal 26 September 1977 menyatakan bahwa “dalam
Hukum Adat Minangkabau pengurusan harta pusaka tinggi terletak
pada Mamak Kepala Waris dalam kaum, sedangkan pengurusan
harta pusaka rendah pada anak-anak”.

Sumber Hukum Adat

ASAS HUKUM ADAT (Mba Monik)


Jenis Asas Hukum Adat
PAPAYA STUDY GROUP

Sulastriyono & Aristya


1. Terang
2. Kepantasan
3. Tolong-menolong
Dominikus Rato mengutip Holleman
1. Religio-magis
2. Kekeluargaan/gotong royong/komunal
3. Kontan/tunai
4. Konkret
Koesno
1. Kerukunan
2. Kepatutan
3. Keselarasan

Asas Hukum Adat Menurut Sulastriyono


Asas Terang
- Publisitas peristiwa hukum dan perbuatan hukum
- Arti “Terang” → Dilakukan di hadapan orang banyak dan disaksikan orang banyak
(terutama fungsionaris hk adat).
- Contoh kasus : Penggantian jenis kelamin Suratini (wanita) menjadi Suratno
(laki-laki) di PN Bantul. Bentuk asas terangnya adalah pemohon melakukan
bancakan/kenduri dan pengajian sebagai bentuk publisitas. Sehingga para tetangga
dan masyarakat sekitar mengetahui pergantian jenis kelamin serta perubahan
namanya tsb.

Asas Hukum Adat Menurut Dominikus Rato


Asas Religio-Magis
- Sifat masyarakat Indonesia yang percaya kepada Tuhan YME.
- Unsur-unsur “religio-magis” :
a. Kepercayaan pada makhluk-makhluk halus / roh baik maupun jahat, yang
menempati alam semesta (benda, manusia, binatang, tumbuhan, dll).
b. Kepercayaan ke[ada kekuatan sakti (peristiwa luar biasa, binatang luar biasa,
benda luar biasa, mapun suara luar biasa).
c. Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif (kekuatan magis) dapat
melindungi dari bahaya gaib.
d. Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dapat menimbulkan berbagai
bahasa gaib dan hanya dapat dihindari dengan berbagai tantangan.

Asas Komunal
- Arti “Komunal” → kekeluargaan, milik rakyat / umum.
- Asas komunal ada dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk kerja sama / gotong
royong.
- Asas ketetanggaan yang rukun, asas persetujuan bersama atau musyawarah
mufakat, asas perwakilan, asas toleransi, dan asas anti ekstremisme (ngono yo
ngono ning ojo ngono >> perbuatan yang boleh dilakukan asal tidak berlebihan).
- Contoh kasus : UUPA Pasal 6 bahwa hak atas tanah harus memiliki “fungsi sosial”.
Hak ulayat.
PAPAYA STUDY GROUP

Asas Kontan/Tunai
- Arti “Kontan” atau “Tunai” → suatu perbuatan nyata, simbolis, atau pengucapan
tindakan hukum, telah selesai seketika itu juga.
- Pembayaran janji ini harus dilakukan secara “Kontan” artinya harus secara terang (di
hadapan orang banyak & disaksikan orang banyak).

Asas Konkret/Real
- Arti “Konkret” → jelas, nyata, berwujud, memiliki visual (terlihat, tampak, terbuka, dan
tidak tersembunyi).
- Sifat hubungan hukum konkret mencerminkan “terang dan tunai” → tidak
samar-samar, terang disaksikan, diketahui, dilihat dan didengar orang lain, nampak
terjadi serah-terima.
- Contoh kasus :
a. Paningset dalam pertunangan atau panjer (bukan voorschot/DP) sebuah
transaksi tanah. Ini berfungsi sebagai tanda jadi atau pengikat kesepakatan
kedua belah pihak. Dalam hukum adat, paningset/panjer ini sudah memiliki
akibat hukum dalam lapangan hukum adat. Misalnya, dalam pertunangan,
apabila perempuan telah menerima paningset, maka ia tidak bolehdilamar
oleh laki-laki lain.
b. Dalam transaksi jual-beli jatuh bersamaan waktu pertukaran
prestasi-kontraprestasinya (sameval van momentum), jika barang sudah
diterima pembeli, tetapi harga belum dibayar maka itu bukan jual-beli,
melainkan utang-piutang.
c. Jika tidak dalam satu waktu, biasanya pembeli memberikan panjer kpd
penjual. Maknanya, pembeli dan penjual telah sepakat tetapi harga tanah
belum dibayar dan tanah belum diserahkan penjualnya.

Asas Hukum Adat Menurut Koesno


Asas Kerukunan
- Pandangan dan sikap orang dalam menghadapi hidup bersama di masyarakat,
dalam hal mencapai suasana yang ideal (aman, tentram, dan sejahtera) atau
menjunjung tinggi kehidupan yang damai.
- Individu dipandang sebagai satu kesatuan dalam masyarakat.
- Kerukunan tidak diartikan menghindari konflik, tetapi menghadapi konflik dengan
perasaan dan sentimen.
- Asas Rukun menghasilkan ajaran :
a. Berkehendak Bersama → musyawarah & mufakat.
b. Berkarya Bersama → gotong royong & tolong menolong.
- Contoh sikap rukun : saling mengerti dan menerima, memaafkan kesalahan dan
kekurangan sesama, menjauhkan diri dari perselisihan dengan saling toleransi,
menjauhkan diri dari sikap yang dapat menyinggung orang lain, berhati-hati dengan
orang yang lalai memenuhi utangnya, serta menjaga jangan sampai dalam
penagihan utang atau penuntutan menyinggung perasaan atau kehormatan diri
orang lain.
- Contoh kasus : kegiatan “rewang” membantu tetangga yang memiliki hajat besar di
desa-desa di Jawa.

Asas Kepatutan atau Kepantasan


PAPAYA STUDY GROUP

- Arti “Patut” → alam kesusilaan, pikiran yang sehat, penilaian atas


perbuatan/keadaan yang baik.
- Fungsi asas ini adalah untuk mengurangi potensi seseorang jatuh ke dalam alam
rasa malu (karena melakukan hal yang tidak patut/pantas di masyarakat).
- Budaya malu → Jawa >> wirang , Bugis >> siri , Madura >> carok.
- Contoh kasus :
a. Perkara Indung (numpang di tanah milik orang lain). Hakim menggunakan
Yurisprudensi untuk menggali penerapan hukum adat, yakni asas
kepatutan/kepantasan dalam konteks ngindung → hak ngindung tidak
otomatis turun kepada ahli waris dari pengindung tanpa ada perjanjian
pembaruan (penganyar-anyar).
b. Sumbangan material atau santunan yang diserahkan langsung ke lembaga
resmi (seperti panti-panti).
c. Hukuman cambuk di Aceh lebih pantas dibandingkan kasus wanita di Sorong
yang diarak setengah bugil kemudian dibakar hidup-hidup hingga meninggal
dunia.

Asas Keselarasan
- Arti “Laras” → rasa estetis
- Terpenuhinya perasaan estetis dengan tetap memperhatikan perasaan dan
kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.
- Dalam menyelesaikan persoalan, Asas Laras berfungsi untuk memberikan jawaban
yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat sehingga mampu “diterima” dan
memuaskan mereka.
- Contoh kasus : Dalam adat Minangkabau, dalam mencari jawaban atas suatu
persoalan konkret dirumuskan dengan menggunakan kalimat “sepanjang alur dan
patut” atau “berajo kepada alur dan patut”. Maksudnya adalah yang silam itu adalah
silam, dan tidak dapat dipakai untuk hari ini. Namun, hari ini hanyalah dapat dicapai
bila ada sumbangan dengan yang silam.

Conclusion
1. 3 asas kerja (kerukunan, kepatutan, dan keselarasan) berfungsi menuangkan
lembaga adat (instituitif) ke dalam kehidupan sehari hari (eksekutif) agar tercipta
kehidupan masyarakat yang tenang, tentram, dan sejahtera dalam satu ikatan
kekeluargaan.
1. Dalam memproses suatu perkara/sengketa, ketiga asas kerja tsb harus dipegang →
agar para pihak yg bersangkutan & masyarakat percaya, menerima, dan menghargai
keputusan pengadilan.
2. Penerapan 3 asas kerja tidak dapat dipisahkan secara formil maupun materiil,
namun penekanannya di dalam kasus bisa berbeda-beda.

SUBJEK HUKUM ADAT


Siapa Subjek Hukum Adat?
- Masyarakat Hukum Adat (MHA)
PAPAYA STUDY GROUP

Subjek Hukum Adat (Sejarah)


1. Pra Kolonialisme
- Dikenal kerajaan-kerajaan (Hindu, Buddha, dan Islam).
- MHA ada sebelum NKRI berdiri.
2. Kolonialisme
- Ada 2 golongan masyarakat (untuk kebutuhan hukum) :
a. Gol. Eropa → tunduk pada hukum Eropa.
b. Gol. Bumiputera (pribumi + timur asing) → tunduk ada hukum Adat
masing-masing kelompok.
- Ada 2 macam KUHP, 1 untuk orang Eropa, dan 1 lagi untuk orang
Bumiputera (thn 1872).
- Golongan kemudian dibagi lagi menjadi 3 (thn 1926-1942) :
a. Gol. Eropa → hukum Eropa
b. Gol. Timur Asing (Arab + India + Cina) → hukum masing-masing
c. Gol. Bumiputera → hukum Adat
- POV 1 : Pembagian ulang golongan tsb digunakan untuk memecah belah
masyarakat, menunjukkan superioritas pemerintah Hindia Belanda thd
golongan yang lain, dan untuk membagi “struktur sosial”.
- POV 2 : Pembagian golongan ada sebagai bentuk penghormatan dan
pengakuan pemerintah Hindia Belanda terhadap Hukum Adat. Diakui adanya
tertib hukum lain yang exist di masyarakat yang tidak terkodifikasi maupun
bersifat global, yaitu hukum lokal / Hukum Adat.
- Van Vollenhoven (penasihat pemerintah Hindia Belanda) → membagi 19 area
hukum. Perbedaan ke-19 area tsb bukan terbatas pada tata cara hukumnya,
melainkan pada “struktur” MHA nya.
- Atas dasar itu pemerintah Hindia Belanda membagi golongan-golongan dan
tidak menerapkan Hukum Eropa terhadap Golongan Bumiputera.

3. Setelah Kemerdekaan / ORLA


PAPAYA STUDY GROUP

- Muncul UUD yang pertama.


- Istilah Bumiputera diganti “Orang Indonesia Asli” (Pasal 6 Ayat (1) UUD
1945).
- Menurut beberapa ilmuwan, “orang Indonesia asli” dinilai hanya jargon hasil
euforia kemerdekaan → dianggap sama saja seperti istilah Bumiputera yang
diberikan Belanda (menggolong-golongkan orang).
- Istilah “Volksgemeenschappen” (Pasal 18 UUD 1945) → Indonesia dibagi
daerah-daerah besar dan daerah-daerah kecil, yang di dalamnya ada
“persekutuan rakyat” yang dinilai telah melaksanakan kekuasaan
pemerintahan jauh sebelum NKRI terbentuk.
- Contoh : Desa dan Dusun di Jawa, Nagari di Minangkabau, Marga di Tanah
Batak (Sumut).
- Alur sejarah : bumiputera → orang Indonesia asli → persekutuan rakyat
- Tahun 1959 : istilah berkonotasi pribumi dan nonpribumi sudah tidak
memperoleh pengakuan hukum. Muncul “Dwikewarganegaraan”.
- Tahun 1960 : MHA disebutkan dalam UUPA → UU pertama yang secara
implisit menyebutkan masyarakat hukum adat, hukum adat, dan hak ulayat.
- UUPA tidak mendefiniskan “Siapa Masyarakat Hukum Adat”.
- UUPA mengganti asas domein negara (domein verklaring) dengan sebuah
konsep politik hukum baru yang disebut dengan Hak Menguasai Negara
(HMN). Asas domein verklaring (tanah yg ditelantarkan / tidak dipakai / tidak
mempunyai hak pemilikan perorangan / eigendom) akan dianggap sebagai
milik negara. HMN membuat negara hanya bisa menguasainya saja,
kepemilikannya tetap pada individu.

4. ORBA
- Pengakuan terhadap MHA yang termaktub dalam UUPA seperti “mandul”
atau sama sekali tidak ada. ORBA adalah era “pembungkaman”.
- 1970-1990an → wacana pribumi (indigenous people) dan masyarakat adat
(tribal peoples) mendapatkan perhatian global.
- Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa seluruh orang Indonesia adalah
pribumi. Pernyataan ini untuk merespon Konvensi 169 ILO (1989) yang
memperkenalkan istilah indigenous peoples dan tribal peoples dan General
Assembly in its resolution 48/163 of 21 December 1993 (International Year of
the World's Indigenous People).
- Istilah “Indigenous People” dipadankan dengan Masyarakat Adat.
- Masyarakat Adat → orang yang mempunyai asal-usul dari satu wilayah
geografis tertentu dan satu sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik,budaya dan
pengelolaan tanah yang khas.
- Istilah MA diterima sebagai satu istilah hasil kompromi dari istilah MHA. Istilah
MHA dipandang membatasi lingkup adat yang hanya merujuk pada hukum
atau norma terkait. Padahal adat juga mencakup ritual dan kebiasaan lainnya
yang tidak dapat dikategorikan sebagai hukum atau norma.
- Akhir ORBA : SK Menteri Kehutanan No. 47 tanggal 23 Januari 1998 →
pengakuan hukum pertama atas suatu sistem pengelolaan hutan
berdasarkan hukum adat, masyarakat adat Krui di Lampung Barat

5. Reformasi
PAPAYA STUDY GROUP

- MHA & MA mulai diakui kembali (secara bersyarat & bertingkat) oleh
negara → agar gerakan separatis tidak lagi merajalela.
- Mulai banyak peraturan maupun perubahan peraturan yang melibatkan MHA
& MA :
a. Kongres Masyarakat Adat Nusantara I (Jakarta, Maret 1999) →
merevisi definisi MHA.
b. Permen ATR 5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak
Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan mengeluarkan pedoman perda
berkenaan dengan pengakuan tanah ulayat.
c. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 amandemen kedua tahun 2000 :
Masyarakat Hukum Adat
d. Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 amandemen kedua 2000 : Masyarakat
Tradisional.
e. Ketetapan MPR No. IX Tahun 2001 : hak-hak masyarakat hukum adat
atas SDAgraria / SDA, pluralisme hukum, serta HAM.
f. UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua
di era Megawati.
g. KMAN II pada September 2003 : Masyarakat Adat.
h. Putusan MK 35/PUU-X/2012 : MHA sebagai pemilik hutan adat
(dikeluarkan dari hutan negara).
i. Permendagri No. 52 Tahun 2014 tentang Pengakuan dan
Perlindungan MHA : Penetapan Pengakuan melalui Keputusan
Kepala Daerah.
j. Permen LHK P.21 Tahun 2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak
(turunan UU Kehutanan) : Penetapan Hutan Adat.
k. Permen ATR/Kepala BPN 18/2019 tentang Tata Cara Penatausahaan
Tanah Ulayat Kesatuan MHA (turunan UUPA) : Pendaftaran Tanah
Ulayat.

6. Setelah Omnibus Law / UUCK


- MHA dan MA semakin diperluas keikutsertaannya dalam sistem hukum
nasional.
- UUCK → melanggengkan pengaturan MHA yang sektoral.
- KUHP 2022 → memperluas “Asas Legalitas” dengan memasukkan unsur
“Hukum yang hidup di dalam masyarakat (hukum adat)”.

Siapa Masyarakat Hukum Adat (MHA)?


- Berangkat dari istilah “Rechtsgemeenschappen” (Van Vollenhoven & Ter Haar)
artinya : Masyarakat Hukum / Persekutuan Hukum.
- Menurut Van Vollenhoven MHA adalah masyarakat hukum, tetapi ada perbedaan
dengan masyarakat hukum lain.
- MHA memiliki persamaan dengan masyarakat hukum yaitu :
1. Punya tata hukum
2. Punya otoritas dengan kuasa untuk memaksa
3. Punya harta kekayaan
4. Punya ikatan batin
- Sedangkan perbedaan MHA dengan masyarakat hukum yaitu :
PAPAYA STUDY GROUP

1. MHA terbentuk secara alamiah → merasa dari 1 wilayah yang sama /


1 keturunan genealogi yang sama / karena keduanya. Tidak dibentuk
kekuatan dari “luar” (ex: negara)
2. MHA memiliki tertib/tata hukum yang didasarkan pada Hukum Adat
3. MHA memiliki ikatan batin (identitas bersama) seperti leluhur, wilayah,
benda-benda magis, bahasa, dan solidaritas sosial
- Perbedaan tsb membuat : MHA adalah masyarakat hukum (warga negara) tetapi
merupakan masyarakat hukum tersendiri (harus dijadikan subjek hukum sendiri).
- MHA juga dapat diartikan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki otoritas dan
tertib hukum dengan kuasa untuk memaksa, para anggotanya memiliki ikatan batin
yang memungkinkan mereka memiliki identitas bersama, serta memiliki harta
kekayaan (Rikardo Simarmata).

Mengapa MHA Sangat Syarat Akan Hukum?


1. Ada otoritas dan tertib hukum
2. Untuk melahirkan legal personality dan legal capacity
→ MHA adalah subjek hukum yang punya kapasitas/kecakapan hukum untuk melakukan
perbuatan hukum

Intinya
Berdasarkan Kongres MAN 1999 (direvisi thn 2003) dan Indigenous People pada Konvensi
ILO 169, syarat mutlak Masyarakat Adat (MA) adalah adanya faktor genealogis.
Sementara definisi MHA tidak mensyaratkan secara mutlak adanya faktor genealogis.
Karena terbentuknya MHA tidak hanya dari 1 keturunan yang sama, bisa juga karena 1
wilayah yang sama.

Karakteristik Subjek Hukum Adat


1. Memiliki tata hukum
2. Memiliki otoritas/pengurus/fungsionaris/pranata adat/lembaga adat
3. Memiliki ikatan batin yang menghasilkan identitas bersama
4. Memiliki harta kekayaan (tangible & intangible)

Implikasi Menjadi MHA


1. MHA sebagai terminologi hukum terikat pada konstruksi hukum → dimungkinkan ada
gap/kesenjangan/perbedaan rumusan siapa itu MHA menurut Hukum Adat dengan
Hukum Negara.
2. Penentuan mana MHA dan mana bukan MHA cenderung politis bukan substantif
atau advokasi.
3. Pengakuan terhadap MHA sebagai subjek hukum tidak mutatis mutandis melahirkan
ha-hak MHA (contoh: meskipun memiliki hak ulayat hutan, untuk menikmatinya MHA
harus melakukan prosedur lain → akibat dari PENGAKUAN BERSYARAT DAN
BERTINGKAT)
4. Pengakuan bersyarat terhadap MHA hanya melahirkan pemenuhan hak tenurial
yang terbatas pada hutan dan tanah.
5. MHA berbasis pada gerakan sosial.

POLA ORGANISASI MASYARAKAT HUKUM ADAT


PAPAYA STUDY GROUP

Masyarakat Hukum Adat adalah sebagai kelompok masyarakat yang memiliki


otoritas dan tertib hukum dengan kuasa untuk memaksa, para anggotanya memiliki
ikatan batin yang memungkinkan mereka memiliki identitas bersama, serta memiliki harta
kekayaan

Belajar Pola Organisasi MHA untuk mengetahui otoritas dan sejauh mana kewenangan
MHA tersebut.

Jenis Pola Organisasi Sosial


a. Van Vollenhoven
1. Kelompok Genealogis (Genealogical Groupings)
→ berdasarkan pertalian darah/ keturunan nenek moyang yang sama
a. Kelompok Nomaden atau Menetap
❖ Bukan keluarga namun, individu yang memegang hak dan kewajiban
(setiap orang punya hak dan kewajiban)
❖ Kewenangan berada di tangan penguasa marga/garis keturunan
(keluarga tidak memegang kewenangan)
❖ Suku anak dalam → tinggalnya nomaden, tapi wilayahnya bisa
dipetakan
❖ Contoh : kampong di Gayo (beberapa keluarga tinggal dalam 1
tempat), uma di Dayak Borneo (1 klan yg terdiri dari beberapa
keluarga tinggal dalam 1 rumah panjang), fukun di Timor

b. Kelompok yang tidak berfungsi sebagai kelompok hukum (Jural


Communities) → Clan atau Marga (Trah)
❖ Kewenangan hukum berada di tangan kelompok kecil (small groups)
yang membangun clan
❖ Contoh : Di Toraja, 1 kelompok marga tinggal di lemba, namun
kewenangan hukum ada di tangan kelompok-kelompok kecil yang
tinggal di desa (lipu) yang dipimpin kabo senya

c. Tidak hanya kelompok marga yang berfungsi sebagai kelompok hukum,


namun keluarga dan individu juga memiliki hak dan kewajiban
❖ Clan, Small Group, dan Individu masing-masing memiliki hak dan
kewajiban
❖ Contoh : Minangkabau yang terdiri dari paruik, suku, nagari

2. Kelompok Teritorial dan Genealogis (Campuran)


- Teritorial dan Genealogis : didominasi oleh ikatan batin atas kesamaan
wilayah (Genealogis lemah) → pendapat Pak Rikardo
- Genealogis dan teritorial : ikatan batin karena persamaan keturunan (teritorial
lebih lemah)
- Komunitas hukum teritorial yang mencakup komunitas hukum genealogis dan
anggota individu mereka.
- Contoh : Minangkabau (paruik tinggal dalam 1 rumah, suku tinggal dalam 1
desa, nagari tinggal di gabungan beberapa desa)

3. Kelompok Teritorial tanpa hubungan Genealogis (Territorial groupings)


PAPAYA STUDY GROUP

- Paling dominan, sebagai konsekuensi pembagian wilayah


administratif di Indonesia (Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi)
- Kelompok yang strukturnya tidak terdiri dari kelompok yang terikat hubungan
darah namun, terdiri dari unit-unit teritorial yang terdiri dari individu yang
memiliki kapasitas hukum
- Contoh : Desa di Jawa

4. Kelompok Sukarela (Voluntary Corporate Associations) → Fungsional, The


Union of Villagers
- Kelompok berdasarkan kontrak dari pihak/individu yang tertarik untuk
bersama di luar 3 kategori di atas
- Biasanya memiliki kepentingan dan tujuan yang sama
- Contoh : sinoman di Jawa dan subak di Bali

b. Ter Haar
1. Kelompok Territorial (Territorial Factors) → kesamaan wilayah adat
a. The Village Community (Desa) → 1 wilayah
- Mengikatkan anggota atas dasar kesamaan wilayah, menghuni atau
berasal dari wilayah yang sama.
- Ikatan genealogis melemah
- Contoh : desa di Jawa

b. The Regional Community (Persekutuan Desa) → gabungan beberapa


desa
- Anggotanya sejumlah desa
- Tidak mengubah kedudukan desa sebagai persekutuan yang mandiri
(persekutuan punya otoritas, desa juga punya otoritas)
- Contoh : Mukim di Aceh. Mukim merupakan persekutuan berbasis
teritorial yang mencakup beberapa gampong. Gampong → setara
dengan desa (Desa dan Kecamatan)

c. The Union of Village (Perserikatan Desa)


- Perkumpulan yang anggotanya berasal dari beberapa desa yang
dibentuk untuk mengurusi keperluan/kepentingan tertentu
- Contoh : subak di Bali (mengurus irigasi sawah), handil di Kalimantan
Selatan, Tengah, dan Timur (mengurus sistem aliran air sungai/laut
untuk kebun)

2. Kelompok Genealogis (Kinship Factors)


a. Patrilineal
→ Perhitungan keturunan dari garis ayah.
Ex : Marga di Batak, Papua, dan Dayak; Kebatinan untuk orang Talang
Mamak dan orang Penyengat

b. Matrilineal
→ Perhitungan keturunan dari garis ibu
Ex : Kaum untuk orang Minangkabau
c. Double Unilateral
PAPAYA STUDY GROUP

→ Setiap orang adalah anggota dari keturunan ayah dan ibu


Ex : Mollo di Timor, dan Kodi di Sumba
d. Parental/Bilateral
→ Setiap keturunan satu pertalian kekeluargaan karena adanya perkawinan
yang dilakukan oleh Ayah dan Ibu

c. Putusan MK No. 31/PUU-V/2007


1. Teritorial
- Bertumpu pada wilayah tertentu di mana anggota kesatuan MHA ybs hidup
secara turun temurun dan melahirkan hak ulayat yang meliputi hak atas
pemanfaatan tanah, air, hutan, dsb.
2. Genealogis
- Didasarkan pada hubungan keturunan darah
3. Fungsional
- Didasarkan atas fungsi-fungsi tertentu yang menyangkut kepentingan
bersama yang mempersatukan MHA (tdk bergantung wilayah atau hubungan
darah)
- Masih diperdebatkan karena ahli hukum adat berpendapat bahwa pola MHA
fungsional mudah bercerai berai dan tidak bertahan lama
- Kenyataannya masih ada

Unit Sosial di Bali

Desa Adat Perkumpulan

● Desa adat (teritorial) → terdapat Banjar (teritorial) → dusun,


dalam PERDA - kumpulan banjar → desa adat
● Khusus Bali Age, desa adat ini (punya harta tanah)
berbasis teritorial-genealogis.
Misalnya, desa adat Panglipuran, Dadia (genealogis) → trah/marga
dan Tenganan Pegringsingen
Sekaa (kepentingan tertentu) → subak

Pura (unit sosial berbasis keagamaan)


→ sudah diakui melalui PP Keagamaan

Banjar, Dadia, Sekaa : secara normatif


sebagai institusi belum diakui sebagai
pihak yang memiliki hak atas tanah,
namun secara realitas punya hak
pengelolaan harta bersama

Unit Sosial di NTT


1. Berlapis 2 (lapisan menunjukkan hierarkis, ada yang punya kewenangan dan tidak)
Contoh: Suku Suankono, Kabupaten Kupang: Suku; Marga
2. Berlapis 3
PAPAYA STUDY GROUP

Contoh: Lewu Lodolobong, Lembata: Lewu, Suku/Su’u’ Uli Bela


3. Berlapis 4
Contoh: Gendang Beo Kina, Manggarai: Gendang; Beo; Panga; Ame; Boa Redu:
Boa, Bhisu, Woe, Ili
→ Unit Sosial berdasarkan Ikatan:
● Genealogis (marga)
● Teritorial (Sonaf)
● Genealogis-teritorial (Beo, Golo, Uma)

Uji Materil thd UU 31/2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku

Kriteria/tolak ukur terpenuhinya Pasal Penilaian hakim thd kesesuaian fakta


18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, persidangan dg kriteria MHA
suatu kelompok sbg MHA:

Masih hidup: ● Para Pemohon yang mendalilkan


a. adanya masyarakat yang dirinya sebagai kepala kesatuan
warganya memiliki perasaan MHA dinilai tidak representatif,
kelompok(in-group feeling); karena bukan sebagai Raja yang
b. adanya pranata pemerintahan sebenarnya dan ada yang dinilai
adat; sebagai pejabat kepala desa yang
c. adanya harta kekayaan dan/atau berarti tidak bisa merepresentasikan
benda-benda adat; otoritas adat, melainkan otoritas
d. adanya perangkat norma hukum negara. → tidak memenuhi unsur
adat. masih hidup (pranata
e. Khusus pada MHA yg bersifat pemerintahan adat)
teritoral juga terdapat unsur ● Pembentukan Kota Tual mendapat
wilayah tertentu. dukungan para pimpinan adat, yaitu
adanya dukungan para Raja (Rat)
Kabupaten Maluku Tenggara dalam
Surat Nomor 05/Prov/IV/2005 tanggal
11 Maret 2005.
● Susunan MHA (pola organisasi) yg
didalilkan pemohon dinilai tidak jelas
apakah bersifat himpunan atau
hirarkis. → tidak memenuhi unsur
masih hidup (pranata
pemerintahan)

Sesuai dengan perkembangan Pemohon dinilai tidak dapat membuktikan


masyarakat: hak tradisional sebagai MHA yg terkait
a. Keberadaannya telah diakui dengan wilayah laut: apakah hak untuk
berdasarkan undang-undang menguasai wilayah laut ataukah hak untuk
yang berlaku sebagai mengambil manfaat dari sumber daya yang
pencerminan perkembangan berada di laut
nilai-nilai yang dianggap ideal
dalam masyarakat dewasa ini,
PAPAYA STUDY GROUP

baik undang-undang yang bersifat


umum maupun bersifat sektoral,
seperti bidang agraria, kehutanan,
perikanan, dan lain-lain maupun
dalam peraturan daerah;
b. Substansi hak-hak tradisional
tersebut diakui dan dihormati
oleh warga kesatuan masyarakat
yang bersangkutan maupun
masyarakat yang lebih luas, serta
tidak bertentangan dengan
hak-hak asasi manusia.

Sesuai dengan prinsip NKRI. Apabila


kesatuan masyarakat hukum adat
tersebut tidak mengganggu eksistensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai sebuah kesatuan politik dan
kesatuan hukum yaitu:
a. Keberadaannya tidak mengancam
kedaulatan dan integritas NKRI
b. Substansi norma hukum adatnya
sesuai dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-
undangan.

Ada pengaturan berdasarkan UU

Pemohon tidak dapat membuktikan secara


spesifik dan tertentu adanya kerugian hak
konstitusional sebagai akibat berlakunya UU
Kota Tual.

Perbandingan Kriteria MHA menurut menurut Tulisan Pak Rikardo dan Penafsiran
Hakim thd Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945

Pak Rikardo Penafsiran Hakim MK thd Pasal 18B ayat (2)


PAPAYA STUDY GROUP

Memiliki otoritas untuk memaksa Ukuran masih hidup (struktur pemerintahan


adat)

Memiliki tertib hukum yang mengikat Ukuran masih hidup (norma hukum adat)
(daya paksa)

Memiliki ikatan batin (membentuk Ukuran masih hidup (in-feeling group)


identitas bersama)

Memiliki harta kekayaan Ukuran masih hidup (harta kekayaan dan


wilayah tertentu khusus yg berbasis kesamaan
teritorial)

Sesuai dengan perkembangan masyarakat

Sesuai dengan prinsip NKRI

Ada pengaturan berdasarkan UU

SIFAT HUKUM ADAT

1. Terbuka
Hukum adat menerima unsur-unsur eksternal di luar hukum adat selama bermanfaat
dan tidak bertentangan dengan pandangan hidup masyarakat.
Contoh:
- Masuknya pengaruh Islam dalam hukum waris adat berupa "sepikul
segendong" yang mengatur pembagian warisan laki-laki dan perempuan
sebanyak 2 : 1.

2. Dinamis-Plastis
- Dinamis: hukum adat bergerak ke arah lain yang lebih baik atau lebih mapan.
- Plastis/elastis: hukum adat menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan masyarakat.
- Sifat dinamis plastis ini hadir untuk mempertahankan keteraturan hukum adat
karena
- Menurut Djojodigoeno hukum adat bersifat statis-dinamis → Statis bertujuan
mencapai keteraturan → dinamis untuk mengikuti perkembangan zaman →
jadi, hukum adat bersifat dinamis-plastis untuk mempertahankan hukum adat
agar sesuai dengan perkembangan zaman sehingga hukum adat tetap
terjaga keteraturannya.

Contoh:
- Dulu pernikahan antar suku cenderung dilarang, sekarang sudah umum
terjadi
- Ketentuan waris di Bali awalnya hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki, saat
ini diperuntukkan juga untuk anak perempuan.
PAPAYA STUDY GROUP

3. Tidak Dikodifikasikan
- Hukum adat tidak ditulis atau dibukukan secara sistematis seperti
perundang-undangan, namun tetap mengikat masyarakat adat.
- Ada yang dituliskan dalam aksara daerah namun hanya digunakan sebagai
pedoman, bukan hal yang mutlak seperti undang-undang.
- Hukum adat tidak perlu dikodifikasikan karena bersifat dinamis-plastis, kalau
dituliskan hukum adat menjadi mati (Djojodigoeno)
Contoh: Tidak ada hukum adat yang dikodifikasikan dalam peraturan
perundang-undangan.

KUIS :
Kuis 1
1. Apakah yang saudara ketahui tentang kebiasaan dan adat? (Lihat Soleman B.
Taneko, "Hukum Adat Suatu Pengantar Awal")
Kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan berulang-ulang oleh suatu orang
atau masyarakat sehingga perbuatan tersebut menjadi suatu peraturan tidak tertulis
yang diterima oleh masyarakat. Sedangkan adat berasal dari bahasa Arab yang
artinya kebiasaan. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa kebiasaan dan adat
merupakan hal yang sama. Jadi, adatrecht jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia artinya menjadi hukum kebiasaan.
Namun, beberapa sarjana hukum memiliki yang berbeda. Van Dijk
mengatakan terdapat beberapa perbedaan antara hukum kebiasaan dan hukum
PAPAYA STUDY GROUP

adat. Perbedaan tersebut terletak pada sumber dan bentuknya. Menurutnya,


hukum adat ada yang bersumber pada kelengkapan masyarakat dan bentuknya ada
yang tertulis. Sementara itu, Soerjono Soekanto (1976) dan Soepomo (1966)
cenderung pada pendapat hukum adat dan hukum kebiasaan tidak memiliki
perbedaan.
Dari pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum adat dan
hukum kebiasaan pada dasarnya sama karena istilah adat jika diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia adalah kebiasaan dan tidak semua hukum adat bersumber
dari alat-alat perlengkapan masyarakat.

2. Sebutkan cara-cara memahami hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis!
(Lihat Soleman B Taneko, "Hukum Adat Suatu Pengantar Awal")
Walau sebagian besar sarjana menilai bahwa hukum adat sifatnya tidak
tertulis, namun van Dijk menilai hukum adat yang berasal dari raja-raja ada yang
bersifat tertulis. Bushar Ahmad juga berpendapat bahwa ada hukum adat yang
tertulis seperti perintah raja, piagam-piagam, patokan-patokan pada daun lontar, dan
awig-awig.
Untuk memahami hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis, Soerjono Soekanto
(1979) berpendapat bahwa hal yang dikemukakan oleh van Dijk dan Bushar
Muhammad sebaiknya dimaknai sebagai hukum adat yang didokumentasikan
(gedocumenteerd adatrecht) atau hukum adat yang tercatat (beschreven adatrecht)
karena menurutnya hukum adat yang dianggap sebagai hukum tertulis itu memiliki
makna yang berbeda dengan hukum tertulis.

3. Sebutkan manfaat hukum adat dalam pembangunan hukum nasional! (Lihat


Sulastriyono dan Padhani, "Pemikiran Hukum Adat Djojodigoeno dan
Relevansinya Kini")
- Hukum adat berkontribusi dalam pembaharuan hukum pidana
- Hukum adat berkontribusi dalam Putusan MK yang membatalkan Hak
Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3)
- Hukum adat merupakan hukum asli Indonesia sehingga penemuan hukum
adat dapat membentuk hukum nasional Indonesia yang mencerminkan
kepribadian nasional berdasarkan sosialisme Indonesia.

Kuis 2
1. Apa arti hukum adat mempunyai dasar berlaku filosofis? (Lihat Utomo “Hukum
Adat” Bab 8 &9)
Hukum adat dibuat, berlaku, dan dipertahankan oleh rakyat (the living law)
sehingga bisa dikatakan hukum adat merupakan implementasi cita-cita dan
kepribadian masyarakat Indonesia. Dalam pembentukan dan penerapannya, hukum
adat berlandaskan nilai-nilai filosofis negara yang termuat dalam sila-sila Pancasila.
Jadi, hukum adat secara filosofis merupakan hukum yang berlaku sesuai Pancasila
sebagai pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia.

2. Apakah yang dimaksud bahwa hukum adat mempunyai dasar berlaku


sosiologi? ( Lihat Utomo “Hukum Adat” Bab 8 & 9)
PAPAYA STUDY GROUP

Hukum adat mempunyai dasar berlaku sosiologis artinya hukum adat


masih berlaku sampai saat ini karena hukum adat berasal dari pemikiran masyarakat
Indonesia dan berisi nilai-nilai yang sesuai dengan nilai pancasila.

3. Sebutkan peraturan perundang-undangan RI yang mengakui hukum adat


dan/atau Masyarakat Hukum Adat di era reformasi! (Lihat Rikardo Simanata
“Penjelasan Konsep-Konsep Kunci Terkait Masyarakat Hukum Adat)
Pasal 2 Ayat (4) UU No. 5 Tahun 1960:
“Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum
adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional,
menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.”
Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1960:
“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan
hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat,
sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan
bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.”

Pasal 18B (2) UUD 1945


“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang.”

Penjelasan Umum UU No. 5 Tahun 1960

Kuis 3
1. Apa pengertian dari asas terang, tunai, konkret, religio-magis,
komunal/kolektif, musyawarah, kepercayaan/iktikad baik, dan paguyuban
dalam hukum adat? (Lihat Dominikus Rato “Hukum Adat Suatu Pengantar)
a. Asas terang
segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat adat harus
dilaksanakan secara terbuka dan disaksikan oleh pihak ketiga, dalam hal ini
masyarakat luas
b. Asas konkret
Konkret artinya nyata, berwujud, dan dapat terlihat. Asas konkret dalam
hukum adat diimplementasikan dengan simbolisasi dan visualisasi.
c. Asas Religio-Magis
Asas Religio-Magis berkaitan dengan nilai pada sila pertama Pancasila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha esa. Nilai ini sudah ada sejak dahulu, terimplementasi
dengan kepercayaan kepada makhluk halus, roh nenek moyang, kekuatan
sakti (magis) yang dilaksanakan dalam norma yang mewajibkan masyarakat
untuk melakukan selamatan, upacara, dan ritual.
d. Asas tunai
PAPAYA STUDY GROUP

berkaitan dengan penyerahan prestasi dan kontra prestasi. Dalam


hukum adat, penyerahan prestasi dan kontraprestasi harus dilakukan secara
bersamaan.
e. Asas komunal
melahirkan asas ketetanggaan, fungsi sosial, gotong royong dan
kekeluargaan. Dalam hukum adat, hubungan hukum dalam masyarakat
didasari oleh rasa kekeluargaan, kebersamaan, kekeluargaan dan
tolong-menolong → (Pasal 6 UUPA, tanah memiliki fungsi sosial).
f. Asas musyawarah
Asas ini digunakan sebagai sarana pengambilan keputusan yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Seorang pemimpin harus bisa
membuat keputusan tapi kesepakatannya tetap diserahkan kepada warga
masyarakat melalui proses musyawarah mufakat. Pemimpin tidak bisa
bersikap diktator atau otoriter oleh karena itu seorang pemimpin memerlukan
pendapat dan dukungan masyarakat untuk membuat suatu keputusan.
g. Asas iktikad baik
artinya setiap orang harus selalu melakukan perbuatan yang baik, dengan
niat yang baik, dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang. Dengan
melakukan perbuatan baik, masyarakat akan saling percaya satu sama lain
dan akan tercipta kerukunan.
h. Paguyuban
Paguyuban adalah kumpulan masyarakat yang hidup bersama berdasarkan
kekeluargaan dan bersolidaritas tinggi, dan tidak memandang satu sama lain
berdasarkan kepentingan pribadi melainkan memandang sesama dengan
tujuan yang sama. Asas paguyuban artinya anggota masyarakat hukum adat
hidup saling menghargai, rukun, berlandaskan kekeluargaan, dan
mempertahankan hubungan damai di masyarakat.

2. Sebutkan 1 contoh pada masing-masing asas-asas hukum adat pada No. 1 di atas! (
Lihat “Sulastriyono Penerapan Norma & Asas”/ Lihat Dominikus Rato “Hukum Adat
Suatu Pengantar)
a. Asas terang (publisitas)
- Permohonan penggantian jenis kelamin dari perempuan menjadi
laki-laki di Bantul dilaksanakan berdasarkan asas terang karena
Surantini (pemohon) melaksanakan upacara adat bancakan/kenduri
dan pengajian sehingga masyarakat sekitar (pihak ketiga)
menyaksikan dan tahu akan penggantian jenis kelamin tersebut.
- Sengkarut antara Bumi dan Bulan (article)
b. Asas konkret
- Sosialisasi dan internalisasi nilai dalam masyarakat melalui mitos,
legenda, fabel, pantun, tembang, dll
- Menikah disimbolisasi dg cincin
- Lamaran dg paningset
c. Asas Religio-Magis
Suku Asmat yang memiliki kepercayaan animisme.
d. Asas tunai
Penyerahan hak milik atas tanah dan pembayaran dalam jual beli tanah
dilakukan dalam waktu yang sama secara kontan.
PAPAYA STUDY GROUP

e. Asas komunal
- Memberi sebagian tanah untuk dijadikan sebagai jalan oleh tetangga
di belakang rumah
- Tanah Dati, tanah untuk digunakan bersama
f. Asas musyawarah
Untuk menyelesaikan permasalahan dan perselisihan, masyarakat Toraja
mengadakan suatu forum untuk diskusi dan bermusyawarah yang bernama
Kombangan ‘Ada.
g. Asas iktikad baik
Ketika membeli tanah, masyarakat yang membeli seyogyanya memanfaatkan
tanah tersebut untuk tujuan-tujuan yang baik, seperti dibuat rumah tinggal
ataupun rumah ibadah, bukan digunakan untuk hal-hal yang bertentangan
dengan nilai kesusilaan seperti untuk pembuatan diskotik.
h. Paguyuban
Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).

Kuis 4
1. Sebutkan ciri-ciri atau karakteristik yang merupakan pertanda suatu
masyarakat sebagai masyarakat hukum adat? (Lihat Rikardo Simarmata
“Penjelasan Konsep-Konsep Kunci Terkait Masyarakat Hukum Adat)
Ciri-ciri masyarakat hukum adat menurut ahli hukum generasi awal (Van
Vollenhoven, Ter Haar, dan Van Dijk) sama seperti ciri masyarakat hukum, yaitu:
1. Memiliki tata hukum
2. Terdapat sebuah otoritas dengan kekuasaan yang memaksa (dipercayakan
pada pengurus)
3. Adanya harta kekayaan bersama di antara masyarakat
4. Adanya ikatan batin di antara anggotanya.

Seiring perkembangan zaman, beberapa ahli ada yang membedakan ciri masyarakat
hukum adat dengan menambahkan ciri yaitu:
1. Terbentuknya masyarakat adat adalah melalui proses alamiah atau spontan.
Konsekuensi: adalah masyarakat hukum adat tidak terbentuk dari secara
formal oleh negara sehingga tidak dapat dibubarkan pula oleh negara.
2. Tata tertib atau tata hukum dari persekutuan otonom berasal dari hukum adat

2. Sebutkan istilah-istilah lain di dalam Konstitusi & Undang-Undang yang


terkait/mirip karakteristiknya dengan masyarakat hukum adat, disertai dengan
definisinya menurut peraturan tersebut (jika ada). (Lihat Rikardo Simarmata
“Penjelasan Konsep-Konsep Kunci Terkait Masyarakat Hukum Adat)
a. Persekutuan rakyat (volksgemeenschappen)
b. Persekutuan hukum (rechtsgemeenschappen)
c. persekutuan hukum adat (adatrechtsgemeenschappen)
Ketiga hal tersebut merujuk pada komunitas yang mendasarkan ikatannya pada
adat dan hukum adat.
Didefinisikan juga sebagai komunitas atau organisasi-organisasi sosial yang
dalam kenyataannya menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan jauh sebelum
NKRI berdiri, yang didasarkan pada tertib hukum sendiri dan dipengaruhi secara kuat
oleh pandangan hidup dan nilai-nilai sosial.
PAPAYA STUDY GROUP

Dalam Pasal 18 UUD 1945, disebutkan istilah


“rechtsgemeenschappen” dan dicantumkan juga dalam Surat Menteri Dalam Negeri
tertanggal 29 April 1969 Nomor: Desa /5/1/29 dan UU No. 5/1979 tentang
Pemerintahan Desa

3. Siapa masyarakat hukum adat di negara Filipina? Sebutkan hak dan kewajiban
MHA di Filipina! (Lihat Simarmata Steni 2017 “MHA Sebagai Subjek Hukum)
Masyarakat hukum adat di Filipina disebut dengan Indigenous Cultural
Communities (ICC) atau indigenous peoples. Salah satu masyarakat hukum adat
FIlipina adalah orang Ikalahan. Masyarakat hukum adat di Filipina memiliki hak atas
tanah dan sumber daya alam, seperti hutan, padang penggembalaan, pemukiman,
pertanian, kawasan perburuan, pekuburan, kawasan pemujaan, daerah aliran
sungai, tambang dan sumber daya lainnya yang dikuasai secara terus menerus. Di
saat yang bersamaan mereka juga berkewajiban untuk memanfaatkan tanah dengan
baik, mengelola dan melindungi sumber daya alam yang ada.

Kuis 5
1. Sebutkan dan beri contoh jenis-jenis pola organisasi sosial masyarakat hukum
adat! (Lihat Soepomo, “Tata Susunan Rakyat di Indonesia” & Van Vollenhoven,
“Van Vollenhoven on Indonesian Adat Law)
Komunitas hukum (Van Vollenhoven):
1. Kelompok Genealogi
Kelompok berdasarkan kesamaan leluhur atau pertalian darah
Contoh: Kelompok marga di Toraja yang tinggal dalam satu desa. Kelompok
marga yang tidak tinggal dalam satu desa tidak bisa disebut komunitas
hukum..
2. Kelompok Teritorial dan Genealogi
Merupakan gabungan dari kelompok berdasarkan kesamaan wilayah dan
kesamaan leluhur atau pertalian darah.
Contoh: Paruik (keluarga) di Minangkabau
3. Kelompok Teritorial tanpa hubungan Genealogi.
Kelompok yang hanya berdasarkan pada kesamaan wilayah
Contoh: desa di Jawa.
4. Kelompok Sukarela
Kelompok berdasarkan kepentingan yang sama dan hidup berdampingan
dengan dengan tiga kelompok di atas.
Contoh: Sinoman di Jawa (rewang) dan Subak di Bali (pengairan sawah)

Persekutuan hukum berdasarkan susunannya (Soepomo)


Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Berdasarkan pertalian suatu keturunan (genealogi)
Dibagi menjadi 3:
- Matrilineal (keturunan garis ibu)
Contoh: Orang Minangkabau
- Patrilineal (keturunan garis bapak)
Contoh: Orang Batak, Papua
- Parental (gabungan keduanya)
Contoh: Orang Jawa
PAPAYA STUDY GROUP

2. Berdasarkan lingkungan daerah (teritorial)


Ada 3 jenis, yaitu:
- Persekutuan desa
Sekelompok orang yang bermukim di tempat yang sama dan memiliki
pemerintah desa yang juga berkediaman di tempat tersebut.
Contoh : desa di Jawa
- Persekutuan daerah
Persekutuan yang terdiri dari beberapa desa yang masing-masing
memiliki pemerintahan sendiri, namun desa-desa tersebut memiliki
harta bersama dan berada di wilayah yang sama.
Contoh: kuria di Angkola dan Mandailing yang terdiri dari huta-huta di
dalam daerah.
- Perserikatan dari beberapa desa
Kumpulan persekutuan daerah yang berada dalam wilayah yang
berdekatan. Perkumpulan ini kemudian bekerja sama untuk mencapai
kepentingan bersama, seperti mengadakan pengairan.
Selain pembagian berdasarkan susunannya, terdapat susunan masyarakat yang
didasarkan pada faktor genealogi dan teritorial.

2. Apakah jenis-jenis pola organisasi sosial yang disebutkan oleh Van


Vollenhoven masih dapat ditemui dalam realitas hari ini? Sebutkan contohnya
dan berikan alasannya baik masih relevan dan tidak. (Lihat Van Vollenhoven,
“Van Vollenhoven on Indonesian Adat Law)
Masih, Indonesia memiliki geografi yang luas dan masyarakat yang beragam,
sehingga meski sudah terkena arus globalisasi, pola organisasi yang disebutkan oleh
Van Vollenhoven masih ada di beberapa daerah di Indonesia saat ini.

1. Kelompok Genealogis
Kelompok berdasarkan kesamaan leluhur dan keturunan masih eksis karena
faktor keturunan dianggap sebagai suatu pengikat bagi suatu masyarakat.
Dengan kesamaan keturunan, masyarakat merasa sebagai keluarga yang
memiliki nilai kebersamaan dan harus dilestarikan. Kelompok genealogis
masih dapat dijumpai pada Marga di Batak, masyarakat Dayak di Pedalaman
Kalimantan, dan Masyarakat di Toraja di bawah pimpinan Kabo Senya. Walau
masih dapat dijumpai, menurut saya kelompok jenis ini sudah tidak relevan,
karena dengan masuknya arus globalisasi, mobilisasi penduduk semakin
mudah. Hal ini berdampak pada semakin banyak terjadi perkawinan
campuran antar suku, sehingga faktor kesamaan leluhur dan keturunan akan
semakin berkurang.

2. Kelompok Teritorial Genealogis


Kelompok ini jarang dijumpai, namun bisa ditemukan. Contohnya Nagari di
Minangkabau dan Bengkulu. Mereka semua sebagai satu keturunan
mendiami tanah dalam teritorial yang sama dan setingkat. Sama seperti,
kelompok genealogis, menurut saya, kelompok ini juga sudah tidak relevan
karena sudah jarang sekali masyarakat yang mendiami suatu wilayah dan
memiliki kesamaan keturunan.
PAPAYA STUDY GROUP

3. Kelompok Teritorial tanpa hubungan Genealogi,


Kelompok ini merupakan kelompok yang jumlahnya paling banyak di
Indonesia. Contoh dari kelompok ini adalah desa di Jawa. Kelompok ini
masih relevan karena hanya berdasarkan kesamaan tempat tinggal. Dengan
masifnya mobilisasi, banyak masyarakat yang merantau atau berpindah
tempat tinggal, sehingga di tempat tinggal yang baru akan terbentuk
kelompok teritorial tanpa hubungan genealogi untuk berhubungan dengan
masyarakat. Kelompok teritorial juga semakin banyak karena adanya
pembagian daerah admnistratif.

4. Kelompok Sukarela
Contoh dari kelompok ini adalah Sinoman di Jawa. Kelompok ini masih
relevan karena masyarakat yang mendiami suatu wilayah yang sama
tentunya memiliki kepentingan bersama. Kepentingan bersama ini akan turut
menciptakan ikatan batin dalam masyarakat sehingga terbentuklah kelompok
sukarela yang berdinamika dalam masyarakat untuk mencapai kepentingan
bersama.

Kuis 6
1. Apa pengertian terbuka, dinamis plastis, tidak dikodifikasi/ tidak tertulis
menurut hukum adat? (Lihat Dominikus Rato,”Hukum Adat Suatu Pengantar
Singkat Memahami Hukum Adat di Indonesia)
- Terbuka: artinya hukum adat menerima unsur-unsur eksternal di luar hukum
adat selama bermanfaat dan tidak bertentangan dengan pandangan hidup
masyarakat
- Dinamis plastis: Dinamis artinya hukum adat bergerak ke arah lain yang
lebih baik atau lebih mapan. Sementara plastis/elastis artinya hukum adat
menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Sifat dinamis plastis ini hadir untuk mempertahankan keteraturan hukum adat
karena menurut Djojodigoeno, hukum adat bersifat statis-dinamis. Statis
bertujuan mencapai keteraturan dan dinamis untuk mengikuti perkembangan
zaman. Jadi, hukum adat bersifat dinamis plastis untuk mempertahankan
hukum adat agar sesuai dengan perkembangan zaman sehingga hukum adat
tetap terjaga keteraturannya.
- Tidak dikodifikasi: artinya hukum adat tidak ditulis atau dibukukan secara
sistematis seperti perundang-undangan, namun tetap mengikat masyarakat
adat. Ada yang dituliskan dalam aksara daerah namun hanya digunakan
sebagai pedoman, bukan hal yang mutlak seperti undang-undang.

2. Sebutkan 1 contoh pada masing-masing sifat-sifat hukum adat pada no 1 di


atas! (Lihat Hilman Hadikusuma, “Pengantar Hukum Adat Indonesia)
- Terbuka: masuknya pengaruh Islam dalam hukum waris adat berupa "sepikul
segendong" yang mengatur pembagian warisan laki-laki dan perempuan
sebanyak 2 : 1.
- Dinamis plastis: Dulu pernikahan antar suku cenderung dilarang, sekarang
sudah umum terjadi
- Tidak dikodifikasi:
PAPAYA STUDY GROUP

a. Semua hukum adat sifatnya tidak dikodifikasikan/tidak tertulis.


Salah satu contohnya adalah pemberian "paningset" kepada wanita
yang akan melaksanakan perkawinan sebagai penanda bahwa wanita
tersebut telah dilamar dan tidak boleh lagi dilamar oleh orang lain.
Pemberian paningset ini tidak ada ketentuan tertulisnya, namun tetap
dilakukan karena sudah dilakukan secara turun-temurun dan menjadi
bagian dari hukum adat.
b. Tidak ada hukum adat yang dikodifikasikan dalam peraturan
perundang-undangan

Anda mungkin juga menyukai