Anda di halaman 1dari 90

PENGANTAR

HUKUM KEFARMASIAN
PROF. DR. APT. SLAMET IBRAHIM S. DEA
FAKULTAS FARMASI UNJANI – CIMAHI
2024
TOPIK BAHASAN
1. PENDAHULUAN

2. HUKUM KESEHATAN

3. HUKUM KEFARMASIAN

4. UU NO 17 TAHUN 2023 : KESEHATAN

5. OBAT DAN KETAHANAN KEFARMASIAN


PENDAHULUAN
▪ Manusia menempati tiga lingkungan yaitu
lingkungan alami, lingkungan social-masyarakat
dan lingkungan informasi virtual. LINGKUNGAN
▪ Dalam lingkungan alami, manusia hidup tidak ALAMI
sendirian melainkan bersama makhluk hidup
yang lain seperti manusia lainnya, tumbuhan,
khewan, dan mikroorganisme (komponen biotik), LINGKUNGAN
juga tidak dapat dipisahkan dari tanah, air, udara, LINGKUNGAN
sinar matahari, dll (komponen a-biotik). SOSIAL-
INFORMASI
MASYARAKAT
▪ Manusia pada dasarnya mempunyai keinginan VIRTUAL
untuk hidup bersama dengan sesama manusia,
membentuk lingkungan sosial , mulai dari suatu
masyarakat yang kecil (keluarga) sampai dengan
suatu masyarakat yang jauh lebih besar (negara
hingga dunia)→ Homo socius
Pendahuluan -2
▪ Manusia hidup bersama dengan manusia lainnya dalam lingkungan social-
masyarakat yang dibentuk dan dibentuk manusia dengan menggunakan ilmu
pengetahuan, teknologi, budaya dan organisasi sosial- politik.
▪ Filsuf terkenal CICERO menyatakan bahwa di mana ada suatu masyarakat
maka di situ ada hukum ( ibi societas ibi ius ).
▪ Manusia juga berada dalam suatu lingkungan informasi yang bersifat virtual,
yang hanya dapat diakses dengan bantuan perangkat buatan teknologi
informatik (Information technology, Artificial intelligence).
▪ Segala macam informasi dapat diperoleh baik yang benar maupun yang hoax.
Kedua jenis informasi ini berseliweran setiap saat, tiada henti dan tidak
pernah sepi → Perlu ada regulasi.
Norma Di dalam Masyarakat
▪ Pada dasarnya ada 3 regulasi dan norma yang
melandasi, mengatur tata cara berinteraksi dan
berhubungan antar manusia dalam masyarakat,
adalah:
KODE
a. Moral dan Etika (berlandaskan pada agama, adat ETIK
istiadat, kebiasaan, dan kebudayaan), untuk jadi MORAL
pegangan diri sendiri dan keluarga) DAN
ETIKA
b. Kode Etik (berlandaskan pada pedoman HUKUM
berperilaku yang dibuat organisasi atau
komunitas tertentu ), untuk berinteraksi dalam
lingkungan tertentu (profesi)
c. Hukum (aturan yang dibuat negara).
Pengertian Hukum
▪ Hukum didefinisikan sebagai aturan untuk perilaku manusia yang diterapkan
untuk semua individu yang memerintahkan sesuatu yang benar dan melarang
sesuatu yang salah dan memberi hukuman bagi yang melanggarnya (Law is
defined as requirement for human conduct, applying to all person within their
jurisdiction, commanding what is right, prohibiting what is wrong, and
imposing penalties for violations).
▪ Pada dasarnya hukum merupakan aturan yang bersifat “memaksa” dari negara
yang berisi kewajiban dan larangan bagi warga negara atau penduduk dalam
bertindak atau berperilaku serta sanksinya bila melanggar aturan tersebut.
▪ Hukum adalah aturan tertulis yang berisi perintah dan larangan yang wajib
atau harus ditaati untuk menciptakan ketertiban dalam suatu negara.
▪ Hukum yang mengatur hidup manusia dalam masyarakat, harus ditegakkan dan
dilaksanakan untuk menjamin pelindungan, kebenaran, ketertiban dan
keadilan serta menghilangkan kerusakan dan kejahatan.
Komponen dan Sasaran Hukum
Unsur Hukum: Sasaran Hukum:

a. Perilaku individu manusia di wilayah a. Perbuatan warga negara yang disengaja


berlakunya hukum.
b. Perbuatan yang tidak disengaja karena lalai,
b. Dibuat oleh pemerintah/negara. tidak tahu, bodoh atau malpraktek.
c. Bersifat mengikat dan paksaan c. Perbuatan orang lain yang menjadi tanggung
jawabnya atau di bawah pengawasannya.
d. Ada sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
Sanksi Hukuman:
Ciri Hukum:
a. Berisi perintah dan larangan Hukuman mati, hukum kurungan (Penjara),
Pengucilan, Hukuman Tambahan (penyitaan
b. Harus ditaati oleh setiap orang dan jika harta kekayaan, pencabutan hak, dll)
melanggar akan dikenai sanksi/hukuman
Sumber Hukum
▪ Negara Kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya menganut prinsip trias politika,
di mana dalam system pemerintahannya terdapat pembagian tugas:
1. Legislatif ( lembaga pembuat undang-undang ),
2. Eksekutif ( lembaga pelaksana undang-undang )
3. Yudikatif ( Lembaga pengadil jika ada pelanggaran undang-undang ).
▪ Namun tidak ada satupun lembaga yang khusus dan dominan dalam hukum, semua
lembaga bekerja sama saling melayani, mengawasi dan mengoreksi satu sama lain.
▪ Di samping itu terdapat lembaga pemerintah yang juga dapat membuat dan sekaligus
melaksanakan peraturan perundangan yaitu badan administrasi negara: Lembaga
Pemerintah seperti Presiden, Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
dan Pemerintah Daerah.
Hierarki Sumber Hukum
▪ Berdasarkan sumber hukum
Peraturan Perundang-
1. Undang-undang Dasar 1945
undangan terbentuklah suatu 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Hierarki Peraturan Rakyat
Perundang-undangan.
3. Undang-Undang /Peraturan Pemerintah
▪ Urutannya sesuai UU No 12
Pengganti Undang-undang (PERPPU)
tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan 4. Peraturan Pemerintah
Perundang-Undangan)
→Pasal 7. 5. Peraturan Presiden
▪ Sumber segala hukum negara 6. Peraturan Daerah Propinsi
adalah Pancasila (Pasal 2)
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Perundang-undangan
▪ Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan.
▪ Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
oleh Lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
▪ Program Legislasi Nasional (Prolegnas) adalah instrument perencanaan
program pembentukan Undang-undang yang disusun secara terencana,
terpadu dan sistematis.
▪ Prolegda adalah program perencanaan pembentukan peraturan daerah.
Asas Pembentukan Peraturan Perundang
undangan ( Pasal 5)

1. Kejelasan tujuan
2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
3. Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan
4. Dapat dilaksanakan
5. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan (efektif dan efisien)
6. Kejelasan rumusan
7. Keterbukaan
Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan (Pasal 6)
1. Pengayoman 7. Keadilan
2. Kemanusiaan 8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan
3. Kebangsaan
9. Ketertiban dan Kepastian hukum
4. Kekeluargaan
10. Keseimbangan, Keserasian dan
5. Kenusantaraan Keselarasan
6. Bhineka Tunggal Ika 11. Kesesuaian dengan bidang hukum
Peraturan Perundang-undangan.
1. Undang-Undang Dasar 1945
▪ Sumber hukum utama adalah UUD 1945 yang pertama kali dibuat oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang kemudin
diamandemen oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) merupakan
hukum tertinggi (the supreme law) dari NKRI.
▪ Semua sumber hukum meliputi Ketetapan MPR, undang-undang dan
peraturan di bawahnya harus mengacu dan sesuai serta tidak boleh
bertentangan dengan UUD 1945.
▪ Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) dengan anggotanya DPR
dan DPD berwenang mengubah, mengamandemen dan menetapkan
UUD.
▪ UUD 1945 telah beberapa kali diamandemen oleh MPR.
2. Undang-Undang
▪ Undang-undang (UU) dibuat oleh Badan legislatif yaitu Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan Bersama Presiden.
▪ Anggota DPR dipilih oleh rakyat melalui suatu pemilihan umum (5 tahun
sekali).
▪ Rancangan Undang-undang (RUU) dapat diusulkan oleh anggota DPR,
DPD dan Presiden.
▪ DPR memegang kekuasaan untuk membentuk dan menetapkan UU.
▪ UU pada dasarnya dibuat untuk menjelaskan dan menerapkan amanat
UUD 1945 yang dapat direvisi/diubah atau diganti sesuai kebutuhan dan
perkembangan.
▪ Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Pemerintah (dipimpin oleh Presiden)
untuk mendapatkan persetujuan bersama.
3. Peraturan Yang Dibentuk Presiden
▪ Presiden dapat menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang (PERPPU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden dalam ihwal kegentingan yang memaksa.
▪ Presiden berhak menetapkan PERPPU untuk suatu hal dan harus disetujui
DPR.
▪ Untuk mengatur lebih lanjut atau menjalankan ketentuan suatu Undang-
Undang, Pemerintah (dalam hal ini Presiden) dapat menetapkan aturan
lain seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (PerPres),
Keputusan Presiden (Kepres) dan Instruksi Presiden (INPRES)
▪ PP, PERPRES dan KEPRES harus sesuai, tidak boleh menyimpang atau
melanggar UUD 1945, serta ketentuan dan materi yang diatur UU yang
terkait.
Pengujian Peraturan Perundang-undangan
▪ Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan UUD
1945, maka pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
▪ Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-
Undang diduga bertentangan dengan Undang-undang, maka
pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
▪ Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi dilakukan oleh DPR
atau Presiden.
4. Peraturan Pelaksanaan dan Teknis UU
▪ Untuk menjalankan ketentuan UU, PP dan/atau KEPRES diperlukan peraturan
pelaksanaan dan teknisnya yang ditetapkan oleh Lembaga Negara atau
Pemerintah yang sesuai dengan bidang kerja masing-masing TUPOKSI nya
seperti:
a. MPR, DPR dan DPD
b. Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Yudisial Bank Indonesia dan Komisi lain yang setingkat.
c. Menteri (Peraturan Menteri, Surat Keputusan Menteri, dst),
d. Direktur Jenderal (SK Dir Jend, Surat Edaran Dir Jend, dll. ),
e. Kepala LPND (Misalnya: Keputusan Kepala Badan POM),
f. Kepala Daerah ( Peraturan Gubernur, Peraturan Daerah, SK
Bupati/Walikota, dst.)
Peraturan VS Keputusan
▪ Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh Lembaga
yang berwenang melalui suatu prosedur yang telah ditetapkan.
▪ Peraturan bersifat umum (berlaku untuk semua orang), abstrak (untuk berbagai
peristiwa hukum dan keperluan) dan berlaku terus menerus (hingga dicabut oleh
peraturan yang baru atau dibatalkan melalui judicial review oleh MA atau MK).
▪ Keputusan adalah peraturan tertulis yang dikeluarkan oleh Lembaga atau pejabat
berwenang yang berisi tindakan hukum sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
▪ Keputusan menimbulkan akibat hukum bagi individu (orang atau kelompok
tertentu), kongkret (untuk satu peristiwa hukum saja) dan final (berlaku hingga
peristiwa hukum selesai).
Pembagian Hukum
▪ Menurut Bentuk: Hukum Tertulis dan Hukum Tidak tertulis.
▪ Menurut Sumber: UUD, Undang-undang, Konvensi, Traktat (Kesepakatan) dan
Yurisprudensi.
▪ Menurut Cara Mempertahankannya: Hukum Material ( Hukum Pidana, Hukum
Perdata, Hukum Dagang). Hukum Formil ( KUHAPidana, KUHAPerdata).
▪ Menurut Sifat: Hukum antara individu dengan pemerintah tanpa delik aduan
(Hukum Pidana) dan Hukum yang mengatur hubungan antar manusia (Hukum
Perdata).
▪ Menurut Isinya: Hukum Privat (Sipil dan Perdata), Hukum Publik (Hukum Tata
Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, Hukum Internasional)
Hukum Pidana
▪ Hukum Pidana merupakan keseluruhan ketentuan Hukum yang mengatur
hubungan antara individu (subjek hukum) dalam konteks hidup bermasyarakat
dalam suatu negara.
▪ Selalu terkait dengan pelanggaran hukum dengan pemerintah yang berwenang
menjatuhkan hukuman dan berkedudukan lebih tinggi dibandingkan individu.
▪ Pelanggaran terhadap ketentuan hukum pidana merupakan tindakan/perbuatan
kriminal, kejahatan dan bukan suatu delik aduan.
▪ Misalnya:
a. Penyalahgunaan obat dan Narkotika
b. Melakukan praktek Medis tanpa izin dan malpraktek
c. Pencemaran limbah oleh industry farmasi
d. Korupsi, Mencuri, Merampok, dll
Hukum Perdata
▪ Hukum Perdata adalah keseluruhan ketentuan hukum yang mengatur hubungan
interelasi antar anggota Masyarakat.
▪ Hubungan interelasi antara kedua pihak sama atau sederajat atau berkedudukan
sederajat. Misalnya hubungan antara penjual-pembeli, penyewa dan yang
menyewakan.
▪ Termasuk juga hubungan antara keluarga seperti perkawinan dan warisan.
▪ Pelanggaran atas aturan ini merupakan tindakan perdata yang dapat diajukan ke pihak
yang berwajib oleh pihak yang dirugikan (merupakan delik aduan)
▪ Misalnya:
1. Malpraktek Pelayanan terhadap pasien
2. Tanggung gugat tenaga kesehatan
3. Pelanggaran perjanjian kerja, dll.
Hukum Administrasi Negara
▪ Merupakan keseluruhan ketentuan hukum yang mengatur antara
individu dengan pemerintah. Misalnya hubungan interrelasi antara
permohonan izin dan pemberi izin.
▪ Berkaitan dengan tatacara negara dalam menjalankan tugasnya.
▪ Misalnya:
a. Pengaturan tenaga kesehatan
b. Pengaturan perizinan tenaga kesehatan
c. Pengaturan sarana kesehatan,
d. Tata cara penanggulangan wabah
e. Pengaturan produksi dan distribusi obat, dll
HUKUM KESEHATAN
▪ Hukum Kesehatan adalah ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur hak dan kewajiban, baik para tenaga kesehatan dalam
melaksanakan upaya kesehatan, maupun individu atau masyarakat
yang menerima upaya pelayanan kesehatan tersebut.
▪ Hukum Kesehatan diperinci lagi sesuai dengan jenis upaya
kesehatan dan sumber dayanya :
1. Hukum Kedokteran,
2. Hukum Kefarmasian,
3. Hukum Kebidanan,
4. Hukum Keperawatan, dll.
Hukum Kesehatan Mencakup
a. Semua pelaksanaan upaya kesehatan yang bersifat diagnostic,
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
b. Ketentuan hukum yang luas meliputi hukum pidana, perdata dan
administrasi negara.
c. Sumber hukum: UUD, UU, PP, Perpu, SK Dirjen, SK LPND,
peraturan internasional, serta ilmu pengetahuan di bidang
kesehatan.
Keterkaitan Hukum Kesehatan
HUKUM
PIDANA

HUKUM
TATA
HUKUM HUKUM
NEGARA KESEHATAN PERDATA

HUKUM
ADMINIS
TRASI
HUKUM KEFARMASIAN
▪ Hukum kefarmasian adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum
yang mengatur bidang kefarmasian, meliputi:
1. Hak, kewajiban, perilaku dan pelindungan tenaga kefarmasian dalam
melakukan praktik kefarmasian dan ketentuan lain yang berkaitan
dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
2. Praktik kefarmasian meliputi Pengadaan, pembuatan dan
pengamanan sediaan farmasi, distribusi, penyerahan, peredaran
sediaan farmasi dan alat kesehatan dan tempat praktek tenaga
kefarmasian.
3. Hak, kewajiban dan pelindungan pasien atau masyarakat yang
mendapatkan layanan Kesehatan dari tenaga kefarmasian.
Alasan Perlu Adanya Hukum Kefarmasian
1. Pekerjaan kefarmasian mempunyai risiko tinggi yang dapat
mempengaruhi hidup dan kehidupan manusia.
2. Sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan produk yang
diproduksi, disediakan, dan digunakan dalam pelaksanaan
pekerjaan kefarmasian mempunyai risiko bahaya yang potensial.
3. Hanya Apoteker yang dibantu oleh tenaga vokasi kefarmasian
merupakan satu-satunya tenaga kefarmasian professional sesuai
Undang-undang yang bekerja secara competent, commitment
dan concern (3C) terhadap sediaan framasi, alat kesehatan dan
pelaksana praktik kefarmasian.
Tujuan Hukum Kefarmasian
a. Melindungi masyarakat dari pelaksanaan praktik kefarmasian
yang tidak benar dan tidak bermutu.
b. Melindungi masyarakat dari praktik kefarmasian yang dilakukan
oleh orang yang bukan atau tidak sesuai dengan kompetensi
tenaga kefarmasian.
c. Melindungi masyarakat dari penggunaan Sediaan Farmasi dan
alat Kesehatan yang tidak memenuhi syarat: aman, berkhasiat,
dan bermutu.
d. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, praktik
kefarmasian dan Tenaga kefarmasian.
Hukum Kefarmasian Mengatur:
a. Kewenangan, izin praktik, kewajiban dan larangan bagi tenaga
kefarmasian dalam melaksanakan praktik kefarmasian.
b. Semua jenis praktik kefarmasian dan tempat bekerjanya tenaga
kefarmasian.
c. Segala hal yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatandan
PKRT (meliputi kriteria, persyaratan, standar, cara pembuatan, cara
distribusi, cara pelayanan, dll)
d. Segala jenis hukuman dan sanksi akibat dilanggarnya hukum
kefarmasian baik oleh tenaga kefarmasian maupun oleh orang yang
tidak punya keahlian dan kewenangan dalam bidang Kefarmasian
termasuk tenaga kesehatan lainnya.
Keterkaitan Hukum Kefarmasian
PRAKTIK TEMPAT
PASIEN/ KEFARMASIAN PEKERJAAN
MASYARAKAT KEFARMASIAN

SEDIAAN TENAGA
FARMASI
HUKUM KESEHATAN
DAN ALKES KEFARMASIAN DAN MEDIS

HUKUMAN BADAN DAN


DAN INSTITUSI
SANKSI HUKUM YANG
PELANGGA KESEHATAN BERWENANG
RAN
PERATURAN PERUNDANGAN FARMASI
1. Pembukaan, Alinea 4
1. PP No 72 UUD
1945 2. Pasal 28H ayat 1
Tahun 1998
3. Pasal 34 ayat 3
2. PP No 51
Tahun 2009
1. UU No 17 th 2023: Kesehatan
3. PP No 21
Tahun 2013
PP UU 2. UU No 35 th 2009: Narkotika
HUKUM 3. UU No 36 th. 2014: Tenaga
KEFAR Kesehatan
MASIAN 4. UU No 12 Tahun 2012:
Pendidikan Tinggi
5. UU No 8 th 1999: Perlindungan
PER Konsumen
PERKA
MEN
BPOM
KES
Undang-Undang Dasar 1945 yang terkait
dengan Kesehatan dan Kefarmasian
1. Pembukaan UUD pada alinea 4 menyatakan tujuan NKRI adalah
melindungi, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
2. Pasal 28H ayat 1 (Hasil amandemen): Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
3. Pasal 34 ayat 3: Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang baik.
Lini Masa UU Kesehatan RI

2023
2009 UU No 17
1992 Tahun 2023
UU No 36
1963 UU No 23 Tahun 2009 Kesehatan
Tahun Kesehatan
UU No 7
1960 Tahun 1963
1992
Farmasi Kesehatan
UU No 9 Tahun 1960
Pokok Pokok Kesehatan
UU NO 17 TAHUN 2023: KESEHATAN
▪ Merupakan landasan legal konstitusional dan penjabaran dari ketentuan UUD
1945 yang berkaitan dengan hak asasi dan pelayanan Kesehatan/kefarmasian
(Pembukaan, Pasal 28H ayat 1, Pasal 34 ayat 3)
▪ Landasan hukum untuk tenaga medis dan tenaga Kesehatan termasuk tenaga
kefarmasian, praktik kefarmasian, pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan serta ketentuan pidananya.
▪ Baru diundangkan dan disahkan pada tanggal 8 Agustus 2023 dan dicatat dalam
Lembaran Negara Tahun 2023 Nomor 1105.
▪ Peraturan pelaksanaan UU No 17 tahun 2023 harus ditetapkan paling lama 1
tahun terhitung sejak UU ini diundangkan (Pasal 456).
▪ Sebagai pengganti UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
UU No 17 Tahun 2023: Kesehatan-2
▪ Penyusunan UU No. 17 Tahun 2023 menggunakan metode Omnibus Law,
yaitu dengan cara menambah materi aturan baru dan merevisi materi aturan
terkait serta mencabut UU yang dibahas dalam UU yang baru tersebut.
▪ Revisi UU No 36 Tahun 2009 ini menjadi UU No 17 Tahun 2023 yang berisi 20
Bab, 458 Pasal dan mencabut 11 UU yang terkait.
▪ Memerlukan peraturan turunannya berupa:
1. 100 pasal yang mengamanatkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah.
2. 2 Pasal yang mengamanatkan dalam bentuk Peraturan Presiden
3. 5 Pasal yang mengamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
UU No 17 Tahun 2023: Kesehatan-3
▪ Kesehatan adalah keadaan sehat seseorang, baik, secara fisik, jiwa,
maupun social dan bukan sekedar terbebas dari penyakit untuk
memungkinkannya setiap hidup produktif (pasal 1 ayat 1).
▪ Sediaan Farmasi adalah Obat, Bahan obat, Obat Bahan Alam termasuk
bahan Obat Bahan Alam, kosmetika, Suplemen Kesehatan dan Obat kuasi
(pasal 1 ayat 12).
▪ Obat adalah bahan atau paduan bahan termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan Kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia (pasal 1 ayat 15).
UU No 17 Tahun 2023: Kesehatan-4
▪ Alat Kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin, peralatan, implant, reagen
dan kalibrator in vitro, perangkat lunak serta material atau sejenisnya yang
digunakan pada manusia untuk tujuan medis dan tidak mencapai kerja utama
melalui proses farmakologis, imunologi atau metabolism. (pasal 1 ayat 13).
▪ Obat Bahan Alam adalah bahan, ramuan bahan atau produk yang berasal dari
sumber daya alam berupa tumbuhan, hewan, jasad renik, mineral atau bahan
lain dari sumber daya alam atau campuran dari bahan tersebut yang telah
digunakan secara turun temurun atau sudah dibuktikan berkhasiat, aman, dan
bermutu digunakan untuk pemeliharaan kesehatan, peningkatan Kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan, dan atau pemulihan Kesehatan berdasarkan
pembuktian secara empiris dan/atau ilmiah (pasal 1 ayat 17).
▪ Pasien adalah setiap orang yang memperoleh pelayanan Kesehatan dari tenaga
medis dan/atau tenaga Kesehatan.
Undang-Undang Yang Dicabut Karena Terbitnya UU
No 17 Tahun 2023 Kesehatan
1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014
tentang Ordonansi Obat Keras tentang Kesehatan Jiwa
(Staatsblad 1949 Nomor 419);
8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Tenaga Kesehatan
tentang Wabah Penyakit Menular
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014
tentang Praktik Kedokteran tentang Keperawatan

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 10. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018


tentang Kesehatan tentang Kekarantinaan Kesehatan
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 11. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 20l9
tentang Rumah Sakit tentang Kebidanan
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 20l3
tentang Pendidikan Kedokteran
Upaya Kesehatan yang melibatkan Tenaga
Kefarmasian pada UU No 17 tahun 2023
▪ Pasal 22: Penyelenggaraan Upaya Kesehatan meliputi:
a. Kesehatan ibu, bayi dan anak, dewasa dan lanjut usia.
b. Kesehatan penyandang disabilitas
s. Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
PKRT
t. Pengamanan makanan dan minuman
u. Pengamanan zat adiktif
u. Pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum
Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT

▪ Pasal 138 ayat 1: Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT harus aman,
berkhasiat/ bermanfaat, bermutu dan terjangkau serta memenuhi ketentuan
jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
▪ Pasal 138 ayat 2: Setiap Orang dilarang mengadakan, memproduksi, menyimpan,
mempromosikan dan/atau mengedarkan Sediaan Farmasi yang tidak memenuhi
standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/bermanfaat dan mutu.
▪ Pasal 138 ayat 3: Setiap Orang dilarang mengadakan, memproduksi,
menyimpan, mempromosikan, mengedarkan dan/atau mendistribusikan Alat
Kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat/bermanfaat dan mutu.
Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT - 2

▪ Pasal 138 ayat 4: Pengadaan, produksi, penyimpanan, promosi,


peredaran, dan pelayanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan harus
memenuhi standar dan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
▪ Pasal 138 ayat 5: Produksi, promosi, dan peredaran PKRT harus memenuhi
standar dan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
▪ Pasal 138 ayat 6: Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban
membina, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi produksi,
pengadaan, penyimpanan, promosi dan peredaran Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan PKRT sesuai dengan kewenangannya.
Aturan Produksi dan Penggunaan Sediaan Farmasi
Berupa Obat Narkotika Dan Psikotropika

▪ Pasal 139 ayat 1: Setiap Orang yang memproduksi, mengadakan,


menyimpan, mengedarkan dan menggunakan Obat yang mengandung
narkotika dan psikotropika wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan
tertentu.
▪ Pasal 139 ayat 2: Penggunaan Obat yang mengandung narkotika dan psiko
tropika hanya dapat dilakukan berdasarkan resep Tenaga Medis dan
dilarang untuk disalahgunakan.
▪ Pasal 139 ayat 3: Produksi, pengadaan, penyimpanan, peredaran serta
penggunaan Obat yang mengandung narkotika dan psikotropika
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengamanan Sediaan Farmasi
P = Pemerintah
▪ Pemerintah melakukan pengamanan dan I = Industri
pengawasan sediaan farmasi untuk
melindungi Masyarakat dari penggunaan M = Masyarakat
sediaan farmasi yang tidak memenuhi SF = Sediaan Farmasi
persyaratan (aman, berkhasiat, bermutu dan P
halal).
▪ Proses pengamanan dan pengawasan
dilakukan dengan cara perizinan, registrasi,
pemeriksaan, pemantauan atau pengujian.
▪ Untuk melakukan pengamanan, pengawasan SF
dan penggunaan Sediaan Farmasi yang baik
perlu ada aturan dan tujuan yang jelas bagi I
yang terlibat dalam aktifitas.
M
Tujuan Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan PKRT

▪ Pasal 140: Pengamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT


diselenggarakan untuk melindungi Masyarakat dari bahaya yang
disebabkan oleh penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT
yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan
mutu.
▪ Pasal 141 ayat 1: Penggunaan Obat dan Obat Bahan Alam harus dilakukan
secara rasional.
▪ Pasal 141 ayat 2: Penggunaan Alat Kesehatan harus dilakukan secara tepat
guna.
▪ Pasal 141 ayat 3: Penggunaan Obat, Obat Bahan Alam dan Alat Kesehatan
harus memperhatikan keselamatan Pasien.
Persyaratan dan Kriteria Sediaan Farmasi
▪ Pasal 142 ayat 1: Sediaan Farmasi berupa Obat dan Bahan Obat harus
memenuhi standar dan persyaratan farmakope Indonesia dan/atau standar
lainnya yang diakui.
▪ Pasal 142 ayat 2: Sediaan Farmasi berupa Obat Bahan Alam harus memenuhi
standar dan persyaratan berupa farmakope herbal Indonesia dan/atau standar
lainnya yang diakui.
▪ Pasal 142 ayat 3: Sediaan Farmasi berupa Suplemen Kesehatan dan Obat kuasi
harus memenuhi standar dan persyaratan farmakope Indonesia, farmakope
herbal Indonesia dan/atau standar lainnya yang diakui.
▪ Pasal 142 ayat 4: Sediaan Farmasi berupa Kosmetik harus memenuhi standar dan
persyaratan Kodeks Kosmetik Indonesia, dan/atau standar lainnya yang diakui.
Persyaratan Sediaan Farmasi berupa Obat Bahan Alam,
Suplemen Kesehatan, Obat Kuasi,
Alat Kesehatan dan PKRT

▪ Pasal 142 ayat 5: Bahan Baku yang digunakan dalam Sediaan Farmasi
berupa Obat Bahan Alam , Suplemen Kesehatan, Obat Kuasi, dan
Kosmetika sediaan tertentu berdasarkan kajian risiko harus memenuhi
standar dan/atau persyaratan mutu sebagai bahan baku farmasi.
▪ Pasal 142 ayat 6: Alat Kesehatan dan PKRT harus memenuhi standar
dan/atau persyaratan yang ditentukan
▪ Pasal 142 ayat 7: Ketentuan mengenai standar dan/atau persyaratan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
▪ Pasal 142 ayat 8: Standar dan/atau persyaratan PKRT dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persyaratan Produsen dan Distributor Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan PKRT

▪ Pasal 143 ayat 1 : Setiap Orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT harus memenuhi perizinan
berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
▪ Pasal 143 ayat 2: Setiap Orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT yang telah memenuhi
perizinan berusaha, yang terbukti tidak memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu dikenai sanksi administrative
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perizinan berusaha
Pengecualian Perizinan dan Ketentuan Lebih lanjut
Pengamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT

▪ Pasal 143 ayat 3 : Perizinan berusaha sebagaiamana dimaksud ayat (1)


tidak berlaku bagi usaha jamu gendong, usaha jamu racikan dan fasilitas
produksi Obat penggunaan khusus.
▪ Pasal 143 ayat 4: Perizinan berusaha terkait Sediaan farmasi, Alat
Kesehatan dan PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
▪ Pasal 144: Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan PKRT diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pengertian Praktik Kefarmasian
▪ Pasal 145 ayat 1: Praktik kefarmasian harus dilakukan oleh Tenaga
Kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
▪ Pasal 145 ayat 2: Praktik Kefarmasian sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, penelitian dan pengembangan Sediaan
Farmasi serta pengelolaan dan pelayanan kefarmasian.
▪ Pasal 145 ayat 3: Dalam kondisi tertentu, praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan oleh Tenaga Kesehatan
lain secara terbatas (selain tenaga kefarmasian).
▪ Pasal 145 ayat 4: Ketentuan mengenai praktik kefarmasian sebagaimana
dimaksud ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pengertian Praktik Kefarmasian-2
TENAGA KEFARMASIAN PRAKTIK
KEFARMASIAN
Patient Oriented
Product Oriented

PRODUKSI, PENGENDALIAN PENELITIAN DAN


PENGEMBANGAN PENGELOLAAN DAN
MUTU, PENGADAAN,
SEDIAAN PELAYANAN KEFARMASIAN
PENYIMPANAN DAN FARMASI
PENDISTRIBUSIAN
GPP
GMP, GSP, GDP
PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI, ALAT
KESEHATAN DAN PKRT
PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PASIEN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
▪ Sumber Daya Manusia Kesehatan terdiri atas (Pasal 197)
a. Tenaga Medis;
b. Tenaga Kesehatan;
c. Tenaga pendukung atau penunjang kesehatan.
▪ Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan Upaya Kesehatan (Pasal 1
ayat 7 ).
Kelompok Tenaga Kesehatan
Pasal 199 ; Tenaga Kesehatan
dikelompokkan ke dalam: 6. Tenaga kesehatan lingkungan
1. Tenaga psikologi klinis 7. Tenaga gizi
2. Tenaga keperawatan 8. Tenaga keterapian fisik
3. Tenaga kebidanan 9. Tenaga keteknisian medis
4. Tenaga kefarmasian 10. Tenaga teknik biomedika
5. Tenaga kesehatan masyarakat 11. Tenaga kesehatan tradisional
12. Tenaga kesehatan lain.
Tenaga Kefarmasian
▪ Pasal 199 ayat 1: Tenaga Kefarmasian (kelompok d) termasuk ke dalam
pengelompokkan Tenaga Kesehatan yang dimaksud dalam Pasal 197
huruf (b).
▪ Pasal 199 ayat 5: Jenis tenaga Kesehatan yang termasuk dalam
Kelompok Tenaga Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdiri atas
1. Tenaga Vokasi Farmasi (AMD, D-3),
2. Apoteker dan
3. Apoteker Spesialis.
Jenis Tenaga Kefarmasian Apoteker
1. Apoteker Komunitas: Bekerja di 4. Apoteker Distribusi: Bekerja di
apotek komunitas/masyarakat. distribusi obat: Pedagang Besar
Farmasi dan Kepala Gudang Obat
2. Apoteker Klinis: Bekerja di Pemerintah.
lingkungan pelayanan Kesehatan
5. Apoteker Konsultan: Yang
klinis: Rumah sakit, Klinik, Puskesmas memberikan layanan konsultasi dalam
atau tempat pelayanan Kesehatan masalah terkait farmasi: Apotek,
lainnya. Rumah sakit, Asuransi, Industri,
Pendidikan, Pengembangan dll.
3. Apoteker Industri: Bekerja di
industry farmasi, alat Kesehatan, 6. Apoteker Spesialis: Apoteker yang
makanan, kosmetik terutama dalam telah lulus Pendidikan spesialis
produksi, penjaminan dan pemastian kefarmasian: Radiofarmasi,
mutu, riset dan pengembangan, Perawatan Intensif, dll.
registrasi obat dan marketing.
Pengadaan Tenaga Kesehatan
termasuk Tenaga Kefarmasian
▪ Pasal 207 ayat 2: Pengadaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dilakukan
melalui Pendidikan tinggi, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat
dan/atau Masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
▪ Pasal 209 ayat 1: Pendidikan profesi bidang Kesehatan diselenggarakan oleh
Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
Kementerian di bidang pendidikan, dan Kementerian di bidang kesehatan
dengan melibatkan peran Kolegium sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
▪ Pasal 209 ayat 2: Selain diselenggarakan oleh perguruan tingg, pendidikan
profesi bidang Kesehatan untuk program spesialis dan subspesialis juga dapat
diselenggarakan oleh Rumah Sakit Pendidikan sebagai penyelenggara utama
dan bekerja sama dengan Perguruan Tinggi, Kementerian di bidang
pendidikan, dan kementerian di bidang kesehatan dengan melibatkan peran
Kolegium.
Jenjang Pendidikan Tenaga Kefarmasian
VOKASI PROFESI FARMASI FARMASI AKADEMIK
FARMASI
DOKTOR
SPESIALIS

TENAGA APOTEKER MAGISTER


VOKASI
KEFARMASIAN

SARJANA SARJANA
AMD FARMASI FARMASI

SMA
Pendidikan Apoteker Berbasis Kompetensi

KNOWLEDGES ATTITUDES ETHICS


(PENGETAHUAN) (PERILAKU) (ETIKA)

PENGALAMAN PRAKTIK
(KETERAMPILAN)

KOMPETENSI APOTEKER
(LEARNING OUTCOMES)
Standar Kompetensi Apoteker
AREA KOMPETENSI DESKRIPSI KOMPETENSI
1. Optimalisasi Mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
keamanan penggunaan yang terkait obat berlandaskan prinsip-prinsip ilmiah
obat untuk mengoptimalkan terapi.

2. Pelayanan Sediaan Mampu memberikan sediaan farmasi sesuai kebutuhan


Obat pasen disertai penjaminan mutu sediaan farmasi.

3. Pembuatan dan Mampu menerapkan ilmu dan teknologi kefarmasian


Pendistribusian dalam perancangan, pembuatan dan penjaminan mutu
sediaan Obat sediaan farmasi.

4. Pelayanan Informasi Mampu mencari, mengevaluasi, menyiapkan dan


Obat dan Pengobatan memberikan informasi tentang obat, pengobatan, dan
penggunaan obat yang rasional.
Standar Kompetensi-2
AREA KOMPETENSI DESKRIPSI KOMPETENSI
5. Komunikasi dan Kolaborasi Mampu mencari, mengevaluasi, menyiapkan dan
interpersonal memberikan informasi tentang obat, pengobatan, dan
penggunaan obat yang rasional.
6. Kepemimpinan dan Mampu menerapkan prinsip manajemen dan
Manajemen kepemimpinan dalam melaksanakan tugas mandiri
dan/atau mengelola tugas kelompok.
7. Praktik Profesional, Mampu melaksanakan pekerjaan secara
Legal dan Etik bertanggungjawab sesuai perundang-undangan, norma
dan etik kefarmasian.
8. Penguasaan Ilmu, Menunjukkan penguasaan IPTEK tentang kefarmasian,
Kemampuan Riset dan kemampuan riset, serta kemampuan pengembangan diri
Pengembangan diri secara berkelanjutan.
Ujian Kompetensi Apoteker
▪ Pasal 212 ayat 2: Mahasiswa yang telah menyelesaikan pendidikan Tenaga
Kesehatan program Sarjana hanya dapat melakukan praktik profesi setelah
menyelesaikan pendidikan profesi dan diberi sertifikat profesi.
▪ Pasal 213 ayat 1: Dalam rangka menilai pencapaian standar kompetensi
Tenaga Kesehatan, mahasiswa pada program vokasi dan program profesi,
Tenaga Kesehatan harus mengikuti uji kompetensi secara nasional.
▪ Pasal 213 ayat 2: Uji kompetensi diselenggarakan oleh Penyelenggara
pendidikan bekerja sama dengan Kolegium.
▪ Pasal 213 ayat 4: Mahasiswa yang menyelesaikan pendidikan program profesi
yang lulus uji kompetensi pada akhir masa pendidikan memperoleh sertifikat
profesi dan sertifikat kompetensi.
Pengambilan Sumpah Apoteker
▪ Pasal 214: Lulusan program vokasi atau profesi diberi gelar oleh
Perguruan Tinggi setelah menyelesaikan Pendidikan.
▪ Pasal 215: Lulusan uji kompetensi wajib diangkat sumpah
profesinya oleh penyelenggara pendidikan sesuai dengan etika
profesi.
▪ Pasal 218 ayat 1: Tenaga Kesehatan dapat melanjutkan
pendidikan ke program spesialis → Apoteker Spesialis.
Registrasi Tenaga Kesehatan
▪ Pasal 260 ayat 1: Setiap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang akan
menjalankan praktik wajib memiliki Surat Tanda Register (STR).
▪ Pasal 260 ayat 2: STR diterbitkan oleh Konsil atas nama Menteri
setelah memenuhi persyaratan.
▪ Pasal 260 ayat 3: Persyaratan STR paling sedikit:
1. Memiliki ijazah pendidikan di bidang Kesehatan dan/ atau sertifikat
profesi;
2. Memiliki sertifikat kompetensi.
▪ Pasal 260 ayat 4: STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
seumur hidup.
Surat Izin Praktik (SIP)
▪ Pasal 263 ayat 1: Jenis Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan tertentu
dalam menjalankan praktik keprofesiannya wajib memiliki izin.
▪ Pasal 263 ayat 2: Izin diberikan dalam bentuk Surat Izin Praktik (SIP).
▪ Pasal 263 ayat 3: SIP diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten /
kota setempat di manaTenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
menjalankan praktiknya.
▪ Pasal 263 ayat 4: Dalam kondisi tertentu, Menteri Kesehatan dapat
menerbitkan SIP.
▪ Pasal 264 ayat 1: Untuk mendapatkan SIP, Tenaga Medis dan Tenaga
Kesehatan tertentu harus memiliki: STR dan Tempat praktik
Surat Izin Praktik (SIP) - 2
▪ Pasal 264 ayat 2: SIP masih berlaku sepanjang tempat praktik masih
sesuai dengan yang tercantum dalam SIP.
▪ Pasal 264 ayat 3: SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
▪ Pasal 264 ayat 4: Persyaratan perpanjangan SIP meliputi: a). STR; b).
tempat praktik; dan c). pemenuhan kecukupan satuan kredit profesi
▪ Pasal 265: Dalam kondisi tertentu, Tenaga Medis dan Tenaga
Kesehatan yang memberikan Pelayanan Kesehatan tidak memerlukan
SIP di tempat tersebut.
Konsil Tenaga Kesehatan
▪ Pasal 268 ayat 1: Untuk meningkatkan mutu dan kompetensi teknis keprofesian
Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan serta memberikan pelindungan dan
kepastian hukum kepada masyarakat, dibentuk Konsil.
▪ Pasal 268 ayat 2: Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri dan dalam
menjalankan perannya bersifat independen.
▪ Pasal 269: Konsil memiliki peran:
1. Merumuskan kebijakan internal dan standardisasi pelaksanaan tugas Konsil;
2. Melakukan Registrasi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan; dan
3. Melakukan pembinaan teknis keprofesian Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.
Konsil Tenaga Kesehatan - 2
▪ Pasal 270: Keanggotaan Konsil berasal dari unsur:
a. Pemerintah Pusat;
b. Profesi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan;
c. Kolegium;
d. Masyarakat.
▪ Pasal 271: Ketentuan lebih lanjut mengenai Konsil, termasuk tugas, fungsi,
dan wewenang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kolegium Tenaga Kesehatan
▪ Pasal 272 ayat 1: Untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar
pendidikan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, setiap kelompok ahli tiap
disiplin ilmu Kesehatan dapat membentuk Kolegium.
▪ Pasal 272 ayat 2: Kolegium merupakan alat kelengkapan Konsil dan dalam
menjalankan perannya bersifat independen.
▪ Pasal 272 ayat 3: Kolegium memiliki peran dalam menyusun standar kompetensi;
dan menyusun standar kurikulum Pendidikan dan pelatihan Tenaga Kesehatan.
▪ Pasal 272 ayat 4: Keanggotaan Kolegium berasal dari para Guru Besar dan ahli
bidang ilmu Kesehatan.
▪ Pasal 272 ayat 5: Ketentuan lebih lanjut mengenai Kolegium, termasuk tugas,
fungsi, dan wewenang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hak Tenaga Kesehatan (Pasal 273)
1. Mendapatkan pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur
operasional, dan etika profesi, serta kebutuhan Kesehatan Pasien;
2. Mendapatkan informasi yang lengkap dan benar dari Pasien atau
keluarganya;
3. Mendapatkan gaji/upah, imbalan jasa, dan tunjangan kinerja yang layak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Mendapatkan pelindungan atas keselamatan, Kesehatan kerja, dan
Keamanan;
5. Mendapatkan jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Hak Tenaga Kesehatan (Pasal 273) -2
6. Mendapatkan pelindungan atas perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat
dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai sosial budaya;
7. Mendapatkan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
8. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri melalui
pengembangan kompetensi, keilmuan, dan karier di bidang keprofesiannya;
9. Menolak keinginan Pasien atau pihak lain yang bertentangan dengan standar
profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, kode etik, atau
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
10. Mendapatkan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Kewajiban Tenaga Kesehatan (Pasal 274)
1. Memberikan Pelayanan Kesehatan sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika
profesi serta kebutuhan Kesehatan Pasien;
2. Memperoleh persetujuan dari Pasien atau keluarganya atas tindakan
yang akan diberikan;
3. Menjaga rahasia Kesehatan Pasien;
4. Membuat dan menyimpan catatan dan/ atau dokumen tentang
pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan;
5. Merujuk Pasien ke Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan lain yang
mempunyai kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
Kewenangan Tenaga Kesehatan (Psl 285)
1. Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik
harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada
kompetensi yang dimilikinya.
2. Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang memiliki lebih dari satu
jenjang pendidikan memiliki kewenangan sesuai dengan lingkup dan
tingkat kompetensi dan kualifikasi tertinggi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pelayanan di Luar Kewenangan (psl 286)
▪ Dalam keadaan tertentu, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat
memberikan pelayanan di luar kewenangannya, meliputi:
1. Ketiadaan Tenaga Medis dan/atau Tenaga Kesehatan di suatu
wilayah tempat Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan bertugas;
2. Kebutuhan program pemerintah;
3. Penanganan kegawatdaruratan medis;
4. KLB, Wabah, atau darurat bencana.
Pelayanan di Luar Kewenangan - 2
▪ (Pasal 286, ayat 3): Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Dokter/dokter gigi yang memberikan pelayanan kedokteran
dan/atau kefarmasian dalam batas tertentu;
b. Perawat atau bidan yang memberikan pelayanan kedokteran dan/
atau kefarmasian dalam batas tertentu; atau
c. Tenaga vokasi farmasi yang memberikan pelayanan kefarmasian
yang menjadi kewenangan apoteker dalam batas tertentu.
▪ Pasal 289: Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian pelayanan di
luar kewenangan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pelimpahan Kewenangan (Pasal 290)
1. Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat menerima pelimpahan
kewenangan untuk melakukan Pelayanan Kesehatan.
2. Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas pelimpahan secara mandat dan secara delegatif.
3. Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dari Tenaga Medis kepada Tenaga Kesehatan, antar-Tenaga
Medis, dan antar-Tenaga Kesehatan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan kewenangan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Standar Profesi, Standar Pelayanan Dan
Standar Prosedur Operasional (Pasal 291)
1. Setiap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan berkewajiban untuk mematuhi standar profesi,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
2. Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap
jenis Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan disusun oleh Konsil serta
Kolegium dan ditetapkan oleh Menteri.
3. Standar Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
4. Standar Prosedur Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Organisasi Profesi (Pasal 311)
1. Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat membentuk organisasi
profesi.
2. Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Catatan: Sudah ada 3 organisasi apoteker yaitu:
a. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
b. Perhimpunan Apoteker Seluruh Indonesia (PASI)
c. Farmasis Indonesia Bersatu (FIB)
Peran Organisasi Profesi Yang Dihilangkan
1. Memberikan rekomendasi untuk pengajuan Izin Praktek
2. Menetapkan Kode Etik Profesi
3. Memberi Sanksi terhadap Pelanggaran Etik Profesi
4. Menerbitkan Sertifikat Kompetensi Tenaga Medis dan Tenaga
Kesehatan
5. Menyelenggarakan pengembangan profesi berkelanjutan
(Continuining Education)
6. Representasi keanggotaan pada Konsil dan Majelis Kehormatan
Disiplin Ilmu.
Uji Formil UU Kesehatan
▪ Lima Organisasi Profesi Kesehatan (IDI, PDGI, PPNI, IAI dan IBI)
mengajukan Uji Formil untuk membatalkan UU Kesehatan (UU No 17
tahun 2023) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
▪ Pada tanggal 29 Februari 2024 MK menolak permohonan Uji Formil dan
menyatakan bahwa
1. Proses pembentukan UU tersebut tidak bertentangan dengan UUD
1945 sehingga UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan tetap
mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan mengikat.
2. Pembuat UU Kesehatan (DPR dan Pemerintah) telah menjaring
keterlibatan Masyarakat termasuk 5 OPK tersebut yang mengajukan
Uji Formil.
Larangan Bagi Setiap Orang (Pasal 312)
1. Tanpa hak menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi Masyarakat, yang bersangkutan
merupakan Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang telah
memiliki STR dan/ atau SIP;
2. Menggunakan alat, metode, atau cara lain dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan yang
bersangkutan merupakan Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
yang telah memiliki STR dan/atau SIP;
3. Melakukan praktik sebagai Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
tanpa memiliki STR dan/ atau SIP
OBAT DAN KETAHANAN KEFARMASIAN
1. Pemerintah Pusat menyusun daftar dan jenis Obat esensial yang
harus tersedia bagi kepentingan Masyarakat (Pasal 317).
2. Daftar dan jenis Obat esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditinjau dan disempurnakan paling lama setiap 2 (dua) tahun sesuai
dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi.
3. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab agar
Obat esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersedia secara
merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Obat (Pasal 320)
1. Obat terdiri atas:
a. Obat dengan resep; dan
b. Obat tanpa resep.
2. Obat dengan resep sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
digolongkan menjadi:
a. Obat keras;
b. Narkotika; dan
c. Psikotropika.
3. Obat dengan resep diserahkan oleh apoteker di fasilitas pelayanan
kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Obat (Pasal 320)-2
4. Obat tanpa resep sebagaimana 7. Dalam hal terdapat perkembangan ilmu
dimaksud pada ayat (1) huruf b pengetahuan dan teknologi, Pemerintah
digolongkan menjadi: a. Obat bebas; Pusat dapat menetapkan penggolongan
dan b. Obat bebas terbatas. Obat dan/ atau melakukan perubahan
penggolongan Obat selain penggolongan
5. Selain Obat bebas dan Obat bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
terbatas, Obat keras tertentu dapat ayat (4).
diserahkan oleh apoteker tanpa resep
sesuai dengan ketentuan peraturan 8. Ketentuan lebih lanjut mengenai
perundang undangan. penggolongan Obat, Obat dengan resep,
dan Obat tanpa resep diatur dengan
6. Obat tanpa resep diperoleh dari fasilitas Peraturan Pemerintah.
pelayanan kefarmasian atau fasilitas lain
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Obat Bahan Alam (Pasal 321)
1. Obat Bahan Alam digolongkan menjadi:
a. Jamu;
b. Obat Herbal Terstandar;
c. Fitofarmaka;
d. Obat Bahan Alam lainnya.
2. Pemerintah Pusat dapat menetapkan penggolongan Obat Bahan AIam selain
penggolongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau perubahan
penggolongan Obat Bahan Alam dalam hal terdapat perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggolongan Obat Bahan Alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketahanan Kefarmasian & ALKES (Psl 322)
1. Sumber Sediaan Farmasi yang berasal dari 3. Penelitian, pengembangan, produksi,
alam semesta dan sudah terbukti berkhasiat, peredaran, peningkatan, serta
memenuhi ketentuan jaminan produk halal penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat
sesuai dengan ketentuan peraturan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
perundang-undangan, dan aman digunakan ayat (2) diselenggarakan sesuai dengan
dalam pencegahan, pengobatan, dan/ atau ketentuan peraturan perundang-
perawatan, serta pemeliharaan Kesehatan undangan.
tetap harus dijaga kelestariannya.
4. Pemerintah Pusat dan Pemerintah
2. Masyarakat diberi kesempatan yang seluas- Daerah menjamin pelaksanaan
luasnya untuk meneliti, mengembangkan, penelitian dan pengembangan Sediaan
memproduksi, mengedarkan, meningkatkan, Farmasi dan bahan baku Alat Kesehatan
dan menggunakan Sediaan Farmasi dan Alat yang berasal dari alam dengan tetap
Kesehatan yang dapat menjaga kelestariannya.
dipertanggungiawabkan manfaat dan
keamanannya.
Penelitian Dan Pengembangan
Obat Bahan Alam (Pasal 325)
Penelitian dan pengembangan Obat Bahan Alam bertujuan untuk:
a. Mewujudkan kemandirian industri farmasi nasional guna mendukung
ketahanan kefarmasian;
b. Memanfaatkan sumber daya alam dan ramuan tradisional secara
berkelanjutan dalam peningkatan ilmu pengetahuan dan penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan;
c. Menjamin pengelolaan potensi alam sehingga mempunyai daya saing yang
tinggi sebagai sumber ekonomi masyarakat; dan
d. Menyediakan Obat Bahan Alam untuk memelihara Kesehatan yang terjamin
mutu, khasiat, dan keamanannya serta teruji secara ilmiah dan
dimanfaatkan secara luas untuk pencegahan, pengobatan, perawatan,
dan/atau pemeliharaan Kesehatan.
Ketahanan Sediaan Farmasi (Pasal 326)
1. Untuk mewujudkan ketahanan Sediaan Farmasi dan AIat Kesehatan,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap
kemandirian di bidang Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
2. Kemandirian Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dilakukan melalui
pengembangan dan penguatan tata kelola rantai pasok Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan dari hulu hingga hilir secara terintegrasi dengan
mengutamakan penggunaan dan pemenuhan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan yang diproduksi dalam negeri untuk ketahanan dan kemajuan
Kesehatan nasional.
3. Pemenuhan kebutuhan ketahanan Kesehatan nasional sebagai yang dimaksud
pada ayat (2) dilakukan secara bertahap sesuai dengan prioritas nasional.
Sediaan Farmasi Dalam Negeri (Pasal 327)
1. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan harus mengutamakan penggunaan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan dalam negeri dengan tetap
memperhatikan mutu, kualitas, keamanan, dan kemanfaatan.
2. Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang diproduksi oleh industri Sediaan Farmasi dan AIat Kesehatan
harus mengutamakan penggunaan bahan baku produksi dalam
negeri.
KETENTUAN PIDANA
1. Setiap Orang yang memproduksi atau mengedarkan Sediaan Farmasi dan/ atau Alat
Kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp 5.O00.000.00O,00 (lima miliar rupiah) (Pasal 435)
2. Setiap Orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan tetapi melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1) dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) (Pasal 436 ayat 1).
3. Dalam hal terdapat praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
terkait dengan Sediaan Farmasi berupa Obat keras dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 5O0.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) (Pasal 436 ayat 2).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai