Bab III
HUKUM ADAT DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
A. SEBELUM MASA KEMERDEKAAN
1. Jaman VOC
Hukum dagang yang digunakan tahun 1609 dibuat peraturan khusus sesuai
kondisi tahun 1775-1765, oleh Mr. Hasselaer berencana membuat kitab hukum
adat untuk pedoman “Pepakem Cirebon”
2. Jaman Penjajahan Belanda
Dalam politik hukum era Pemerintahan Hindia Belanda ada 6 upaya paksa untuk
mengganti Hukum Adat, dengan kodifikasi barat dan unifikasi
Tahap Pertama : Memberlakukan kodifikasi barat
Tahun 1848 (Mr. Wichers)
Meneliti kemungkinan Hukum Adat diganti dengan kodifikasi
barat, gagal, karena orang Indonesia hanya perlu hukum yang
sederhana
Tahun 1870 (Van Der Putte)
Usul hukum tanah Eropa berlaku untuk penduduk desa di
Indonesia ditolak oleh parlemen
Tahun 1900 (Cremer)
Usul kodifikasi lokal daerah penududuk yang beragama Kristen,
gagal
Tahap Kedua : Rencana Unifikasi
Tahun 1904 (Kabinet Kuyper)
Usul dibuat RUU untuk mengganti hukum adat dengan hukum
eropa ditolak parlemen.
Diterima usul Van Idsinga tentang dibolehkan mengganti hukum
adat dengan hukum barat, jika rakyat menghendakinya
Tahun 1914
Pemerintah hukum barat umumkan rencana KUHPER bagi seluruh
golongan penduduk ditentang Van Vollen Hoven
Tahun 1923
Pemerintah hukum barat umumkan rencana kitab hukum perdata
yang dibuat Mr. Cowan tahun 1920, dengan dasar :
- Kodifikasi menjamin kepastikan hukum, sedangkan hukum
adat yang tak tertulis tak ada jaminan hukum
- Unifikasi ada asas hukum tunggal, sedangkan sistem hukum
yang berbeda-beda menimbulkan kekacauan dalam asas-asas
hukum
DITENTANG VAN VOLLEN HOVEN --- MEMPERTAHANKAN HUKUM ADAT
MELALUI PENELITIAN DAN PENCATATAN HUKUM DENGAN RESMI
4. UUDS 1950 :
o Pasal 104 :
Segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam
perkaran hukuman menyebut aturan-aturan UU dan aturan hukum adat
yang dijadikan dasar hukuman itu
8. UU NO. 1 / 1974
o Pasal 2 Ayat 1
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya itu
- Ketentuan di atas merupakan aspek materiilnya, yakni hukum
agama dan kepercayaan sebagai penentu keabsahan
perkawinan
- HA dalam menentukan keabsahan suatu perkawinan makin
dibatasi
o Simpulan :
- Tak ada pasal yang menunjuk berlakunya HA dalam masalah
perkawinan secara tegas
- Hanya pasal 37 yang menyatakan : bila perkawinan putus
karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya
masing-masing, maka dapat dimaknai secara tersirat mengakui
HA. (Dalam penjelasan, yang dimkasud dengan “hukumnya”
masing-masing ialah hukum agama, HA, dan hukum-hukum
lainnya).
- HA adalah kepercayaan masih mempunyai peranan dalam
UUP, walau sifat terbatas
12. UU NO. 21 / 2001 --- TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA
o Pasal 43
(1) Pemprov Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi,
memberdayakan, dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat
dengan berpedoman pada ketentuan hukum yang berlaku
(2) Hak-hak masyakarat adat tersebat pada ayat (1) meliputi hak ulayat
MHA dan hak perorangan pada warna MHA yang bersangkutan
o Pasal 44
Pemprov berkewajiban melindungi hak kekayaan intelektual orang asli
Papua sesuai dengan peraturan perundangan
o Simpulan
- Beri pengakuan yang sangat berdasar terhadap hukum adat
- Beri perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat
Bab IV
KEGUNAAN MEMPELAJARI HUKUM ADAT
1. Hukum Adat sebagai Ilmu Pengetahuan ( sifatnya teoritis)
Obyek : Hukum Adat
Metode : Cara untuk mendapatkan ilmu-ilmu pengetahuan didalam Hukum
Adat melalui penelitian, yaitu:
1) Mencari dan mengumpulkan bahan-bahan hukum adat.
2) Menganilisis bahan yang telah terkumpul
3) Menyusun pandangan teoritis tentang hukum adat untuk
kemudian dinilai
Dapat disimpulkan tujuan pengetahuan Hukum adat adalah:
1) Menjamin keberlangsungan penelitian hukum adat secara ilmiah dan
bersifat teoritis
2) Memajukan pengajaran hukum adat dalam lingkup akademis