Anda di halaman 1dari 21

Bab I

PENGANTAR HUKUM ADAT

A. ISTILAH HUKUM ADAT


 Sejak saat zaman kerajaan (abad 16) di Aceh  Sultan Alaudin
 Adatiyah  Kebiasaan (Bahasa Arab)
Recht  Hukum (Bahasa Belanda)
 Istilah Adatrecht ditemukan oleh Snouck Hurgronje tahun 1899 di Aceh
 Di kalangann akademisi, adatrecht digunakan untuk membedakan Adat (tidak
mempunyai sanksi) dan Hukum Adat (mempunyai sanksi)
 Istilah adatrecht dikembangakan oleh Van Vollenhoveb dakam buku Het
Adatrecht van Nederlandsch Indie
 Istilah hukum adat dalam UU Belanda
a) Pasal 11 AB (Algemene Bepalingen Van Wet Geving Voor Indonesia =
Ketentuan-Ketentuan Umum Mengenai Perundang-undangan di
Indonesia)
 UU Agama
 Peraturan lembaga dan kebiasaan rakyat
b) RR (Regerings Reglement) Tahun 1920
 Peraturan perundang-undangan bagi mereka serta yang erat
hubungannya dengan keagamaan, lembaga, dan kebiasaan
c) Pasal 128 Ayat (4) IS (Indische Staatsregeling)
 Lembaga dan rakyat
d) IS Pasal 131 Ayat (2) Sub B
 Aturan hukum yang berhubungan dengan golongan Indonesia asli dan
timur asing
e) Staatsblad 1929 No.221 jo No.487
 Adatrecht
 Istilah hukum adat di masyarakat Indonesia
a) Jawa Tengah / Jawa Timur  Adat, Ngadat
b) Minangkabau  Lembago, Adat Lembaga
c) Bali  Awig-Awig
d) Batak Karo  Basa/Bicara
e) Gayo  Odot
f) Daerah Lainnya  Adat Istiadat, Adat Kebiasaan, Adat
 Istilah hukum adat dalam perundang-undangan RI
a) Konstitusi RIS Ps. 146 Ayat 1  Aturan-aturan Hukum Adat
b) UUPA 5 / 1960 Ps. 5  Hukum Adat
c) UU 48 / 2009 Ps. 50 Ayat 1  Hukum Tidak Tertulis
 Pendapat Prof. Soepomo --- Buku “Beberapa Catatan Kedudukan Hk Adat”
a) Hukum yang tidak tertulis dalam peraturan legislatif  UNSTATUTARY
LAW
b) Hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum negara 
CONVENTION LAW
c) Hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim  JUDGE MADE LAW
d) Hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan dalam pergaulan di
masyarakat  CUSTOMARY LAW

B. UNSUR HUKUM ADAT


 Pada dasarnya terdiri atas atas 2 bagian, yaitu :
 Unsur Asli (Kebiasaan)
 Unsur Agama (Hukum Agama)
 Menurut Prof. Soepomo
 Hukum adat adalah hukum yang statutair, yang sebagian besar hukum
kebiasaan dan sebagian kecil hukum islam
 Menurut Prof Soekanto
 Dasar Hukum Adat Indonesia :
- Hukum melayu-polinesia (hukum asli penduduk kepulauan melayu-
polinesia)
- Unsur agama (hukum agama)
 Menurut Soerojo WIgnjodipoero
 Unsur kenyataan (selalu dipatuhi oleh rakyat)
 Psikologis (adanya keyakinan bahwa adat mempunyai kekuatan hukum)

C. HUBUNGAN HUKUM ADAT DAN HUKUM AGAMA


 Sebelum tahun 1929, hukum adat dianggap hukum agama
 Pandangan tersbut berasal dari TEORI RECEPTIO IN COMPLEXU --- Van Den
Berg & Prof. Solomon Keyzer)
 RECEPTIO IN COMPLEXU = bagi masyarakat yang memeluk suatu agama,
maka hukum adatnya adalah hukum agama yang dipeluknya tersebut
 Ditentang oleh :
a) Snouck Hurgronje
Hukum adat = hukum agama yang sifatnya mempunyai hubungan
dekat dengan kepercayaan
Misal : Hukum keluarga, waris, dan perkawinan
Hukum agama hanya memberikan pengaruh pada kehidupan
manusia yang sifatnya sangat pribadi yang erat kaitannya dengan
kepercayaan dan hidup batin, bagian-bagian itu adalah hukum
keluarga, hukum perkawinan, dan hukum waris.
b) Teer Haar (menentang Snouck)
Hukum waris = hukum adat
Misal : di Minangkabau, waris > hukum adat
Hukum waris bukan berasal dari hukum agama, tapi merupakan
hukum adat yang asli tidak dipengaruhi oleh hukum Islam,
sedangkan hukum waris disesuaikan dengan struktur dan susunan
masyarakat.
c) Van Vollenhoven
Melihat secara historis ada pertentangan :
- Gol. Umayyah (Moderat) = mengurusi pemerintah, polisi,
hukum acara pidana (berlaku di luar Islam)
- Gol. Madinah (Konservatif) = mengurusi keagamaan,
hukum keluarga, perkawinan, waris (berlaku hukum islam)
D. DEFINISI HUKUM ADAT
 Prof. Soepomo
 Hukum Adat = hukum non-statutair yang sebagian besar adalah
hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum islam
 Hukum Adat = melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-
keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan di
mana ia memutuskan perkara
 Hukum Adat = suatu hukum yang hidup karena ia menjelmakan
perasaan hukum yang nyata dari rakyat
 Hukum Adat = hukum yang terus menerus dalam keadaan tumbuh
dan berkembang seperti hidup itu sendiri
 Prof. Soekanto
 Hukum Adat = adat istiadat yang hidup, yang berkembang
 Hukum Adat = kaidah-kaidah yang bersanksi/mempunyai akibat
hukum/mempunyai daya pemaksa
 Hukum Adat = kebanyakan tidak dikitabkan
 Prof. Bushar Muhammad
 Hukum Adat = aturan tingkah laku yang bersanksi dan tidak
dikodifikasi (tidak tertulis dalam bentuk kitab UU)
 Prof. M.M. Djojo DIgoeno
 Hukum Adat = hukum yang tidak bersumber pada peraturan yang
dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda
 Van Vollen Hoven
 Hukum Adat = mempunyai sanksi yaitu reaksi masyarakat
 Ter Haar
 Hukum Adat = sekalian yang tercantum dalam keputusan penguasa
adat
 Teori “Beslissingen – Leer” (Teori Keputusan)
Bab II
KARAKTERISTIK HUKUM ADAT
A. HUKUM ADAT SEBAGAI KEBUDAYAAN
 Kebudayaan berasal dari kata budaya. Ada 2 kata yang kemudian dijadikan 1
kata yaitu budaya. Jadi, budaya dari 2 kata yaitu budi (akal pikir manusia) dan
daya (kekuatan) maka berarti kekuatan akal pikir manusia. Kebudayaan
adalah hasil dari sebuah karya manusia, juga sebagai cipta manusia, dan hasil
rasa manusia.
 Kebudayaan = hasil dari karya, cipta, rasa manusia yang hidup
bersama
 Karya = benda dan teknologi untuk menguasai alam sekitarnya,
berupa benda-benda yang berwujud (bangunan, gedung, jembatan,
infastruktur, hp, teknologi)
 Cipta = kemampuan mental yang menghasilkan filsafat dan ilmu
pengerahuan
 Rasa = segala kaidah dan nilai-nilai untuk mengatur masyarakat
 Kebudayaan, khususnya unsur rasa menghasilkan kaidah dan nilai-nilai yang
merupakan struktur normatif sebagai design for living atau blue print of
behavior sebagai pedoman/patokan perikelakukan masyakarat
 Salah satu norma yang terwujud dari perikelakukan masyarakat yang
dilakukan berulang-ulang dalam pola yang sama disebut NORMA ADAT yang
melahirkan HUKUM ADAT
 APA BEDANYA NILAI, NORMA, DAN HUKUM?
 Nilai = konsepsi abstrak tentang apa yang baik dan buruk dalam
masyarakat
 Norma = patokan (pedoman) tentang perilaku yang pantas/kaidah
pengatur  sanski sosial
 Hukum = pedoman perilaku yang mempunyai akibat hukum/sanksi
 Proses terjadinya hukum adat (Soerjono Soekanto)
a. Cara (Usage)
Merupakan suatu bentuk perbuatan yang berkekuatan sangat lemah
dan memiliki sanksi berupa celaan dari individu.
b. Kebiasaan (Folkways)
Adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama,
berkekuatan agak kuat dan memiliki sanksi berupa disalahkan oleh orang
banyak.
c. Tata kelakuan (Mores)
Adalah kebiasan yang diterima sebagai norma, berkekuatan kuat dan
memiliki sanksi berupa hukuman.
d. Adat istiadat (Custom)
Merupakan kebiasaan yang menyatu dalam masyarakat, memiliki
kekuatan yang kuat sekali dan sanksi yang berat yaitu dikeluarkan dari
masyarakat.
e. Hukum Adat (Customary Law)
Adalah Adat istiadat yang mempunyai akibat hukum. Kekuatan
berlakunya kuat sekali dan sanksi berupa pemulihan keadaan dan
hukuman.

B. CARA BERPIKIR DALAM HUKUM ADAT (Pendapat Holleman)


 Sifat Religio Magis
Sifat yang masih percaya adanya kekuatan ghaib, yang ada di luar kekuatan
manusia
 Corak yang Komunal
Corak berfikir yang senantiasa mendahulukan kepentingan umum di atas
kepentingan pribadi
 Cara yang Kontan
Peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat yang bersamaan,
yakni dengan perbuatan yang nyata/simbolik/ucapan, maka tindakan yang
dimaksud telah selesai seketika itu juga untuk menjaga keseimbangan dalam
pergaulan masyarakat --- harus cepat tidak boleh ditunda-tunda
 Cara yang Konkrit
Dalam setiap perbuatan/setiap hubungan hukum tertentu, dinyatakan
dengan benda yang berwujud atau tanda yang kelihatan (misal : panjer,
peningset) ---

C. CORAK DAN SIFAT HUKUM ADAT (Prof. Dr. Koesnoe)


 CORAK HUKUM ADAT
1. Bentuk pernyataan adat adalah suatu hal yang berkias
2. Masyarakat sebagai keseluruhan yang menjadi pokok perhatian
3. Hukum adat bekerja dengan asas-asas pokok saja dan lembaga-lembaga
yang diisi sesuai dengan keadaan
4. Kepercayaan yang besar dan sepenuhnya diberikan kepada petugas
hukum adat untuk melaksanakan hukum adat
5. Tidak dikodifikasi
6. Dapat berubah/mampu menyesuaikan diri
7. Terbua (dapat menerima nilai-nilai baru yang berkembang di masyarakat)
 SIFAT HUKUM ADAT
1. Kongkrit
 Segala permasalahan diselesaikan secara jelas/nyata
2. Supel
 Dapat diterima dalam tatanan kehidupan masyarakat
3. Dinamis
 Dapat menyesuaikan dengan keadaan jaman

D. SISTEM HUKUM ADAT (Prof. Dr.R.Soepomo, S.H.)


 Tidak membedakan zakelijk rechten (hak kebendaan) dan persoonlijk rechten
(hak perseorangan)
 Ada perlindungan terhadap hak tersebut ditangan hakim
 Tidak membedakan antara hukum public dan hukum privat
 Tidak ada perbedaan antara golongan pelanggaran pidana dan pelanggaran
perdata, keduanya diadili oleh kepala hukum adat terkait
 Pelanggaran adat yang menimbulkan reaksi adat dan perlu pembetulan
hukum diputuskan oleh hakim adat

Bab III
HUKUM ADAT DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
A. SEBELUM MASA KEMERDEKAAN
1. Jaman VOC
Hukum dagang yang digunakan tahun 1609 dibuat peraturan khusus sesuai
kondisi tahun 1775-1765, oleh Mr. Hasselaer berencana membuat kitab hukum
adat untuk pedoman “Pepakem Cirebon”
2. Jaman Penjajahan Belanda
Dalam politik hukum era Pemerintahan Hindia Belanda ada 6 upaya paksa untuk
mengganti Hukum Adat, dengan kodifikasi barat dan unifikasi
 Tahap Pertama : Memberlakukan kodifikasi barat
 Tahun 1848 (Mr. Wichers)
Meneliti kemungkinan Hukum Adat diganti dengan kodifikasi
barat, gagal, karena orang Indonesia hanya perlu hukum yang
sederhana
 Tahun 1870 (Van Der Putte)
Usul hukum tanah Eropa berlaku untuk penduduk desa di
Indonesia ditolak oleh parlemen
 Tahun 1900 (Cremer)
Usul kodifikasi lokal daerah penududuk yang beragama Kristen,
gagal
 Tahap Kedua : Rencana Unifikasi
 Tahun 1904 (Kabinet Kuyper)
Usul dibuat RUU untuk mengganti hukum adat dengan hukum
eropa ditolak parlemen.
Diterima usul Van Idsinga tentang dibolehkan mengganti hukum
adat dengan hukum barat, jika rakyat menghendakinya
 Tahun 1914
Pemerintah hukum barat umumkan rencana KUHPER bagi seluruh
golongan penduduk ditentang Van Vollen Hoven
 Tahun 1923
Pemerintah hukum barat umumkan rencana kitab hukum perdata
yang dibuat Mr. Cowan tahun 1920, dengan dasar :
- Kodifikasi menjamin kepastikan hukum, sedangkan hukum
adat yang tak tertulis tak ada jaminan hukum
- Unifikasi ada asas hukum tunggal, sedangkan sistem hukum
yang berbeda-beda menimbulkan kekacauan dalam asas-asas
hukum
DITENTANG VAN VOLLEN HOVEN --- MEMPERTAHANKAN HUKUM ADAT
MELALUI PENELITIAN DAN PENCATATAN HUKUM DENGAN RESMI

EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM HUKUM DASAR HINDIA BELANDA


 Pasal 131 Ayat 2 Sub b IS
Pedoman bagi pemebntuk ordinansi (UU) untuk hukum perdata materiil bagi orang
Indonesia dan timur asing yang berlaku asas bahwa hukum adat mereka yang
dihormati
 Pasal 131 Ayat 6 IS
Selama orgonansi dimaksud dalam pasal 131 ayat 2 Sub b IS belum terbentuk, maka
bagi orang bukan eropa berlaku hukum adatnya
 Pasal 163 IS
Golongan penduduk di hukum barat :
1) Golongan Eropa
2) Golongan Timur Asing
3) Golongan Indonesia Asli (Pribumi/Bumi Putra)
3. Jaman Pendudukan Jepang
UU No.1 / 1942 Pasal 3
 Merupakan atiran peralihan, bahwa hukum dan UU yang dahulu tetap sah
untuk sementara waktu asal tak bertentangan dengan aturan Pemerintah Jepang
 Kesimpulan : pada dasarnya melanjutkan hukum dari jaman Hukum Barat

B. SETELAH MASA KEMERDEKAAN


1. UUD 1945
o Tak ada kata “Hukum Adat”, namun dalam penjelasannya bagian umum
nomor 1 alinea pertama, menyebut hukum tidak tertulis.
o UUD sebagai hukum dasar yang tertulis, yang berlaku juga hukum dasar
yang tidak tertulis, ialah aturan-atiran dasar yang timbul dan terpelihara
dalam praktek penyelanggaran negara.
o Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, menyebutkan :
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut UU ini”
o Kesimpulannya : Pasal 131 Ayat 2 SUB b IS JO 131 Ayat 6 IS dapat
dijadikan dasar hukum berlakunya hukum adat setelah kemerdekaan

2. Amandemen UUD NRI 1945


o Pasal 18B Ayat 2 :
Ada pengakuan MHA dan HA, bahwa :
negara mengakui dan menghormati kesatuan MHA berserta hak-hak
tradisionalnya.
Namun ada pembatasnya :
…sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip-prinsip NKRI yang diatur dalam UU.
o Pasal 28 I Ayat (3) :
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban
3. Konstitusi RIS 1949
o Pasal 146 Ayat 1
Segala keputusan kehakiman harus berisi alasan-alasannya dan perkara
hukuman harus menyebut aturan-aturan UU dan aturan-aturan hukum
adat yang dijadikan dasar hukuman itu

4. UUDS 1950 :
o Pasal 104 :
Segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam
perkaran hukuman menyebut aturan-aturan UU dan aturan hukum adat
yang dijadikan dasar hukuman itu

5. DEKRIT PRESIDEN (5 JULI 1959)


Kembali ke UUD 45, maka berlaku aturan peralihan  dapat dimaknai bahwa
bangsa Indonesia butuh Hukum Nasional untuk mengayomi seluruh rakyat
Indonesia  maka HA dapat dijadikan sumber pembentukan Hukum Nasional.

6. TAP MPRS NO. II / MPRS / 1960


Lampiran A paragraf 402, HA ditetapkan sebagai asas pembinaan Hukum
Nasional :
o Asas-asas pembinaan hukum supaya sesuai dengan haluan negara dan
berdasarkan pada HA yang tidak menghambar perkembangan masyarakat
adil dan Makmur
o Dalam usaha kea rah homoginitas dalam bidang hukum supaya
diperhatikan kenyataan-kenyataan yang hidup di Indonesia
o Dalam penyempurnaan UU Hukum Perkawinan dan Hukum Waris supaya
dipehatikan adanya faktor-faktor agama, adat, dll

7. UU NO. 5 TAHUN 1960 (UUPA)


o Pasal 2 Ayat (4) UUPA
“Hak menguasai negara tersebut di atasm pelaksaannya dapat dikuasakan
kepada daerah-daerah Swatantra dan MHA, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan PP”
Simpulan :
- Pasal di atas menegaskan bahwa hak menguasai dari negara,
pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada MHA
- MHA hanya merupakan pihak pelaksanaan untuk mengelola
tanah di lingkungannya yang diberikan oleh negara
- Kedudukan dan peran HA sangat dibatasi
o Pasal 3 UUPA
Hukum diakui sepanjang menurut kenyataannya masih ada, sesuai
dengan kepentingan nasional dan negara, berdasarkan atas persatuan
bangsa, serta tidak boleh bertentangan dengan UU dan peraturan yang
lebih tinggi
o Pasal 5 UUPA
“Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah
Hukum Adat…”
Namun pengakuan terhadap HA, dibatasi. Yakni :
“…Sepanjang tak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
negara…dst”
Simpulan :
Peran MHA sebagai subyek hukum untuk menjaga, memelihara dan
memanfaatkan secara kearifan local terhadap tanah ulayatnya, menjadi
lemah
o Pasal 22 Ayat (1) UUPA
“Terjadinya HM menurut HA diatur dengan PP”
Simpulan :
- Pasal tersebut di atas menunjukan bahwa HA tidak dapat
menjadi hukum yang mandiri
- HA yang punya aturan sendiri tentang terjadinya HM (seperti
pembukaan tanah), namun harus diatur lagi dengan PP
o Pasal 56 UUPA
Memberikan pengakuan sementara bagi “HA Lokal” tentang HM, kalua
sudah ada UU HM, maka HA akan disingkirkan

8. UU NO. 1 / 1974
o Pasal 2 Ayat 1
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya itu
- Ketentuan di atas merupakan aspek materiilnya, yakni hukum
agama dan kepercayaan sebagai penentu keabsahan
perkawinan
- HA dalam menentukan keabsahan suatu perkawinan makin
dibatasi
o Simpulan :
- Tak ada pasal yang menunjuk berlakunya HA dalam masalah
perkawinan secara tegas
- Hanya pasal 37 yang menyatakan : bila perkawinan putus
karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya
masing-masing, maka dapat dimaknai secara tersirat mengakui
HA. (Dalam penjelasan, yang dimkasud dengan “hukumnya”
masing-masing ialah hukum agama, HA, dan hukum-hukum
lainnya).
- HA adalah kepercayaan masih mempunyai peranan dalam
UUP, walau sifat terbatas

9. UU NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAM


HAM adalah hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat
universal dan langgeng, maka harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan
tidak boleh diabaikan, dikurangi/dirampas oleh siapapun
o Pasal 3 Ayat (3) :
Setiap orang berhas atas perlindungan HAM dan kebebasan dasar
manusia, tanpa diskriminasi  lihat juga UU No. 40/2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
o Pasal 5 Ayat (3) :
Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat rentan berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenan denga
kekhususannya
o Pasal 6 UU HAM
(1) Dalam rangka menegakkan HAM, perbedaan dan kebutuhan dalam
MHA harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan
pemerintah
(2) Identitas budaya MHA termasuk hak ulayat dilindungi, selaras dengan
perkembangan zaman
o Pasal 36 Ayat (1) UU HAM
Setiap orang berhak mempunyai HM, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan
masyarakat dengan cara yang tak melanggar hukum
o Pasal 40 UU HAM
Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang
layak

10. UU NO. 41 / 1999 TENTANG KEHUTANAN


o Pasal 1 butir 6
Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah HA 
PUTUSAN MK NO. 35/PPU-X/2012 : hutan adat adalah hutan yang berada
salam wilayah HA
o Pasal 4 Ayat (3) UU KEHUT
Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak MHA,
sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tak
bertentangan dengan kepentingan nasional
o Pasal 67 Ayat (1) UU KEHUT
MHA sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya
berhak :
- Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat masyarakat
- Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan HA yang
berlaku dan tak bertentangan dengan UU
- Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan
-
11. UU NO. 44 / 1999 --- TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA ACEH
Bedasarkan ketentuan Pasal 3 Ayat 2, maka salah satu keistimewaan adalah
penyelenggaraan kehidupan adat
o Pasal 6
Daerah dapat menetapkan berbagai kebijakan dalam upaya
pemberdayaan, pelesatrian dan pengembangan adat serta
lembaga adat di wilayahnya yang dijiwai dan sesuai dengan syariat
islam
o Perda Provinsi Aceh No. 7 / 2000 Tentang Penyelenggaraan
Kehidupan Adat
- Ada pengakuan terhadap HA sebagai hukum yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat di
daerah
- Ada pengakuan terhadap lembaga adat sebagai
suatu organisasi kemasyarakatan adat yang
dibentuk oleh MHA tertentu, punya wilayah
tertentu dan harta kekayaan sendiri, serta berhak
dan berwenang untuk mengatur dan mengurus
serta menyelesaikan hal-hal terkait dengan adat
Aceh

12. UU NO. 21 / 2001 --- TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA
o Pasal 43
(1) Pemprov Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi,
memberdayakan, dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat
dengan berpedoman pada ketentuan hukum yang berlaku
(2) Hak-hak masyakarat adat tersebat pada ayat (1) meliputi hak ulayat
MHA dan hak perorangan pada warna MHA yang bersangkutan
o Pasal 44
Pemprov berkewajiban melindungi hak kekayaan intelektual orang asli
Papua sesuai dengan peraturan perundangan
o Simpulan
- Beri pengakuan yang sangat berdasar terhadap hukum adat
- Beri perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat

13. UU NO. 7 / 2004 --- TENTANG SUBER DAYA AIR


Ada pengakuan terhadap HU MHA atas sumber daya air, sepanjang tak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan per-UU-an (Periksal
Pasal 6 Ayat 2 dan 3)

14. UU NO. 18 / 2004 --- TENTANG PERKEBUNAN


o Pasal 9 Ayat (2) :
Dalam hak tanah yang diperlukan merupakan tanah HU MHA yang
menurut kenyataan masih ada, mendahului pemberian hak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemohon hak wajib melakukan musyawarah
dengan MHA pemegang HU dan arga pemegang HAT yang bersangkutan,
untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahaan tanag dan
imbalannya

15. UU NO. 31 / 2004 --- TENTANG PERIKANAN


o Pasal 6 Ayat (2)
Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan
pemberdayaan ikan harus mempertimbangkan HA dan / atau kearifan
loal serta memperhatikan peran serta masyarakat

16. UU NO. 48 / 2009


o Pasal 5 Ayat 1
Hakim dan hakim konsitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat
o Pasal 50 Ayat 1
Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga
memuat pasal tertentu dari peraturan per-UU-an yang bersangkutan /
sumber hukum yang tak tertulis yang dijadikan dasar mengadili
o BAGAIMANA IMPLEMENTASINYA?
- Para hakim masih kurnag mengakomodir HA 9hukum yang tak
tertulis) dalam membuat keputusannya
- Lebih kepada mempertimbangkan hukum formal
-

Bab IV
KEGUNAAN MEMPELAJARI HUKUM ADAT
1. Hukum Adat sebagai Ilmu Pengetahuan ( sifatnya teoritis)
 Obyek : Hukum Adat
 Metode : Cara untuk mendapatkan ilmu-ilmu pengetahuan didalam Hukum
Adat melalui penelitian, yaitu:
1) Mencari dan mengumpulkan bahan-bahan hukum adat.
2) Menganilisis bahan yang telah terkumpul
3) Menyusun pandangan teoritis tentang hukum adat untuk
kemudian dinilai
 Dapat disimpulkan tujuan pengetahuan Hukum adat adalah:
1) Menjamin keberlangsungan penelitian hukum adat secara ilmiah dan
bersifat teoritis
2) Memajukan pengajaran hukum adat dalam lingkup akademis

2. Hukum Adat sebagai pembinaan Hukum Nasional


 Pembinaan Hukum Nasional dilakukan sbg upaya unifikasi hukum yg
dimasukan dalam bentuk perundang-undangan negara. Sehingga diharapkan
hubungan antar daerah di lingkungan hukum Indonesia bisa berjalan secara
efektif.
 Pembinaan Hukum Nasional harus memenuhi tuntutan:
1) Perasaan keadilan
2) Kepastian hukum
3) Naluri kebangsaan dengan Pancasila sebagai falsafah (Kemanfaatan)

3. Mengembalikan dan mempupuk kepribadian bangsa Indonesia


 Adat dan Hukum Adat berperan sebagai Lembaga-lembaga kebudayaan yang
mencerminkan jiwa masyarakat asli Indonesia.
 Lembaga-lembaga adat mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia
(mentalitet, cara berfikir, serta moral)

 Pelajaran akan Hukum Adat akan mendapatkan:


1) Mempertebal rasa harga diri, kebangsaan dan kebanggan pada setiap
orang Indonesia
2) Mencegah imperialism kebudayaan (pendesakan hukum)
3) Ikut membangun masyarakat Indonesia yang berpijak pada
kepribadiannya.

4. Hukum Adat sebagai praktek peradilan (Aspek Praktis)


 Yaitu untuk memutuskan perkara-perkara yang terjadi antar orang-orang di
Indonesia yang tunduk pada Hukum Adat.
 Ada 4 hal yang diperhatikan dalam memutus perkara adat (Prof. Ter Haar)
1) Mengetahui dan menguasai system atau susunan hukum adat
2) Mengenal perubahan-perubahan hukum dalam masyarakat
3) Asas keadilan dan perikemanusiaan harus diterapkan dalam kasus
yang dihadapi
4) Memperhatikan putusan-putusan yang terdahulu (yurisprudensi)
 Pendapat Houtink, Tugas hakim harus sesuai dengan nilai-nilai masyarakat
1) Para hakim dalam menjatuhkan putusannya, memperhatikan
nilai/norma yang hidup dalam masyarakat agar tercapai rasa
keadilan.
2) Ada ikatan batin antara putusan hakim dengan rasa keadilan yang
hidup dan tumbuh di masyarakat.

5. Untuk mengetahui fungsi Hukum Adat


1) Sebagai pedoman bagi para warga masyarakat mengenai bagaimana
seharusnya bertingkah laku, bersikap dan berbuat di masyarakat.
2) Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk melakukan pengendalian
sosial (social control), artinya system pengawasan dari masyarakat thd
tingkah laku anggotanya agar kebutuhan dari masyarakat ttp terjamin.

Anda mungkin juga menyukai