Anda di halaman 1dari 15

KEDUDUKAN DAN HAK-HAK ISTRI SERTA ANAK-ANAK DALAM

PERKAWINAN KEDUA YANG DILAKUKAN TANPA PERSETUJUAN


ISTRI PERTAMA DALAM PEWARISAN

JURNAL HUKUM

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat


guna menyelesaikan Program Sarjana (S1) Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang

Oleh:
FAHRIYANI ANANDA
11000118130571

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN
KEDUDUKAN DAN HAK-HAK ISTRI SERTA ANAK-ANAK DALAM
PERKAWINAN KEDUA YANG DILAKUKAN TANPA PERSETUJUAN
ISTRI PERTAMA DALAM PEWARISAN

JURNAL HUKUM

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna


menyelesaikan Program Sarjana (S-1) Ilmu Hukum

Oleh:
FAHRIYANI ANANDA
11000118130571

Jurnal hukum dengan judul di atas telah disahkan


dan disetujui untuk diperbanyak

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yunanto, S.H., M.Hum. Dr. Ery Agus Priyono, S.H., M.si
NIP. 196105301987031001 NIP. 196108061986031002

ii
KEDUDUKAN DAN HAK-HAK ISTRI SERTA ANAK-ANAK DALAM
PERKAWINAN KEDUA YANG DILAKUKAN TANPA
PERSETUJUAN ISTRI PERTAMA DALAM PEWARISAN
Fahriyani Ananda*, Yunanto, Ery Agus Priyono
Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Diponegoro E-mail: fahriyaniananda@students.undip.ac.id

Abstrak
Perkawinan merupakan suatu tahap yang akan berdampak penting bagi masyarakat
sehingga perkawinan tidak bisa dianggap sebagai suatu hal yang kecil. Di Indonesia, terdapat
banyak kasus dimana perkawinan dilaksanakan tidak sesuai dengan hukum yang sudah diatur,
salah satu yang sering ditemukan yaitu perkawinan kedua yang dilaksanakan tanpa persetujuan
dan izin dari istri pertama. Kedudukan dan perwujudan hak mewaris bagi istri dan anak-anak
dalam perkawinan kedua sangat berkaitan dengan bagaimana proses perkawinan kedua
dilaksanakan dan izin serta persetujuan yang diberikan oleh istri pertama yang merupakan salah
satu faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap kedudukan serta perwujudan dalam hal
mewaris bagi istri kedua dan anak-anak dalam perkawinan kedua.
Kata Kunci: Perkawinan, Istri, Anak-Anak, Hak Mewaris

Abstract
Marriage is a stage that will have a meaningful impact on society, so the marriage
cannot be considered a small thing. In Indonesia, there are many cases where marriages are
carried out not by regulated laws, one of which is often found, namely a second marriage,
which is carried out without the consent and permission of the first wife. The position and
realization of inheritance rights for the wife and children in the second marriage is closely
related to how the second marriage process is carried out and the permission and approval
given by the first wife, which is one of the main factors that significantly influence the position
and realization in terms of inheritance for the second wife and children in a second marriage.
Keywords: Marriage, Wife, Children, Inheritance rights

I. PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial tangga) yang bahagia dan kekal
umumnya membutuhkan keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang
sehingga dalam hal ini pasti Maha Esa”. Nyatanya tidak semua
diperlukannya sebuah perkawinan. keluarga di masyarakat akan
Dijelaskan mengenai perkawinan memiliki keadaan yang bahagia
dalam Pasal 1 UU Perkawinan, dan sejahtera yaitu apabila terdapat
yang berbunyi: “Perkawinan ialah perkawinan yang tidak sah
ikatan lahir bathin antara seorang sehingga pastinya akan
pria dengan seorang wanita menimbulkan suatu permasalahan
sebagai suami istri dengan tujuan yang dapat memicu perdebatan
membentuk keluarga (rumah dalam hubungan keluarga karena
hubungan berkeluarga tidak

1
semata-mata hanya terbatas dalam melangsungkan suatu perikatan
ikatan darah saja melainkan dalam perkawinan diperlukan keyakinan
hal ikatan yang lainnya, salah satu diantara laki-laki dan perempuan
yang mengikat yakni dalam hal sehingga bisa dipastikan
ikatan harta. Harta merupakan perkawinan tersebut mampu
sumber penghidupan untuk membentuk suatu keluarga yang
memenuhi kebutuhan hidup yang harmonis. Perkawinan dianggap
dipergunakan oleh orang tua sebagai penyempurnaan setengah
sebagai bentuk tanggung jawab dari agama islam sehingga
kepada keluarga serta anak- perikatan perkawinan antara
anaknya, jika salah satu atau kedua perempuan dan laki-laki
dari orang tua meninggal dunia diperlukan mampu membentuk
maka harta-harta ini yang akan wadah yang sempurna sehingga
dijadikan sebagai warisan kepada dapat menempuh tujuan dari
keluarga dan keturunannya. perkawinan. Pada dasarnya,
Warisan merupakan suatu harta perkawinan yang dilaksanakan
yang ditinggalkan oleh seseorang oleh setiap agama merupakan hal
yang sudah meninggal dunia, yang penting sehingga perkawinan
kemudian diserahkan kepada orang dianggap sebagai suatu perihal
yang berwenang yakni ahli waris yang konsekuensial. Agama lain
ataupun keluarga.1 Harta selain islam mempunyai prinsip
peninggalan ialah seluruh barang bahwa perkawinan merupakan
serta apa-apa saja selain barang, petunjuk kepada Tuhan-Nya
termasuk hutang yang menjadi masing-masing maka
peninggalan dari orang yang sudah perkawinan yang
meninggal dunia. Hubungan ahli dilangsungkan bisa melaksanakan
waris didasarkan pada hubungan tujuan utama dari sahnya suatu
darah, hubungan pernikahan, perkawinan.
hubungan persaudaraan dan
hubungan kerabat.2 Ikatan harta ini Perkawinan ialah naluri yang
dikatakan penting dan dapat berfungsi kepada semua makhluk-
menimbulkan permasalahan jika Nya, baik kepada manusia maupun
terdapat suatu perkawinan yang hewan.3 Islam sudah begitu rinci
tidak sah sehingga perlu menafsirkan tentang pentingnya
pemahaman mengenai perkawinan. perkawinan yang dimana secara
hukum juga sudah diatur secara
Dalam Islam, Perkawinan jelas dalam beberapa undang-
merupakan suatu bentuk ibadah undang yang mengidentifikasikan
kepada Allah sehingga perkawinan mengenai berbagai permasalahan
tidak bisa dianggap sebagai suatu mengenai perkawinan. Hadirnya
hal yang remeh. Dalam asas yang disebut selektivitas
dikenal dalam hukum perkawinan
1
M. Syukri Albani Nasution, Hukum Waris,
(Medan: CV. Manhaji, 2015), hlm. 4.
3
2
Udin Narsudin dan Verlyta Swislyn, Ke Ahmad Atabik dan Koridatul Mudhiiah,
Mana Hartaku Akan Berlabuh?, (Jakarta: PT Pernikahan Dan Hikmahnya Perspektif
Elex Media Komputindo, 2021), hlm. 2. Hukum Islam, Yudisia, Vol 5, No. 2, (2014),
hlm. 293-294.

2
islam.4 Asas selektivitas yang perkawinan kedua ini tidak pernah
dimaksud disini ialah seseorang, diketahui oleh para tergugat tetapi
baik laki-laki maupun perempuan, perkawinan kedua yang
jika ingin melaksanakan dilangsungkan penggugat dan
perkawinan sudah seharusnya almarhum ini dinyatakan sebagai
melakukan seleksi terhadap siapa perkawinan yang sah secara
yang bisa ia nikahkan serta hukum. Berdasarkan dari
terhadap siapa yang tidak bisa ia pemaparan di atas maka untuk
nikahkan sehingga tidak terjadi mengetahui kedudukan dan hak-
hal- hal tidak diinginkan yang hak istri serta anak-anak dalam
dapat melanggar peraturan yang perkawinan kedua peneliti
sudah ada. Istimewanya melakukan penelitian mengenai
perkawinan dalam islam maka kedudukan dan hak-hak istri serta
sangatlah penting bagi manusia anak-anak dalam perkawinan
untuk menjaga perikatan kedua yang dilakukan tanpa
perkawinan. Banyaknya peraturan persetujuan istri pertama dalam
perundang- undangan yang pewarisan. Dilihat dari hal tersebut
mengatur secara jelas mengenai di atas, maka permasalahan yang
pentingnya perkawinan, masih saja dapat dirumuskan sebagai berikut:
banyak terjadi perkawinan yang
dilaksanakan tidak sesuai dengan 1. Bagaimana kedudukan istri
hukum positif di Indonesia. Dilihat dan anak-anak dalam
secara hukum, jika suami ingin perkawinan kedua yang
mempunyai istri lebih dari satu dilakukan tanpa persetujuan
orang (poligami), suami wajib dari istri pertama dalam
hukumnya meminta persetujuan pewarisan?
dari istri pertama atau terdahulu. 2. Bagaimana mewujudkan
hak-hak mewaris istri dan
Sebuah putusan No anak-anak dalam
1132/Pdt.G/2020/PA.Tgrs, para perkawinan kedua yang
penggugat meminta untuk menjadi dilakukan tanpa
ahli waris dari warisan yang persetujuan istri pertama?
ditinggalkan suami/dan atau
ayahnya. Perlu diketahui bahwa II. METODE
suami/dan atau ayah dari
penggugat masih terikat dalam Metode Pendekatan yang
perkawinan yang sah dimana para digunakan dalam penelitian ini
tergugat (istri serta anak-anak sah adalah pendekatan yuridis empiris.
dari ayah penggugat) tidak Metode pendekatan yuridis empiris
mengetahui tentang keberadaan merupakan cara atau prosedur
para penggugat sampai suami/dan yang digunakan untuk
atau ayahnya meninggal dunia. menganalisis permasalahan yang
Kasus ini mengalami kejanggalan dilakukan dengan cara meneliti
dimana data bahan-

4
Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di sampai KHI, (Jakarta: Prenada Media,
Indonesia, Studi Kritis Perkembangan 2004), hlm. 144.
Hukum Islam dari Fikih, UU no. 1/1974

3
bahan hukum (data sekunder) poligami di Indonesia
terlebih dahulu, untuk kemudian menyebabkan suatu persoalan
meneliti data yang diperoleh di hukum terhadap kedudukan bagi
lapangan (data primer).5 istri dan anak-anak dalam
Spesifikasi penelitian yang perkawinan poligami dalam
digunakan penulis adalah berbagai macam hal seperti hak
spesifikasi penelitian deskriptif dan kewajiban sebagai seorang
analitis. Deskriptif yakni penelitian istri, hak asuh anak, harta yang
yang mempunyai tujuan untuk diperoleh selama perkawinan, serta
melukiskan tentang hal di daerah permasalahan yang sering
tertentu dan pada saat tertentu.6 ditemukan dalam masyarakat yaitu
Analitis berkaitan dengan ilmu- dalam hal pewarisan.
ilmu hukum yang ada dan Mewaris merupakan hal
peraturan-peraturan tertulis lainnya krusial yang banyak
yang berkaitan. Dengan dipermasalahkan di masyarakat
dilakukannya penelitian secara apabila terdapat pelaksanaan
deskriptif analitis ini, diharapkan perkawinan poligami yang tidak
dapat dijelaskan secara rinci dan sesuai. Salah satu kasus yang dapat
cermat serta dapat dianalisis diambil dari suatu perkara perdata
melalui data yang dihasilkan yang sudah diputus di Pengadilan
secara sistematis. Agama Tigaraksa dengan nomor
putusan No
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1132/Pdt.G/2020/PA.Tgrs, dimana
para penggugat, yakni:
A. Kedudukan Istri Dan Anak-
Anak Dalam Perkawinan 1) Nur Oktavianti (Penggugat
Kedua Yang Dilakukan I);
Tanpa Persetujuan Dari Istri 2) Firyal Azmi Regar
Pertama Dalam Pewarisan (Penggugat II);
Pelaksanaan perkawinan 3) Faiz Alvian Siregar
poligami mengakibatkan berbagai (Penggugat III)
macam alasan yang dapat
melibatkan banyak aspek seperti Dalam surat gugatannya
kondisi sosiologis, keadaan tanggal 17 Februari 2020 telah
ekonomi, serta ketetapan hukum mengajukan gugatan pembagian
dan hak mewaris bagi istri dan waris dimana para penggugat ingin
anak-anak dalam perkawinan menjadi ahli waris dari harta yang
poligami. Pada praktiknya, tidak ditinggalkan suami dan/atau
semua perkawinan poligami ayahnya (almarhum Abd. Hasan
dilaksanakan dengan izin dari istri Basri) yang telah meninggal dunia
pertama, sehingga perkawinan pada 22 November 2018 kepada
para tergugat, yakni:
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian 6
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi
Hukum, (Jakarta: UI Press,1984), hlm. 45. Metodologi Penelitian & Aplikasinya,
.

4
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm.
33.

5
1) Asnidar Meuraksa penggugat dinyatakan sebagai ahli
(Tergugat I); waris dari almarhum dengan
2) Farisah Adilah Regar adanya bukti-bukti sah yakni akta
(Tergugat II); nikah dan akta kelahiran dari anak-
anak dalam perkawinan
3) Fauzan Asrian (Tergugat kedua.Sesungguhnya pelaksanaan
III); perkawinan poligami sudah diatur
4) Fahriyani Ananda (Tergugat dalam Pasal 3 Ayat (2) UU
IV); Perkawinan yaitu: “Pengadilan
dapat memberi izin kepada
5) Fitriyah Arifah Regar seorang suami untuk beristeri
(Tergugat V) lebih dari seorang apabila
dikehendaki oleh pihak-pihak yang
Tergugat yang memegang
bersangkutan.” Kemudian dalam
semua bentuk harta peninggalan
Pasal 4 Ayat 1 UU Perkawinan:
dari almarhum. Penggugat I
“Dalam hal seorang suami akan
menyatakan dalam gugatannya
beristri lebih dari seorang,
bahwa ia telah melangsungkan
sebagaimana tersebut dalam pasal
perkawinan dengan almarhum
3 ayat (2) Undang-undang ini,
secara syariat islam pada tanggal
maka ia wajib mengajukan
20 Juli 2007 yang kemudian
permohonan ke Pengadilan di
dicatatkan di Kantor Urusan
daerah tempat tinggalnya.” Lalu
Agama Kecamatan Tangerang
Pasal 5 Ayat (1) UU Perkawinan
menyusul tahun 2008. Dari
juga menyatakan: “Untuk dapat
Perkawinan ini dikaruniai dua
mengajukan permohonan ke
orang anak yaitu Penggugat II dan
Pengadilan sebagaimana dimaksud
Penggugat III dengan akta
dalam pasal 4 ayat (1) Undang-
kelahiran yang dicatatkan oleh
undang ini harus memenuhi syarat-
Dinas Kependudukan dan Catatan
syarat berikut:- adanya persetujuan
Sipil Kabupaten Tangerang.
dari istri/istri- istri; - adanya
Penggugat I juga menyatakan
kepastian bahwa suami mampu
bahwa ia tidak mengetahui
menjamin keperluan-keperluan
almarhum masih terikat dalam
hidup istri- istri dan anak-anak
perkawinan dengan Tergugat I dan
mereka; - adanya jaminan bahwa
mempunyai anak-anak yaitu
suami akan berlaku adil terhadap
Tergugat II, Tergugat III, Tergugat
istri-istri dan anak-anak mereka.”
IV dan Tergugat V. Perlu diketahui
bahwa para tergugat tidak Dari pasal-pasal tersebut maka
mengetahui tentang keberadaan suami yang ingin melangsungkan
para penggugat sebelumnya perkawinan kedua wajib
sampai almarhum meninggal mendapatkan persetujuan dari istri
dunia. pertama sesuai aturan hukum yang
berlaku. Pada dasarnya jika istri
Kasus ini kemudian diperiksa
pertama tidak menyetujui suami
serta diadili pada tingkat pertama
untuk menikah lagi, maka suami
dalam persidangan majelis yang
tidak dapat melakukan perkawinan
dimana putusan dari para
kedua/poligami, mengingat
penggugat ditolak tetapi para

6
persetujuan istri pertama melakukan itsbat nikah ke
merupakan syarat yang wajib Pengadilan Agama setempat yang
dipenuhi jika suami hendak beristri pastinya harus mendapatkan
lebih dari seorang. persetujuan istri pertama terdahulu.
Jika suami tidak mendapatkan Perkawinan kedua/poligami
persetujuan/izin dari istri pertama? juga menimbulkan masalah
sebagaimana Pasal 59 KHI terhadap kedudukan anak-anak
menjelaskan bahwa dalam hal istri yang terlahir dari perkawinan
tidak mau memberikan persetujuan, tersebut. Penentuan asal mula
dan permohonan izin untuk hadirnya anak mempunyai banyak
beristeri lebih dari satu orang, pengertian yang berbeda-beda
Pengadilan Agama dapat dengan adanya penentuan ini dapat
memberikan izin setelah dipahami mengenai hubungan
memeriksa dan mendengar nasab yang jika disimpulkan
keterangan dari istri yang berarti adanya hubungan darah dan
bersangkutan sehingga atas pertalian keluarga melalui akad
penetapan ini, istri pertama dapat nikah perkawinan yang sah. Maka
mengajukan banding/kasasi. jika perkawinan tidak dinyatakan
Perkawinan poligami juga sah maka dapat dinyatakan sebagai
harus jelas dicatatkan di hadapan perlakuan perzinaan antara suami
hukum yang dimana memperlukan dengan istri keduanya.
persetujuan dari istri pertama Hadirnya anak yang lahir dari
sebagaimana yang sudah perzinaan, dapat dikategorikan
dipaparkan, maka bagi suami yang sebagai anak luar kawin.
ingin melakukan perkawinan Kedudukan anak luar kawin
poligami perlu mendapatkan izin dengan anak sah sangatlah
dari istri pertama sehingga istri signifikan sehingga perlu
kedua bisa mendapatkan kepastian pemahaman lebih mengenai
serta perlindungan hukum hubungan nasab antara anak
termasuk dalam hal mewaris. dengan ayah. Dalam Pasal 100
Dapat dipastikan jika KHI dijelaskan mengenai
perkawinan kedua/poligami yang hubungan nasab bagi anak luar
tidak mendapatkan persetujuan dari kawin, yaitu: “Anak yang lahir di
istri pertama maka tidaklah berhak luar perkawinan hanya mempunyai
bagi istri kedua untuk hubungan nasab dengan ibunya
mendapatkan kedudukan dalam dan keluarga ibunya”. Pasal 186
mewaris karena selain perkawinan KHI juga menjelaskan yakni:
tersebut tidak mendapatkan izin “Anak yang lahir di luar
perkawinan kedua tersebut juga perkawinan hanya mempunyai
pasti tidak dicatatkan dihadapan hubungan saling mewaris dengan
hukum. Sehingga, apabila istri ibunya dan keluarga dari pihak
kedua dari kasus ini ingin ibunya”. Dari pemaparan pasal
mendapatkan hak mewarisnya tersebut dapat diketahui bawa anak
maka langkah yang seharusnya luar kawin hanya memiliki
dilaksanakan adalah kedudukan mewaris dari ibu dan
keluarga ibunya. Tetapi, jika
ayahnya

7
memberi pengakuan terhadap anak syarat-syarat untuk
sebagaimana dinyatakan dalam melangsungkan perkawinan.”
Pasal 280 KUH Perdata yaitu:
“Dengan pengakuan terhadap anak Bersamaan dengan ketentuan
luar kawin, terlahirlah hubungan tersebut, Pasal 37 Peraturan
perdata antara anak itu dan bapak Pemerintah No. 9 Tahun 1975
atau ibunya” maka anak tersebut tentang Pelaksanaan UU
mempunya kedudukan sebagai ahli Perkawinan juga memberi
waris. Namun, adanya pasal yang penjelasan mengenai pembatalan
ditentukan KUH Perdata tidak perkawinan yaitu: “Batalnya suatu
sama seperti ketentuan yang perkawinan hanya dapat
dijelaskan dalam UU Perkawinan. diputuskan oleh Pengadilan.”
Merujuk dari ketentuan Pasal Pengertian dari pasal tersebut
43 Ayat (1) UU Perkawinan bahwa bahwa pelaksanaan pembatalan
anak luar kawin tidak ada bedanya perkawinan tidak dapat dilakukan
dengan anak hasil zina sehingga sewenang-wenangnya oleh instansi
anak tersebut tidak mempunyai manapun selain oleh pengadilan
kedudukan dalam mewaris. Dari karena hal ini dapat menimbulkan
berbagai pendapat serta penjelasan suatu akibat hukum dan
aturan-aturan hukum yang berlaku permasalahan yang rumit terhadap
bahwa jelas dari kasus yang dikaji laki-laki (suami), perempuan (istri),
ini seharusnya anak tersebut tidak anak-anak yang terlahir dari
berhak mendapatkan kedudukan perkawinan serta pihak ketiga.
dalam mewaris, namun Berhubungan dengan pasal
berdasarkan putusan MUI no. 11 tersebut, terdapat pula dalam Pasal
tahun 2012 bahwa bagi laki-laki 85 KUH Perdata yang memberikan
pezina wajib mencukupi kebutuhan pernyataan yakni: “Batalnya suatu
hidup anaknya serta memberikan perkawinan hanya dapat
harta setelah ia meninggal melalui dinyatakan oleh Hakim.”
wasiat wajibah. Ketentuan-ketentuan ini memang
tidak menjelaskan mengenai
B. Perwujudan Hak-Hak pengertian dari pembatalan
Mewaris Istri Dan Anak- perkawinan itu sendiri, namun
Anak Dalam Perkawinan pengertian pembatalan perkawinan
Kedua Yang Dilakukan dapat dipahami dari beberapa
Tanpa Persetujuan Istri pendapat yang diambil dari para
Pertama sarjana. Menurut Bakri A. Rahman
Hukum positif di Indonesia, dan Ahmad Sukardja, pembatalan
belum ada yang mengatur perkawinan mempunyai arti yaitu
mengenai arti dari pembatalan suatu perikatan perkawinan yang
perkawinan, bahkan di dalam UU sudah dilaksanakan dapat
Perkawinan belum mengatur dilakukan pembatalan, jika pihak-
secara rinci. Namun, Pasal 22 UU pihak atau salah satu pihak tidak
Perkawinan menjelaskan bahwa: memenuhi syarat-syarat dari
“Perkawinan dapat dibatalkan, pelaksanaan perkawinan yang
apabila para pihak tidak seharusnya serta pembatalan
memenuhi

8
perkawinan tersebut hanya bisa dipaparkan di atas kemudian dapat
dibatalkan atau diputus oleh diambil kesimpulan mengenai
pengadilan. Riduan Syahrani juga pengertian dari pembatalan
memberikan pendapatnya perkawinan yaitu:
mengenai pengertian pembatalan
perkawinan yaitu bahwa adanya a. Perkawinan yang sudah
suatu perikatan perkawinan bisa dilaksanakan atau
dilaksanakan pembatalan terhadap sudah terjadi maka
perkawinan tersebut jika dapat dilakukan
perkawinan yang dilaksanakan pembatalan
oleh parah pihak yakni suami dan perkawinan;
istri atau salah satu pihak dapat
b. Perkawinan yang sudah
terbukti bahwa tidak melengkapi
dilaksanakan tidak
syarat- syarat dari sahnya suatu
mencakupi syarat-
perkawinan. Pengertian
syarat sahnya
pembatalan perkawinan juga
perkawinan sesuai
diuraikan dalam kamus hukum
dengan ketentuan
bahwa pembatalan perkawinan
Undang-Undang atau
terdiri dari dua kata yakni, kata
hukum maka terhadap
“batal” dan kata “kawin”. “Batal”
perkawinan tersebut
yang dimaksud ialah tidak berlaku,
dapat dilakukan
tidak sah dan tidak memiliki akibat
pembatalan
hukum yang dikehendaki karena
perkawinan;
tidak melaksanakan syarat-syarat
yang sudah ditentukan di dalam c. Pengadilan yang hanya
Undang-Undang atau tidak sesuai berwenang untuk
dengan hukum yang sedang melakukan suatu
berjalan di Indonesia. Sementara pembatalan perkawinan
itu, “Kawin” mempunyai arti yaitu sehingga instansi-
suatu hubungan yang sah atau instansi lain tidak
resmi antara seorang laki-laki dan mempunyai
seorang perempuan yang kewenangan untuk
dinyatakan sebagai sepasang suami melakukan pembatalan
istri. Jika dijabarkan mengenai perkawinan.
pengertian pembatalan perkawinan
berdasarkan kamus hukum bahwa Pembatalan perkawinan dapat
pembatalan perkawinan ialah dilakukan apabila para pihak atau
perbuatan atau pelaksanaan salah satu pihak tidak melakukan
pembatalan suatu perkawinan tidak syarat-syarat sahnya perkawinan
berakibat hukum yang dikehendaki seperti yang dijelaskan dalam
dikarenakan tidak terpenuhinya Pasal
syarat-syarat sahnya suatu 22 UU Perkawinan sehingga
perkawinan yang sesuai dengan diyakini bahwa apabila kedua atau
Undang-Undang atau sudah salah satu dari sepasang suami istri
ditentukan oleh hukum. tidak memenuhi syarat-syarat yang
sudah ditentukan maka dari
Penjelasan yang telah perkawinan tersebut dapat
dilakukan pembatalan. Mulainya
pembatalan suatu perkawinan

9
adalah setelah dilaksanakannya Harta bersama milik suami
putusan oleh pengadilan yang dan istri kedua hanya
berwenang melakukan pembatalan terletak pada rumah tangga
dimana setelah putusan memiliki yang mereka dirikan
kekuatan hukum yang tetap serta dimana harta milik istri
resmi berlaku ketika kedua saja yang asalnya
berlangsungnya perkawinan sesuai dari usaha yang dibangun
dengan Pasal 28 Ayat (1) UU bersama sehingga harta
Perkawinan bahwa: diluar yang mereka
“(1) Batalnya suatu perkawinan usahakan bersama atau
dimulai setelah keputusan sebelum perkawinan tetap
Pengadilan mempunyai milik masing-masing.
kekuatan hukum yang tetap dan Perlindungan hukum bagi
berlaku sejak saat istri kedua terutama
berlangsungnya perkawinan.” perkawinan yang
dilaksanakan tanpa
Dari putusan perkara yang persetujuan istri pertama
dikaji bahwa istri dan anak-anak yang kemudian dilakukan
dalam perkawinan kedua dapat pembatalan perkawinan
mewujudkan haknya dalam sangatlan tidak kuat
mewaris karena perkawinan kedua baginya jika ingin
dinyatakan sah secara hukum mewujudkan hak dalam
sehingga mereka sudah mewaris. Perwujudan
mendapatkan perlindungan hukum warisan dalam perkawinan
yang menjadi hak mereka. Apabila poligami sesungguhnya
istri pertama merasa ada banyak menggunakan cara
kejanggalan dari perkawinan kedua kekeluargaan dan
tersebut sesuai dengan pasal-pasal musyawarah sehingga tetap
yang telah dipaparkan istri pertama mendapat keadilan diantara
dapat melaksanakan pembatalan keluarga serta terjalinnya
perkawinan. hubungan baik dalam
a. Terhadap istri kedua dalam keluarga.
perkawinan kedua jika b. Terhadap anak-anak dalam
dilakukan pembatalan perkawinan kedua jika
perkawinan dilakukan pembatalan
Pembatalan perkawinan perkawinan:
yang dilangsungkan istri Pembatalan perkawinan
pertama mengakibatkan terhadap anak-anak dalam
istri kedua kehilangan hak perkawinan kedua
dalam mewaris serta istri ditentukan dalam Pasal 28
kedua dari kasus ini Ayat (2) huruf a UU
melakukan tuntutan dimana Perkawinan yakni:
ia menjadikan harta “Pembatalan perkawinan
bersama antara suami tidak berlaku surut
dengan istri pertama terhadap: a. Anak-anak
sebagai objek gugatan. yang dilahirkan dari

1
perkawinan tersebut”. Pasal gugatannya yg merupakan
tersebut menjelaskan harta yg diperoleh
apabila terdapat pembatalan suaminya dari perkawinan
perkawinan maka sebelumnya. Berdasarkan
perwujudan hak-hak dari pasal-pasal yang telah
mewaris bagi anak-anak dipaparkan tidaklah bisa
dalam perkawinan kedua bagi istri kedua meminta
dari perkara ini tetap warisan karena peninggalan
mendapatkan warisan dari harta tersebut bukan
almarhum ayahnya. haknya untuk dapat
Sehingga apabila dijadikan objek gugatannya
pembatalan perkawinan yg dmn sesuai dgn hasil
kedua dilakukan, anak-anak putusannya yakni gugatan
dari perkawinan kedua ditolak.
tetap dapat meminta b. Terhadap anak-anak dalam
haknya untuk mewaris perkawinan kedua jika
sehingga tidak bisa tidak dilakukan pembatalan
dibantah apabila anak-anak perkawinan:
tersebut Anak-anak dalam
menuntut haknya karena perkawinan kedua sesuai
mereka sudah terlindungi dengan putusan pastinya
secara hukum. jika tidak dilakukan
Berbeda halnya apabila istri pembatalan perkawinan
pertama tidak melaksanakan dapat mewujudkan hak-
pembatalan perkawinan, maka: haknya dalam mewaris
tetapi seharusnya anak-
a. Terhadap istri kedua dalam anak tersebut tidak bisa
perkawinan kedua jika dinyatakan sebagai anak
tidak dilakukan pembatalan sah karena perkawinan
perkawinan kedua tidak diketahui oleh
Istri kedua yang dinyatakan istri pertama sehingga
sah secara hukum pastinya seharusnya bagi anak luar
memiliki hak dalam kawin berdasarkan
mewaris sesuai dengan pernyataan yang diberikan
Pasal 65 Ayat (1) UU MUI dalam Putusan no. 11
Perkawinan dan Pasal 94 Tahun 2012 terhadap
Ayat (1) & Ayat (2) KHI putusan MK no. 46/PUU-
dimana pasal-pasal ini VIII/2010 apabila yg
menjelaskan mengenai ditujukan sebagai
perwujudan pewarisan kedudukan anak luar kawin
yang dapat dilakukan adalah adanya hubungan
apabila istri kedua ingin nasab dan hubungan
mempunyai kedudukan perdata antara anak dari
dalam mewaris. Kemudian, hasil perzinaan dr laki-laki
putusan ini menjelaskan yg menyebabkan
bahwa istri kedua kelahirannya maka
menjadikan harta bersama keputusan MK berbenturan
sebagai objek dgn putusan

1
MUI. Tetapi apabila kedua yang dilakukan tanpa
putusan MK ditujukan utk persetujuan istri pertama
memberikan perlindungan Apabila dilakukan
terhadap perwujudan hak- pembatalan perkawinan:
hak anak luar kawin tidak 1) Bagi istri kedua:
dilaksanakan dengan Hilangnya hak bagi istri
memberikan hubungan kedua untuk dinyatakan
nasab & perdata melainkan sebagai ahli waris
memberikan ta’zir atau sehingga dapat
hukuman kepada laki-laki menggunakan cara
tersebut yakni wasiat kekeluargaan atau
wajibah setelah ia musyawarah.
meninggal dunia. Tetapi 2) Bagi anak-anak:
karena kenyataannya Tetap dapat
perkara ini diputuskan mewujudkan hak-
dengan anak-anak dalam haknya dalam mewaris
perkawinan kedua ini sesuai Pasal 28 Ayat (2)
dinyatakan sebagai ahli huruf a UU Perkawinan.
waris maka perwujudan Apabila tidak dilakukan
pewarisan bagi anak-anak pembatalan perkawinan
tersebut sudah pasti 1) Bagi istri kedua:
mempunyai hak untuk Istri kedua yang dapat
mewaris. mewujudkan haknya
dalam mewaris tetapi
IV. KESIMPULAN harus sesuai dengan pasal
Berdasarkan hasil penelitian 65 Ayat (1) UU
yang sudah dilaksanakan terhadap Perkawinan dan Pasal 94
kedudukan dan hak-hak istri serta Ayat (1) & Ayat (2) KHI
anak-anak dalam perkawinan 2) Bagi anak-anak:
kedua yang dilakukan tanpa Perwujudan mewaris bagi
persetujuan istri pertama dalam anak-anak dalam
pewarisan, serta berdasarkan hasil perkawinan kedua
pembahasan yang telah dipaparkan pastinya dapat dilakukan
sehingga dapat ditarik kesimpulan dibatalkan atau tidak
yaitu sebagai berikut: dibatalkannya perkawinan
A. Kedudukan istri dan anak-
anak dalam perkawinan V. DAFTAR PUSTAKA
kedua yang dilakukan tanpa Buku
persetujuan istri pertama
dalam pewarisan sangat Nasution, M. Syukri Albani. 2015.
berkaitan dengan Hukum Waris. Medan: CV.
persetujuan dan izin dari Manhaji.
istri pertama
Narsudin, Udin, dan Verlyta
B. Perwujudan hak-hak Swislyn. 2021. Ke Mana
mewaris bagi istri dan Hartaku Akan Berlabuh?
anak- anak dalam
perkawinan

1
Jakarta: PT Elex Media Dan Hikmahnya Perspektif
Komputindo. Hukum Islam.” Jurnal Yudisia
Nuruddin, Amiur. 2004. Hukum Vol. 5, No. 2 293-294.
Perdata Islam di Indonesia,
Studi Kritis Perkembangan Perundang-undangan
Hukum Islam dari Fikih, UU
No. 1/1974 sampai KHI. Kitab Undang-Undang Hukum
Jakarta: Prenada Media. Perdata
Soekanto, Soerjono. 1984. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Pengantar Penelitian Hukum. 1974 tentang Perkawinan
Jakarta: UI Press.
Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok- Putusan MUI No. 11 Tahun 2012
Pokok Materi Metodologi Tentang Kedudukan Anak Hasil Zina
Penelitian & Aplikasinya. Dan Perlakuan Terhadapnya
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Putusan Mahkamah Konstitusi No.
Jurnal 46/PUU-VIII/2010 tentang pengujian
UU Perkawinan tertanggal 27
Atabik, Ahmad, dan Koridatul Februari 2012
Mudhijiah. 2014. “Pernikahan

Anda mungkin juga menyukai