Anda di halaman 1dari 15

PERKAWINAN MENURUT

HUKUM KELUARGA DAN KEWARISAN ISLAM

Disusun Oleh:
Agustha Flora Junior Indey
2022021014046

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
BAB I

PENDAHULUAN

Perkawinan adalah salah satu institusi sosial yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia.
Dalam agama Islam, perkawinan bukan hanya sekadar ikatan sosial, tetapi juga memiliki nilai-nilai
agama yang mendalam. Hukum keluarga dan pewarisan Islam memiliki aturan yang mengatur
perkawinan, hak dan kewajiban pasangan suami istri, serta pengaturan warisan yang berlaku dalam
konteks perkawinan.

Makalah ini akan membahas secara mendalam mengenai perkawinan menurut hukum keluarga dan
pewarisan Islam. Pembahasan akan mencakup beberapa aspek penting, seperti konsep perkawinan
dalam Islam, syarat-syarat sahnya perkawinan, hak dan kewajiban suami istri dalam perkawinan, serta
bagaimana hukum Islam mengatur pembagian warisan dalam konteks perkawinan.

Konsep Perkawinan dalam Islam

Dalam Islam, perkawinan dianggap sebagai salah satu perbuatan yang sangat dianjurkan. Rasulullah
SAW bersabda, "Wahai pemuda-pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka
hendaklah dia menikah. Ini lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa
yang tidak mampu menikah, maka hendaklah dia berpuasa, karena berpuasa bisa menjadi perisai
baginya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Perkawinan dalam Islam bukan hanya sekadar ikatan antara dua individu, tetapi juga merupakan
perjanjian di hadapan Allah SWT. Tujuan utama perkawinan dalam Islam adalah untuk membentuk
keluarga yang bahagia, harmonis, dan penuh berkah.

Syarat-syarat Sahnya Perkawinan dalam Islam

Dalam hukum keluarga Islam, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi agar sebuah perkawinan
dianggap sah. Beberapa syarat tersebut meliputi:

1. Izin Walinya: Calon pengantin wanita memerlukan izin dari wali (ayah atau wali yang sah) untuk
menikah. Izin ini adalah salah satu syarat penting untuk sahnya perkawinan dalam Islam.

2. Saksi-saksi: Perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil. Saksi-saksi ini harus
bersaksi bahwa perkawinan tersebut telah dilangsungkan dengan sah.
3. Mahr: Mahr adalah mas kawin atau harta yang diberikan oleh suami kepada istri sebagai tanda cinta
dan tanggung jawab ekonomi. Pembayaran mahr adalah salah satu syarat sahnya perkawinan.

4. Kesepakatan dan Akad: Suami dan istri harus menyepakati perkawinan secara sukarela dan melalui
akad nikah yang sah.

Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Perkawinan

Dalam Islam, suami dan istri memiliki hak dan kewajiban masing-masing dalam perkawinan. Suami
diwajibkan memberikan nafkah, perlindungan, dan kasih sayang kepada istri, sementara istri
diwajibkan taat kepada suami dan menjaga rumah tangga.

Pewarisan dalam Konteks Perkawinan

Hukum Islam juga mengatur bagaimana warisan dibagikan dalam konteks perkawinan. Pewarisan
diatur dengan jelas dalam Al-Quran dan hadis. Bagian-bagian warisan diberikan kepada ahli waris
yang sah, dengan perbedaan antara ahli waris laki-laki dan perempuan, serta hak istimewa yang
diberikan kepada suami dan istri dalam warisan masing-masing.

Pemahaman yang baik tentang hukum keluarga dan pewarisan Islam sangat penting bagi umat
Muslim untuk menjalani kehidupan perkawinan yang sesuai dengan ajaran agama dan aturan hukum
yang berlaku. Semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai
perkawinan dalam Islam serta aspek-aspek hukum keluarga dan pewarisan yang terkait dengannya.
BAB II

PEMBAHASAN

Hukum perkawinan dapat dipahami dan dianalisis dari berbagai sudut pandang dan teori
dalam ilmu hukum. Berikut adalah beberapa teori yang relevan dalam pemahaman tentang
hukum perkawinan:

1. Teori Kontrak Sosial:

Teori ini melihat perkawinan sebagai kontrak sosial antara dua individu. Kontrak ini
mencakup hak dan kewajiban yang saling dipertukarkan antara suami dan istri. Teori kontrak
sosial mengemukakan bahwa suami dan istri harus memiliki hak yang setara dalam
perkawinan, dan mereka memiliki kewajiban untuk saling mendukung dan menjaga
hubungan tersebut. Pendekatan ini seringkali mendasari hukum perkawinan modern yang
mengakui prinsip kesetaraan dalam perkawinan.

2. Teori Institusi Sosial:

Teori ini melihat perkawinan sebagai institusi sosial yang penting untuk memelihara
masyarakat dan budaya. Perkawinan dianggap sebagai cara untuk mengatur reproduksi,
melindungi anak-anak, dan memastikan kelangsungan generasi. Ini mengemukakan bahwa
hukum perkawinan ada untuk memastikan stabilitas sosial dan kesejahteraan keluarga dalam
masyarakat.

3. Teori Hak Asuh Anak:

Teori ini fokus pada hak asuh anak sebagai elemen sentral dalam perkawinan. Menurut teori
ini, perkawinan adalah cara yang diatur oleh hukum untuk melindungi dan mempromosikan
hak-hak anak. Ini mencakup hak anak-anak untuk mendapatkan dukungan finansial,
pendidikan, dan perlindungan dari kedua orang tua mereka. Teori ini seringkali menjadi dasar
dalam hukum perkawinan yang mengatur hak dan kewajiban terkait anak.
4. Teori Sosiologi Keluarga:

Teori ini mengkaji perkawinan sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat yang lebih besar.
Menurut teori sosiologi keluarga, perkawinan adalah salah satu komponen penting dalam
struktur sosial. Ini mempertimbangkan peran individu dalam keluarga, peran suami dan istri,
serta peran orang tua dalam mendidik dan membimbing anak-anak. Teori ini membantu
dalam memahami dinamika sosial dalam keluarga dan dampak perkawinan pada masyarakat
secara keseluruhan.

5. Teori Feminisme Hukum:

Teori ini mendekati hukum perkawinan dari sudut pandang feminis. Ini mengkaji bagaimana
hukum perkawinan dapat memengaruhi hak dan kesejahteraan perempuan dalam perkawinan.
Teori feminisme hukum berjuang untuk menghilangkan ketidaksetaraan gender dalam
perkawinan dan mendukung hak-hak perempuan dalam perkawinan, termasuk hak untuk
bekerja, hak properti, dan hak untuk memutuskan tentang tubuh mereka sendiri.

6. Teori Multikulturalisme:

Dalam konteks masyarakat multikultural, teori ini mengakui pentingnya menghormati dan
mengakomodasi berbagai budaya, agama, dan tradisi dalam hukum perkawinan. Ini
menekankan perlunya mengakui keanekaragaman dalam praktik perkawinan dan memastikan
bahwa hukum perkawinan dapat mengakomodasi berbagai kepercayaan dan nilai-nilai
masyarakat yang berbeda.

7. Teori Hak Asasi Manusia:

Teori ini menekankan pentingnya hak asasi manusia dalam perkawinan. Ini mencakup hak
setiap individu untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dalam rumah tangga,
diskriminasi gender, dan pelanggaran hak-hak pribadi dalam konteks perkawinan. Teori ini
juga berfokus pada hak untuk memilih pasangan hidup dan mengendalikan keputusan tentang
tubuh dan reproduksi.
Semua teori ini memberikan kerangka kerja konseptual untuk memahami hukum perkawinan
dari berbagai sudut pandang dan memberikan pandangan yang berbeda tentang peran, makna,
dan dampak perkawinan dalam masyarakat. Penafsiran hukum perkawinan sering kali
dipengaruhi oleh teori-teori ini, dan perubahan dalam hukum perkawinan sering
mencerminkan perkembangan dalam pemahaman dan pandangan tentang perkawinan dalam
konteks sosial dan budaya yang berubah,dan berikut pemahaman perkawinan menurut
beberapa konteks,yaitu :

1. MENURUT HUKUM PERDATA

Perkawinan dalam konteks hukum perdata merujuk pada ikatan sah antara dua individu yang
diatur oleh perundang-undangan sipil atau hukum perdata di suatu negara. Sistem hukum
perdata berbeda-beda antara negara-negara, sehingga peraturan mengenai perkawinan juga
dapat bervariasi. Di bawah ini, saya akan membahas beberapa aspek penting mengenai
perkawinan dalam hukum perdata:

1. Konsep Perkawinan dalam Hukum Perdata

Perkawinan dalam hukum perdata adalah kontrak hukum antara dua individu yang sah secara
hukum untuk membentuk keluarga atau ikatan pernikahan. Konsep ini sering kali melibatkan
hak dan kewajiban hukum yang diatur oleh negara, yang mencakup peraturan mengenai harta
bersama, hak waris, perlindungan hukum, dan lain sebagainya.

2. Persyaratan Sahnya Perkawinan

Persyaratan sahnya perkawinan dalam hukum perdata dapat bervariasi antara negara, tetapi
ada beberapa unsur umum yang biasanya harus dipenuhi, seperti:

a. Usia: Calon pengantin harus mencapai usia minimum yang ditentukan oleh hukum perdata
untuk sahnya perkawinan. Usia minimum ini bervariasi antara negara-negara.

b. Persetujuan: Perkawinan harus berdasarkan persetujuan bebas dan sukarela dari kedua
belah pihak yang akan menikah. Tidak boleh ada unsur paksaan atau tekanan.

c. Ketidak salingan: Calon pengantin tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan yang
terlalu dekat yang dilarang oleh hukum perdata, seperti perkawinan antara saudara kandung.
d. Status Lajang: Kedua calon pengantin harus memiliki status lajang atau telah bercerai
secara sah (jika telah menikah sebelumnya).

e. Tidak Ada Hambatan Hukum Lainnya: Tidak ada hambatan hukum lainnya yang mencegah
perkawinan, seperti kondisi mental yang tidak memungkinkan untuk mengadakan perjanjian
sah secara hukum.

3. Akta Perkawinan

Dalam banyak negara, perkawinan harus didaftarkan atau dicatat dalam akta perkawinan
yang sah. Akta perkawinan ini berfungsi sebagai bukti sahnya perkawinan di mata hukum dan
dapat digunakan dalam berbagai urusan hukum, termasuk hak waris, pembagian harta
bersama, dan hak-hak anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.

4. Hak dan Kewajiban Suami dan Istri

Hukum perdata biasanya mengatur hak dan kewajiban suami dan istri dalam perkawinan. Ini
dapat mencakup hak untuk mendapatkan nafkah, hak kepemilikan bersama atas harta, hak
waris, hak asuh anak, dan lain sebagainya.

5. Perceraian

Hukum perdata juga mengatur prosedur perceraian dan pembagian harta bersama dalam
kasus perceraian. Perceraian biasanya harus dijatuhkan oleh pengadilan atau pihak
berwenang lainnya, dan prosesnya dapat berbeda-beda antara negara.

6. Pembatalan Perkawinan

Dalam beberapa kasus, perkawinan dapat dibatalkan atau dinyatakan batal oleh pengadilan
jika terdapat pelanggaran terhadap persyaratan sahnya perkawinan, seperti ketidak salingan
atau paksaan.

Penting untuk diingat bahwa hukum perdata tentang perkawinan dapat bervariasi signifikan
antara negara-negara, sehingga penting bagi individu yang ingin menikah untuk memahami
dan mengikuti peraturan hukum perkawinan yang berlaku di negara mereka. Melanggar
hukum perkawinan dapat memiliki konsekuensi hukum yang serius, termasuk
ketidakberlakuan perkawinan atau masalah hukum lainnya.
Perkawinan dalam hukum perdata dapat memiliki implikasi hukum yang signifikan, termasuk
hak dan kewajiban finansial, hak asuh anak-anak, dan hak waris. Oleh karena itu, penting
bagi pasangan yang menikah untuk memahami hukum perkawinan yang berlaku di negara
atau wilayah mereka dan mematuhi aturan-aturan tersebut untuk memastikan perlindungan
hukum yang tepat bagi semua pihak yang terlibat.

2. MENURUT HUKUM ISLAM

Perkawinan dalam hukum Islam adalah sebuah perjanjian hukum yang sah antara seorang
pria dan seorang wanita dengan tujuan membentuk ikatan keluarga yang sah dan sah secara
agama. Perkawinan dalam Islam memiliki aturan-aturan yang diatur oleh syariah (hukum
Islam) dan merupakan salah satu perbuatan yang sangat dianjurkan. Berikut adalah beberapa
aspek penting mengenai perkawinan dalam hukum Islam:

1. Tujuan Perkawinan dalam Islam

Perkawinan dalam Islam adalah salah satu perbuatan yang sangat dianjurkan dan dianggap
sebagai sunnah, yang berarti sesuatu yang dianjurkan atau disarankan oleh Nabi Muhammad
SAW. Tujuan utama perkawinan dalam Islam adalah:

- Membentuk Keluarga yang Bahagia:

Perkawinan dimaksudkan untuk membentuk keluarga yang bahagia, harmonis, dan penuh
berkah. Keluarga dalam Islam dianggap sebagai pondasi masyarakat yang kuat.

- Melanjutkan Keturunan:

Salah satu tujuan penting perkawinan adalah melanjutkan keturunan dan menjaga
kelangsungan umat Islam.

- Melindungi Diri dari Dosa:

Perkawinan dianggap sebagai perlindungan dari dosa seksual dan perbuatan terlarang. Dalam
Islam, hubungan seksual di luar pernikahan dianggap dosa.
Perkawinan dalam Islam memiliki tujuan utama untuk membentuk keluarga yang bahagia,
harmonis, dan penuh berkah. Tujuan lainnya adalah untuk melanjutkan keturunan dan
menjaga keturunan serta melindungi ketaatan kepada Allah SWT. Perkawinan juga dianggap
sebagai ibadah dalam Islam karena melibatkan komitmen kepada Allah SWT.

2. Syarat-syarat Sah-nya Perkawinan dalam Islam

Agar sebuah perkawinan dianggap sah dalam Islam, terdapat syarat-syarat yang harus
dipenuhi, antara lain:

a. Izin Walinya: Calon pengantin wanita memerlukan izin dari wali (ayah atau wali yang sah)
untuk menikah. Izin ini adalah salah satu syarat penting untuk sahnya perkawinan dalam
Islam.

b. Saksi-saksi: Perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil. Saksi-saksi ini
harus bersaksi bahwa perkawinan tersebut telah dilangsungkan dengan sah.

c. Mahr: Mahr adalah mas kawin atau harta yang diberikan oleh suami kepada istri sebagai
tanda cinta dan tanggung jawab ekonomi. Pembayaran mahr adalah salah satu syarat sahnya
perkawinan.

d. Kesepakatan dan Akad: Suami dan istri harus menyepakati perkawinan secara sukarela dan
melalui akad nikah yang sah.

3. Hak dan Kewajiban Suami dan Istri

Dalam perkawinan Islam, suami dan istri memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang
diatur oleh hukum Islam. Beberapa hak dan kewajiban ini antara lain:

a. Hak Suami: Suami memiliki kewajiban memberikan nafkah, perlindungan, dan kasih
sayang kepada istri. Ia juga memiliki hak untuk mendapat ketaatan istri.

b. Hak Istri: Istri memiliki hak untuk mendapatkan nafkah, keamanan, dan perlindungan dari
suami. Ia juga memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik dan adil.

4. Perceraian dalam Islam


Hukum Islam juga mengatur prosedur perceraian jika suatu perkawinan mengalami masalah
yang tidak dapat diselesaikan. Perceraian dalam Islam harus dilakukan sesuai dengan aturan-
aturan syariah dan dijatuhkan oleh pihak berwenang. Setelah perceraian, hak-hak dan
kewajiban suami dan istri juga diatur oleh hukum Islam.

5. Warisan dalam Konteks Perkawinan

Hukum Islam juga mengatur bagaimana warisan dibagikan dalam konteks perkawinan.
Pewarisan diatur dengan jelas dalam Al-Quran dan hadis. Bagian-bagian warisan diberikan
kepada ahli waris yang sah, dengan perbedaan antara ahli waris laki-laki dan perempuan,
serta hak istimewa yang diberikan kepada suami dan istri dalam warisan masing-masing.

Perkawinan dalam hukum Islam adalah suatu institusi yang diatur secara rinci oleh ajaran
agama dan memiliki peran penting dalam kehidupan umat Muslim. Pemahaman yang baik
tentang hukum perkawinan Islam sangat penting bagi individu Muslim untuk menjalani
perkawinan yang sah dan sesuai dengan ajaran agama.

3. MENURUT HUKUM ADAT

Perkawinan dalam hukum adat adalah bentuk perkawinan yang diatur oleh aturan, tradisi, dan
budaya suatu kelompok masyarakat tertentu, yang sering kali berbeda-beda antara suku, etnis,
atau daerah yang berbeda. Hukum adat ini mengatur bagaimana suatu perkawinan dapat
dianggap sah dan diterima oleh komunitas atau kelompok sosial tertentu. Berikut adalah
beberapa aspek penting tentang perkawinan dalam hukum adat:

1. Peran Tradisi dan Adat Istiadat

Perkawinan dalam hukum adat sangat dipengaruhi oleh tradisi, adat istiadat, dan budaya
masyarakat tertentu. Aturan-aturan perkawinan, prosedur, upacara, dan syarat-syarat yang
harus dipenuhi sering kali berdasarkan tradisi yang telah ada selama berabad-abad. Hukum
adat ini memainkan peran penting dalam menjaga identitas dan warisan budaya suatu
kelompok sosial.

2. Syarat-syarat dan Prosedur Perkawinan

Syarat-syarat sahnya perkawinan dalam hukum adat dapat sangat bervariasi antara kelompok-
kelompok sosial. Beberapa kelompok masyarakat mungkin menuntut adanya persetujuan
tertulis atau upacara adat tertentu, sementara kelompok lain mungkin lebih memprioritaskan
persetujuan lisan atau pertemuan adat yang melibatkan keluarga kedua belah pihak. Dalam
banyak kasus, hukum adat juga mengatur pembayaran mahar atau sesuatu yang dianggap
sebagai mas kawin.

Prosedur Perkawinan:

- Upacara Adat: Hukum adat seringkali melibatkan upacara khusus yang harus diikuti oleh
calon pengantin dan keluarga mereka. Upacara ini dapat mencakup ritual, tarian, atau
perayaan lain yang merupakan bagian integral dari budaya dan tradisi kelompok tersebut.

- Saksi dan Kesepakatan: Upacara perkawinan adat biasanya disaksikan oleh anggota
keluarga atau tokoh-tokoh adat yang memiliki wewenang dalam masyarakat tersebut.
Kesepakatan pernikahan diumumkan di hadapan saksi-saksi.

3. Peran Keluarga dan Masyarakat:

Keluarga dan masyarakat berperan besar dalam perkawinan menurut hukum adat. Pihak
keluarga seringkali memiliki peran besar dalam memfasilitasi perkawinan, termasuk
menentukan kondisi dan syarat-syarat perkawinan.

Masyarakat juga dapat memberikan dukungan sosial yang kuat kepada pasangan yang
menikah, dan perkawinan dianggap sebagai peristiwa yang membawa kebersamaan dan
hubungan sosial yang lebih erat dalam komunitas tersebut.

4. Validitas Hukum

Validitas hukum perkawinan dalam hukum adat tergantung pada apakah perkawinan tersebut
diakui dan diterima oleh masyarakat atau kelompok sosial yang bersangkutan. Meskipun
perkawinan ini mungkin tidak diakui oleh hukum negara atau hukum perdata, mereka tetap
memiliki keabsahan dalam lingkungan budaya dan sosial di mana mereka terjadi. Dalam
beberapa kasus, pemerintah dapat mengakui dan mencatat perkawinan hukum adat jika telah
memenuhi syarat-syarat tertentu atau diminta oleh pihak yang bersangkutan.

5. Implikasi Hukum dan Masalah Warisan

Perkawinan dalam hukum adat dapat memiliki implikasi hukum dan masalah terkait warisan
yang sangat berbeda dari perkawinan yang diatur oleh hukum perdata. Karena hukum adat
bervariasi, pemahaman yang benar tentang implikasi hukum dan warisan harus diperoleh dari
komunitas atau kelompok adat tertentu.

Penting untuk diingat bahwa hukum adat dapat sangat berbeda antara suku, etnis, atau daerah
yang berbeda, dan sering kali bersifat tidak tertulis. Oleh karena itu, individu yang berencana
untuk menikah dalam konteks hukum adat harus memahami dengan baik aturan dan tradisi
yang berlaku dalam komunitas atau kelompok mereka untuk memastikan bahwa perkawinan
mereka diakui dan sah secara budaya dan sosial.
BAB III

KESIMPULAN

Dalam kesimpulan, hukum perkawinan adalah aspek penting dalam sistem hukum yang
mengatur hubungan antara pasangan yang menikah. Hukum perkawinan dapat dipahami
melalui berbagai teori dan pendekatan yang mencakup aspek-aspek seperti kontrak sosial,
institusi sosial, hak asuh anak, sosiologi keluarga, feminisme hukum, multikulturalisme, dan
hak asasi manusia. Setiap teori ini memberikan pandangan unik tentang makna dan peran
perkawinan dalam masyarakat.

Hukum perkawinan juga mencakup sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk
membuat perkawinan sah secara hukum, termasuk persyaratan usia, persetujuan bebas,
ketidaksalingan, status perkawinan sebelumnya, dan kelayakan mental. Proses perkawinan
melibatkan pendaftaran, upacara sipil, dan kesaksian oleh saksi-saksi.

Selain itu, hukum perkawinan mengatur hak dan kewajiban suami dan istri, pembagian harta
bersama, dan hak waris. Hal ini juga mencakup aturan-aturan yang berkaitan dengan
perceraian dan pembatalan perkawinan.

Pemahaman hukum perkawinan dari berbagai perspektif ini membantu dalam


mengembangkan kerangka kerja hukum yang adil, menghormati hak-hak individu, dan
memastikan keberlanjutan sosial dan kesejahteraan keluarga. Sementara hukum perkawinan
berbeda-beda di berbagai negara dan yurisdiksi, prinsip-prinsip dasar ini tetap menjadi
panduan penting dalam mengatur perkawinan dan hubungan

Perkawinan

1.Menurut Hukum Perdata

2.Menurut Hukum Islam

3.Hukum adat
Perkawinan merupakan perikatan perdata,adat,kekerabatan dan ketetanggaan

Ikatan lahir dan batin

Ikatan :

Yaitu suatu perjanjian (tujuan) aspek hubungan keperdataan (formil) harus dilandasi saling
cinta

Sebagai suami istri yaitu sebagai bentuk penegasan perjanjian di lapangan hukum keluarga

Bertujuan membentuk keluarga,didasarkan sebuah perkawinan yang sah idealnya terdiri atas
bapak,ibu, dan anak.

Rumah tangga :

Yaitu kehidupan dalam satu rumah (kesatuan ekonomi) berdasarkan KeTuhanan Yang Maha
Esa yaitu berdasarkan keimanan atau religius

Sah nya perkawinan :

1.Dilihat dari segi KUHA Perdata "Calon suami dan calon istri menyatakan saling menerima
satu kepada lainnya sebagai suami istri"

2.Perkawinan dilakukan di hadapan pegawai catatan sipil

3.Hukum Islam yaitu rukun perkawinan harus dipenuhi :

1).Calon suami istri

2).Wali nikah

3).Dua orang saksi ijab qabul

4.Hukum Adat,perkawinan harus ada pengakuan atau penerimaan masyarakat

Perkawinan tidak mengharuskan adanya pencatatan perkawinan.


DAFTAR PUSTAKA

 HeyLaw Indonesia | Your Trusted Legal Edutech Platform


 Pusat Produk & Jasa Hukum Terpercaya di Indonesia | Hukumonline

Anda mungkin juga menyukai