SUMPAH PERNIKAHAN
Dosen Pengampu: Laila Nurmilah, M.Si.
Penyusun :
1. Siti Rahmah
2. Lupita
Penulis
2
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Pernikahan adalah suatu hal yang membahagiakan. Karena dua insan yang saling
mencintai dapat berdampingan untuk membangun keluarga yang Sakinah, melalui Mawaddah
dan Warahmah. Bahkan tidak sedikit yang berjuang keras agar bisa menikah dengan orang
yang dicintainya.
Selain itu, pernikahan juga dapat menyambung tali silaturrahim antara kedua
pasangan tersebut. Suatu perkawinan tentunya dibangun dengan tujuan untuk mewujudkan
keluarga yang bahagia, kekal, dan harmonis. Sebagaimana yang tercantum dalam Kompilasi
Hukum Islam pasal 3 yang berebunyi bahwa “tujuan perkawinan adalah mewujudkan
keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah”.
1 Tujuan menurut hukum adat berbeda dengan menurut perundangan. Tujuan
perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan, adalah untuk
mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan atau keibuan atau
keibu-bapakan, untuk kebahagiaan rumah tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-
nilai adat budaya dan kedamaian, dan untuk mempertahankan kewarisan.
3
BAB II
Pembahasan
1. Pengertian Sumpah ‘ila
Sumpah ‘Ila adalah bentuk sumpah yang diberikan oleh seorang suami kepada
istrinya. Suami bersumpah bahwa dia tidak akan menggauli istrinya selama masa tertentu,
seringkali tanpa mengucapkan kata talak (perceraian). Sumpah ini dapat dipergunakan oleh
suami ketika dia ingin melarang hubungan intim dengan istrinya untuk jangka waktu tertentu.
Hukum ‘Ila :
Dalam hukum Islam, ‘Ila dianggap sah jika suami mengucapkan sumpahnya dengan
niat yang tulus. Selama masa ‘Ila, hubungan intim antara suami dan istri dianggap haram.
Suami harus mematuhi sumpahnya atau memberikan tebusan kepada istri untuk mengakhiri
‘Ila.
4
mencerminkan kebijakan hukum Islam yang berusaha melindungi hak-hak perempuan dan
menjaga keseimbangan dalam rumah tangga.
Sumpah ‘Ila, Zhihar, dan Li’an memiliki akar sejarah yang dalam, tradisi hukum
Islam dan terkait dengan ajaran-ajaran Al-Quran serta Hadis, yang merupakan catatan tentang
tindakan dan ucapan Nabi Muhammad SAW.
2. Sumpah Zhihar
Sumpah Zhihar juga ditemukan dalam Al-Quran, khususnya dalam Surah Al-Mujadila
(58:1-4), yang menyoroti praktik buruk Zhihar dan memberikan ketentuan untuk
mengatasinya. Nabi Muhammad SAW melarang praktik Zhihar dan memberikan pedoman
tentang bagaimana suami yang melakukan Zhihar harus mengganti kesalahannya dengan
memberikan tebusan atau meminta maaf kepada istrinya.
3. Sumpah Li’an
Sumpah Li’an didasarkan pada ayat-ayat Al-Quran, terutama dalam Surah An-Nur
(24:6-9), yang mengatur tata cara menanggapi tuduhan zina. Ketika seorang suami menuduh
istrinya berzina tanpa memiliki saksi yang sah, prosedur Li’an digunakan untuk menegakkan
kebenaran. Sejarah Li’an dicatat dalam Hadis, yang merinci kasus-kasus di mana prosedur ini
digunakan pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, sumpah-sumpah ‘Ila, Zhihar, dan Li’an memiliki dasar dalam Al-
Quran dan dijelaskan lebih lanjut dalam Hadis, yang merupakan dua sumber utama ajaran
dan praktik dalam Islam. Sumpah-sumpah ini merupakan bagian integral dari sistem hukum
Islam yang bertujuan untuk menjaga keadilan, menghormati hak-hak individu, dan
memelihara keseimbangan dalam hubungan suami-istri sesuai dengan ajaran agama Islam.
5
mengeluarkan putusan resmi yang mengesahkan perceraian dan merinci hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
b. Perbandingan sumpah zhihar dengan hukum penceraian dalam islam Sumpah Zhihar
adalah bentuk perceraian dalam hukum Islam di mana seorang suami menyatakan
bahwa istrinya adalah seperti ibunya, yang menjadikan hubungan suami-istri menjadi
haram. Dalam hal ini, suami membuat sumpah dan menetapkan hukuman berupa
pembebasan budak atau memberi makan sepuluh orang miskin. Jika suami melanggar
sumpahnya, maka ia harus membayar kafarat sebagai penebusan.
c. Li’an dalam perspektif hukum islam dan hukum sekuler
Li’an adalah bentuk bersumpah yang terkait dengan tuduhan zina (hubungan seksual
di luar nikah) dalam hukum Islam. Dalam kasus li’an, seorang suami menuduh
istrinya melakukan zina dan mengajukan sumpah di hadapan pengadilan. Jika istrinya
membantah tuduhan tersebut, keduanya akan bersumpah untuk membuktikan
kebenaran tuduhan atau membuktikan kebersihan istrinya. Jika istrinya bersumpah
dengan cara yang benar dan suami tetap pada tuduhannya, perceraian diakui dan
dianggap sah. Namun, jika istrinya bersumpah dengan cara yang benar dan suami
mencabut tuduhannya, maka mereka tidak akan bercerai dan suami dikenai hukuman
rajam (dirajam dengan batu sampai mati) karena tuduhannya palsu.
Dalam hukum sekuler, seperti di banyak negara dengan sistem hukum sipil, konsep
li’an tidak diterapkan. Sistem hukum sekuler cenderung mengikuti prinsip-prinsip
hukum yang lebih universal, seperti prinsip presumpsi tak bersalah dan hak asasi
manusia. Tuduhan zina biasanya harus dibuktikan dengan bukti yang kuat dalam
pengadilan dan hukuman ditetapkan berdasarkan hukum yang berlaku dalam
yurisdiksi tersebut.
Perbedaan utama antara li’an dalam hukum Islam dan hukum sekuler
adalah pendekatan terhadap tuduhan zina dan proses hukum yang diterapkan untuk
menangani kasus-kasus tersebut. Hukum sekuler cenderung lebih terfokus pada bukti
dan prosedur hukum yang adil, sementara li’an dalam hukum Islam melibatkan unsur-
unsur agama dan sumpah bersumpah untuk membuktikan kebenaran tuduhan.
Penerapan sumpah ‘Ila, Zhihar, dan Li’an dalam praktik hukum Islam telah
menciptakan sejumlah tantangan dan kontroversi, terutama terkait dengan aspek-aspek
berikut:
6
menyebabkan pencemaran nama baik bagi individu yang dituduh tanpa bukti yang cukup,
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan.
c. Kemungkinan Penyalahgunaan: Sumpah-sumpah ini dapat disalahgunakan oleh pihak
yang memiliki motif tersembunyi, seperti dendam atau keinginan untuk memperoleh
keuntungan finansial. Hal ini menimbulkan risiko penyalahgunaan dalam sistem hukum.
d. Penafsiran dan Konsistensi : Interpretasi dan penerapan sumpah-sumpah ini dapat
bervariasi di antara mazhab-mazhab hukum Islam yang berbeda dan antara negara-negara
dengan tradisi hukum Islam. Kurangnya konsistensi dalam penerapan praktek-praktek ini
dapat menciptakan ketidakpastian hukum.
e. Relevansi dengan Nilai Modern: Beberapa argumen mengemukakan bahwa praktek-
praktek ini mungkin tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat
modern. Oleh karena itu, ada tekanan untuk mereformasi atau meninjau ulang praktek-
praktek tersebut dalam konteks zaman sekarang.
1. Pendidikan dan Kesadaran: Pendidikan yang memadai mengenai hak-hak dan kewajiban
dalam pernikahan Islam dapat membantu masyarakat memahami implikasi dari praktek-
praktek seperti ‘Ila, Zhihar, dan Li’an. Kesadaran akan hak-hak perempuan dan kesetaraan
gender juga perlu ditingkatkan.
2. Reformasi Hukum: Negara-negara yang menerapkan praktek-praktek ini dapat
mempertimbangkan reformasi hukum untuk menyelaraskan praktik-praktik tersebut dengan
nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan hak asasi manusia yang diakui secara internasional.
Reformasi ini harus melibatkan ulama, ahli hukum, dan aktivis hak asasi manusia.
3. Penguatan Pengadilan: Pengadilan harus memiliki kapasitas dan sumber daya yang cukup
untuk menangani kasus-kasus ‘Ila, Zhihar, dan Li’an secara adil dan efisien. Sistem peradilan
juga harus memastikan bahwa bukti yang cukup ada sebelum tuduhan dianggap benar.
4. Mediasi dan Konsiliasi: Upaya mediasi dan konsiliasi dapat digunakan untuk menyelesaikan
konflik-konflik dalam pernikahan sebelum mencapai tahap sumpah ‘Ila, Zhihar, atau Li’an.
Pendekatan ini dapat membantu mempertahankan keutuhan keluarga dan menghindari proses
perceraian yang traumatis.
5. Riset dan Pengumpulan Data: Riset ilmiah yang mendalam dan pengumpulan data tentang
implementasi sumpah ‘Ila, Zhihar, dan Li’an dapat memberikan wawasan yang lebih baik
tentang dampak sosial, ekonomi, dan psikologis dari praktek-praktek ini. Data yang kuat
dapat menjadi dasar untuk perubahan kebijakan dan reformasi hukum.
6. Partisipasi Perempuan: Penting untuk melibatkan perempuan dalam proses pembuatan
kebijakan dan perubahan hukum yang berkaitan dengan praktek-praktek ‘Ila, Zhihar, dan
7
Li’an. Partisipasi aktif perempuan dalam proses ini akan memastikan bahwa perspektif dan
kepentingan mereka diakui dan diwakili.
BAB III
Penutup
Dalam kesimpulannya, sumpah ‘Ila, Zhihar, dan Li’an merupakan praktek-praktek
perceraian khusus dalam hukum Islam yang melibatkan sumpah atau pernyataan tertentu oleh
suami terkait dengan hubungan suami-istri. Meskipun praktek-praktek ini memiliki dasar
dalam tradisi hukum Islam, mereka telah menciptakan kontroversi dan tantangan terkait
dengan kesetaraan gender, keadilan, dan hak asasi manusia.
Penting untuk diakui bahwa interpretasi dan penerapan sumpah-sumpah ini dapat
bervariasi di antara mazhab-mazhab hukum Islam yang berbeda dan antar negara-negara
dengan tradisi hukum Islam yang berbeda pula. Oleh karena itu, penting untuk
mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan hukum setempat ketika membahas praktek-
praktek ini.
Untuk mengatasi tantangan yang ada, pendidikan, kesadaran, reformasi hukum,
penguatan pengadilan, mediasi, partisipasi perempuan, riset, dan dialog antarbudaya dan
antaragama merupakan langkah-langkah yang dapat diambil.
Dengan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan,
diharapkan praktek-praktek ini dapat diperbarui dan diadaptasi sesuai dengan nilai-nilai
keadilan, kesetaraan, dan hak asasi manusia dalam masyarakat yang terus berkembang.