Anda di halaman 1dari 4

Study Kasus Sengketa Internasional

Jepang dan Korea

A. Latar Belakang Sengketa


Kepulauan Dokdo sebutan Korea Selatan atau kepulauan Takeshima sebutan
oleh Jepang adalah kepulauan karang yang letaknya 215 km dari daratan Korea dan
250 km dari daratan Jepang. Sengketa ini dimulai sejak berakhirnya Perang Dunia II,
dan pada tahun 2012 ramai diberitakan dikarenakan Duta Besar Jepang untuk Korea
Selatan menyatakan bahwa secara historis maupun yuridis pulau Dokdo atau
Takeshima merupakan wilayah Jepang, tentu pernyataan tersebut memicu kemarahan
warga Korea Selatan, dan aksi saling balaspun terjadi dimana pernyataan Duta Besar
Jepang tersebut dibalas oleh Presiden Korea Selatan dengan melakukan kunjungan ke
Pulau Dokdo pada tahun yang sama dan kunjungan tersebut dianggap penghinaan
terhadap warga Jepang. Korea Selatan maupun Jepang sama-sama memiliki bukti yang
menguatkan yang mana dasar klaim Jepang yakni didasarkan pada perjanjian Jepang
dan Sekutu yakni perjanjian San Fransisco 1951 yang dalam Pasal 2 menyatakan
bahwa "Jepang mengakui Kemerdekaan Korea, dan melepaskan semua hak,
kepemilikan dan klaim atas Korea, termasuk Pulau Quelpart, Port Hamilton dan
Dagelet". Berdasarkan pada Pasal 2 Jepang berpendapat bahwa ia hanya mengakui
kemerdekaan Korea, sedangkan kewajiban untuk melepaskan Pulau Dokdo atau
Takeshima tidak tertera dalam pasal tersebut, dan Korea Selatan membantahnya
dengan dasar historisnya atau fakta sejarahnya yang dimilikinya yang dikutip dalam
beberapa dokumentasi pemerintah Korea Selatan, yang menyatakan bahwa Pulau
Dokdo atau Takeshima pada awalnya merupakan suatu wilayah yang tidak ada
pemiliknya yang dinamakan Ussankuk dan telah bersatu dengan Korea Selatan pada
masa Dinasti Shilla pada tahun 512 SM.
B. Jumlah Korban
Pada kasus sengketa internasional antara Jepang dan Korea tidak ada korban
jiwa tetapi terdapat beberapa dampak yang disebabkan oleh kasus ini diantaranya
adalah :
1. Terputusnya perjanjjian Cerrency Swap pada tahun 2015 sebagai penolakan
aktivitas politik kedua negara sebagai akibat sengketa Pulau Dokdo. Yang mana
perjanjian ini  ditandatangani pada tahun 2001 di bawah Chiang Mai Initatives sebagai
Kerjasama ekonomi antara Jepang dan Korea Selatan.
2. Munculnya masyarakat anti Korea Selatan dan anti Jepang di kedua negara akibat
propaganda yang dilakukan oleh Korea Selatan (seperti membuat brosur atau poster
mengenai Pulau Dokdo yang disebar luaskan di tempat umum agar masyarakat Korea
Selatan ingat bahwa Dokdo merupakan wilayahnya) dan Jepang (seperti memasukkan
informasi mengenai Pulau Dokdo dalam kurikulum pendidikan tahun 2008).  
3. Pelarangan pemain sepak bola Korea Selatan naik podium untuk mendapat mendali
perunggu pada Olimpiade London 2012 cabang sepak bola berdasarkan keputusan
Komite Olimpiade Internasional (IOC).

C. Kerusakan Fisik Yang Dialami Pasca Konflik


Tidak ada kerusakan fisik dalam konflik ini namun Pada tahun 2006, Korea
Selatan sempat menunjukkan sikap tegasnya pada Jepang dengan mengancam jika
Jepang masih melakukan rencana survei maritim di Pulau Dokdo maka, Korea Selatan
akan mengirim 20 kapal Meriam kepada Jepang.

D. Cara Penyelesaian Sengketa


Ada beberapa upaya untuk menyelesaikan kasus sengketa antara Jepang dan
Korea, antara lain:

1. Membuat Perjanjian Pengembangan Bersama (Joint Development Agreement)


Menyatakan diri buat kerjasama dalam eksplorasi dan eksploitasi deposit
hidrokarbon menurut bagian yang telah diatur dari pendapatan yang diperoleh
dari eksploitasi itu sendiri. Kerjasama pengembangan dilaksanakan di Zona
Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang mengalami tumpang tindih. Jika
perjanjian ini dilakukan, maka deposit gas hidrat yang terdapat di daerah itu akan
segera dapat digunakan demi memenuhi kebutuhan energi kedua negara, dan
tentu saja ini akan menguntungkan bagi kedua negara.

2. Mediasi
Mediasi adalah cara penyelesaian masalah melalui pihak ketiga. Pihak ketiga yang
dapat ditunjuk kedua negara mungkin adalah Amerika Serikat, karena selama ini
Amerika Serikat adalah sekutu Korea Selatan dan Jepang, apalagi Korea Utara
secara terbuka menyatakan bahwa hal itu merupakan ancaman bagi Asia Timur.

3. Penyelesaian Melalui Jalur Hukum


a. Arbitrase
Arbitrase merupakan metode alternatif penyelesaian sengketa yang
terkenal dalam hukum internasional. Sebagai metode penyelesaian
sengketa alternatif, arbitrase dianggap sebagai forum penyelesaian
sengketa yang efektif dan adil.Sengketa Pulau Dokdo tidak menutup
kemungkinan penyelesaian melalui pengadilan arbitrase, karena selama
ini jalan yang ditempuh Jepang dan Korea Selatan belum menemukan
jalan tengah.
b. Konsiliasi
Jepang dan Korea Selatan dapat menunjuk empat konsiliator, yang
masing-masing memiliki reputasi tertinggi dalam hal keadilan,
kompetensi, dan integritas. Nama-nama yang ditunjuk oleh Jepang dan
Korea Selatan akan menjadi penengah nantinya. Setelah itu, komisi
konsiliasi beranggotakan lima orang akan dibentuk. Jepang dan Korea
Selatan dapat dengan bebas memilih 2 konsiliator dari daftar konsiliator
yang terdaftar. Melalui komisi konsiliator inilah penyelesaian sengketa
akan dilakukan.
c. Tribunal Internasional Hukum Laut (ITLOS)
Tribunal Internasional Hukum Laut dapat dilakukan untuk
menyelesaikan sengketa Pulau Dokdo melalui forum Penyelesaian
Sengketa Batas Maritim.
ITLOS akan menetapkan delimitasi zona maritim dengan persetujuan
Jepang dan Korea Selatan di Laut Jepang berdasarkan ketentuan
Konvensi Hukum Laut 1982 dan menggunakan berbagai macam metode
delimitasi zona maritim. Jika digunakan metode garis tengah didalam
delimitasi maritim kedua negara, maka Pulau Dokdo akan sangat
berpeluang masuk dalam zona maritim Korea Selatan, karena jaraknya
yang dekat ke titik pangkal Korea Selatan.

E. Pendapat Kalian Terhadap Sengketa atau Konflik


Pendapat kami sengketa atau konflik dapat diselesaikan dengan cara yang baik
jika dilakukan dengan dialog, diplomasi, dan kesediaan untuk saling mendengarkan
dan memahami pandangan satu sama lain. Penyelesaian konflik dapat mencakup
berbagai strategi, termasuk negosiasi, mediasi, atau arbitrase.Namun, ketika konflik
tidak dapat diselesaikan melalui cara damai, penggunaan kekuatan dapat diperlukan.
Namun, penggunaan kekuatan harus dilakukan dengan bijak dan proporsional, dan
selalu dengan memperhatikan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip keadilan.Dalam
situasi konflik, sangat penting untuk menjamin keselamatan dan keamanan semua
pihak yang terlibat dalam konflik, dan untuk memastikan bahwa hak asasi manusia
dihormati. Karena itu, penyelesaian konflik harus selalu didasarkan pada prinsip-
prinsip keadilan dan keberlanjutan, dengan mempertimbangkan efek jangka panjang
dari keputusan yang diambil.

F. Saran Untuk Menjaga Keutuhan Persatuan dan Kesatuan Dunia


Tidak dapat dipungkiri terkadang ada negara yang tidak mau mengalah maka
dari itu diperlukan tindakan tegas. Kepala negara juga harus bijak dalam mengambil
keputusan demi kepentingan bersama. Kita sebagai warga negara yang baik harus
saling menghormati dan menghindari hal-hal yang dapat merusak hubungan antar
bangsa sehingga tercipta kedamaian dan keutuhan dunia. Masyarakat harus didorong
untuk berpartisipasi aktif dalam mempromosikan perdamaian dan mengatasi konflik.
Ini dapat dilakukan melalui partisipasi dalam kegiatan social, politik, dan ekonomi,
serta melalui organisasi masyarakat sipil yang berdedikasi untuk perdamaian dan
keadilan.

Anda mungkin juga menyukai