Anda di halaman 1dari 13

Konflik Sengketa Pulau antara Jepang dan Korea

Selatan
(Studi Kasus : Jepang Kembali Memperbaruhi Klaim nya Terhadap
Pulau Dokdo/Takeshima)
Abstrak

Dalam hukum internasional, keberadaan ruang tertentu adalah mutlak untuk


membentuk suatu negara, tidak akan ada negara tanpa wilayah di mana
penduduknya tinggal NS. Suatu wilayah tidak harus besar untuk mendirikan suatu
negara hukum hukum internasional karena tidak menetapkan syarat-syarat luasnya
suatu wilayah untuk memperoleh dianggap sebagai elemen konstitutif suatu
bangsa1 . Menurut Mauna Boer, kedaulatan suatu negara dibatasi oleh batas-
batasnya. Artinya kedaulatan suatu negara hanya berlaku di wilayah negara itu,
jika tidak ada wilayah negara itu tidak dianggap sebagai subjek hukum
internasional. Oleh karena itu, harus ada kejelasan wilayah dan perbatasan negara
satu dengan negara lain. Pentingnya wilayah bagi keberadaan Negara sering
menyebabkan beberapa perampasan wilayah suatu negara. Korea adalah sebuah
negara ada banyak pulau, rata-rata pulaunya adalah sebuah pulau kecil tak
berpenghuni. Ditambah dengan Korea, juga perbatasan banyak daerah lain di
tanah air, salah satunya adalah Jepang. Sampai kedua negara bentrok Sengketa
wilayah ini biasa disebut dengan Pulau Dokdo. Di sini dibawa ke sini adalah
gambaran besar dari lokasi Pulau Dokdo terletak di perbatasan laut antara Korea
dan Jepang. di sana ada sebuah pulau yang menjelaskan jarak antara pulau Dokdo
o dengan Pulau Ulleung sebagai milik pulau Korea berjarak 92 km dan Pulau Oki
memiliki Jepang berjarak sekitar 160 km.

Kata Kunci: Korea, Jepang, Sengketa, Pulau Dokdo

Abstract

In international law, the existence of a certain space is absolute to form a


country, there will be no country without the territory where the population lives
in NS. An area does not have to be large to establish a state under international
law because it does not stipulate the conditions for the extent of an area to be
considered as a constitutive element of a nation1 . According to Mauna Boer, the
sovereignty of a country is limited by its boundaries. This means that the
sovereignty of a country only applies to the territory of that country, if there is no
territory of that country it is not considered a subject of international law.
Therefore, there must be clarity of territory and borders from one country to
another. The importance of territory for the existence of the State often leads to
several seizures of the territory of a country. Korea is a country with many
islands, the average island is a small uninhabited island. Coupled with Korea,
also borders many other regions in the country, one of which is Japan. Until the
two countries clash. This territorial dispute is commonly referred to as Dokdo
Island. Here brought here is a big picture of the location of Dokdo Island located
on the sea border between Korea and Japan. there is an island that explains the
distance between Dokdo o Island and Ulleung Island as belonging to the Korean
island is 92 km and Oki Island has Japan is about 160 km.

Keywords: Korea, Japan, Dispute, Dokdo Island

A. Pendahuluan

Sengketa merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan sebuah perbedaan


pendapat, pertentangan atau konflik yang dilakukan oleh antar individu maupun
kelompok karena memiliki hubungan atau kepentingan yang sama terhadap suatu
objek kepemilikan. Sengketa wilayah merupakan pertentangan kepemilikan yang
dilakukan oleh dua negara atau lebih atas hak kepemilikan pada suatu wilayah.
Sengketa wilayah biasa terjadi terhadap negara yang perbatasannya saling
berdekatan baik dari perbatasan wilayah laut, darat, serta pulau.

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Pulau Dokdo yang sebagaimana


dikenal oleh masyarakat Korea Selatan serta Pulau Takeshima sebagaimana
dikenal oleh masyarakat Jepang merupakan satu pulau yang sama yang di mana
pulau tersebut menimbulkan persengketaan antara kedua negara maju ini. Pada
tahun 1996 Jepang dan Korea Selatan sudah mendeklarasikan bersama ukuran
luas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di wilayah laut Jepang, dikarenakan luas
wilayah laut Jepang tidak terlalu luas maka delimitasi maritime yang digunakan
berdasarkan dengan perundingan bilateral sebagai penetapan batas zona maritim
mereka di laut Jepang (Sengketa & Dalam, 2019).

Tidak lama kemudian, perundingan tersebut ternyata menimbulkan


kembali persengkataan atas wilayah Pulau Dokdo, yang dimana Duta Besar
Jepang untuk Korea Selatan dengan tegas menyatakan bahwa secara historis serta
yuridis, Pulau Dokdo merupakan bagian dari wilayah kedaulatan Jepang, tetapi
jika berdasarkan pada acuan historis yang dikutip dari beberapa dokumentasi
pemerintah Korea Selatan, menyatakan bahwa pulau Dokdo/Takeshima
merupakan suatu independent island yang sebelumnya dinamakan Ussankuk yang
pada saat itu telah bersatu dengan Korea Selatan di masa Dinasti Shilla.

Oleh karena itu pada tahun 1945 Jepang telah menyerah kepada sekutu
maka secara otomatis wilayah yang dahulu sempat menjadi wilayah jajahan
Jepang otomatis harus dikembalikan kepada negara yang berkuasa sebelumnya.
Namun, jika dilihat berdasarkan perjanjian San Francisco Pasal 2 wilayah Pulau
Dokdo/Takeshima tidak termasuk ke dalam Pulau yang harus dikembalikan oleh
Jepang, di dalam perjanjian tersebut hanya menyatakan bahwa Jepang harus
mengembalikan wilayah Pulau Kuril dan wilayah Pulau Senkaku kepada Rusia.
Dari hal tersebut dapat menjadikan sebuah legalitas Jepang dalam kepemilikan
atas pulau Dokdo/Takeshima.

Jepang, Korea mengklaim kepemilikan pulau Dokdo Pulau berdasarkan


konektivitas geografis dan bukti dokumenter sejarah. Dua negara keduanya
memiliki bukti yang menguatkan klaim kepemilikan pulau itu Dokter. Jepang dan
Korea, yang memiliki hubungan yang harmonis, dihadapkan pada kenyataan
bahwa memburuknya hubungan ketika Sengketa Pulau Dokdo muncul kembali.
Hubungan antara Jepang dan Korea turun kepedulian terhadap masyarakat dunia
pada umumnya, dan di Asia Timur khususnya. Sengketa Wilayah merupakan
masalah yang sulit untuk dipecahkan. Sejak awal, mereka adalah milik satu sama
lain klaim atas harta benda, yang dapat berkembang menjadi sengketa yang
mengarah pada konflik dan mengakibatkan buruknya hubungan antar negara yang
bersangkutan, bahkan menyebabkan perang

Realitas saat ini adalah bahwa perang perselisihan terus berlanjut dan
upaya kontrol Jepang dan Korea di Pulau Dokdo. Pertanyaan menjadi lebih rumit
karena keluhan dan upaya mereka tumpang tindih, tidak menyiratkan batas
teritorial apa pun antara Jepang dan Korea di perairan teritorial sekitar pulau
Dokter. Hal ini akhirnya menyebabkan protes besar-besaran di seluruh negeri
demonstrasi di Jepang dan Korea. Dalam hal ini, Jepang dan Korea kalian berdua
berpikir seperti pemilik Pulau Dokdo. Jadi tindakan terkecil apa pun yang
dilakukan orang Jepang di Dokdo, mereka akan dapat memancing kemarahan dari
Korea, dan sebaliknya. Tentu akan memperburuk hubungan antara kedua negara
tetangga (Timur & Barat, 2019).

B. Metode Penelitian

Dalam pemilihan metode penelitian, penulis memilih menggunakan


metode penelitian deskriptif-kualitatif. Karena dalam penelitian ini menggunakan
tehnik pengumpulan dari berbagai sumber yang didapat, kemudian analisis data
nya pun bersifat kualitatif serta hasil dari penelitian lebih menekankan arti dan
juga penjelasan yang cukup banyak. Penulis berusaha untuk mendeskripsikan
sebuah isu yang penulis pilih, dengan cara menganalisis isu tersebut
menggunakan berbagai macam data yang penulis dapatkan. Dalam
penyusunannya jurnal ini menggunakan berbagai data yang bersifat sekunder,
seperti dari web atau laman internet yang memiliki relevensi terhadap isu yang
diangkat pada jurnal yang penulis pilih yang mana penulis jelaskan dan
gambarkan kembali bedasarkan dengan pendapat dan hasil yang ditemukan.

C. Pembahasan
1. Konsep Sengketa dalam Hubungan Internasional

Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah situasi di


mana dua negara memiliki pandangan yang berbeda tentang apakah kewajiban
yang terkandung dalam perjanjian.6 Suatu sengketa internasional muncul ketika
sengketa itu menyangkut instansi pemerintah, badan hukum (badan hukum) atau
orang perseorangan dalam dunia yang berbeda terjadi karena kesalahpahaman
tentang satu hal, salah satunya satu pihak dengan sengaja melanggar hak atau
kepentingan negara lain, dua negara bermasalah posisi pada suatu masalah dan
melanggar hukum atau perjanjian internasional.

Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara membentuk klaim tidak
didasarkan pada pertimbangan otoritatif tetapi pada pertimbangan politik atau
Hobi lainnya. Sengketa non-hukum adalah solusinya dilakukan secara politik.
Keputusan yang dibuat dalam penyelesaian politik hanya sebagai usul tanpa
komitmen dari Negara yang bersengketa. Usulan tersebut tetap mengutamakan
kedaulatan negara yang bersengketa dan tidak harus didasarkan pada ketentuan
undang-undang (SENGKETA PULAU DOKDO ANTARA JEPANG DAN KOREA
SELATAN Utami Gita Syafitri 090200092, n.d.).

Dapat dikatakan bahwa perselisihan internasional adalah satu sisi dari


hubungan Internasional. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa hubungan acara
internasional yang diadakan antar negara, negara dengan individu atau negara
dengan organisasi internasional, hubungan ini sering menimbulkan perselisihan
antara mereka atau mereka. Hubungan internasional ini mencakup beberapa aspek
kehidupan seperti politik, Sosial ekonomi. Menurut Oscar Schachter, hubungan
masyarakat internasional di bidang ekonomi adalah "... hubungan ekonomi antar
negara, termasuk, antar negara, perdagangan, keuangan, perjanjian investasi,
waralaba dan pengembangan, alih teknologi, kerjasama dan bantuan ekonomi”.1
Sengketa internasional sering disamakan dengan istilah “perselisihan antar
negara”.

Pandangan ini merupakan pandangan klasik bahwa Negara merupakan satu-


satunya subjek hukum internasional, padahal dalam perkembangannya tidak
hanya negara adalah subjek hukum internasional, tetapi ada subjek hukum
organisasi internasional non-negara, khususnya individu dan organisasi
internasional. Jadi, Sengketa internasional dipahami sebagai perselisihan yang
timbul atau timbul di antara negara dan negara, negara dengan rakyat dan subjek
hukum di luar negara hukum tidak saling menguntungkan.

. Hubungan bilateral antara Jepang dan Korea Selatan kembali memburuk. Ini
terjadi setelah Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengajukan protes setelah
Jepang memperbaharui klaim terhadap Pulau Dokdo, dalam buku putih
pertahanan (defense white paper) terbarunya. Selain daripada itu telah diketahui
bahwa Direktur Jenderal untuk Asia dan Pasifik di Kementerian Luar Negeri
Korea Selatan Kim Jung-han memanggil pejabat senior di Kedutaan Besar Jepang
untuk Korea Selatan Hirohisa Soma terkait masalah ini (Modern, n.d.).
Dalam kehidupan masyarakat internasional, hubungan antar negara dicirikan
oleh dua faktor, yaitu adanya kerjasama yang hidup berdampingan secara damai
dan adanya sengketa internasional. Pada dasarnya, masyarakat internasional yang
mendambakan hidup berdampingan secara damai, tidak dapat menghindari
timbulnya perselisihan. Sengketa internasional didefinisikan sebagai
ketidaksepakatan antara subjek hukum tentang fakta, hukum atau kebijakan yang
disangkal atau tidak disetujui oleh pihak lain tentang masalah hukum atau fakta
mengenai interpretasi atau kepentingan antara negara yang berbeda. Sengketa
internasional terjadi karena berbagai sebab, diantaranya:

1. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian internasional


2. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional
3. Kerusakan lingkungan hidup
4. Perebutan pengaruh ekonomi, politik, ataupun keamanan regional
internasional
5. Batas wilayah dan klaim kepemilikan wilayah negara.

Sengketa internasional hampir setiap saat terjadi, terutama sengketa


mengenai perebutan wilayah negara. Ketika terjadi sengketa internasional, hukum
internasional memainkan peranan yang penting dan esensial dalam proses
penyelesaian sengketa tersebut. Penyelesaian sengketa internasional merupakan
satu tahap paling penting dan menentukan. Dalam hal ini hukum internasional
memberikan pedoman, aturan dan cara-cara suatu sengketa dapat diselesaikan
oleh para pihak (Anwar, 1988).

Atol, juga dikenal sebagai Dokdo oleh Korea dan Takeshima oleh Jepang,
adalah sengketa yang muncul sejak akhir Perang Dunia II. Perselisihan tersebut
muncul setelah Duta Besar Jepang untuk Korea Selatan menjelaskan bahwa secara
historis dan legal, Pulau Dokdo merupakan bagian dari wilayah kedaulatan
Jepang. Deklarasi ini membuat marah orang-orang Korea, yang menganggap
pulau itu sebagai wilayah mereka. Demikian pula kunjungan Presiden Republik
Korea ke Pulau Dokdo pada Agustus 2012 dipandang oleh masyarakat Jepang
sebagai penghinaan terhadap kedaulatan mereka atas Pulau Dokdo.
Sebelumnya, pada tahun 1996, Jepang Jepang dan Korea Selatan sama-
sama mengklaim luas ZEE di Laut Jepang. Karena Laut Jepang bukanlah laut
yang sangat besar, maka delimitasi maritim dilakukan atas dasar negosiasi
bilateral untuk menentukan batas perairan mereka di Laut Jepang. Negosiasi
antara Jepang dan Korea Selatan mengenai batas-batas zona ekonomi eksklusif di
Laut Jepang yang dilakukan pada tahun 1996 membawa sengketa kembali ke
Pulau Dokdo. Jepang dan Korea Selatan secara bersamaan mengklaim Pulau
Dokdo sebagai wilayah mereka. Kedua negara juga telah mengidentifikasi Pulau
Dokdo sebagai titik awal untuk menetapkan perairan mereka di Laut Jepang.

Akibat sengketa harta benda kedua belah pihak, sengketa Pulau Dokdo
menjadi kendala dalam mencapai kesepakatan delimitasi maritim di Laut Jepang.
Jepang dan Korea Selatan mengklaim kepemilikan Pulau Dokdo berdasarkan
konektivitas geografis dan bukti dokumenter sejarah. Kedua negara memiliki
bukti untuk mendukung klaim kepemilikan Pulau Dokdo. Jepang dan Korea
Selatan, yang menikmati hubungan damai, harus menghadapi kenyataan bahwa
hubungan mereka semakin memburuk karena sengketa Pulau Dokdo muncul
kembali.

Hubungan yang memburuk antara Jepang dan Korea menjadi perhatian


masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Asia Timur pada khususnya.

Sengketa wilayah adalah masalah yang sulit untuk diselesaikan. Dari yang
semula merupakan klaim harta bersama, bisa saja berkembang menjadi sengketa
yang berujung pada konflik dan berujung pada buruknya hubungan antar negara
yang terlibat, bahkan berujung pada perang. Kenyataan yang terjadi sekarang
adalah perang klaim dan upaya penguasaan Jepang dan Korea atas Pulau Dokdo
terus berlanjut. Untuk memperumit masalah lebih lanjut, klaim dan upaya ini
tumpang tindih, sehingga tidak ada batas teritorial yang jelas antara Jepang dan
Korea Selatan di perairan sekitar Pulau Dokdo.

Hal ini akhirnya menimbulkan berbagai protes kekerasan melalui


demonstrasi di Jepang dan Korea Selatan. Dalam hal ini, Jepang dan Korea sama-
sama percaya bahwa mereka adalah pemilik Pulau Dokdo. Karena itu, aksi
terkecil Jepang di pulau Dokdo juga bisa membuat Korea marah dan sebaliknya.
Hal ini tentu akan memperburuk hubungan kedua 4.444 negara bertetangga
tersebut. Sengketa Pulau Dokdo antara Jepang dan Korea bukan hanya sengketa
wilayah antara kedua negara tetangga, tetapi juga menyangkut harga diri bangsa,
terbukti dengan kuatnya jiwa nasionalis kedua bangsa Jepang tersebut. persaingan.
Jepang dan Korea Selatan telah melakukan beberapa upaya untuk menyelesaikan
sengketa Dokdo, tetapi tidak berhasil. Belum tercapainya kesepakatan batas
wilayah antara Jepang dan Korea Selatan telah menimbulkan hambatan bagi
pelaksanaan kedaulatan di kawasan. Selain itu, sengketa ini juga menghambat
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral di Laut Jepang.

Diperlukan pertimbangan dan analisis yang cermat dari perspektif hukum


internasional mengenai sengketa Pulau Dokdo. Khususnya mengenai penyelesaian
sengketa wilayah sesuai dengan hukum internasional dan Konvensi Hukum Laut
1982 yang mengatur seluruh wilayah laut, termasuk batas laut dan kedaulatan
wilayah negara-negara di laut, serta analisisnya. Upaya terbaik sedang dilakukan
untuk menyelesaikan sengketa di Pulau Dokdo.

2. Sengketa Pulau Dokdo antara Jepang dan Korea Selatan

Pulau Dokdo adalah sebuah pulau karang yang terletak di Laut Jepang. Korea
Selatan memberi nama pulau tersebut dengan nama “Dokdo” yang artinya pulau
karang. Sedangkan Jepang memberi nama pulau tersebut dengan nama
“Takeshima” yang artinya pulau bambu. Pulau Dokdo terdiri atas dua buah pulau
karang yang bernama Seodo dan Dongdo yang secara harfiah dapat diartikan
sebagai pulau barat dan pulau timur. Total luas Pulau Dokdo adalah sekitar
187.453 m², dengan luas Seodo 88.674 m² dan luas Dongdo adalah 73.297 m².
Pulau Dokdo berjarak sekitar 134 mil laut dari Korea Selatan dan sekitar 138 mil
laut dari Jepang. Jarak dari Pulau Ulleungdo milik Korea Selatan adalah sekitar 58
mil laut. Sedangkan Pulau Oki yang merupakan pulau milik Jepang adalah sekitar
100 mil laut.

Dalam perolehan wilayah yang disengketakan, banyak dilakukan upaya yang


tidak berdasarkan aturan hukum internasional untuk mengambil alih wilayah
yang disengketakan. Dan penyelesaian sengketa cukup sulit ditemukan titik temu.
Contohnya adalah sengketa Pulau Dokdo antara Korea dan Jepang yang hingga
saat ini masih belum terselesaikan. Ada pernyataan dari kedua negara, tetapi tidak
semua klaim yang diajukan memiliki legitimasi hukum. Korea mengklaim
bahwa Pulau Dokdo telah menjadi wilayah kedaulatan mereka sejak dinasti Shilla
pada 512 SM. Sementara itu, Jepang mengklaim Pulau Takeshima sebagai
wilayah kedaulatannya berdasarkan Pasal 2 Perjanjian San Francisco 1951 yang
menetapkan bahwa Jepang hanya akan melepaskan kedaulatan atas Dagelet dan
Kepulauan Quelpart, serta Port Hamilton (Schwartz & Yoo, 2019).

Maka dengan pernyataan tersebut, Jepang berkeyakinan tidak akan


melepaskan kedaulatannya atas Pulau Takeshima, bahkan hal ini diperkuat dengan
keputusan Prefektur Shimane No. 40 yang membuktikan legitimasi hukum bahwa
Pulau Takeshima merupakan wilayah yang berada di bawah kedaulatan Jepang. .
diperoleh dengan aneksasi. Berdasarkan fakta, Jepang mengundang Korea untuk
mengajukan sengketa ini ke pengadilan internasional, tetapi Korea tidak setuju
dengan pendapat Jepang. Jadi, tanpa adanya upaya penyelesaian sengketa lebih
lanjut, sengketa ini akan berlangsung lama.

Sengketa wilayah biasanya melibatkan negara-negara yang secara geografis


letaknya berdekatan, banyaknya sengketa wilayah yang terjadi dengan saling
klaim atas sebuah wilayah merupakan hal yang saat ini menjadi perhatian dunia.
Wilayah yang biasanya sering menjadi sengketa adalah wilayah laut, wilayah
darat, dan dapat juga berupa pulau. Sengketa wilayah dapat terjadi karena dua hal
yaitu, Pertama dalam bentuk klaim terhadap seluruh bagian wilayah negara.
Kedua dalam bentuk klaim terhadap suatu bagian dari wilayah negara yang
berbatasan.

Mahkamah Internasional telah memutuskan sejumlah sengketa teritorial yang


muncul. Misalnya, sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan
Malaysia. Sengketa yang dihadapi Indonesia dan Malaysia ini mirip dengan
sengketa Pulau Dokdo, di mana mereka membuat klaim berdasarkan fakta sejarah
dan hubungan geografis dan ditambah dengan perasaan nasionalisme dan
kepentingan pribadi, kepentingan nasional. Saat itu, Indonesia dan Malaysia
bersedia memberikan konsesi atas sengketa pulau Sipadan Ligitan karena upaya
penyelesaian diplomatik masih belum tuntas dan berlarut-larut. Jepang dan Korea
Selatan juga dapat belajar dari pengalaman Indonesia dan Malaysia yang dengan
bangga menyerahkan sengketanya ke Mahkamah Internasional, meskipun rasa
nasionalisme telah bangkit. proses. Hakim biasanya akan mempertimbangkan dua
jenis bukti yang diajukan untuk mendukung klaim, dokumentasi penyelesaian dan
pengawasan yang efektif. Perjanjian akan memberikan bukti kuat untuk klaim
suatu wilayah, seperti Perjanjian San Francisco 1951 yang digunakan Jepang
sebagai dasar klaimnya atas Pulau Dokdo. Namun, suatu perjanjian dapat
dibatalkan atau ditentang, sehingga legitimasinya mudah ditentang oleh pihak
lain.

Dengan demikian, hakim umumnya akan mempertimbangkan lebih banyak


bukti yang menunjukkan adanya zona pendudukan dengan kontrol efektif atas
penyelesaian sengketa wilayah. Dalam sengketa antara Pulau Sipadan dan Ligitan,
hakim Mahkamah Internasional juga mendasarkan putusannya pada asas
pendudukan dengan pengawasan efektif. Malaysia yang mampu menunjukkan
berbagai aktivitas kedaulatan yang dilakukan di pulau itu, akhirnya berhasil
menjadi pemilik sah atas pulau Sipadan dan Ligitan. Jika dalam sengketa Pulau
Dokdo, para hakim Mahkamah Internasional juga menggunakan prinsip
pendudukan dengan pengawasan yang efektif sebagai dasar putusannya, maka
Korea akan berpeluang besar untuk memiliki Pulau Dokdo. Seperti disebutkan
sebelumnya, Korea berada dalam posisi yang lebih kuat jika sengketa ini dibawa
ke Mahkamah Internasional, karena pemerintah Korea telah efektif menduduki
pulau itu.

D. Kesimpulan

Penetapan delimitasi wilayah maritim oleh ITLOS tidak terbatas pada satu
metode saja, tetapi juga harus memperhatikan pembuktian, verifikasi fakta, dan
kondisi laut. Berdasarkan bukti-bukti yang diajukan dan menggunakan prinsip-
prinsip yang terdapat dalam hukum internasional, penyelesaian sengketa oleh
ITLOS akan mengubah sengketa Pulau Dokdo menjadi sengketa delimitasi
maritim, dan tidak lagi merupakan sengketa status kedaulatan Pulau Dokdo.
ITLOS akan menentukan delimitasi wilayah maritim dengan kesepakatan Jepang
dan Republik Korea di Laut Jepang sesuai dengan ketentuan Konvensi Hukum
Laut 1982 dan akan menggunakan berbagai metode delimiting maritim daerah.
Jika metode garis tengah digunakan dalam delimitasi perairan kedua negara ini,
maka Pulau Dokdo sangat mungkin masuk dalam perairan Korea, karena lebih
dekat dengan titik keberangkatan dari Korea. Metode garis tengah menggunakan
garis khayal yang berjarak sama dari titik dasar Jepang dan Korea dan membagi
laut menjadi dua bagian yang sama. Menggunakan metode ini akan mengarah
pada batas laut yang lebih seimbang dan juga solusi yang lebih adil, karena
Jepang dan Korea Selatan akan memiliki perairan yang kurang lebih sama di Laut
Jepang. Jadi mereka bisa mendapatkan keuntungan dari produk perikanan dan
deposit gas hidrat di daerah tersebut.

Daftar Pustaka

XAnwar Chairul, Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Jakarta,


Penerbit Djambatan, 1988.

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta:Sinar Grafika,


2004.

J.G. Merills, International Dispute Settlement, New York:Cambridge Press, 2005.

Modern, P. (n.d.). BAB II DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL JEPANG –


KOREA SELATAN.

Prof. Dr. Ardhiwisastra Yudha Bhakti, S.H.,M.H.,Hukum Internasional Bunga


Rampai, PT. Alumni, Bandung.

Schwartz, T., & Yoo, J. (2019). Asian Territorial Disputes and the 1951 San
Francisco Peace Treaty: The Case of Dokdo. Chinese Journal of
International Law, 18(3), 503–550.
https://doi.org/10.1093/chinesejil/jmz017

Sengketa, P., & Dalam, K. (2019). HUKUM INTERNASIONAL ( Studi Kasus


Sengketa Perebutan Pulau Dokdo antara Jepang - Korea Selatan )
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Pendidikan Ganesha e-Journal
Komunitas Yustisia. 2(1).
SENGKETA PULAU DOKDO ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN Utami
Gita Syafitri 090200092. (n.d.). 1–21.

Timur, P., & Barat, P. (2019). DAMPAK SENGKETA PULAU DOKDO /


TAKESHIMA KOREA SELATAN - JEPANG TERHADAP
PERKEMBANGAN HALLYU DI Sengketa Pulau Dokdo disebut oleh
Takeshima Semenanjung Korea dan Kepulaun Salah satu alasan Korea
Selatan Dokdo / Takeshima Dinasti Shilla pada tahun 512 SM . . 1, 32–
51.

War’s legacy Plaguest Japan dan Its Neightbors, dimuat dalam www.time.com

Y Gunawan, 2012, Penegakan Hukum Terhadap Pembajakan di Laut Melalui


Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional, Jurnal Media Hukum, Vol
25, No.1 (2018), Yogyakarta, FH UMY. Diakses juga pada laman:
http://journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article/view/1978/1959

Anda mungkin juga menyukai