Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENYELESAIAN SENGKETA

HUKUM LAUT
Dosen Pengampu:
Dr. Muhammad Darwis, S.H.I., M.H.

DISUSUN OLEH

DONI RAMADHAN (11920714137)


M. BANI PRATAMA ALNUR (11920714411)
MAULAYA AFIFAH (11920724420)
MUTIA INDRIA WATI (11920724527)
SHELBI ANNAJMI NURRAWI (11920724590)

ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Penyelesaian Sengketa Laut” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
bapak Dr. Muhammad darwis, SHI., SH., MH., pada mata kuliah Hukum Laut.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Penyelesaian Sengketa Laut.
Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Muhammad darwis,
SHI., SH., MH., selaku dosen mata kuliah Hukum Laut yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru,07 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................2
A. Latar Belakang....................................................................................................................2
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................4
A. Defenisi Penyelesaian Sengketa Hukum Laut....................................................................4
B. Cara Penyelesaian Senketa Hukum Laut............................................................................4
C. Contoh Kasus Senketa Kelautan dan Penyelesaiannya......................................................8
D. Kemungkinan Terjadinya Sengketa Hukum Laut..............................................................8

BAB III PENUTUP........................................................................................................................13


A. Simpulan............................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................14

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak dahulu manusia telah menggunakan laut sebagai medi perhubungan,
wadah sumberdaya alam kelautan dan sebagai pijakan meproyeksikan kekuatan
dari darat. Penggunaan laut seperti diatas mengakibatkan lahiriah klaim-klaim
atas wilayah laut oleh Negara-negara yang didasarkan pada kedaulatan Negara
menurut hukum internasional.
Secara tradisional kedaulatan Negara pantai selalu didasarkan pada azas dan
rezim perairan territorial sedangkan falsafah laut lepas/ bebas adalah”kebebasan
di laut” kebebasan ini didasarkan kepada pra anggapan dasar yang pertama
bahwa sumber daya alam kelautan dipandang sebagai milik bersama ( Res
Comunis) seluruh umat manusi,dan yang kedua bahwa seluruh sumber daya itu
sudah tentu tidak akan dipertentangkan.
Pandangan tentang kebebasan untuk memanfaatkan laut lepas ini berjalan
terus manerus bahkan setelah terjadi revolusi industry di Eropa, walaupun ada
juga perubahan, tetapi kegiatan perikanan, eksploitasi dan penelitian ilmiah yang
mengadakan eksploitasi terhadap sumberdaya hayati laut tetap ada berjalan
seperti biasa sampai kini.
Dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dan ekonmi sebagaimana kita rasakan ini maka pra anggapan
tradisional yang disebutkan di atas tentu tidak berlaku lagi. Kesadaran negara-
negara sekarang ini ialah bhwa laut merupakan sumber masa depan yang sangat
potensial bagi kehidupan umat manusia oleh karena itu setelelah Perang Dunia
II timbul suatu pandangan baru untuk melindungi sumber daya laut dengan cara
membatasi kebebasan di laut secara umum pembatasan itu disebabkan oleh du
pertimbangan yakni: 1. Adanya perkembangan teknologi modern tentang
penggunaan sumber daya alam dari laut. 2. Makin banyaknya Negara berpantai
menutut bagian terbesar dari laut yang berdekatan dengan

2
pantainya. Dengan pandangan tersebut diatas berarti Negara di dunia ketiga maupun
Negara maju tidak lagi secara bebas menggunakan laut sesuai kehendaknya.
Mengenai sengketa yang disebabkan penambangan dasar laut antara Negara-
negara maju dengan Negara-negara yang sedang berkembang, yang menyangkut
masalah wewenang untuk mengadili maka sesuai dengan konvensi Hukum Laut tahun
1982 adalah merupakan jurisdiksi dari pada kamar sengketa dasar laut.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Defenisi Penyelesaian Sengketa Hukum Laut?


2. Apa Cara Penyelesaian Sengketa Hukum Laut?
3. Apa Contoh Kasus Penyelesaian Sengketa Hukum Laut?
4. Apa Kemungkinan Timbulnya Sengketa Hukum Laut?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui Defenisi Penyelesaian Sengketa Hukum Laut


2. Mengetahui Cara Penyelesaian Sengketa Hukum Laut
3. Mengetahui Contoh Kasus Penyelesaian Sengketa Hukum Laut
4. Mengetahui Kemungkinan Timbulnya Sengketa Hukum Laut

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Penyelesaian Sengketa Hukum Laut


Penyelesaian sengketa kelautan merupakan penegakan hukum kelautan berupa
suatu tindakan, suatu upaya, dan proses paksaan yang ditujukan bagi negara-negara
kelautan dalam menyelesaikan masalah sengketa yang terjadi dengan berpedoman
kepada UNCLOS 1982 atau Hukum Laut dan Hukum Internasional. Tujuan dari adanya
penyelesaian sengketa kelautan ini yaitu untuk menyelesaikan masalah diantara kedua
negara atau lebih yang bersengketa mengenai laut.

B. Cara Penyelesaian Sengketa Hukum Laut


Berdasarkan BAB XV tepatnya pada Pasal 287 UNCLOS 1982 tentang
Penyelesaian Sengketa (Settlement of Disputes) mengatur mengenai alternatif dan
prosedur penyelesaian sengketa bagi negara-negara yang berhubungan dengan wilayah
atau zona kelautan. Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat dua bentuk alternatif
penyelesaian sengketa, dimana negara-negara diberi kebebasan memilih bentuk
penyelesaian mana yang menurut negara yang bersangkutan paling tepat dalam
menyelesaikan sengketa yang sedang dihadapi.1 Adapun dua bentuk hukum penyelesaian
sengketa kelautan berdasarkan Pasal 287 UNCLOS 1982, yaitu sebagai berikut:

Penyelesaian Sengketa Secara Damai


Penyelesaian sengketa secara damai merupakan penyelesaian sengketadengan
salah satu negara atau lebih mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan masalah
secara baik baik dengan cara non litigasi. Penyelesaian sengeketa secara non
litigasi merupakan suatu istilah hukum mengenai penyelesaian sengketa yang
dilakukan menggunakan prosedur yang ada diluar pengadilan. Berdasarkan

1Marsita Kantjai, 2019, “Kewenangan Tribunal Internasional Hukum Laut dalam Penyelesaian Sengketa Kelautan
Menurut Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982”, Lex Privatum, Vol. 7, No. 1, (online),
(https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/25874, hlm. 99),.

4
Pasal 33 Ayat 1 Piagam PBB, penyelesaian sengketa secara damai melalui non
litigasi mempunyai beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut:2
a. Konsultasi
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal atau
pribadi antara pihak konsultan dengan klien (negara). Fungsi dari konsultan
dalam penyelesaian sengketa laut tidak dominan, dikarenakan konsultan
hanya memberikan pendapat (hukum) sebagaimana yang diminta oleh
kliennya. Setelah konsultan memberikan pendapatnya, keputusan selanjutnya
mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh negara
yangbersengketa tersebut.
b. Negoisasi
Negoisasi merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh
negara yang bersangkutan melalui musyawarah atau berunding tanpa bantuan
pihak lain untuk mencari putusan yang adil.
c. Mediasi
Mediasi merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh negara
yang bersangkutan melalui musyawarah atau berunding dengan bantuan
pihak ketiga yang bersifat netral, pihak ketiga tersebut disebut mediator.
Mediator harus mampu mencari alternatif-alternatif atau solusi-solusi supaya
permasalahan sengketa tersebut dapat segera diselesaikan.
d. Konsiliasi
Konsialiasi merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh
negara yang bersangkutan melalui musyawarah atau berunding dengan
bantuanpihak ketiga atau lebih yang bersifat netral.

2 Admin, “Mengenal Bentuk-Bentuk Penyelesaian Non-Litigasi”, diakses dari


https://pkpajakarta.com/mengenal-bentuk-bentuk-penyelesaian-non-
litigasi/#:~:text=Penye%20lesaian%20non%2Dlitigasi%20adalah%20penyelesaian,Salah%20satunya%20
adalah%20arbitrase,

5
Penyelesaian Sengketa dengan Prosedur Wajib
Penyelesaian sengketa dengan prosedur wajib merupakan penyelesaian sengketa
dengan salah satu negara atau lebih dengan cara litigasi. Litigasi merupakan suatu
istilah hukum mengenai penyelesaian sengketa yang sedang dihadapi oleh suatu
negara melalui jalur pengadilan dengan melibatkan pembeberan informasi dan
bukti terkati atas sengketa yang disidangkan. Jika tidak tercapai suatu kesepakatan
dalam penyelesaian sengketa secara damai, maka negara sebagai pihak
bermasalah dapat menggunakan prosedur wajib yang menghasilkan keputusan
yangmengikat melalui pengajuan permasalahan di pengadilan.3 Konvensi PBB
padatahun 1982 selain membentuk hukum atau peraturan khusus yang membahas
mengenai laut, dalam konvensi PBB yang tertuang dalam UNCLOS 1982 juga
membentuk sebuah peradilan khusus untuk menangani sengketa hukum laut.
Bentuk dari penyelesaian sengketa dengan prosedur wajib melalui peradilan
khusus berdasarkan Pasal 287 Ayat 1 UNCLOS 1982, yaitu sebagai berikut:
a. Mahkamah Internasional Hukum Laut atau ITLOS (International
Tribunal for the Law of the Sea)
ITLOS atau yang sering disebut sebagai Mahkamah Internasional
HukumLaut merupakan sebuah peradilan internasional khusus yang dibentuk
melalui Konvensi PBB yang tertuang dalam UNCLOS 1982 pada tanggal 1
Agustus 1996 dan berkedudukan di Hamburg, Jerman. Tujuan dari adanya
ITLOS yaitu untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang berhubungan
dengan kelautan. Dengan adanya pembentukan ITLOS oleh Konvensi PBB
ini, maka mencerminkan bahwa sengketa hukum laut ditempatkan pada suatu
peradilan dan suatu sistem tersendiri mengingat karakter khusus yang
dimiliki oleh laut.
Para pihak yang bersengketa dapat mengajukan permasalahannya
kepada ITLOS jika pihak yang bersengketa setuju untuk mengajukan
permasalahannya kepada ITLOS. Keputusan yang dihasilkan oleh ITLOS

3 Marsita Kantjai, Op.Cit.

6
yaitu bersifat mengikatnegara yang terlibat dengan cara mengambil sistem
suara terbanyak dari anggota mahkamah yang hadir dalam proses sidang
dengan ketentuan bahwa ketua mahkamah dapat memberikan suara penentu
dalam hal terdapat suara sama banyak. Jika terjadi penolakan keputusan dari
salah satu pihak yang bersengkat, maka pihak yang menolak keputusan
tersebut harus memperlihatkan bukti atau fakta baru. 4

b. Mahkamah Internasional atau ICJ (International Court of Justice)


ICJ atau yang sering disebut sebagai Mahkamah Internasional atau
Mahkamah Dunia merupakan sebuah peradilan internasional atau sebuah
badankehakiman utama PBB yang dibentuk pada tanggal 26 Juni 1945 dan
berkedudukan di Deen Haag, Belanda.5 Salah satu alternatif penyelesaian
secara hukum atau judical settlement dalam hukum internasional adalah
penyelesaian melalui badan peradilan internasional (world court atau
international court). Tujuan dari adanya ICJ yaitu untuk menyelesaikan
semua sengketa hukum yang terjadi dan putusan hakim pada ICJ bersifat
mengikat.6 Dalam hal mengajukan gugatan ke ICJ menjadi suatu keharusan
para pihak negara yang bersengketa menyetujui kasusnya diajukan ke ICJ.
Jika salah satu negara yang bersangkutan tersebut tidak menyetujui kasusnya
diajukan ke ICJ, maka gugatan tersebut dianggap batal demi hukum.
c. Mahkamah Arbitrase (Arbitral Tribunal)
Mahkamah Arbitrase merupakan sebuah organisasi yang didirikan
pada tahun 1899 dan berkedudukan di Deen Haag, Belanda.7 Dalam hal
penyelesaian sengketa melalu arbitrase, maka para pihak yang bersengketa
mengajukan lima arbiter dengan kualifikasi berpengalaman didalam masalah

4 Ibid., hlm. 101-103.


5 Indien Winarwati, 2014, “Eksistensi Mahkamah Internasional Sebagai Lembaga Kehakiman Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB)”,Rechtidee Jurnal Hukum,
Vol.9,No.1,(online),(https://jurnal.hukumonline.com/a/5cb4908101fb73000e1c6bb1/eksistensi-
mahkamah-internasional-sebagai- lembaga-kehakiman-perserikatan-bangsa-bangsa-pbb, hlm. 57),
6 Marsita Kantjai, Op.Cit., hlm. 101.
7Admin, “Mahkamah Arbitrase Antar Bangsa”, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Arbitrase_
Antarabangsa,

7
kelautan, kompeten, dan memiliki integritas. Arbiter merupakan seseorang
atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk
oleh pengadilan atau lembaga arbitrase untuk membantu para pihak yang
bersengketa dalam memutuskan perselisihan yang terjadi.8

C. Contoh Kasus Penyelesaian Sengketa Hukum Laut

Salah satu contoh kasus sengketa kelautan yang pernah terjadi yaitu kasus sengketa
batas laut antara Indonesia dan Malaysia yang disebabkan karena adanya perbedaan
konsepsi dalam penentuan batas laut Sigitan dan Ligitan. Penyelesain sengketa ini pada
awalnya diselesaikan dengan cara damai dalam bentuk negoisasi dengan menggunakan
MoU (Memorandum of Understanding) atau Nota Kesepahaman dan hasil survey
pemetaan sebagai dasar dalam penyelesaian sengketa.
Akan tetapi, penyelesaian sengketa yang dilakukan Indonesia dan Malaysia secara damai tidak
membuahkan hasil dikarenakan kedua pihak yang bersengketa tidak menyetujui hasil keputusan
tersebut. Maka kedua belah pihak dengan persetujuan bersama mengajukan permasalahan ini
kepada Mahkamah Internasional Hukum Laut atau ITLOS. Hasil keputusan yang dikeluarkan pada
tahun 2003 melalui peradilan ITLOS ini dimenangkan oleh Malaysia dengan hasil akhir bahwa
Sigitan dan Ligitan merupakan daerah yang dimiliki oleh Malaysia, bukan Indonesia. 9

D. Kemungkinan Timbulnya Sengketa Hukum Laut

1. Kondisi dan Potensi Kekayaan Alam di Area


Timbulnya suatua konflik dapat disebabkan oleh adanya kekayaan alam yang
terdapat di area dimana banyak sekali mengandung bahan mineral, yang dapat diolah
sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaaat bagi umat manusia. Demikian pula
dengan kondisi dan potensi yang ada merupakan warisan umat manusia bersama

8 11Tri Jata Ayu Pramesti, “Syarat dan Prosedur Menjadi Arbiter”, diakses dari
https://www.hukumonline.com/klinik/a/syarat-dan-prosedur-menjadi-arbiter-lt53abca8761d37,
9 Ummi Yusnita, 2018, “Penyelesaian Sengketa Batas Laut Antara Indonesia dan Malaysia dalam
PerspektifHukum Internasional”, Binamulia Hukum, Vol. 7, No. 1,
(online),(https://www.neliti.com/id/publications/275407/penyelesaian-sengketa-batas-
laut-antara-indonesia-dan- malaysia-dalam-perspektif, hlm. 100-104),

8
sehingga perlu dilestarikan agar supaya tidak terjadi kerusakan.dalam hal ini tentunya
Negara pantai yang berbatasan langsung mempunyai hak untuk mengelola sumber-
sumber kekayaan alam yang terdapat di area.
Kekayaan alam yang dimaksud terdapat di area adalah mineral-mineral yang
terdapat didasar laut, seperti:
1) Benda cair atau gas dibawah atau pada permukaan daerah laut sepertiminyak,
gas, helium, sulfur;
2) Benda padat yang ada pada permukaan atau pada kedalaman kurang daritiga
meter dari permukaan termasuk polymetalic nodules;
3) Benda padat pada kedalaman lebih dari tiga meter dibawah permukaan;
4) Metal bearing brine pada atau dibawah permukaan dasar laut.
Terhadap kandungan mineral itu, tidak ada satu Negara yang boleh menuntut atau
melaksanakan kedaulatan atau hak kedaulatan atas bagianmanapun yang ada di area,
kecuali apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur kegiatan
di area. Perlu diketahui bahwa semua kegiatan di area diatur dalam ketentuan
UNCLOS 1982 khususnya pada bagian XI tentang area. Segala kegiatan di area
sebagaimana yang diatur dalam bagian XI UNCLOS 1982 dilakukan untuk
kemanfaatan umat manusiasebagai suatu keseluruhan, terlepas dari letak geografis
Negara-negara, baik Negara pantai atau Negara tidak berpantai dan memperhatikan
secara khusus kepentingan dan keperluan Negara-negara berkembang. Langkah
selanjutnya perlu dibentuk suatu badan internasional yang mempunyai tugas sebagai
pelaksana kegiatan di area, yang bernama Internasional Sea Bed Authoty (Authority).
Badan ini nantinya yang akan menetapkan pembagian yang adil dari keuntungan yang
dari keuntungan yang didapat dari kegiatan-kegiatan di area. Pengelolaan sumber
mineral didasarkan atau suatu sistem, yaitu sistem parallel, yakni sebelum
terbentuknya Enterprise, maka Negara-negara peserta dapat melakukan
penambangan di area tersebut berdasarkan atas kerjasama Authority.
2. Kepentingan Negara Pantai Didalam Mengelola Kekayaan Alam
Negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan landas kontinen dan area
tentunya mempunyai kepentingan terutama sekali didalam mengelola sumber-
sumber kekayaan alam. Pada hakekatnya suatu Negara mempunyai hak untuk

9
menentukan sendiri secara bebas dari campur tangan Negara lain, demikian pula
didalam mengelola sumber kekayaan alam yang terdapat disekelilingnya. Tentunya
Negara pantai mempunyai hak soverenitaesebagaimana yang disebutkan dalam pasal
2 UNCLOS 1982 bahwa kedaulatan suatu Negara dapat diperluas berlakunya tidak
hanya pada batas darat saja tetapi juga diluar batas darat yaitu pada laut territorial,
kedaulatan ini diperluas lagi pada ayat 2 yang memberikan daear berlakunya
Jurisdiksi Negara lebih luas termasuk didalamnya ruang udara diatas laut territorial
jugadasra laut serta tanah dibawahnya. Pemberian kewenangan diatas dibatasi seperti
yang tercantum dalam ayat 3 nya, selain diakui Konvensi Hukum Laut 1982 ada
ketentuan lainnya, seperti IMO.
Jadi jelas selain berlaku ketentuan dalam konvensi hukum laut 1982, juga
ketentuan-ketentuan hukum internasional lainnya yang secara khusus mengatur hal-
hal tertentu dimana mungkin dapat diterapkan bila hukum laut tidak mengatur. Dalam
pasal 2 UNCLOS 1982 menyebutkan Negara pantai memiliki kewenangan terhadap
dasar laut dan tanah dibawahnya di laut teritorial dan internal water dan ini berlaku
secara mutlak. Berdasarkan pasal ini Negara pantai bebas untuk melakukan
kegiatan-kegiatan di wilayah tersebut, misalnya kegiatan ekplorasi, eksplotasi tapi
serta penelitian ilmiah didasar laut.
Secara umum dapat dikatakan kewenangan Negara pantai dalam kaitannya
dengan kepentingan Negara pantai didalam mengelola sumber kekayaan alam yang
terdapat dilandas kontinen dan area. Jika landak kontinen suatu Negara pantai
berbatasan langsung dengan kegiatan pengambilan kekayaan di area harus mendapat
izin dari Negara pantai yang bersangkutan. Demikian juga dalam hal tertentu seperti
pencemaran akibat dari kegiatan di area hendaknya Negara pantai dapat mengambil
tindakan yang sesuai dengan hukum internasional.
3. Badan-Badan Internasional yang Mengelola Area
Dasar laut bebas dan sumber daya alam dikandungnya merupakan warian
bersama seluruh manusia (common heritage of mankind) demikian pula mengenai
status hukum kawasan dan kekayaan-kekayaannya tiada suatu Negara pun boleh
menuntut atau melaksanakan kedaulatan atau hak-hak berdaulat atas bagian manapun
dari kawasan atau kekayaannya, tiada suatu Negara atau badan

10
hukum/peroranganpun yang boleh mengambil tindakan pemilikan terhadap bagian
kawasan manapun kemudian tiada suatu Negara, badan hukum atau peroranganpun
boleh menuntut, memperoleh atau melaksanakan hak-hak yang bertalian dengan
mineral yang dihasilkan kawasan kecuali bilamana dilakukan sesuai ketentuan yang
mengaturnya (Bab XI). Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak satu negarapun boleh
menyatakan atau melaksanakan kedaulatan atau hak berdaulat atas suatu bagian dari
dasar laut bebas atau sumber daya alamnya.

Dengan perkataan lain Authority mempunyai badan-badan utama yakni


Assembly, Council, Secretariat (Majelis, Dewan, Sekretariat) dan Enterprise, badan-
badan tambahan yang dianggap perlu dapat dibentuk menurut Bab XI. Majelis
memiliki kekuasaan menetapkan kebijaksanaan umum sesuai dengan ketentuan-
ketentuan konvensi ini yang relevan terhadap setiap masalah atau dalam hal batas
kewenangan otoritas. Sehingga dapat dikatakan bahwa Majelis/Assembly dengan
kewenangan yang dimilikinya untuk menetapkan kebijaksanaan umum artinya
majelis hanyalah mempunyai kewenangan yang menyangkut misalnya atas
rekomendasi Dewan, mempertimbangkan dan menyetujui ketentuan, peraturan,
prosedur mengenai pembagian yang adil dari keuntungan-keuntungan keuangan dan
ekonomi lainnya. Badan utama yang kedua adalah Dewan/Council yang merupakan
badan eksekutif otorita yang mempunyai kekuasaan untuk menerapkan sesuai dengan
ketentuan konvensi ini dan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Assembly/
Majelis kebijaksanaan khusus yang harus dijalankan oleh otorita mengenai setiap
masalah dan hal yang menjadi wewenang otorita. Dengan demikian Secretariat yang
dipimpin oleh seorang Secretary General yang merupakan pimpinan administrasi
Autority. Secretariat dalam menjalankan kewajibannya, ia mempunyai sifat
internasional dimana Sekjen beserta stafnya tidak akan meminta atau menerima
isntruksi-instruksi dari pemerintah manapun atau pihak lain manapun selain
otorita,Setiap Negara peserta wajib menghormati sifat internasional yang ekslusif
dari kewajiban Sekjen dan stafnya tidak akan berusaha untuk mempengaruhi mereka
dalam pelaksanaan kewajiban mereka. Setiap pelanggaran tanggung jawab yang
dilakukan oleh seorang anggota staf akan diserahkan kepada mahkamah
administrative yang tepat sesuai dengan yang ditentukan dalam ketentuan-ketentuan,

11
peraturan-peraturan dan prosedur- prosedur Authority.
Hubungan Enterprise dengan Otorita dimana dalam bertindak sesuai dengan
petunjuk Counvil / Dewan dan ia memiliki otonomin dalam melakukan kegiatannya
kemudian dalam ketentuan konvensi ini tidak ada ketentuan yang menyebabkan
Enterprise bertanggung jawab atas tindakan- tindakan atau kewajiban-kewajiban
Enterprise.
4. Konflik Kepentingan
Keadaan geografis lautan yang berbeda antara Negara satu dengan Negara
lainnya, misalnya Negara-negara berpantai dan ada pula Negara tidak berpantai. Serta
kondisi ekonomi Negara di dunia yang berlainan, jumlahnya Negara-negara
berkembang lebih banyak dari pada Negara-negara maju.

Perbedaan keadaan diatas menimbulkan perasaan iri Negara satu dengan Negara
lainnya, banyak Negara-negara kuat baik dalam bidang teknologi maupun modal
sehingga akan muncul sebagai pemenang. Keadaan ini akan menjadikan Negara-
negara yang lemah menuntut agar supaya kepentingannya tidak dirugikan oleh
Negara maju, hal demikian inilah yang menimbulkan terjadinya konflik diantara
mereka.10

10Sahono Soebroto, Sunardi, Wahyono S.K., Konvensi PBB tentang Hukum Laut, (Jakarta: Surya Indah, Jakarta.
1983). Hlm. 2

12
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Penyelesaian sengketa kelautan merupakan suatu upaya atau tindakan untuk
menyelesaikan masalah diantara kedua negara atau lebih yang bersengketa mengenai
laut. Bentuk hukum mengenai penyelesaian sengketa kelautan terbagi menjadi dua, yaitu
sebagai berikut:
a. Penyelesaian Sengketa Secara Damai
Penyelesaian sengketa secara damai merupakan penyelesaian sengketa dengan
salah satu negara atau lebih mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan masalah
secara baik baik dengan cara non litigasi (menyelesaikan suatu sengketa dengan
prosedur diluar pengadilan). Bentuk dari penyelesaian sengketa secara damai melalui
non litigasi terbagi menjadi empat bentuk, yaitu konsultasi, negoisasi, mediasi, dan
konsiliasi.
b. Penyelesaian Sengketa dengan Prosedur Wajib
Penyelesaian sengketa dengan prosedur wajib merupakan penyelesaian sengketa
dengan salah satu negara atau lebih dengan cara litigasi (menyelesaikan suatu
sengketa dengan prosedur didalam pengadilan). Bentuk dari penyelesaian sengketa
dengan prosedur wajib melalui peradilan khusus terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu
Mahkamah Internasional Hukum Laut atau ITLOS (International Tribunal for the
Law of the Sea), Mahkamah Internasional atau ICJ (International Court of Justuce),
dan Mahkamah Arbitrase (Arbitral Ttribunal)

Sebagai contoh kasus sengketa kelautan yang pernah terjadi yaitu sengketa batas
laut antara Indonesia dengan Malaysia. Sengketa ini pada awalnya diselesaikan dengan
cara damai dalam bentuk negoisasi, tetapi pada hasilnya tidak menemukan hasil yang
diharapkan. Kemudian, atas persetujuan kedua negara yang sedang bersengketa, maka
kedua pihak negara atas persetujuan bersama mengajukan permasalahan ini kepada
ITLOS dan hasil dari persidangan ini dimenangkan oleh Malaysia.

Adapun kemungkinan timbulnya sengketa laut, yaitu:

13
• Kondisi dan Potensi Kekayaan Alam di Area
• Kepentingan Negara Pantai Didalam Mengelola Kekayaan Alam
• Badan-Badan Internasional yang Mengelola Area
• Konflik Kepentingan

DAFTAR PUSTAKA

Admin.2015.“Mahkamah Arbitrase Antar Bangsa”diakses dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Arbitrase_ Antarabangsa,
Admin. 2021. “Mengenal Bentuk-Bentuk Penyelesaian Non-Litigasi”, diakses dari
https://pkpajakarta.com/mengenal-bentuk-bentuk-penyelesaian-non-
litigasi/#:~:text=Penye
lesaian%20non%2Dlitigasi%20adalah%20penyelesaian,Salah%20satunya%20adalah%
20arbitrase.,

Pramesti, Tri Jata Ayu. 2014. “Syarat dan Prosedur Menjadi Arbiter”, diakses dari
https://www.hukumonline.com/klinik/a/syarat-dan-prosedur-menjadi-arbiter-
lt53abca8761 d37,
Student, Indonesia. 2022. “7 Pengertian Laut Menurut Para Ahli”, diakses dari
https://www.indonesiastudents.com/7-pengertian-laut-menurut-para-ahli-lengkap/,
Kantjai, Marsita. 2019. “Kewenangan Tribunal Internasional Hukum Laut dalam Penyelesaian
Sengketa Kelautan Menurut Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982”. Lex Privatum.
Vol.7,No.1,(online),(https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/25
874),
Rehatta, Veriena J. B. 2014. “Penyelesaian Sengketa Perikanan di Laut Lepas Menurut Hukum
Internasional”. Jurnal Sasi. Vol. 20, No. 1, (online),
(https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/view/346),
Sodik, Dikdik Mohamad. 2016. “Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia”.
Jurnal Ilmu Hukum. Vol.3,No.2, (online),
(http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/9565/5365),
Winarwati, Indien. 2014. “Eksistensi Mahkamah Internasional Sebagai Lembaga
KehakimanPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)”. Rechtidee Jurnal Hukum. Vol. 9,
No.1,(online),(https://jurnal.hukumonline.com/a/5cb4908101fb73000e1c6bb1/eksistens
i-mahkamah- internasional-sebagai-lembaga-kehakiman-perserikatan-bangsa-bangsa-
pbb),
Yusnita, Ummi. 2018. “Penyelesaian Sengketa Batas Laut Antara Indonesia dan Malaysia
dalamPerspektif HukumInternasional”.Binamulia Hukum.Vol.7,No.1,(online),

14
(https://www.neliti.com/id/publications/275407/penyelesaian-sengketa-batas-laut-
antara- indonesia-dan-malaysia-dalam-perspektif),

15

Anda mungkin juga menyukai