TUGAS KELOMPOK
DISUSUN OLEH :.
1. CREYSILIA NATHASA
2. REYANDRA RAMAWAN.
3. RAIHAN DANI WIBOWO
4. KEVIN ARDIANSYA
5. ROBERTO
6. ZETO ZEFANYA NISSI HUTAGAL
7. FLORENSIUS DANI
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena dengan
karunia dan Limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik.
kami ucapkan terima kasih kepada Pihak? Yang telah membantu dalam
Pembuatan makalah ini, Yaitu kepada ibu Emeransiana Nani. 5.Pd. Selaku guru
mata Pelajaran Pendidikan Pancasica dan kewarga negaraan Yang memberi tugas
makalah. Teman ? Satu kelompok Yang saling membantu Penyelesaian tugas
makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak Kekurangan. Oleh
karena itu, kami bersedia untuk menerima kritik Serto Saran dari Pembaca agar
terwujud sebuah makalah Yang lebih baik.
Akhir kata, Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1
C. TUJUAN
2
BAB II
ISI
a. Daratan
Penentuan batas-batas suatu wilayah daratan, baik yang mencakup dua
negara atau lebih, pada umumnya berbentuk perjanjian atau traktat.
Misalnya:
1. Traktat antara Belanda dan Inggris pada tanggal 20 Juli 1891
menentukan batas wilayah Hindia Belanda di Pulau Kalimantan.
2. Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai garis-garis
batas tertentu dengan Papua Nugini yang ditandatangani pada tanggal
12 Februari 1973.
b. Lautan
Pada awalnya, ada dua konsepsi (pandangan) pokok mengenai wilayah
lautan, yaitu res nullius dan res communis.
1. Res nullius adalah konsepsi yang menyatakan bahwa laut itu dapat
diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini dikem-
bangkan oleh John Sheldon (1584 - 1654) dari Inggris dalam buku Mare
Clausum atau The Right and Dominion of The Sea.
2. Res communis adalah konsepsi yang beranggapan bahwa laut itu
adalah milik masyarakat dunia sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki
oleh masing-masing negara.
Dalam bentuk traktat multilateral, batas-batas laut terinci sebagai berikut :
a. Batas Laut Teritorial
Setiap negara mempunyai kedaulatan atas laut teritorial yang jaraknya
sampai 12 mil laut, diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai.
3
b. Batas Zona Bersebelahan
Sejauh 12 mil laut di luar batas laut teritorial atau 24 mil dari pantai
adalah batas zona bersebelahan.
c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut dari suatu negara pantai yang batasnya 200 mil
laut diukur dari pantai.
d. Batas Landas Benua
Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara yang lebih dari 200
mil laut.
c. Udara
Pada saat ini, belum ada kesepakatan di forum internasional mengenai
kedaulatan di ruang udara. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang kemudian
diganti oleh pasal 1 Konvensi Chicago 1944 menyatakan bahwa setiap
negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang udara di
atas wilayahnya. Mengenai ruang udara (air space), di kalangan para ahli
masih terjadi silang pendapat karena berkaitan dengan batas jarak
ketinggian di ruang udara yang sulit diukur. Sebagai contoh, Indonesia,
menurut Undang-undang No. 20 Tahun 1982 menyatakan bahwa wilayah
kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo-stationer adalah 35.761 km.
Sebagai acuan, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli
mengenai batas wilayah udara sebagai berikut;
a. Lee
Lee berpendapat bahwa lapisan atmosfir dalam jarak tembak meriam
yang dipasang di darat dianggap sama dengan udara teritorial negara.
Di luar jarak tembak itu, harus dinyatakan sebagai udara bebas, dalam
arti dapat dilalui oleh semua pesawat udara negara mana pun.
b. Van Holzen Dorf
Holzen menyatakan bahwa ketinggian ruang udara adalah 1.000 meter
dari titik permukaan bumi yang tertinggi.
c. Henrich's
Menyatakan bahwa negara dapat berdaulat di ruang atmosfir selama
masih terdapat gas atau partikel-partikel udara atau pada ketinggian 196
mil. Di luar atmosfir, negara sudah tidak lagi mempunyai kedaulatan.
4
Di samping pendapat para ahli tentang batas wilayah udara ada
beberapa teori tentang konsepsi wilayah udara yang dikenal pada saat ini.
Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut;
5
d. Daerah Ekstrateritorial
Penentuan batas wilayah negara, baik yang berupa daratan dan atau
lautan (perairan), lazim dibuat dalam bentuk perjanjian (traktat) bilateral
serta multilateral. Batas antara satu negara dengan negara lain dapat
berupa batas alam (sungai, danau, pegunungan, atau lembah) dan batas
buatan, misalnya pagar tembok, pagar kawat berduri, dan tiang-tiang
tembok. Ada juga negara yang menggunakan batas menurut geofisika
berupa garis lintang.
illegal logging,
illegal fishing,
illegal trading,
illegal traficking dan
trans-national crime
Hal tersebut merupakan bentuk ancaman faktual disekitar perbatasan
yang akan dapat berubah menjadi ancaman potensial apabila pemerintah
kurang bijak dalam menangani permasalahan tersebut.
6
Sedangkan permasalahan perbatasan yang muncul dari dalam (internal)
adalah: tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan SDM yang masih
rendah, kurangnya sarana prasarana infrastruktur dan lain-lain sehingga
dapat mengakibatkan kerawanan dan pengaruh dari negara tetangga.
Oleh karena itu wilayah perbatasan bukan merupakan bidang masalah
tunggal tetapi merupakan masalah multidemensi yang memerlukan
dukungan politik nasional untuk mengatasinya.
Dengan demikian setiap ada permasalahan terkait batas wilayah
negara diharapkan dapatn diselesaikan dengan cara diplomasi dan
perundingan walaupun membutuhkan waktu yang relatif lama.
1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara.
2) Penduduk ialah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia.
3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-
undang.
7
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1946 tentang
Kewarganegaraan Indonesia.
2. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1958 tentang Penyelesaian Dwi
Kewarganegaraan Antara Indonesia dan RRC.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 62 tahun 1968 tentang
Kewarganegaraan Indonesia sebagai penyempurnaan UU Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1946.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
b. Asas-asas Kewarganegaraan Indonesia
Asas ius sanguinis (asas keturunan), yaitu kewarganegaraan seseorang
ditentukan berdasarkan pada keturunan orang yang bersangkutan.
Asas ius soli (asas kedaerahan), yaitu kewarganegaraan seseorang
ditentukan berdasarkan tempat kelahirannya.
Adanya perbedaan dalam menentukan kewarganegaran di beberapa
negara dapat menimbulkan dua kemungkinan status kewarganegaraan
seorang penduduk yaitu:
1. Apatride, yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak
mempunyai kewarganegaraan.
2. Bipatride, yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai dua
macam kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap).
Berkaitan dengan kedua stelsel tadi, seorang warga negara dalam suatu
negara pada dasarnya mempunyai:
8
1. Hak opsi, yaitu hak untuk memilih suatu kewarganegaraan (dalam stelsel
aktif)
2. Hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak suatu kewarganegaraan (stelsel
pasif)
9
5) tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara satu tahun lebih;
6) jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak
menjadi berkewarganegaraan ganda;
7) mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap;
8) membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.
2. Naturalisasi Istimewa
10
5. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau
surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih
berlaku dari negara lain atas namanya;
6. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama lima
tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang
sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi
Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu lima tahun tersebut berakhir
C. KEMERDEKAAN BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN DI INDONESIA
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa
setiap manusia bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan
dan kepercayaannya, dan dalam hal ini tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik
itu oleh pemerintah, pejabat agama, masyarakat, maupun orang tua sendiri.
Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 28 E ayat (1) dan (2)
disebutkan bahwa:
1. Setiap orang bebas, memeluk agama dan beribadat menurut agamanya
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
11
Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan
agamanya itu, apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan
mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan menentukan agama yang ia
kehendaki.
Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta
perlindungan hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan
keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masing-
masing.
D. SISTEM PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1. Subtansi Pertahanan dan keamanan Negara Republik Indonesia
Perubahan UUD 1945 semakin memperjelas sistem pertahanan dan
keamanan negara kita. Hal tersebut di atur dalam pasal 30 ayat (1) sampai
(5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa :
1. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.
2. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentarra Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan
utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
3. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara, sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
4. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
5. Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Republik Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam
menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warrga negara dalam
usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
12
(Sishankamrata). Sishankamrata hakikatnya merupakan segala upaya menjaga
pertahanan dan keamanan negara yang seluruh rakyat dan segenap sumber
daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara
sebagai suatu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki baik dari tulisan
maupun bahasa yang kami sajikan, oleh karena itu, kami mohon diberikan
saranya agar kami bisa membuat makalah lebih baik lagi, dan semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi wawasan kita dalam
memahami paragraf.
14
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Idrus dan Karim Suryadi. (2008). Hak Asasi Manusia (HAM). Jakarta:
Universitas Terbuka..
Gadjong, Agussalim Andi. (2007). Pemerintahan Daerah; Kajian Politik dan Hukum.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Jimnung, Martin (2005). Politik Lokal dan Pemerintah Daerah dalam Perspektif
Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pustaka Nusatama.
15
Kansil, C.S.T.1992. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil. (2001). Ilmu Negara. Jakarta: Pradnya
Paramita. Komalasari, Kokom. (2010). Pembelajaran Konstekstual; Konsep dan
Aplikasinya. Bandung: PT Refika Aditama.
Kosim, H.E. (2000). Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa dan Dasar Negara
Republik Indonesia. Bandung: Sekolah Tinggi Bahasa Asing YAPARI-ABA.
Kusnadi, Moh. dan Harmaily Ibrahim. (1993). Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia. Jakarta: FHUI.
Makarao,Mohammad Taufik. (2004). Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Marbun, B.N. (2010). Otonomi Daerah 1945-2010; Proses dan Realita. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
16
(2003). Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
[Online]. Tersedia: http://www.dpr.go.id. Html [12 September 2015].
17
(2012). Bahan Tayangan Materi Sosialisasi Undang-Undang dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI. (2012). Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
Riyanto, Astim. (2006). Negara Kesatuan; Konsep, Asas, dan Aplikasinya. Bandung:
Yapemdo
18
Santoso, H.M. Agus. (2013). Menyingkap Tabir Otonomi Daerah di Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Simanjuntak, DH. (2011). Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum dan Kontrak
Franchise.[Online] Tersedia: http://www.repository.usu. ac.id. Html [14 November
2013]
Somardi. (2007). "Hukum dan Penegakkan Hukum" dalam Materi dan Pembelajaran
PKn SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Tim Penyusun. (1986). 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Balai Pustaka Tolib.
(2006). Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA/SMK. Jakarta: Studia Press.
19
Diunduh tanggal 17 November 2015,http://en.wikipedia.org/wiki/Munir_Said_ Thalib
com
read/2013/12/16/1121479/
20
Diunduh tanggal 12 Desember 2015, http://kulonprogonews.wordpress.
com/2015/04/13
com/2013/03/10/peta-wilayah-indonesia-wilayah-indonesia-yang-berbatasan
dengan-negara-luar/
tampilajar.php?ver=12&idmateri=110&lvl1=4&lvl2=1&lvl3=3&kl=10
budayawan-praktik-pemeliharaan-toleransi-beragama-belum-tuntas
21
Diunduh tanggal 19 Januari 2016, http://ekbis.rmol.co/read/2015/10/23/221892/
Freeport-dan-Janji-Sudirman-Said-yang-Bukan-'Ansor'-
http://www.tribunnews.com/
regional/2013/10/15/bentrok-antarwarga-terjadi-di-pesawaran-lampung
22