Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL PENELITIAN

HASIL DEKLARASI DJUANDA DAN KONFERENSI PBB TERHADAP


HUKUM LAUT INDONESIA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SAYY1D ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG

Oleh :
Syavina Marsya Putri (126102211091)

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
PROGRAM STUDI HUKUM KEUUARGA ISLAM
KELAS 1C
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kami aturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, serta
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal Pendidikan
Kewarganegaraan yang beijudul “Penerapan Hasil Deklarasi Djuanda Terhadap
Wilayah Perbatasan Laut Indonesia”. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak
Ahmadi Abdu Shomad F N, S.H, M.H. selaku Dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaran yang telah memberikan tugas kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Penerapan Hasil Deklarasi Djuanda Terhadap Wilayah
Perbatasan Laut Indonesia. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam proposal
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, dan sekiranya ada kritikan
untuk kesempurnaan proposal yang akan datang.

Semoga proposal sederhana ini dapat dipahami bagi si apapun yang membacanya dan
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi semua aamiin.

Tulungagung, 13 November 2021


Penulis
Daftar Isi

BAB I........................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.........................................................................................2
1.3 Batasan Masalah.............................................................................................. 2
1.4 Rumusan Masalah............................................................................................2
1.5 Tujuan Penelitian............................................................................................. 2
1.6 Manfaat Penelitian........................................................................................... 2
BAB II....................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1 Kajian Teori.................................................................................................... 3
2.2 Kerangka Teori............................................................................................... 5
BAB III......................................................................................................................6
METODE PENELITIAN............................................................................................ 6
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian.................................................................... 6
3.2 Sumber Data................................................................................................... 6
3.3 Teknik Pengumpulan Data............................................................................... 6
3.4 Teknik Analisis Data....................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Deklarasi Djuanda dicetuskan pada 13 Desember 1957. Sebelum adanya deklarasi
Djuanda, wilayah laut Republik Indonesia memiliki acuan pada Ordinasi Hindia
Belanda tahun 1939 yaitu Teri tori ale Zeeen en Maritieme Kringen Ordonantie
(TZMKO). Dalam Ordinasi tersebut dijelaskan bahwa pulau pulau di Indonesia
dipisahkan oleh laut di sekitarnya yang setiap pulau hanya memiliki batas 3 mil dari
garis pantai. Sehingga, kapal asing bebas keluar masuk melalui laut yang
memisahkan pulau pulau tersebut.
Indonesia telah terlebih dahulu mempeijuangkan hukum laut untuk
memperkokoh Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
disebut Deklarasi Djuanda. Deklarasi yang dicetuskan oleh Djuanda Kartawidjaja
menyatakan bahwa laut Indonesia adalah laut yang ada di sekitar dan di dalam
kepulauan Indonesia. Deklarasi ini bertujuan untuk mengatur azaz negara kepulauan,
lalu lintas laut pelayaran, dan menjamin keselamatan NKRI. Lalu Deklarasi Djuanda
disisipkan dalam UNCLOS pertama di Jenewa, Swiss pada tahun 1958. Namun
konferensi itu gagal dikarenakan banyaknya kepentingan dari negara-negara peserta
UNCLOS, begitu pula konferensi UNCLOS kedua juga mengalami kegagalan dalam
penetapan lebar laut territorial dan Negara Kepulauan (Pandoyo, 1985).
Setelah mengalami dua kali kegagalan dalam konferensi hukum laut, maka
diadakan Konferensi Hukum Laut PBB III yang menyepakati Konvensi hukum laut
1982 merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum laut, yang disetujui di
Montego Bay, Jamaika (10 Desember1982), dan ditandatangani oleh 119 negara.Ada
15 negara yang memiliki ZEE besar: Amerika Serikat, Australia, Indonesia, Selandia
Baru, Kanada, Uni Soviet, Jepang, Brasil, Mexico, Chili, Norwegia, India, Filipina,
Portugal, dan Republik Malagasi (UNCLOS, 1982).

1.2 Identifikasi Masalah


Jadi dari latar belakang tersebut dapat disimpulkan identifikasi masalahnya sebagai
berikut:
1. Batas wilayah laut Indonesia yang masih mengacu pada Ordinasi Hindia
Belanda hanya sepanjang 3 mil dari garis pantai
2. Terlalu sedikitnya batas wilayah laut menyebabkan akses keluar masuk kapal
asing semakin mudah, yang dapat mengancam kedaulatan bangsa Indonesia.
3. Batas laut yang belum terlalu j elas menyebabkan konflik beberapa negara
karena perebutan wilayah maritime.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada proposal penelitian ini adalah memahami kejelasan batas
wilayah laut dan fungsi pertahanan kedaulatan NKRI.
1.4 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah hasil kedaulatan Indonesia atas wilayah maritime setelah adanya
konferensi hukum laut PBB?
2. Apa saja dampak yang ditimbulkan setelah dan sebelum konferensi hukum laut
PBB?
3. Konflik apa saja yang timbul setelah penetapan wilayah maritime Indonesia
melalui UNCLOS?
1.5 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kedaulatan Indonesia atas wilayah maritime setelah adanya
konferensi hukum laut PBB dan sebelum adanya konferensi hukum laut PBB.
2. Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan setelah dan sebelum konferensi
hukum laut PBB.
3. Mendeskripsikan konflik yang timbul setelah penetapan wilayah maritime
Indonesia melalui UNCLOS.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini dapat memberi pemahaman tentang wawasan
nusantara dalam aspek hukum laut Indonesia, sebelum dan sesudah adanya Deklarasi
Djuanda dan konferensi hukum laut PBB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Visi Ketahanan Nusantara dan Ketahanan Nasional sebagai konsep pemikiran
inklusif menerima masukan pembaruan untuk kemajuan bangsa. Dalam pandangan
Rizal Ramuri, jika pemimpin kita mengubah hidup mereka untuk kepentingan rakyat,
negara akan makmur dengan cepat. Ide bagus, semua kekayaannya, waktu dan
tenaganya, semuanya untuk kepentingan rakyat dan semuanya siap dilakukan untuk
kepentingan rakyat (Metro TV Mei 2009).
Wawasan nusantara sebagai “pandangan” negara Indonesia, yang memandang
Indonesia sebagai entitas politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan, merupakan
landasan negara Indonesia dalam menyelesaikan segala permasalahan dan ancaman.
Ancaman baik dari luar maupun dari dalam setiap aspek kehidupan suatu negara.
GBHN harus disebut sebagai produk MPR (Pasal 3 UUD 1945) dan anggaran negara
harus disebut sebagai produk legislatif dan administratif sebagai landasan keija bagi
perwujudan dan pembangunan kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Pasal 3) 23,
Ayat 1 UUD 1945). Salah satu manfaat paling spesifik dari penerapan ilmu nusantara
terletak di arena politik, terutama di wilayah. Diterimanya konsep wawasan
nusantara (konsep Deklarasi Juanda) di forum internasional menjamin integrasi
teritorial kita, “Laut Nusantara yang semula dianggap Laut Bebas”, akan menjadi
bagian integral dari wilayah Indonesia. Selain itu, persetujuan Landas Kontinen
Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia secara signifikan telah
memperluas wilayah Indonesia, meningkatkan luas total Indonesia dari 17 menjadi
17 di dunia. (Kusrahmadi, 2017)
Terletak di antara dua benua Asia dan Australia, Laut Indonesia dan Samudra Pasifik,
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.590
pulau dengan luas 18 juta kilometer persegi. Setidaknya ada tujuh selat besar di
perairan Indonesia untuk pelayaran internasional. Ketujuh selat tersebut adalah Selat
Malaka, Selat Singapura, Selat Sunda, Selat

Rombok, Selat Makassar, Selat Wetal, dan Selat Makassar. (Oxford University Press,
1995)
Menurut hukum maritim lama Terri tori ale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie,
atau dikenal dengan singkatan TZMKO, Stbl. Pasal 442 ayat 1 (1) tahun 1939
menegaskan
"Teritorial perairan Hindia Belanda adalah daerah tepi laut sampai dengan 3
mil lebarnya dari garis pasang surut kepulauan Hindia Timur atau sebagian
pulau. " (Romli, 1997)
Dari segi keutuhan wilayah, keamanan dan pertahanan, wilayah Hindia Belanda
ditentukan seluas-luasnya kedaulatan antar pulau, sehingga jelas penetapan batas
laut oleh pemerintah Hindia Belanda tidak menguntungkan, adalah. Pulau-pulau
lainnya hanya selebar 3 mil laut. Akibat pembatasan ini, banyak daerah yang dapat
dilalui kapal asing dengan bebas, termasuk laut lepas (Eddi). Setelah kemerdekaan
diambil langkah-langkah mandiri untuk mengintegrasikan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah dengan mengumumkan
berlakunya Asas Negara Kepulauan (archipelago state principles) tanggal 13
Desember 1957 yang dikenal dengan Deklarasi Juanda.
“Pulau-pulau atau bagian dari pulau-pulau dan semua perairan yang
menghubungkannya, termasuk daratan provinsi Indonesia, adalah bagian dari
wilayah Indonesia, berapa pun lebar atau luasnya. Penetapan batas perairan
teritorial diukur dari garis yang menghubungkan titik ujung ekstrim
pulau-pulau di Indonesia hingga 12 mil.”
Indonesia sebagai negara kepulauan diakui secara internasional berdasarkan
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1982, dan
Indonesia kemudian diadopsi dalam Undang-Undang No. 17 tentang Ratifikasi
Konvensi PBB tentang Hukum Laut pada tahun 1985. . Hukum laut. Kebijakan
Kelautan Indonesia dijelaskan lebih rinci dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun
2017. Wilayah pesisir kepulauan Indonesia, pulau-pulau kecil dan laut memiliki
potensi besar dari segi sumber daya alam dan j asa lingkungan serta belum
dimanfaatkan secara optimal, namun perkembangan sektor kelautan dan perikanan
masih jauh di bawah harapan.
Indonesia sebagai negara kepulauan telah lama dibela oleh forum-forum
internasional. Diawali dengan Deklarasi Juanda 1957, disusul dengan UU Perairan
Indonesia tahun 1960/Prp No. 4. Indonesia mengusulkan untuk mengadopsi konsep
"negara kepulauan" pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (PBB) ke-3, dan
menjadi termasuk dalam Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum
Laut (UNCLOS) pada tahun 1982. Bagian 1IV tentang negara kepulauan. Konsep ini
mengintegrasikan wilayah Indonesia dan memastikan tidak ada laut lepas antar pulau
di Indonesia. Sebab, sebagai negara kepulauan, Indonesia dapat menarik garis
pangkal dari pulau-pulau terluar dan titik terluar terumbu karang kering. Hal ini
ditegaskan dalam UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia sebagai
transposisi eksplisit UNCLOS 1982 menjadi hukum domestik sebagai alternatif UU
No. 4 Tahun
1960 (Melda Kamil Ariadno, 2018).
2.2 Kerangka Teori
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif, yaitu menganalisa dan
mengkaji data sekunder yang ebrupa bahan bahan hukum sekunder dengan
memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif dalam
system perundang-undangan mengenai kehidupan manusia. Penelitian ini juga
disebut sebagai npenelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder.
3.2 Sumber Data
Penelitian ini termasuk penelitian hukum normative, maka data yang digunakan
merupakan jenis data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, berbagai
buku dan literatur, serta peraturan perundang- undangan yang berlaku dan berkaitan
dengan permasalahan, antara lain:
a) Bahan hukum primer (bahan hukum yang mengikat):
a. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
b. PERPU No. 4 tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
c. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
d. Dokumen Ketetapan MPR tahun 1999
b) Bahan hukum sekunder,yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum
primer berupa teori atau literatur yang berkaitan dengan permasalahan.
c) Bahan hukum tersier, menjelaskan lebih dalam tentang bahan hukum primer
dan sekunder, bahan hukum tersier ini contohnya kamus hukum, kamus Bahasa
Indonesia, berbagai jurnal dan ensiklopedia.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan penggunaan data sekunder, maka pengumpulan data dilakukan
dengan mengumpulkan, mengkaji dan mengolah secara sistematis bahan
kepustakaan dan dokumen terkait. Data sekunder dari bahan hukum primer,
sekunder, dan tersier diperoleh dari bahan pustaka dengan tetap mempertahankan
prinsip mutakhir dan relevansi. Dalam penelitian ini asas- asas, kepustakaan, ,
konsepsi, pandangan, dan doktrin hukum serta kaidahnya diperoleh dari buku-buku,
ensiklopedia, hasil penelitian, dan jumal. Karena penelitian ini memiliki focus pada
data sekunder, maka pengumpulan data ditempuh melalui penelitian kepustakaan
dan studi dokumen.
3.4 Teknik Analisis Data
Data dianalisa secara normative - kualitatif, dengan cara menafsirkan dan
mengkontruksikan pernyataan yang terdapat dalam dokumen perundang- undangan.
Normatif karena penelitian ini memiliki focus pada peraturan yang ada sebagai
norma hukum positif. Sedang yang dimaksud kualitatif adalah data yang dianalisa
memiliki focus pada usaha penemuan berbagai asas dan informasi baru.
DAFTAR PUSTAKA
D ANU S APUTRO, Munadjat. Wawasan Nusantara. 1982.
Eddy Damian, Kapita Selekta Hukum Internasional,(Bandung: Alumni, 1991), him. 21.
KUSUMAWARDHANI, Indriati; AFRIANSYAH, Arie. Kebijakan Kelautan
Indonesia dan Diplomasi Maritim. JurnalKerthaPatrika, 2019, 41.3.
KUSRAHMADI, Sigit Dwi. Pentingnya Wawasan Nusantara dan Integrasi Nasional. 2017.
Bruno Simma et.al., The Charter of the United Nations: a commentary, (Oxford: Oxford
University Press, 1995), him. 73-89.
Pandoyo, S Toto. 1985. Wawasan Nusantara dan Implementasinya Dalam UUD
1945 Serta Pembangunan Nasional, Jakarta: PT Bina Aksara.
Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum
Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1997), him. 2.
SUSETYORINI, Peni. Kebijakan Kelautan Indonesia Dalam Perspektif UNCLOS
1982. Masalah-Masalah Hukum, 2019, 48.2: 164-177.
TSAURO, Muhammad Ahalla. Arti Deklarasi Djuanda dan Konferensi Hukum Laut PBB
bagi Indonesia. Gema Keadilan, 2017, 4.1: 180-190.
UNCLOS, 1982. United Nations Conventions on the Law of the Sea.

Anda mungkin juga menyukai