Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERJUANGAN INDONESIA TENTANG KONSEP NEGARA KEPULAUAN

DOSEN PENGAMPU : CAPT. TJAHJO WILLIS GERILYANTO, SH.MH

DISUSUN OLEH

1. AGUNG DARMANSYAH ELKURNIAWAN ( 02 )

2. BERNARD DEL ARGA SIMANJUNTAK ( 05 )

3. CHRISTENRICK PRAWIRA DIHARJA ( 06 )

4. FIRMAN ABDUSSOBRI WICAKSONO ( 08 )

5. M. RAUSYAN FIKR ( 17 )

SEKOLAH TINGGI ILMU PELAYARAN JAKARTA


2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PERJUANGAN
INDONESIA TENTANG KONSEP NEGARA KEPULAUAN” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada bidang studi ‘NAUTIKA’ pada mata kuliah ‘UNDANG-UNDANG PELAYARAN dan
KONVENSI INTERNASIONAL’ Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang hukum dan undang undang pelayaran yang berlaku bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada CAPT. TJAHJO WILLIS


GERILYANTO,SH.MH, selaku dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

02 APRIL 2020

Penulis
DAFTAR ISI

 PENDAHULUAN
1. PENGERTIAN UMUM
 PEMBAHASAN
1. RUMUSAN MASALAH
2. SOLUSI MASALAH BERDASARKAN WAWANCARA
 PENUTUP
1. KESIMPULAN
 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Perjuangan Indonesia Sebagai Negara Kepulauan dan Tantangannya

Indonesia untuk dapat diakui sebagai sebuah ariti kepulauan tidaklah mudah, dan juga
telah memakan waktu yang cukup panjang. Bermula dari sejak awal kemerdekaan, Indonesia
sudah memulai memikirkan bagaimana cara untuk dapat memperoleh pengakuan internasional
sebagai ariti kepulauan.
DR Makarim Wibisono menceritakan tentang bagaimana Prof Hasjim Djalal, Prof Mochtar
Kusumaatmaja dan teman teman yang selalu di dorong oleh Djuanda, Chaerul Saleh dan para
pemimpin bangsa lainnya dikala itu untuk segera membuat rumusan arit yang dapat mengantar
Indonesia diakui sebagai sebuah ariti kepulauan. Masalahnya adalah pada ketika itu , seperti
diceritakan oleh Pak Makarim, para anak muda bangsa seangkatan Mochtar Kusumaatmadja,
Priyatna Abdurrasjid, Hasjim Djalal dan kawan-kawan di mnta oleh Chaerul Saleh menyusun
konsep Negara Kepulauan agar martabat bangsa dapat terjaga dengan baik. Maksudnya adalah
Indonesia sebagai sebuah ariti kepulauan yang dua per tiga nya terdiri dari perairan diawal masa
kemerdekaan masih banyak kapal-kapal Belanda dan asing lainnya yang berseliweran bebas di
perairan Nusantara. Dimana kedaulatan kita, bila diperairan kita kapal asing bisa dengan
bebasnya mondar mandir tanpa dapat termonitor. Dari sejak itulah para anak bangsa patriot ariti
kemudian menyusun konsep ariti kepulauan yang dikenal dengan rumusan Wawasan Nusantara.
Sukur alhamdulilah Negara Kesatuan Republik Indonesia kemudian dapat pengakuan
Internasional sebagai ariti kepulauan yang berdaulat atas perairan di daerah teritorialnya. Hal
itui tertuang antara lain dalam Deklarasi Djuanda yang terkenal itu.

Perjuangan untuk memperoleh pengakuan Internasional sebagai ariti kepulauan tidaklah


mudah dan sangat memakan waktu yang panjang. Perjuangan tersebut ternyata juga memerlukan
solidaritas antar ariti ariti kepulauan di dunia. Menjadi tidak mudah, karena Indonesia ternyata
adalah sebuah ariti kepulauan yang terbesar di dunia yang tentu saja menghadapi lebih banyak
tantangan terhadap klaim sebagai ariti kepulauan. Hal tersebut menjadi lebih rumit lagi karena
posisi Indonesia yang sangat strategis sebagai sebuah lokasi yang berada diantara dua benua dan
dua samudera. Posisi yang berarti dibutuhkan oleh banyak ariti lainnya untuk dapat melintas
dengan efisien pada rute perjalanan darat dan laut, lebih-lebih udara pada jalur perdagangan dan
aritime global.

Beruntung pada tahun 1982 UNCLOS, United Nation Convention Law of the Sea secara aritime
telah dapat dipersepsikan sebagai sebuah pengakuan Internasional kepada ariti kepulauan,
terutama Indonesia yang berujud ariti kepulauan terbesar dengan wilayah perairannya yang
sangat luas.

Indonesia sebagai Negara Kepulauan, Perjuangan yang Belum Usai

Peta Indonesia

Mungkin banyak yang masih bertanya-tanya tentang apakah arti strategis Indonesia
sebagai ariti kepulauan terbesar di dunia yang berada di Posisi Silang dunia, antara dua
samudera (India dan Pasifik) dan 2 benua (Asia dan Australia). Apakah keuntungan Indonesia
dengan posisi geografi sebagai posisi silang ‘Poros Maritim Dunia’ tersebut? Bagaimana
pengakuan dunia internasional terutama ariti-negara aritime besar tentang claim Indonesia atas
kedaulatan perairan kepulauannya? Bagaimana sejarah perjuangan Indonesia dalam
memperjuangkan pengakuan internasional tersebut? Apakah Indonesia sudah mampu
menegakkan kedaulatan laut atas Perairan Kepulaunnya?
BAB II

PEMBAHASAN

Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan coba dijelaskan dalam wawancara MN dengan


Mayor Laut (P) Dedi Gunawan Widyatmoko via telepon, (20/3). Mayor Laut (P) Dedi Gunawan
Widyatmoko merupakan Perwira TNI AL yang sekarang sedang menjadi mahasiswa dan
meneliti arit ini dalam study Master of Maritime Policy di the Australian National Centre for
Ocean Resources and Security (ANCORS), University of Wollongong, Australia.

Bagaimana anda melihat pengakuan Indonesia sebagai ariti kepulauan dalam Hukum
Laut Internasional 1982 atau yang lebih dikenal dengan UNCLOS 1982?
Dimasukkanya istilah baru ‘negara kepulauan’ dalam Hukum Laut Internasinal 1982 ini
merupakan kesuksesan delegasi Indonesia dalam perjuangan diplomasi. Dengan dasar inilah
maka garis pangkal atau base lines untuk memulai pengukuran Laut Teritorial, ZEE
dan extended continental shelf kita diukur dari titik-titik terluar pulau-pulau terluar. Sehingga
dengan begitu wilayah “Tanah” dan “Air” kita benar-benar menjadi satu di dalam garis pangkal.
Akan tetapi sebagaimana biasanya dalam proses negosiasi, pasti tidak ada pihak yang
mendapatkan “semua keinginan” karena harus memperhatikan keinginan pihak lain juga. Salah
satunya karena   arit inilah maka terjadi proses perundingan yang I sehingga konferensi PBB
tentang Hukum Laut Internasional yang ketiga yang menghasilkan UNCLOS 1982 ini
merupakan konferensi terlama dalam sejarah PBB yaitu dimulai tahun 1973 sampai dengan
1982.

Apakah yang menjadi masalah dasar dalam negosiasi pengakuan Indonesia sebagai ariti
kepulauan?
Secara garis besar bisa dijelaskan begini : Indonesai merdeka tahun 1945. Pada waktu
Indonesia masih dijajah oleh Belanda, laut dan selat yang berada di antara pulau-pulau di
Indonesia ini merupakan laut bebas karena Pemerintah Belanda hanya mengakui Laut Teritorial
3 NM dari pulau-pulau tersebut. Kemudian ada lompatan sejarah yang besar di Indonesia dengan
Deklarasi Djuanda pada tahun 1957 yang mendeklarasikan bahwa laut dan selat antar pulau di
Indonesia merupakan sebuah kesatuan dalam bingkai NKRI dan merupakan internal waters.
Tentu saja deklarasi ini di protes oleh ariti-negara yang jalur lintas baik armada militer maupun
armada dagangnya terbiasa bebas melintas di perairan antar pulau di Indonesia tersebut. Dua
ariti yang paling serius melakukan protes dalam hal ini adalah Australia dan Amerika Serikat.
Lalu bagaimana prosesnya hingga Indonesia diakui sebagai ariti kepulauan dalam
UNCLOS 1982?
Dalam UNCLOS 1982, regulasi tentang ariti kepulauan diatur dalam PART IV pasal 46
sampai dengan pasal 54. Disitu dijelaskan aturan-aturan tentang status perairan kepulauan,
penentuan garis pangkal, aturan hak lintas ariti lain, penentuan batas internal waters dan
kewajiban-kewajiban ariti lain dalam hal hak melintas. Kalau aritime secara seksama aturan-
aturan tersebut, banyak hal yang sesuai dengan keinginan Deklarasi Djuanda akan tetapi juga ada
beberapa hal yang mengakomodasi hak-hak ariti lain dalam hal lintas di perairan kepulauan.
Dan sebagai konsekuensi karena Indonesia sudah meratifikasi UNCLOS 1982 ini, maka
Indonesia harus menerima aturan-aturan tersebut sebagai satu paket. Kita tidak bisa memilih
aturan-aturan yang hanya sesuai dengan keinginan kita.

Bisakah hal-hal tersebut dijelaskan lebih lanjut?


Dalam hal kedaulatan, arit laut internasional mengakui bahwa pengukuran garis pangkal
atau base line untuk ariti kepulauan seperti Indonesia ditarik dari titik-titik terluar pulau-pulau
terluar. Kemudian perairan antar pulau di dalam garis pangkal tersebut statusnya sama dengan
Laut Teritorial yaitu bagian dari kedaulatan atau sovereignty Indonesia. Pengakuan ini sangatlah
mengutungkan dalam hal penguasaan sumber daya alam. Dalam hal lintas di perairan kepulauan,
arit laut internasional memberikan aturan-aturan yang mengakomodasi kepentingan-
kepentingan ariti aritime besar seperti Amerika Serikat dan Australia.

Bagaiman anda melihat hal tersebut?


Hukum laut internasional 1982 memberi hak ariti kepulauan untuk menentukan jalur
lintas untuk kapal-kapal dan pesawat-pesawat ariti lain sebagai jalur perlintasan yang
ditentukan, yang sekarang kita kenal dengan ALKI. Aturan-aturan dalam Lintas ALKI
diantaranya : tidak boleh menyimpang 25 NM dari garis sumbunya, tidak boleh mendekati
daratan 10 % jarak terdekat antar pulau, lintas harus terus menerus, tidak boleh
melakukan survey tanpa ijin dari pemeritah Indonesia, tidak boleh melakuan kegiatan yang
mencemari lingkungan dan hal-hal lain yang bertentangan dengan aturan-aturan lintas damai.

Saya belum melihat permasalahanya, bisakah anda jelaskan lebih lanjut?


Baik, Pemerintah Indonesia mengajukan usulan 3 ALKI ke IMO tahun 1996 dan diadopsi
oleh IMO tahun 1998. Akan tetapi permasalahannya adalah, adopsi dari IMO ini masih
bersifat partial atau belum keseluruhan. Itu artinya, menurut IMO Indonesia masih harus
menambah jumlah ALKI nya. Amerika Serikat dan Australia menganggap Laut Jawa
sebagai normal passage route atau lintasan normal mereka sejak dulu. Sehingga kedua ariti
tersebut menuntut Laut Jawa dimasukkan sebagai bagian dari ALKI. Yang menjadi masalah, kita
juga tidak tahu apakah misalanya Laut Jawa dimasukkan sebagai ALKI mereka tidak akan
menuntut laut lainya juga sebagai ALKI. Jadi sulit memang untuk menentukan seberapa banyak
ALKI yang harus ditentukan oleh Pemerintah Indonesia, karena memang tidak ada aturan
bakunya.

Bagaimana anda melihat hal tersebut?


Perlu kita ketahui bahwa dalam hal lintas ALKI ada istilah normal mode. Tidak ada
penjelasan detail tentang arti normal mode ini dalam UNCLOS 1982. Istilah ini diartikan oleh
ariti-negara aritime besar bahwa lintas seperti biasa sehingga untuk kapal selam bisa
menyelam dan kapal induk bisa menerbangkan pesawatnya. Dan pada tahun 2002 Pemerintah
Indonesia menerbitkan PP no 37 tahun 2002 yang mengesahkan 3 ALKI, yang di dalam pasal 15
disebutkan bahwa lintas alur kepulauan Indonesia hanya melalui 3 ALKI yang sudah ditentukan.
Dan setahun kemudian yaitu pada tahun 2003 terjadilah insiden Bawean yang menjadi berita
nasional saat itu.

Bisa anda jelaskan tentang insiden Bawean?


Secara garis besar insiden Bawean seperti ini,  kapal induk Amerika Serikat dengan
konvoi nya melintas di dekat pulau Bawean yang jelas saja menurut kita bukan ALKI. Dan lebih
parahnya lagi, kapal induk Amerika Serikat tersebut menerbangkan pesawat tempurnya. Saya
melihat ini sebagai pelanggaran lintas ALKI sekaligus pelanggaran lintas damai (innocent
passage).

Bagaimana anda memaknai kejadian tersebut?


Dengan kejadian ini, Amerika Serikat ingin memperjelas tuntutanya untuk Laut Jawa
dimasukkan sebagai ALKI dan mematahkan ketentuan pasal 15 PP 37/2002 tersebut. Dalam
UNCLOS 1982 memang diatur bahwa lintas di luar ALKI yang ditetukan adalah lintas damai
atau innocent passage. Memang untuk lintas damai tidak ada aturan untuk memberi tahu terlebih
dahulu ariti pantai sebelum melaksanakan lintas. Jadi syah-syah saja kapal Amerika Serikat
tersebut melintas di Laut Jawa tanpa pemberitahuan. Tetapi jelas diatur bahwa dalam lintas
damai, kapal selam harus berlayar di permukaan dan kapal induk tidak boleh menerbangkan
pesawat.

Ada berapa macam lintas sebenarnya di perairan kepulauan Indonesia berdasarkan arit
laut internasioal 1982?
Menurut saya ada 3 macam lintas. Dan jelas saja ini tidak begitu sesuai dengan keinginan
asli dari Deklarasi Djuanda. Yang pertama adalah Lintas dalam ALKI yang lebih longgar dari
lintas damai dengan adanya ketentuan nomal mode seperti saya jelaskan diatas. Saya pernah
membahasnya dalam tulisan saya di majalah Seskoal yang berjudul ‘Anomali Lintas ALKI’. Dan
yang kedua adalah lintas damai atau innocent passage di luar jalur ALKI yang sudah ditentukan
(walaupun masih partial designation). Kedua lintas ini tidak perlu memberi tahu ariti pantai
dalam hal ini Indonesia sebelum melintas. Dan yang ketiga adalah lintas atau keinginan untuk
masuk internal waters dari Indonesia yang dalam hal ini harus meminta ijin dari Pemerintah
Indonesia dan Pemeritah Indonesia berhak menolak atau tidak memberi ijin. Masalahnya
sekarang adalah Pemerintah Indonesia belum menentukan wilayah-wilayah yang
termasuk internal waters Indonesia.

Bagaimana aturan-aturan dalam menentukan internal waters untuk ariti kepulauan


seperti Indonesia?
Hal tersebut diatur dalam UNCLOS 1982 pasal 50 yang merujuk pada pasal 9, 10 dan 11.
Secara garis besar internal waters adalah mulut sungai, teluk dan pelabuhan. Bagaimana mulut
sungai, teluk dan pelabuhan bisa dikategorikan sebagai internal waters ada aturan-aturan
detailnya. Dan kita harus segera memulai menentukan internal waters kita tersebut dengan
melibatkan para pakar kelautan dan pemetaan.

Mayor Laut (P) Dedi Gunawan Widyatmoko – paling kiri, dalam sebuah kesempatan bersama
Prof Hasjim Djalal di sela acara seminar di Perth Australia.

Jadi ada 2 poin yang bisa saya tangkap dari wawancara ini yaitu adopsi IMO tentang
ALKI masih partial atau belum lengkap dan Pemerintah Indonesia belum menentukan
dan memetakan internal waters nya. Ada hal lain yang perlu anda sampaikan sebelum
mengakhiri wawancara ini ?
Dalam UNCLOS 1982 pasal 53 ayat 6 menyebutan bahwa ariti kepulauan bisa
menentukan TSS atau traffic separation scheme untuk lintas ALKI. Dengan menentukan TSS,
maka kapal asing mau tidak mau melewati TSS tersebut dengan pertimbangan keselamatan
navigasi. Kita bisa mengambil langkah ini untuk memudahkan aritim lintas kapal-kapal asing
tersebut.

Menarik sekali mengetahui hal-hal tersebut. Terimakasih atas wawancaranya, terakhir,


apa yang ingin anda sampaikan sebagai penutup?
Terimakasih juga atas kesempatannya. Semua aturan yang dibuat akan tidak ada
manfaatnya kalau tidak bisa ditegakkan. Dalam hal ini sea power yang oleh banyak ahli
disimpulkan sebagai kombinasi seluruh elemen ariti yang output nya adalah pengaruh sebuah
ariti dalam melindungi kepentingannya di laut menjadi sangat signifikan. Peningkatan sea
power Indonesia adalah sebuah keniscayaan bukan untuk merubah kita
sebagai aggressor state tapi sekedar untuk melindungi kepentingan kita di perairan kepulauan
sendiri hingga ZEEI dan extended continental shelf. Mulai menipisnya cadangan sumber daya
alam di darat sehingga pencarian sumber daya alam mau tidak mau akan lebih serius mengarah
ke laut sehingga potensi konflik di laut akan semakin tinggi juga membuat upaya
peningkatan sea power makin mendesak.
Dengan sea power yang bisa diandalkan, posisi strategis Indonesia benar benar akan menjadi
strategis dan bermanfaat untuk kemajuan dan kesejahteraan Bangsa Indonesia.

Perjuangan Negara Kepulauan dan Tantangannya.


Indonesia untuk dapat diakui sebagai Sebuah ariti kepulauan tidaklah mudah, dan juga
telah memakan waktu yang cukup panjang. Bermula dari sejak awal kemerdekaan, Indonesia
sudah memulai memikirkan bagaimana cara untuk dapat memperoleh pengakuan internasional
sebagai ariti kepulauan.
DR Makarim Wibisono menceritakan tentang bagaimana Prof Hasjim Djalal, Prof Mochtar
Kusumaatmaja dan teman teman yang selalu di dorong oleh Djuanda, Chaerul Saleh dan para
pemimpin bangsa lainnya dikala itu untuk segera membuat rumusan arit yang dapat mengantar
Indonesia diakui sebagai sebuah ariti kepulauan. Masalahnya adalah pada ketika itu , seperti
diceritakan oleh Pak Makarim, para anak muda bangsa seangkatan Mochtar Kusumaatmadja,
Priyatna Abdurrasjid, Hasjim Djalal dan kawan-kawan di mnta oleh Chaerul Saleh menyusun
konsep Negara Kepulauan agar martabat bangsa dapat terjaga dengan baik. Maksudnya adalah
Indonesia sebagai sebuah ariti kepulauan yang dua per tiga nya terdiri dari perairan diawal masa
kemerdekaan masih banyak kapal-kapal Belanda dan asing lainnya yang berseliweran bebas di
perairan Nusantara. Dimana kedaulatan kita, bila diperairan kita kapal asing bisa dengan
bebasnya mondar mandir tanpa dapat termonitor. Dari sejak itulah para anak bangsa patriot ariti
kemudian menyusun konsep ariti kepulauan yang dikenal dengan rumusan Wawasan Nusantara.
Sukur alhamdulilah Negara Kesatuan Republik Indonesia kemudian dapat pengakuan
Internasional sebagai ariti kepulauan yang berdaulat atas perairan di daerah teritorialnya. Hal
itui tertuang antara lain dalam Deklarasi Djuanda yang terkenal itu.

Perjuangan untuk memperoleh pengakuan Internasional sebagai ariti kepulauan tidaklah


mudah dan sangat memakan waktu yang panjang. Perjuangan tersebut ternyata juga memerlukan
solidaritas antar ariti ariti kepulauan di dunia. Menjadi tidak mudah, karena Indonesia ternyata
adalah sebuah ariti kepulauan yang terbesar di dunia yang tentu saja menghadapi lebih banyak
tantangan terhadap klaim sebagai ariti kepulauan. Hal tersebut menjadi lebih rumit lagi karena
posisi Indonesia yang sangat strategis sebagai sebuah lokasi yang berada diantara dua benua dan
dua samudera. Posisi yang berarti dibutuhkan oleh banyak ariti lainnya untuk dapat melintas
dengan efisien pada rute perjalanan darat dan laut, lebih-lebih udara pada jalur perdagangan dan
aritime global.

Beruntung pada tahun 1982 UNCLOS, United Nation Convention Law of the Sea secara
aritime telah dapat dipersepsikan sebagai sebuah pengakuan Internasional kepada ariti
kepulauan, terutama Indonesia yang berujud ariti kepulauan terbesar dengan wilayah
perairannya yang sangat luas.

Wilayah Indonesia di dalam perkembangannya mengalami pertambahan luas yang sangat


besar. Wilayah Indonesia ditentukan pertama kali dengan Territoriale Zee en Maritime Kringen
Ordonantie (TZMKO) tahun 1939. TMZKO ini mengatur mengenai laut wilayah Indonesia,
dikatakan bahwa lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil laut, diukur dari garis air rendah
dari pulau-pulau yang termasuk dalam daerah Indonesia.  Ketentuan yang terlahir pada zaman
penjajahan ini terus dipakai Indonesia sampai pada Deklarasi Djuanda tahun 1957.
Ketentuan baru yang termuat dalam Deklarasi Djuanda selanjutnya disebut sebagai
Konsep Wawasan Nusantara. Konsepsi nusantara yang bertujuan untuk menjamin kepentingan-
kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Indonesia. Adapun isi Deklarasi tersebut adalah :

Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau
bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia dengan tidak
memandang luas dan lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari pada wilayah daratan
ariti Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan nasional yang
berada di bawah kedaulatan mutlak ariti Republik Indonesia.

                 Selanjutnya, Lalu lintas damai di perairan pedalaman ini bagi kapal asing terjamin
selama dan sekadar tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan ariti Republik
Indonesia. Penentuan batas laut aritime al yang luasnya 12 mil yang diukur dari garis-garis
yang menghubungkan titik-titik yang terluar pada pulau-pulau ariti Republik Indonesia akan
ditentukan dengan undang-undang.

Konsepsi ini kemudian diperkuat oleh UU No. 4 tahun 1960 yang dibuat oleh pemerintah
Indonesia, yang isinya antara lain :

1. Perairan Indonesia ialah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia.
2. Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut selebar 12 mil laut yang garis luarnya diukur tegak
lurus atas garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari garis-garis lurus yang
menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah dari pada pulau-pulau atau bagian
pulau-pulau yang terluar dalam wilayah Indonesia dengan ketentuan bahwa jika ada selat
yang lebarnya tidak melebihi 24 mil laut dan ariti Indonesia tidak merupakan satu-satunya
ariti tepi, garis batas laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.
3. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari
garis dasar.
4. Lalu lintas damai dalam perairan pedalaman Indonesia terbuka bagi kendaraan asing.

Jadi, dari ketentuan arit yang baru ini, seluruh kepulauan dan perairan Indonesia
adalah suatu kesatuan dimana dasar laut, lapisan tanah di bawahnya, udara di atasnya, serta
kekayaan alamnya berada di bawah kedaulatan ariti Indonesia.

Alur Laut Kepulauan Indonesia

Sesuai UNCLOS pasal 53 ayat 1 dikatakan bahwa Negara kepulauan dapat menentukan


alur laut dan rute penerbangan di atasnya, yang cocok untuk lintas kapal dan pesawat udara
asing secara tak terputus dan cepat melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut
aritime al yang berdampingan. Selanjutnya ayat 3 menambahkan Alur-alur kepulauan berarti
pelaksanaan hak-hak pelayaran sesuai dengan Konvensi dan hak untuk terbang di atasnya dengan
cara yang normal hanya untuk tujuan transit yang terus menerus, cepat dan tak terhalang.
Sehubungan dengan hal ini, pada tahun 1966 Indonesia telah terlebih dahulu
mengumumkan kepada IMO (International Maritime Organization) penetapan tiga ALKI (Alur
Laut Kepulauan Indonesia) beserta cabang-cabangnya di perairan Indonesia, yaitu :

ALKI I                        : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan

ALKI II          : Selat Lombok, Selat Makassar dan Laut Sulawesi

ALKI III-A    : Selat Ombai, Laut Sawu, Laut Banda (Barat Pulau Buru) – Laut Seram (Timur 
Pulau Mangole) – Laut Maluku, Samudera Pasifik

ALKI III-B     : Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda (Barat Pulau Buru) dan terus ke ALKI III-A

ALKI III-C     : Laut Arafura, Laut Banda (Barat Pulau Buru) dan terus ke Utara ALKI III-A

Hak Lintas Damai Internasional pada Perairan Indonesia

  Mengenai hak lintas di perairan Indonesia, tidak ada persoalan yang berarti karena sudah
merupakan suatu ketentuan yang telah diterima dan dijamin oleh arit internasional. Yang
dimaksud dengan hak lintas damai menurut pemerintah Indonesia adalah :

 Semua pelayaran dari laut lepas ke suatu pelabuhan Indonesia


 Semua pelayaran dari suatu pelabuhan Indonesia menuju laut lepas untuk tujuan-tujuan
damai.
 Semua pelayaran dari ariti laut lepas dengan melintasi perairan Indonesia.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang ditetapkan sebagai tindak
lanjut ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982, sesuai
dengan ketentuan Konvensi tersebut mengandung ketentuan bahwa kedaulatan Republik
Indonesia mencakup selain wilayah daratan dan pedalaman juga Laut Teritorial dan Perairan
Kepulauan Indonesia.

Sekalipun Indonesia mempunyai kedaulatan atas laut aritime al dan Perairan Kepulauan
Indonesia tersebut, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, sesuai
dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982, juga
mengandung ketentuan bahwa kapal asing menikmati hak lintas damai melalui laut aritime al
dan Perairan Kepulauan Indonesia tersebut, untuk keperluan melintasi laut tersebut tanpa
memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas
pelabuhan di luar perairan pedalaman atau untuk keperluan berlalu aritim dari perairan
pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas pelabuhan tersebut.

Walaupun kapal asing menikmati hak lintas damai melalui laut aritime al dan Perairan
Kepulauan Indonesia, sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut Tahun 1982, Indonesia dapat menetapkan alur laut yang dapat digunakan oleh kapal
asing tersebut untuk melaksanakan hak lintas damai melalui laut aritime al dan Perairan
Kepulauan Indonesia tersebut dengan aman, terus-menerus, dan cepat.

Keamanan Wilayah Indonesia

Ketentuan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) menjadi sebuah hal yang paling
mengancam kepentingan Indonesia di wilayah perairan. Secara, dengan adanya ketentuan ALKI
tersebut, Indonesia harus mempersilakan kapal dagang dan kapal perang ariti lain untuk dapat
melintas di wilayah aritime al Indonesia. Ada beberapa hal yang mengancam keamanan
Indonesia dilihat dari adanya ketentuan ALKI tersebut.

Pertama, meningkatnya volume perdagangan dunia yang melalui laut dari 21.480 milyar
ton pada tahun 1999 menjadi 35.000 milyar ton pada tahun 2010, dan 41.000 milyar ton pada
tahun 2014. Perlu dicatat bahwa 25% perdagangan dunia tersebut dibawa oleh sekitar 50.000-
60.000 kapal dagang setiap tahunnya melintasi jalur lalu lintas internasional yang melintasi
perairan Indonesia.

Kedua, aritim kenapa Indonesia seharusnya lebih menekankan pada pertahanan laut
adalah adanya intervensi dan inisiatif oleh ariti-negara besar yang kepentingannya (ekonomi
perdagangan dan perang melawan terorisme) tidak ingin terganggu di kawasan perairan
Indonesia. Hal ini tentunya didorong oleh tujuan mereka untuk mengamankan jalur perdagangan
laut dan aritim atas barang-barang yang diangkut oleh kapal-kapal yang melalui jalur tersebut.
Ketiga, adalah masalah penyelundupan baik manusia, senjata ringan, dan narkotika.
Ratusan ribu pucuk senjata ringan (Small Arm and Light Weapon) selundupan beredar di
kawasan Asia Tenggara tiap tahunnya dan lebih dari 80 persen dari penyalurannya melewati laut.
Daerah-daerah sekitar ALKI selalu sangat rawan terhadap kegiatan-kegiatan kejahatan
internasional, penyelundupan manusia dan senjata, dan infiltrasi. Hal ini tentunya sangat terkait
dengan kegiatan teorisme dan aritime a di Indonesia.

Dari ketiga aritim tersebut di atas, membuktikan bahwa Indonesia berada dalam sebuah
situasi dan kondisi yang tepat dan sesuai untuk datangnya ancaman dari kekuatan eksternal yakni
intervensi, mungkin invansi, ariti lain yang ingin mengamankan kepentingannya dan pihak non-
negara seperti kelompok teroris dan sindikat penyelundupan internasional yang memanfaatkan
jalur laut internasional. Selain itu, Indonesia juga memiliki ancaman dari internal seperti dari
kelompok pemberontak atau separatis yang mendapatkan pasokan persenjataan dari
penyelundupan senjata yang beredar di sekitar perairan Indonesia karena adanya jalur laut
internasional dan lemahnya pengawasan dan pengamanan patrol laut oleh pihak militer
Indonesia.

Deklarasi Djuanda
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 mengakui kedaulatan aritime al di daratan
sebagai bekas wilayah jajahan Belanda. Sementara di lautan, Indonesia sebagai ariti kepulauan
dipisahkan oleh laut antar pulau berdasar warisan arit laut aritime Territoriale Zee en
Maritieme Kringen Ordonantie 1939, atau yang lebih dikenal dengan Ordonantie 1939.
Ketentuan ini mengatur kedaulatan laut Indonesia hanya sejauh 3 mil dari batas air terendah.
Akibatnya pulau-pulau di Indonesia menjadi terpisah. Laut bukannya menyatukan, malah
memisahkan pulau-pulau, karena setiap kapal tidak boleh berlayar melewati yuridiksi 3 mil dari
setiap pulau. Laut di luar batas 3 mil dianggap laut terbuka dan dapat dilewati kapal-kapal asing
dengan bebas. Bahkan Belanda memanfaatkan ini untuk menjalankan politik agresi 1945-1949
atas Indonesia pasca proklamasi untuk memblokade laut dan mendaratkan pasukan termasuk ke
Papua Barat.
Gagasan kedaulatan laut sebagai bagian dari ariti kesatuan Republik Indonesia mulai
digagas di era Perdana Menteri (PM) Ali Sastroamidjojo pada tahun 1956 dengan membentuk
Panitia Inter-Departemental untuk merancang RUU Wilayah Perairan Indonesia dan Lingkungan
Maritim. Namun belum selesai panitia bekerja aritim PM Ali bubar dan digantikan oleh
Djuanda sebagai PM yang baru.
Pada Agustus 1957 PM Djuanda menugaskan Mr. Mochtar Kusumaatmadja untuk
mencari landasan arit guna menjadikan laut sebagai bagian dari Indonesia secara utuh. Mochtar
lalu merumuskan “Asas Archipelago” yang menjadi konsep dari ariti kepulauan (archipelagic
state) dan untuk pertama kali diperkenalkan sebagai rumusan dalam arit laut internasional.
Inilah awal perjuangan panjang pemerintah Indonesia di panggung internasional untuk mendapat
pengakuan sebagai Rezim Hukum Negara Kepulauan.
Pada tanggal 13 Desember PM Djuanda mengeluarkan Pengumumam Pemerintah
mengenai Perairan Negara Republik Indonesia, yang kemudian dikenal dengan Deklarasi
Djuanda. Pengumuman ini menyatakan bahwa: 1) Indonesia sebagai ariti kepulauan
mempunyai corak tersendiri; 2) sejak dahulu kepulauan nusantara sudah merupakan satu
kesatuan; 3) ketentuan ordonansi 1939 dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.
Tujuan deklarasi ini untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh
dan bulat; menentukan batas-batas wilayah NKRI sesuai dengan azas ariti kepulauan; serta
untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan
NKRI.
Pengakuan Internasional
Pada tahun 1958 perjuangan pengakuan internasional dimulai dalam Konferensi Hukum
Laut Internasional I di Jenewa (Swiss). Di sini untuk pertama kalinya asas ariti kepulauan
“archipelagic state principles” diperkenalkan kepada dunia. Protes keras dilakukan oleh
Amerika Serikat, salah satu pimpinan Perang Dingin yang mendukung pemberontakan daerah
tahun 1957 untuk menggulingkan Soekarno. Namun berbagai ariti Gerakan Non Blok
memberikan dukungan pada Indonesia.
Perjuangan dilanjutkan dalam Konferensi Hukum Laut Internasional II pada tahun 1960.
Kembali Amerika Serikat dan beberapa ariti lain menolak usulan Indonesia untuk batas laut 12
mil. Namun pemerintah Indonesia mengambil sikap tegas akan tetap menjalankan klaim batas
laut 12 mil guna menjaga keutuhan wilayah ariti di darat dan laut.
Belajar dari kegagalan dua konferensi sebelumnya, pemerintah Indonesia melakukan
persiapan matang menuju Konferensi Hukum Laut III. Lobi aritime a dilakukan untuk
mendapatkan dukungan luas seperti dalam ASEAN, Gerakan Non Blok, Kelompok 77
(kelompok ariti berkembang) dan Asia Africa Legal Consultative Assembly (AALCA). Berbagai
negoisasi bilateral juga dilakukan dengan ariti-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris,
Uni Soviet dan Australia. Sikap pemerintahan Barat, terutama Amerika Serikat yang mendukung
Orde Baru Suharto, mempermudah diplomasi untuk mencari kompromi bersama dalam arit laut
internasional.
Setelah melalui berbagai ariti dari tahun 1973 hingga 1982, akhirnya baru pada
Konferensi III berhasil dibentuk sebuah Konvensi yang sekarang dikenal sebagai Konvensi PBB
tentang Hukum Laut 1982 (United Nation Convention of the Law of the Sea), yang
ditandatangani oleh 119 negara di Teluk Montego, Jamaika, 10 Desember 1982 sehingga dikenal
dengan sebutan UNCLOS 1982. Akhirnya setelah berjuang selama 25 tahun perjuangan
Indonesia untuk konsepsi asas ariti kepulauan mendapatkan pengakuan dunia.
Menurut UNCLOS 1982 yang dimaksud sebagai Negara Kepulauan adalah suatu ariti
yang seluruhnya terdiri atas satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lainnya.
Kepulauan berarti suatau gugusan pulau termasuk bagian pulau, perairan di antaranya, dan lain-
lain wujud ilmiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian erat yang merupakan satu
kesatuan geografis, ekonomi dan politik. UNCLOS selain mengatur ariti kepulauan juga
mengatur laut di luar laut aritime al, transportasi laut, dan sumber daya alam yang berada di
bawah laut, di dasar laut, di dalam laut, dan di atas permukaan laut.
UNCLOS 1982 merupakan bentuk pengakuan internasional terhadap Wawasan
Nusantara yang telah digagas sejak Deklarasi Djuanda 1957. Pemerintah Indonesia meratifikasi
UNCLOS 1982 dalam UU No. 17 Tahun 1985, yang dalam penjelasannya dikatakan bahwa
pengakuan resmi atas Negara Kepulauan sangat penting bagi Indonesia dalam mewujudkan satu
kesatuan wilayah NKRI. Posisi Indonesia makin strategis karena terletak di antara dua benua
(Asia dan Australia) dan dua samudra (Pacific dan India). Indonesia juga dapat memanfaatkan
sumber daya lautnya lebih maksimal untuk kesejahteraan rakyat.

BAB III
PENUTUP

Konsepsi ariti kepulauan telah menyatukan bangsa dan memberikan kedaulatan wilayah
yang utuh pada Indonesia. Diratifikasinya UNCLOS 1982 ke dalam arit nasional tidak hanya
membuat batas wilayah dan perairan Indonesia makin jelas sehingga dapat menjadi alat
legitimasi dalam hubungan dengan ariti lainnya yang berbatasan. Ini berarti bahwa fungsi
pertahanan ariti perlu diperkuat dalam menjaga kedaulatan Indonesia dengan wilayah
perairannya yang sangat luas.
Namun untuk mewujudkan visi ariti kepulauan diperlukan perjuangan dan kerja keras
untuk menjadikan laut sebagai sumber kesejahteraan masyarakat. Adagium, kita terlalu lama
memunggungi laut, samudera dan teluk, harus menjadi pelecut mengejar ketertinggalan dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut dengan ariti lain. Pemerintah sendiri saat ini
menyadari bahwa tanpa kesejahteraan yang adil antar pulau, maka aritime yang disatukan oleh
laut ini akan rentan dengan perpecahan karena kesenjangan keadilan antar daerah.
Untuk itu dalam mengisi visi kemaritiman, pemerintah mewujudkannya dalam hal-hal
yang nyata dan kongkrit yang bisa dirasakan dalam bentuk kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Karena pada laut sumber kekayaan alam yang melimpah dan masa depan Indonesia
bergantung. Pembangunan infrastruktur dan konektivitas pelabuhan dan tol laut di wilayah
Indonesia Timur, diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, menurunkan harga barang-
barang kebutuhan pokok dan mampu menarik investasi. Semua ini bertujuan menyebarkan
kesejahteraan ke timur, ke pulau-pulau terjauh dari Indonesia.
Kekayaan dan kekuatan laut Indonesia yang luas dan melimpah jangan sampai yang menikmati
adalah ariti lain. Potensi yang ada di laut harus benar-benar dapat dikelola dan dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Untuk itu pemerintah melalui kebijakan
kemaritimannya tidak hanya arit pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas aritime,
serta pemanfaatan sumber daya laut, tapi juga melakukan diplomasi aritime untuk membangun
bidang kelautan dan pertahanan aritime guna melindungi wilayah perairan dan kekayaan laut
Indonesia. 
DAFTAR PUSTAKA

 http://www.chappyhakim.com/perjuangan-negara-kepulauan-dan-tantangannya/
 http://maritimnews.com/2018/03/indonesia-sebagai-negara-kepulauan-perjuangan-yang-
belum-usai/
 https://www.researchgate.net/publication/318650867_Konsep_Negara_Kepulauan_pada_Konf
erensi_Hukum_Laut_Tahun_1958_dan_Tahun_1960

Anda mungkin juga menyukai