Anda di halaman 1dari 16

HUKUM LAUT INTERNASIONAL &

PENGATURANNYA DI INDONESIA

KELOMPOK 6

Erista Rizkia

Sri Anggraini

Tanya Bianca

Roy Manuel Siahaan

Yohannes B.P. Napitupulu

DOSEN : M.RIDHA SIDAMANIK

M. KULIAH : Oseanografi dan Sumber Daya Kelautan

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
MARET 2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, atas karunia
dan rahmatnya serta nikmat kesehatan yang telah diberikannya sehingga Hukum Laut
Internasional & Pengaturannya Di Indonesia dapat di selesaikan dengan tepat waktu,
sehingga sedikit banyaknya dapat menjadi referensi atau pedoman serta menambah bagi
wawasan atau ilmu pengetahuan bagi si pembaca.

Dalam pembuatan makalah ini tentu sedikit ada kendala yang kami hadapi. Namun
berkat kerjasama kelompok yang kami bangun memberikan beberapa masukan serta
dukungan orangtua kami. Kami dapat menangani masalah atau kendala yang kami hadapi.

Tentu masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah laporan ini, kami harapkan
bimbingan serta masukan dosen pembimbing agar penulisan makalah laporan selanjutnya
lebih baik lagi

Medan,24 April 2020

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

1,1 Latar Belakang..................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4

1.3 Tujuan...............................................................................................................................4

BAB II HUKUM LAUT INTERNASIONAL..........................................................................5

2.1 Defenisi Hukum Laut.......................................................................................................5

2.2 SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL............................................................6

2.3 SASARAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL..........................................................8

2.3 PENGATURAN DAN PENERAPAN HUKUM LAUT DI INDONESIA.....................9

2.4 BATASAN LAUT INDONESIA.................................................................................12

BAB III PENUTUP..................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................15

3.2 Saran...............................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
BAB I PENDAHULUAN
1,1 Latar Belakang

Seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk dan bertambahnya kebutuhan SDA


di dunia, Theutenberg mengemukakan bahwa hanyalah perubahan dalam system hukum yang
akan mengatur pembagian SDA yang tersedia di dunia secara proposional guna terciptanya
kesejahteraanb bersama. Fungsi utama laut sebagai di samping sebagai penyedia media
transportasi guna mendukung terselenggaranya perdagangan internasional, juga sebagai
penyedia sumber daya alam yang paling besar. Sehingga tidak diherankan sejak abad ke 15 ,
negara-negara di dunia berebut hak akses wilayah laut guna eksplorasi dan eksploitasi
seumber daya dilaut sementara wilayah di pinggir pantai mengklaim atas wilayah laut
sekitar dan sekeliling wilayah daratannya. Hal ini yang mendorong perkembangan hukum
laut internasional. Starke menyatakan bahwa satu-satunya cabang hukum internasional yang
mengalami perubahan yang evolusioner adalah hukum laut internasional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Hukum Laut dan Hukum Laut Internasional ?

2. Bagaimana Sejarah perkembangan hukum laut internasional?

3. Apa saja sasaran dari hukum laut internasional?

4. Bagaimana Pengaturannya atau penerapannya serta tujuan di Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dimaksud Hukum Laut dan Hukum Laut Internasional
2. Untuk mengetahui Bagaimana Sejarah perkembangan hukum laut internasional?
3. Untuk mengetahui isi atau bagian dari hukum laut
4. Untuk mengetahui Bagaimana Pengaturannya atau penerapannya di Indonesia?
BAB II HUKUM LAUT INTERNASIONAL

2.1 Defenisi Hukum Laut

 Hukum laut menurut Dr. Wirjono Prodjodikoro SH, yaitu hukum yang meliputi
segala peraturan hukum yang ada hubungannya dengan laut.
 Hukum laut menurut Mr. W. L.P,A Molegraf adalah peraturan-peraturan hukum yang
ada hubungannya dengan pelayaran kapal di laut dan keistimewaan mengenai
pengangkutan orang atau barang di laut.
 Hukum laut internasional dapat dimaknai sebagai kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hak dan kewenangan suatu Negara atas kawasan laut yang berada dibawah
yuridisdiksi nasionalnya.

Hukum laut pada umumnya adalah hukum yang mengatur tentang daerah-daerah laut
internasional yang mana diatur dalam perjanjian internasional yaitu Konvensi Perserikatan
Bangsa- Bangsa tentang Hukum laut (Bahasa Inggris ; United Nations Conventions on the
law of the Sea) yang disingkat UNCLOS yang disebut Konvensi Hukum laut Internasional
atau hukum perjanjian laut adalah perjanjian internasional yang dihasilkan dari konferensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Konvensi Hukum laut ini mendefenisikan hak dan tanggung jawab Negara dalam
penggunaan lautan di dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan dan
pengelolaan sumber daya alam laut.

Konvensi internasional berhasil dirumuskan pada tahun 1982 dengan didiadopsinya


United National Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982) atau yang biasa
disebut dengan Konvensi Hukum Laut 1982 (KHL 1982), yang mulai berlaku secara
internasional sejak tanggal 16 November 1994. KHL 1982 merupakan kerangka hukum yang
universal tentang pemanfaatan laut yang memperkenalkan untuk pertama kali “equity
relationship” antar Negara mengenal pemanfaatan laut dan alokasi sumber daya alam yang
ada di lautan. Konvensi ini mengatur dua hal pokok yaitu :
1. Tentang masalah kedaulatan dan yurisdiksi suatu Negara atas wilayah laut yang meliputi
pelayaran, lintas kapal dan pesawat asing terutama pesawat militer asing
2. Mengatur tentang masalah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, baik hayati
maupun non-hayati serta penyelesaian sengketa internasional berkenaan dengan
interpretasi dan implementasi rejim hukum yang baru sebagaimana diatur dalam KHL
1982.

Dengan demikian dalam KHL 1982 dapat dikatakan telah mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan fungsi laut sebagai penyedia sumber daya alam terbeda, sedangkan hal-hal
yang berkaitan dengan fungsi laut sebagai media informasi transportasi guna mendukung
terselenggaranya perdagangan internasional tidak diatur dalam KHL 1982. Dari sinilah
kemudian muncul adanya konsep hukum laut internasional public dan privat.

Hal-hal yang diatur dalam KHL 1982 dikatakan sebagai hukum internasional public,
sedangkan yang berkenaan dengan laut sebagai sarana transportasi termasuk didalamnya
hukum pengangkutan laut dapat dikategorikan sebagai hukum laut internasional privat. Gol
menyanggah adanya pembagian hukum laut internasional public dan privat. Beliau
mengatakan bahwa sebenarnya hukum internasionallah yang terbagi dalam hukum
internasional public dan hukum internasional privat.

Meskipun demikian, di Indonesia hukum laut internasional public yang mengacu pada
ketentuan-ketentuan KHL 1982 dikenal sebagai hukum laut, sedangkan hal-hal yang
berkaitan dengan fungsi laut sebagai sarana transportasi dikategorikan sebagai hukum
maritime.
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, yang terletak di antara dua
samudera, yaitu samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta di hapit dua benua yakni benua
Asia dan benua Australia, yang menyebabkan Indonesia berda di posisi silang yang sangat
strategis. Strategis dalam hal ini merujuk pada pentingnya perairan Indonesia sebagai rute
pelayaran internasional yang menghubungkan dunia bagian selatan dan dunia bagian utara.

2.2 SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL


Sebagaimana disebutkan sebelumnya, laut memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai
sarana transportasi dan penyedia sumber daya alam terbesar di dunia. Dengan demikian
pengaturan pemanfaatan laut sangatlah dinamis sehingga menuntut perkembangan aturan
hukum, terutama hukum laut internasional secara terus-menerus. Hukum laut internasional
yang dikenal saat ini berasal dari jaman romawi kuno.

Seiring dengan perkembangan IPTEK kelautan, kedaulatan suatu Negara atas wilayah
laut guna pengaturan pemanfaatan laut menjadi sangat penting. Dalam ketidakpastian,
masyarakat internasio- nal sepakat untuk mengkodifikasi ketentuan- ketentuan hukum laut
yang berbeda-beda dalam praktek setiap negara, dengan merumuskan suatu konvensi
internasional tentang pemanfaatan laut.

2.2.1 Pre-UNCLOSI

Usaha untuk mengkodifikasi ketentuan-ketentuan hukum laut internasional dimulai


pada tahun 1930 ketika Negara- negara maju terutama Amerika Serikat mulai mempunyai
kemampuan untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam terutama minyak di laut.
Diawali dengan the Hague Conferen- ce 1930, usaha untuk mengkodofikasikan ketentuan
tentang kebebasan pelayaran, navigasi, perikanan serta peletakan kabel-kabel dan pipa-
pipa bawah laut serta rejim penerbangan di laut bebas mulai dirumuskan. Akan tetapi
usaha tersebut belum bias mencapai suatu kesepakatan sehingga belum tercipta suatu
produk hukum apapun.

2.2.2 UNCLOS I 1958

Walaupun pada saat itu banyak sekali konvensi internasional yang mengatur tentang
kegiatan di laut, seperti misalnya tentang keselamatan di laut (safety of life at sea) atau
yang biasa dikenal dengan SOLAS serta konvensi internasional tentang tabrakan kapal
(collision), belum ada suatu konvensi internasional yang mengatur secara komprehensif
pemanfaatan laut terutama yang berkaitan dengan kepentingan publik. Pengaturan
demikian masih dalam bentuk hukum kebiasaan internasional. Oleh karena itu, pada
tahun 1949 International Lauw Co- Ibid mission (ILC), salah satu organ PBB yang
bertugas merumuskan instrument hukum, menyarankan Majelis Umum PBB untuk
mengadakan konferensi internasional untuk mengkodifikasi- kan ketentuan-ketentuakn
hukum laut internasional.

Pada UNCLOS I inilah konsep laut teritorial diakui sebagai hukum laut internasional.
Meskipun demikian UNCLOS I gagal menyepakati dua hal, yaitu: lebar laut territorial
suatu negara dan lebar zona perikanan.
2.2.3 UNCLOS II 1960

Keberhasilan UNCLOS I menghasilkan 4 konvensi merupakan bukti bahwa sangat


dimungkinkan untuk merumuskan suatu konvensi internasional yang mengatur tentang
hukum laut internasional secara komprehensif.

Sayangnya UNCLOS II juga gagal untuk menghasilkan kesepakatan terhadap hal-hal


krusial yang gagal dirumuskan pada UNCLOS I. Kegagalan tersebut terutama pada
gagalnya dica- pai kata sepakat terhadap proposal yang diajukan oleh Kanada dan
Amerika Serikat yang mengusulkan 6 mil laut untuk lebar laut teritorial ditambah 6 mil
laut untuk zona perikanan. Akan tetapi, UNCLOS II berhasil merumuskan suatu resolusi
tentang perlunya metode teknis tertentu dalam hal perikanan.

2.2.4 UNCLOS III 1974- 1982

Keinginan untuk memiliki suatu konvensi internasional general yang komprehensif


tentang pemanfaatan laut dimulai pada akhir tahun 1967, ketika terjadi eksplorasi dan
eksploitasi laut seiring dengan kemajuan teknologi kelautan serta ramainya klaim
kedaulatan atas wilayah laut yang diajukan oleh Negara- negara baru.

UNCLOS 1982 merupakan konvensi internasional yang secara komprehensif


mengatur pemanfaatan laut termasuk kedaulatan suatu negara atas wilayah laut guna
pengaturan pembagian sumber daya alam di laut baik oleh negara berpantai maupun
landlocked states. Oleh karena itu, UNCLOS 1982 mengatur pembagian zona-zona
maritim dengan rejim hukumnya masing-masing serta, yang sangat revolusioner dalam
perkembangan hukum laut internasional adalah diakuinya konsep negara kepulauan.

2.3 SASARAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL

sasaran utama dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 ini yaitu :

 Konvensi akan mendorong pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasioanal


karena, meskipun banyak klaim yang bertentangan oleh negara-negara pantai, namun
secara universal telah disepakati batas-batas mengenai laut territorial, mengenai zona
tambahan, mengenai zona ekonomi eksklusif dan mengenai landas kontinen;

 Kepentingan masyarakat internasional dalam hal kebebasan pelayaran di perairan


maritim akan diperlancar oleh adanya kompromi mengenai status zona ekonomi
eksklusif, dengan rezim hukum lintas damai melalui laut territorial, dengan rezim
hukum lintas transit melalui selat-selat yang digunakan untuk pelayaran internasional,
dan dengan rezim hukum lintas alur laut kepulauan.

 Kepentingan masyarakat internasional dalam hal pelestarian dan pemanfaatan


kekayaan hayati laut akn ditingkatkan dengan melalui pelaksanaan sungguh-sungguh
ketentuan konvensi yang berkaitan dengan zona ekonomi eksklusif

 Ketentuan baru yang penting telah dibuat guna melindungi dan melestarikan
lingkungan laut dari pencemaran.

 Konvensi memuat ketentuan baru mengenai ilmiah kelautan yang mengupayakan


keseimbangan yang layak antara kepentingan Negara- negara pantai di zona ekonomi
eksklutif serta dilandas kontinen di mana penelitian tersebut dilakukan.

 Kepentingan masyarakat internasional dalam hal penyelesaian secara damai


penyelesaian sengketa internasional akan dilakukan dengan sistem penyelesaian
sengketa wajib sebagaimana diatur dalam konversi.

 Prinsip bahwa kekayaan dasar laut dalam merupakan warisan bersama umat manusia
telah dijabarkan dalam lembaga dan persetujuan yang adil dan dapat dilaksanakan.

 Unsur - unsur kesederajatan internasional dapat dijumpai dalam konvensi seperti


pembagian hasil di landas kontinen di luar batas 200 mil, yang memberikan akses
kepada negara-negara tidak berpantai dan negara- negara yang keadaan geografisnya
tidak menguntungkan untuk menuju sumber-sumber kekayaan hayati di zona ekonomi
eksklusif negara-negara tetanggannya, hubungan-hubungan antara nelayan-nelayan
jarak jauh, dan pembagian keuntungan dari eksploitasi sumber kekayaan alam di dasar
laut (Tunggal, 2010 : 1).

2.3 PENGATURAN DAN PENERAPAN HUKUM LAUT DI INDONESIA


Peraturan perundang-undangan Indonesia di bidang kelautan cukup berkembang pesat
seiring dengan banyaknya isu permasalahan, baik yang terjadi di Indonesia maupun
internasional. Terkait dengan isu internasional, di samping menyesuaikan diri dengan
ketentuan internasional, peraturan perundang-undangan Indonesia juga mengadopsi ketentuan
internasional tersebut.
A. UU No. 1 TAHUN 1973 TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA.

Undang-Undang ini di sahkan pada tanggal 6 januari 1973 ini masih mengacu pada
konvensi jenewa 1958. Undang-Undang No.1 Tahun 1973 berisi hal-hal pokok yaitu :

1. Status Kekayaan Alam di Landas Kontinen Indonesia


2. Eksplorasi, Eksploitasi dan Penyelidikan Ilmiah.
3. Instalasi
4. Pencemaran
5. Yurisdiksi Negara
6. Perlindungan terhadap Kepentingan lain.

Undang-undang ini juga menghargai kegiatan sektor lain, pada Pasal 10 ayat (1)
disebutkan bahwa dalam melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam di
landas kontinen harus diindahkan dan kepentingankepentingan harus dilindungi: (a)
pertahanan dan keamanan nasional, (b) perhubungan, (c) telekomunikasi dan transmisi
listrik di bawah laut, (d) perikanan, (e) penyelidikan oseanografi dan penyelidikan ilmiah
lainnya, dan (f) cagar alam

B. UU NO. 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA

Undang-undang yang disahkan pada tanggal 18 Oktober 1983 ini mengatur hak
berdaulat Negara Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Undang-
undang ini juga mengatur pengelolaan lingkungan di ZEEI.

UU No. 5 Tahun 1983 berisi hal-hal pokok, yaitu:

1. ZEEI, yang merupakan jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia
meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 mil
laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
2. Hak Berdaulat, Hak-Hak Lain, Yurisdiksi dan Kewajiban-Kewajiban. Hak berdaulat
untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya
alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya
dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona
tersebut, seperti pembangkitan tenaga air, arus dan angin, sementara Yurisdiksi yang
berhubungan dengan: (a) pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-
instalasi dan bangunan-bangunan lainnya; (b) penelitian ilmiah mengenai kelautan;
serta perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Selain itu, di ZEEI berlaku
kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan
kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut
internasional yang berlaku.
3. Kegiatan-kegiatan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
4. Ganti rugi.
5. Penegakan hukum.
C. UU NO. 17 TAHUN 1985 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TAHUN 1982
Undang-undang ini disahkan pada tanggal 31 Desember 1985. Sebagaimana
yang tercantum dalam penjelasan UU No. 17/1985 tentang Pengesahan United
Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut).
Konvensi ini mengatur :
1. Sebagian merupakan kodifikasi ketentuan-ketentuan hukum laut yang sudah ada
misalnya kebebasan-kebebasan di laut lepas dan hak lintas damai di laut teritorial.
2. Sebagian merupakan pengembangan hukum laut yang sudah ada, misalnya ketentuan
mengenai lebar laut teritorial menjadi maksimum 12 mil laut dan kriteria landas
kontinen. Menurut Konvensi Jenewa 1958 tentang Hukum Laut, kriteria penentuan
lebar landas kontinen adalah kedalaman air 200 m atau kriteria kemampuan
eksploitasi. Kini dasarnya adalah kriteria kelanjutan alamiah wilayah daratan sesuatu
negara hingga pinggiran luar tepian kontinennya (Natural prolongation of its land
territory to the outer edge of the continental margin) atau kriteria jarak 200 mil laut,
dihitung dari garis dasar untuk mengukur lebar laut teritorial jika pinggiran luar tepian
kontinen tidak mencapai jarak 200 mil laut tersebut;
3. Sebagian melahirkan rezim-rezim hukum baru, seperti asas negara kepulauan, Zona
Ekonomi Eksklusif dan penambangan di dasar laut internasional.
D. UU NO. 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA
Deklarasi Djuanda merupakan embrio atau cikal bakal lahirnya Undang-
undang No. 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia yang kemudian digantikan
oleh UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. UU No. 6 Tahun 1996
disahkan pada tanggal 8 Agustus 1996.
UU No. 6 Tahun 1996 mengatur hal-hal pokok, yaitu: (a) wilayah perairan
Indonesia; (b) hak lintas bagi kapal asing, yang di dalamnya termasuk hak lintas
damai; (c) hak lintas alur alur kepulauan, hak lintas transit, serta hak akses dan
komunikasi; (d) pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian lingkungan
perairan Indonesia; dan (e) penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia
E. UU NO. 32 TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN
UU yang disahkan di penghujung tahun 2014 ini bertujuan:
1. menegaskan Indonesia sebagai negara kepulauan berciri nusantara dan maritim;
2. mendayagunakan sumber daya kelautan dan/atau kegiatan di wilayah laut sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum laut internasional
demi tercapainya kemakmuran bangsa dan negara;
3. mewujudkan laut yang lestari serta aman sebagai ruang hidup dan ruang juang
bangsa Indonesia;
4. memanfaatkan sumber daya kelautan secara berkelanjutan untuk sebesarbesarnya
kesejahteraan bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi
mendatang;
5. memajukan budaya dan pengetahuan kelautan bagi masyarakat;
6. mengembangkan sumber daya manusia di bidang kelautan yang profesional,
beretika, berdedikasi, dan
7. mampu mengedepankan kepentingan nasional dalam mendukung pembangunan
kelautan secara optimal dan terpadu;
8. memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi seluruh masyarakat sebagai
negara kepulauan; dan
9. mengembangkan peran Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam percaturan
kelautan global sesuai dengan hukum laut internasional untuk kepentingan bangsa
dan negar

2.4BATASAN LAUT INDONESIA


Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang sudah di sepakati oleh PBB, berikut ini
pembagian wilayah laut menurut dari Konvensi Hukum Laut PBB adalah sebagai berikut :

1. Zona Laut Teritorial

Batas laut teritorial merupakan garis khayal yang memiliki jarak 12 mil laut dari garis
dasar ke arah laut lepas. Apabila ada sebanyak 2 negara atau bahkan lebih menguasai suatu
lautan, sementara lebar lautan tersebut kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial tersebut
ditarik sama jauhnya dari garis setiap atau masing-masing negara itu.
Laut yang terletak diantara garis dan garis batas teritorial disebut dengan laut teritorial.
Sementara itu, laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut dengan nama laut
internal atau perairan dalam (laut nusantara).

Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung pulau yang
terluar. Sebuah negara memiliki hak kedaulatan secara sepenuhnya, hingga batas dari laut
teritorial, namun tetap memiliki kewajiban dalam menyediakan alur pelayaran lintas damai,
baik itu di atas ataupun di bawah permukaan laut.

Batas teritorial Indonesia sudah diumumkan, sejak Deklarasi Djuanda yang ada di


tanggal 13 Desember 1957 silam

2. Zona Landas Kontinen

Landas kontinen merupakan dasar laut yang secara geologis ataupun morfologi yang
menjadi landasan dari suatu kontinen (benua). Kedalaman laut di sini kurang dari 150 meter.

Adapula untuk batas landas kontinen diukur dari garis dasar yang ada, yakni dengan
paling jauh 200 mil laut. Apabila ada 2 negara atatu bahkan lautan di atas landasan kontinen,
maka batas negara tersebut ditarik sama jauhnya dari garis dasar masing-masing negara. Di
dalam garis batas landas kontinen, Indonesia sendiri memiliki kewenangan dalam
memanfaatkan segala bentuk sumber daya alam (SDA) yang ada di dalamnya, dengan
kewajiban dalam menyediakan jalur pelayaran lintas damai.

Pengumuman mengenai batas landas kontinen ini sendiri telah dikeluarkan


oleh Pemerintah Indonesia, tepat pada tanggal 17 Februari 1969.

Indonesia sendiri terletak di 2 landasan kontinen, yakni landasan kontinen Asia dan
landasan kontinen Australia. Untuk zona ini, suatu negara memiliki kewenangannya masing-
masing dalam memanfaatkan segala bentuk sumber daya alam yang ada. Negara tersebut juga
harus bisa menyediakan jalur pelayaran yang terjamin akan segala keselamatan dan
keamanannya.

3. Zona Ekonomi Eksklusif

Zona ekonomi eksklusif merupakan jalur laut selebar 200 mil laur ke arah laut terbuka,
dengan diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia memperoleh
kesempatan pertama untuk memanfaatkan segala bentuk sumber daya laut yang ada. Di
dalam zona ekonomi eksklusif, diberikan kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel, serta
dengan pipa di bawah permukaan laut, yang tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip
Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen dan batas zona ekonomi eksklusif.

Apabila ada sebanyak 2 negara bertetangga yang saling tumpang tindih, maka bisa
ditetapkan adanya garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua
negara yang menjadi batasnya.

Pengumuman mengenai zona ekonomi eksklusif Indonesia sudah dikeluarkan oleh


pemerintah Indonesia, tertanggal 21 Maret 1980. Di zona ini, Indonesia berhak untuk
melakukan segala bentuk melakukan :

a. Eksplorasi
b. Eksploitasi
c. Konservasi
d. Pengelolaan sumber daya alam (SDA)
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Laut memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai sarana transportasi dan penyedia sumber
daya alam terbesar di dunia. Dengan demikian pengaturan pemanfaatan laut sangatlah
dinamis sehingga menuntut perkembangan aturan hukum, terutama hukum laut internasional
secara terus-menerus. Hukum laut internasional yang dikenal saat ini berasal dari jaman
romawi kuno.

Seiring dengan perkembangan IPTEK kelautan, kedaulatan suatu Negara atas wilayah
laut guna pengaturan pemanfaatan laut menjadi sangat penting. Dalam ketidakpastian,
masyarakat internasio- nal sepakat untuk mengkodifikasi ketentuan- ketentuan hukum laut
yang berbeda-beda dalam praktek setiap negara, dengan merumuskan suatu konvensi
internasional tentang pemanfaatan laut. Hukum laut pada umumnya adalah hukum yang
mengatur tentang daerah-daerah laut internasional yang mana diatur dalam perjanjian
internasional yaitu Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum laut. Konvensi
Hukum laut ini mendefenisikan hak dan tanggung jawab Negara dalam penggunaan lautan di
dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan dan pengelolaan sumber daya
alam laut.

3.2 Saran
Penulis menyadari makalah masih jauh dari kata sempurna dan minimnya sumber
yang didapat. Maka penulis selalu menerima saran dan masukan dari para pembaca sekalian
agar kedepannya dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-hukum-laut-internasional/9285/2

https://books.google.co.id/books?id=5Fa-
DwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=buku+hukum+laut+internasional&hl=id&sa=X&ved
=0ahUKEwjUpu7gmvzoAhWB73MBHXJMBagQ6AEICDAA#v=onepage&q=buku
%20hukum%20laut%20internasional&f=false

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwimqtnd4orp
AhWPyKYKHWb5DUwQFjAAegQIARAB&url=http%3A%2F%2Fwww.pustaka.ut.ac.id
%2Flib%2Fwp-content%2Fuploads%2Fpdfmk%2FMMPI530202
M1.pdf&usg=AOvVaw05kN3i1I5Rmc5I6rbw6P3-

http://www.habibullahurl.com/2018/07/pembagian-batas-wilayah-laut-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai