Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KELOMPOK

OSEANOGRAFI

”Hukum Laut Internasional Dan Pengaturannya Di Indonesia”

Dosen Pengampu:

ENI YUNIASTUTI S.PD,M.Sc

Disusun Oleh:

Kelompok VI

1. IIN HIDAYAH
2. M.ALAM SYAHPUTRA
3. LUKSIADE SARAGIH
4. SUSI LAMRIA

PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019

I
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan sehingga
makalah OSEANOGRAFI tentang “HUKUM LAUT INTERNASIONAL DAN
PENGATURANNYA DI INDONESIA” dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.

Kami berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan
bagi pembaca. Mudah-mudahan makalah sederhana yang telah berhasil kami susun ini
bisa dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya.Sebelumnya kami
meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang
berkenan.Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan serta kritikan yang
membangun bagi penulis demi terciptanya makalah yang lebih baik.

Medan, 06 Maret 2020

Penulis,

Kelompok 6

I
I
I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................I

DAFTAR ISI.....................................................................................................................II

BAB I.................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

BAB II...............................................................................................................................2

PEMBAHASAN................................................................................................................2

BAB III............................................................................................................................20

KESIMPULAN...............................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21

II
I
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum laut merupakan cabang hukum internasional.Semenjak


berakhirnya perang Dunia II, hukum laut mengalami revolusi atau
perubahanperubahan mendalam sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Saat ini peran hukum laut sangat menonjol dalam mengatur sejauh mana
kekuasaan suatu negara terhadap laut dan tentang kekayaan yang ada di dalamnya.

Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan


bumi. Laut menurut definisi hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan
secara bebas di seluruh permukaan bumi. Jadi Laut Mati, Laut Kaspia,dan Great
Salt Lake yang ada di Amerika Serikat dari segi hukum tidak dapat dikatakan laut,
karena laut-laut tersebut tertutup dan tidak mempunyai hubungan dengan bagian-
bagian laut lainnya di dunia.

Pentingnya laut dalam hubungan antar bangsa menyebabkan pentingnya


pula arti hukum laut internasional, karena hukum laut internasional mengatur
manfaat dan kegunaan laut itu sendiri, seperti sebagai jalan raya dan sebagai
sumber kekayaan serta sebagai sumber tenaga. Karena laut hanya dapat
dimanfaatkan dengan kendaraan-kendaraan khusus,yaitu kapal-kapal yang diatur
dalam hukum laut

B.Rumusan Masalah
1.Apa itu hukum laut internasional?

2.Bagaimana pengaturan hukum laut internasional di Indonesia?

C.Tujuan Pembuatan Makalah

1.Memahami dan mengetahui apa itu hukum laut internasional

2.Memahami dan mengetahui pengaturan hukum laut internasional di


Indonesia

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.  Pengertian

            Hukum Laut Internasional adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur


hak dan kewenangan suatu negara atas kawasan laut yang berada dibawah
yurisdiksi nasionalnya (national jurisdiction).

Sejarah Hukum Laut Internasional

        Lahirnya konsepsi hukum laut internasional tersebut tidak dapat dilepaskan
dari sejarah pertumbuhan hukum laut internasional yang mengenal pertarungan
antara dua konsepsi, yaitu : a.Res Communis, yang menyatakan bahwa laut itu
adalah milik bersama masyarakat dunia, dan     karena itu tidak dapat diambil atau
dimiliki oleh masing-masing negara; b. Res Nulius, yang menyatakan bahwa laut
tidak yang memiliki, dan karena itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing-
masing negara. Pertumbuhan dan perkembangan kedua doktrin tersebut diawali
dengan sejarah panjang mengenai penguasaan laut oleh Imperium Roma.

            Kenyataan bahwa Imperium Roma menguasai tepi Lautan Tengah dan


karenanya menguasai seluruh lautan tengah secara mutlak. Dengan demikian
menimbulkan suatu keadaan di mana lautan tengah menjadi lautan yang bebas
dari gangguan bajak-bajak laut, sehingga semua orang dapat mempergunakan
lautan tengah dengan aman dan sejahtera yang dijamin oleh pihak Imperium
Roma. Pemikiran umum bangsa Romawi trhadap laut didasarkan atas doktrin  res
communis omnium ( hak bersama seluruh umat manusia), yang memandang
penggunaan laut bebas atau terbuka bagi setiap orang. Asas res communis
omnium di samping untuk kepentingan pelayaran, menjadi dasar pula untuk
kebebasan menangkap ikan.
         Bertitik tolak dari perkembangan doktrin res communius omnium tersebut
diatas, tamapk bahwa embrio kebebasan laut lepas sebagai prinsip kebebasan di

2
laut lepas telah diletakkan jauh sejak lahirnya masyarakat bangsa-bangsa. Tidak
dapat dipungkiri lagi bahwa doktrin ini dalam sejarah hukum laut internasional
pada masa-masa berikutnya.
         Di sisi lain, dalam melaksanakan kekuasaannya di laut, banyak tanda-tanda
yang menunjukkan bahwa dalam pandangan orang Romawi laut itu dapat
dimiliki, di mana dalam zaman itu hak penduduk pantai untuk menangkap ikan di
perairan dekat pantainya telah diakui. Pemilikan suatu kerajaan dan negara atas
laut yang berdekatan dengan pantainya didasrkan atas konsepsi res nelius
         Menurut konsepsi res nelius , laut bisa dimiliki apabila yang berhasrat
memilikinya bisa menguasai dan mendudukinya. Pendudukan ini dalam hukum
perdata romawi dikenal sebagai konsepsi okupasi (occupation). Keadaan yang
dilakukiskan di atas berakhir dengan runtuhnya Imperium Romawi dan
munculnya pelbagai kerajaan dan negara di sekitar lautan Tengah yang masing-
masing merdeka dan berdiri sendiri yang satu lepas dari yang lain. Walaupun
penguasaan mutlak Lautan Tengah oleh Imperium Romawi sendiri telah berakhir,
akan tetapi pemilikan lautan oleh negara-negara dan kerajaan tetap menggunakan
asas-asas hukum Romawi.
         Berdasarkan uraian diatas, jelas kiranya bahwa bagi siapa pun yang
mengikuti perkembangan teori perkembangan hukum internasional, asas- asas
hukum Romawi yang disebutkan diatas memang mengilhami lahirnya pemikiran
hukum laut internasional yang berkembang dikemudian hari.
Daptlah dikatakan bahwa kedua konsepsi hukum laut Romawi itu merupakan
hukum laut internasional tradisional yang menjadi embrio bagi dua pembagian
laut yang klasik, laut teritorial dan laut lepas.
         Dalam konteks kedaulatan negara atas laut, pertumbuhan dan perkembangan
hukum laut internasional setelah runtuhnya Imperium Romawi diawali degan
munculnya tuntutan sejumlah negara atau kerajaan atas sebagian laut yang
berbatasan dengan pantainya berdasarkan alasan yang bermacam-macam.
Misalnya, Venetia mengklaim sebagian besar dari laut Adriatik, suatu tuntutan
yang diakui oleh Paus Alexander III pada tahun 1177. Berdasarkan kekuasaanya
atas laut Adriatik ini, Venetia memungut bea terhadap setiap kapal yang berlayar
di sana. Genoa juga mengklaim kekuasaan atas Laut Liguria dan sekitarnya serta
3
melakukan tindakan-tindakan untuk melaksanakannya. Hal yang sama dilakukan
oleh Pisa yang mengklaim dan melakukan tindakan-tindakan atas Laut
Thyrrhenia. Kekuasaan yang dilaksanakan oleh negara-negara atau kerajaan-
kerajaan tersebut dengan laut yang berbatasan dengan pantainya dilakukan dengan
tujuan yang di zaman sekarang barangkali dapat disebut kepentingan: (karantina);
(2) bea cukai; (3) pertahanan dan netralitas
         Dalam pertumbuhan hukum laut internasional berikutnya, sejarah
perkembangan hukum laut internasional telah mencatat sutu peristiwa penting,
yaitu pengakuan Paus Alexander VI pada tahun 1493 atas tuntutan Spanyol dan
Portugal, yang membagi samudera di dunia untuk kedua negara itu dengan
batasnya garis meridian 100 leagues (kira-kira 400 mil laut) sebelah barat Azores.
Sebelah barat dari meridian tersebut (yang mencakup Samudera Atlantik barat,
Teluk Mexico dan Samudera Pasifik) menjadi milik Spanyol, sedangkan sebelah
timurnya (yang mencakup Samudra Atlantik sebelah selatan Marokko dan
Samudera India) menjadi milik Potugal . Pembagian Paus Alexander VI  tersebut
diatas kemudian diperkuat oleh Perjanjian Todesillas antara Spanyol dan Portugal
pada tahun 1494, tetapi dengan memindahkan garis perbatasannya menjadi 370
leagues sebelah barat pulau-pulau Cape Verde di pantai barat Afrika. Sedangkan
negara-negara lain, seperti Denmark telah pula menuntut Laut Baltik dan Laut
Utara antar Norwegia dan Iceland, dan Inggris telah menuntut pula laut di sekitar
kepulauan Inggris (Mare Anglicanum) sebagai milik masing-masing.
         Pembagian dua laut dan Samedera di dunia untuk Spanyol dan Portugal
dengan menuntup laut-laut tertentu bagi pelayaran internasional, merupakan awal
dari era penjajahan kedua kerajaan tersebut di Amerika Selatan.
         Perkembangan selanjutnya memperlihatkan bahwa ternyata pembagian dua
laut dan samudera, serta klaim keempat kerajaan di Eropa Barat mengenai
konsepsi laut tertutup (mare clausum) mendapat tantangan dari belanda yang
memperjuangkan asas kebebasan berlayar (freedom of navigation) yang
didasarkan atas pendirian bahwa lautan itu bebas untuk dilayari oleh siapapun.
Belanda yang diwakili oleh Hugo Grotius (selanjutnya disebut Grotius), yaitu
bapak Hukum Laut Internasional yang memperjuangkan asas kebebasan
lautdengan cara yang paling gigih walaupun bangsa Inggris dengan Ratu
4
Elisabeth- nya lebih dikenal sebagai perintis asas kebebasan laut ini. Perjuangan
armada-armada Belanda dan Inggris melawan armada-armada Spanyol dan
Portugal di lautan akhirnya manjadi asas kebebasab pelayaran ini menjadi suatu
kenyataan. Perkembangan penting dalam hukum laut internasional yang perlu
dicatat adalah pertarungan antara penganut doktrin laut bebas (mare liberium) dan
laut tertutup (mare clausum)
         Doktrin laut bebas (lepas) yang diwakili oleh Grotius, didasarkan pada teori
mengenai lautan bahwa pemilikan, termasuk atas laut hanya bisa terjadi melalui
pessession ini hanya bisa terjadi melalui okupasi, dan okupasi hanya bisa terjadi
atas barang-barang yang dapat dipegah teguh. Untuk dapat dipegang teguh maka
barang-barang tersebut harus ada batasnya.Laut adalah sesuatu yang mempunyai
batas, sehingga laut tidak dapat di okupasi sebab ia cair dan tidak terbatas. Barang
cair hanya bisa dimiliki dengan memasukkanya ke dalam sesuatu yang lebih
padat. Dengan demikian, maka tuntutan atas laut yang didasarkan pada
penemuan,  penguasaan tidaklah dapat diterima karena semua itu bukanlah alasan
utuk memperoleh pemilikan atas laut. Meskipun demikian Grotius mengakui
bahwa anak-anak laut dan sungai-sungai, sekalipun cair, dapat dimiliki karena ada
batas -batas nya di mana tepinya dapat dianggap sebagai sesuatu yang lebih padat.
         Prinsip kebebasan laut yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya Mare
Liberium, di bidang pelayaran telah digunakan oleh Belanda untuk menerobos
masuk ke Samudra India dalam usahanya memperluas perdagangan ke Nusantara.
Peristiwa ini membuka jalan bagi Belanda untuk menguasai dan menjajah
Indonesia selama tiga ratus lima puluh tahun. Oleh karena itu, sama hal nya
dengan penguasaan negara atas laut yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugal,
Belanda juga mempunyai agenda dan tujuan politik untuk menguasai negara-
negara lainya, khususnya Indonesia.
B. Garis Pangkal

            Garis pangkal merupakan titik” air terendah yang penetapanya disesuaikan


dengan cara penarikan garis” pangkal tersebut.
1. Garis pangkal biasa yaitu garis air terendah sepanjang pantai pada waktu air
sedang surut, yang mengikuti liku/morfologi pantai pada mulut sungai teluk yang

5
lebar mulutnya tidak lebih dari 24 mil dan pelabuhan garis air terendah tersebut
dapatditarik sebagai suatu garis lurus. syaratnya:
- mulut sungai
- teluk yang lebar tidak lebih mulutnya dari 24 mil
- pelabuhan
2. Garis pangkal lurus yaitu garis air terendah yang menghunungkan titik”
pangkal berupa titik terluar dari pantai gugusan pulau didepannya
syaaratnya dari negara:
- garis pantai yang menikung jauh kedalam
- ada daratan /gugusan pula yang ada didekatnya
- ada delta
- kondisi alam lainnya yang menyebabkan garis pantai tidak tetap
- adanya kepentingan ekonomi khusus bagi negara tersebut

Garis pangkal lurus :


- tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari umum suatu pantai
- tidak boleh ditarik dari evaluasi surut.
3. Garis pangkal lurus kepulauan yaitu garis” air terendah yang menghubungkan
titik” terluar pada pulau /karang kering yang terluar dari wilayah negara tersebut.
syaratnya:
- harus meliputi pulau utama suatu negara
- perbandingan luas /wilayah air/daratan harus berkisar 1 banding 1 sampai 1
banding 4

C.  Perairan Pedalaman

            Dalam pasal 8 ayat (1)  United Nations Conventions on the Law of the
Sea  (UNCLOS 1982) disebutkan bahwa yang dinamakan Perairan Pedalaman
adalah perairan pada sisi darat garis pangkal laut teritorial. Pasal tersebut
selengkapnya berbunyi, “perairan pada sisi darat garis pangkal laut territorial
merupakan bagian perairan pedalaman negara tersebut”. Sedangkan dalam pasal 3
(4) UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia disebutkan bahwa,
“Perairan Pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi
6
darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamnya
semua bagian  dari perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7. Perairan Pedalaman Indonesia terdiri atas:
laut pedalaman, dan perairan darat.

            Selanjutnya, laut pedalaman menurut pengertian undang-undang ini


adalah  bagian laut yang terletak pada sisi darat dari garis penutup, pada sisi laut
dan gari air rendah. Sedangkan Perairan Darat adalah segala perairan yang terletak
pada sisa darat dari garis air rendah, kecuali pada mulut sungai perairan darat
adalah segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis penutup mulut
sungai.

Perincian dari Perairan Indonesia berdasarkan ketentuan-ketentuan dari


UU No. 4/Prp tahun 1960 (sekarang UU No. 6 Tahun 1996),hukum laut secara
tradisional mengadakan pembagian laut atas laut lepas, laut wilayah dan perairan
pedalaman. Di  laut lepas, terdapat rezim kebebasan berlayar bagi semua kapal,
dilaut wilayah berlaku rezim lintas damai bagi kapal-kapal asing dan diperairan
pedalaman hak lintas damai ini tidak ada. Sedangkan bagi Indonesia, karena
adanya bagian-bagian laut lepas atau laut wilayah yang menjadi laut pedalaman
karena penarikan garis dasar lurus dari ujung ke ujung, pembagian perairan
Indonesai agak sedikit berbeda dengan negara-negara lain. Sesuai dengan UU No.
4 /Perp Tahun 1960 tersebut, perairan Indonesia terdiri dari laut wilayah dan
perairan Pedalaman. Perairan pedalaman ini dibagi pula atas laut pedalaman dan
perairan daratan.

Mengenai hak lintas damai di  laut wilayah, tidak ada persoalan karena
telah merupakan suatu ketentuan yang telah diterima dan dijamin oleh hukum
internasional. Dilaut wilayah perairan Indonesia, kapal semua negara baik
berpantai atau tidak berpantai, menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial
(pasal 17 konvensi). Selanjutnya, Indonesia membedakan perairan pedalaman
(perairan kepulauan atas dua golongan), yaitu:
1.  Perairan pedalaman yang sebelum berlakunya Undang-Undang No. 4/Prp
Tahun 1960 merupakan laut wilayah atau laut bebas. Perairan
7
pedalaman ini disebut laut pedalaman atau internal seas.
2.  Perairan pedalaman yang sebelum berlakunya UU No. 4/Prp Tahun 1960 ini
merupakan laut pedalaman yang dahulu, selanjutnya dinamakan perairan daratan
atau coastal waters.

            Di laut pedalaman ini, pemerintah Indonesia menjamin hak lintas damai
kapal-kapal asing. Sebagaimana kita ketahui, laut pedalaman ini dulunya adalah
bagian-bagian laut lepas atau laut wilayah dan sudah sewajarnya kita berikan hak
lintas damai kepada kapal-kapal asing. Ketentuan yang juga dinyatakan oleh
Konvensi Jenewa, dan yang ditegaskan  pula oleh pasal 8 Konvensi 1982. Di 
perairan daratan tidak ada hak lintas damai. Ini adalah suatu hal yang wajar karena
kedekatannya dengan pantai seperti anak-anak laut, muara-muara sungai, teluk-
teluk yang mulutnya kurang dari 24 mil, pelabuhan-pelabuhan, dan lain-
lainnya.Sebagai tambahan, pemerintah Indonesia pada tahun 1985 telah
meratifikasi UNCLOS III/1982 ini dengan  mengeluarkan UU No 17 Tahun 1985
tentang Pengesahan  United Nations Convention on the Law of the Sea yang
ketiga.

D.  Laut Territorial

            Laut teritorial atau perairan teritorial (bahasa Inggris: Territorial sea)


adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai selain wilayah daratan dan perairan
pedalamannya; sedangkan bagi suatu negara kepulauan seperti Indonesia, Jepang,
dan Filipina, laut teritorial meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan
dengannya perairan kepulauannya dinamakan perairan internal termasuk
dalam laut teritorial pengertian kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut
teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya dan, kedaulatan atas laut teritorial
dilaksanakan dengan menurut ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Lawof the Sea) lebar
sabuk perairan pesisir ini dapat diperpanjang paling banyak dua belas mil laut
(22,224 km) dari garis dasar (baseline-sea).

8
             wilayah laut dengan batas 12 mil dari titik ujung terluar pulau-pulau di
Indonesia pada saat pasang surut ke arah laut. Perlu kalian tahu, bahwa jarak
antara satu negara dengan negara lain ada yang tidak terlalu jauh. Bagaimanakah
bila dua negara menguasai satu laut yang lebarnya tidak sampai 24 mil? Bila hal
itu terjadi maka wilayah laut teritorial ditentukan atas kesepakatan dua negara
yang bersangkutan. Batas laut teritorialnya ditentukan dengan garis di tengah-
tengah wilayah laut kedua negara yang bersangkutan.
                Pulau yang ada di wilayah Indonesia berjumlah lebih dari 17.500 pulau
baik yang besar maupun yang kecil. Dengan banyaknya jumlah pulau
menyebabkan Indonesia memiliki garis pantai yang panjang. Panjang garis pantai
di Indonesia sejauh 81.000 km dan merupakan salah satu garis pantai yang
terpanjang di dunia. Adanya garis pantai yang panjang akan menguntungkan bagi
negara itu, sebab kekayaan yang terkandung di dalamnya menjadi hak milik
negara. Oleh karena itu, batas-batas wilayah laut di Indonesia harus diakui oleh
dunia internasional.

E.  Selat

            Selat adalah sebuah wilayah perairan yang relatif sempit yang


menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula
biasanya terletak di antara dua permukaan daratan. Selat buatan
disebut terusan atau kanal. Selat disebut juga Laut Sempit di antara dua daratan.

Daftar selat di Indonesia

       Selat Alas

       Selat Alor

       Selat Badung

       Selat Bali

       Selat Bangka

       Selat Berhala

9
       Selat Batahai

       Selat Benggala

       Selat Gaspar

       Selat Lamakera

       Selat Lintah

       Selat Lombok

       Selat Lowotobi

       Selat Madura

       Selat Makassar

       Selat Mola

       Selat Ombai

       Selat Panaitan

       Selat Pantar

       Selat Rote

       Selat Sape

       Selat Selayar

       Selat Singapura

       Selat Solor

       Selat Sumba

       Selat Sunda

F.   Kepulauan

            Kepulauan adalah rantai atau gugus kumpulan dari pulau-pulau,


kepulauan yang terbentuk tektonik. Kata kepulauan berasal dari Yunani ἄρχι- -
arkhi-("kepala") dan πέλαγος - pelagos ("laut") yang berasal dari rekonstruksi

10
linguistik bahasa Yunani abad pertengahan ἀρχιπέλαγος tepatnya nama untuk Laut
Aegea dan, kemudian, dalam penggunaan bergeser untuk merujuk
pada Kepulauan Aegean atau merujuk pada jumlah kumpulan yang besar pulau-
pulau. Sekarang digunakan secara umum yang mengacu pada setiap kelompok
besar pulau seperti yang tersebar pada Laut Aegea.

Daftar pulau di Indonesia

            Tahun 1972, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)


memublikasikan sebanyak 6.127 nama pulau-pulau di Indonesia. Pada
tahun 1987 Pusat Survei dan Pemetaan ABRI (Pussurta ABRI) menyatakan
bahwa jumlah pulau di Indonesia adalah sebanyak 17.508, di mana 5.707 di
antaranya telah memiliki nama, termasuk 337 nama pulau di sungai. Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), pada
tahun 1992 menerbitkan Gazetteer Nama-nama Pulau dan Kepulauan Indonesia
yang mencatat sebanyak 6.489 pulau bernama, termasuk 374 nama pulau di
sungai. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Pada
tahun 2002 berdasarkan hasil kajian citra satelit menyatakan bahwa jumlah pulau
di Indonesia adalah sebanyak 18.306 buah.

            Data Departemen Dalam Negeri berdasarkan laporan dari para gubernur


dan bupati/wali kota, pada tahun 2004 menyatakan bahwa 7.870 pulau yang
bernama, sedangkan 9.634 pulau tak bernama. Dari sekian banyaknya pulau-pulau
di Indonesia, yang berpenghuni hanya sekitar 6.000 pulau. Di bawah ini disajikan
pulau-pulau utama Indonesia:

 Aceh
 Sumatera Utara
 Sumatera Barat

11
 Riau
 Kep Riau
 Bengkulu
 Sumatera Selatan
 Lampung
 Kep. Bangka Belitung
 Jambi
 Banten
 Jakarta
 Jawa Barat
 Jawa Tengah
 Yogyakarta
 Jawa Timur
 Kalimantan Barat
 Kalimantan Tengah
 Kalimantan Utara
 Kalimantan Timur
 Kalimantan Selatan
 Sulawesi Barat
 Sulawesi Tengah
 Gorontalo
 Sulawesi Utara
 Sulawesi Selatan
 Sulawesi Tenggara
 Bali
 Nusa Tenggara Barat
 Nusa Tenggara Timur
 Maluku Utara
 Maluku
 Papua
12
 Papua Barat

G. Zona Tambahan

Menurut J.G Starke, zona tambahan adalah suatu jalur perairan yang
berdekatan dengan batas jalur maritim atau laut teritorial, tidak termasuk
kedaulatan negara pantai, tetapi dalam zona tersebut negara pantai dapat
melaksanakan hak-hak pengawasan tertentu untuk mencegah pelaggaran peraturan
perundang-undangan saniter, bea cukai, fiskal, pajak dan imigrasi di wilayah laut
teritorialnya. Sepanjang 12 mil atau tidak melebihi 24 mil dari garis pangkal.

Zona tambahan didalam pasal 24 (1) UNCLOS III dinyatakan bahwa suatu
zona dalam laut lepas yang bersambungan dengan laut teritorial negara pantai
tersebut dapat melaksanakan pengawasannya yang dibutuhkan untuk:

1.  Mencegah pelanggaran-pelanggaran perundang-undangannya yang berkenaan


dengan masalah bea cukai  (customs), perpajakan  (fiskal), keimigrasian
(imigration), dan kesehatan atau saniter.

2.  Menghukum pelanggaran-pelanggaran atau peraturan-peraturan perundang-


undangannya tersebut di atas.

Didalam ayat 2 ditegaskan tentang lebar maksimum dari zona tambahan


tidak boleh melampaui dari 12 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal ini berarti
bahwa zona tambahan itu hanya mempunyai arti bagi negara-negara yang
mempunyai lebar laut teritorial kurang dari 12 mil laut (ini menurut konvensi
Hukum Laut Jenewa 1958), dan sudah tidak berlaku lagi setelah adanya ketentuan
baru dalam Konvensi Hukum Laut 1982. Menurut pasal 33 ayat 2 Konvensi
Hukum Laut 1982, zona tambahan itu tidak boleh melebihi 24 mil laut, dari garis
pangkal dari mana lebar laut teritorial itu diukur. Berikut ini beberapa hal guna
memperjelas tentang letak zona tambahan itu:

- Pertama,  Tempat atau garis dari mana lebar jalur tambahan itu harus diukur,
tempat atau garis itu adalah g aris pangkal.
13
- Kedua, Lebar zona tambahan itu tidak boleh melebihi 24 mil laut, diukur dari
garis pangkal.

- Ketiga,  Oleh karena zona laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal
adalah merupakan laut teritorial, maka secara praktis lebar zona
tambahan itu adalah 12 mil (24-12) mil laut, itu diukur dari garis atau batas luar
laut territorial, dengan kata lain zona tambahan selalu terletak diluar dan
berbatasan dengan laut teritorial.

- Keempat,  Pada zona tambahan, negara pantai hanya memiliki yurisdiksi yang
terbats seperti yang ditegaskan dalam pasal 33 ayat 1 Konvensi Hukla 1982. Hal
ini tentu saja berbeda dengan laut teritorial dimana negara pantai di laut teritorial
memiliki kedaulatan sepenuhnya dan hanya dibatasi oleh hak lintas damai.

Sampai saat ini Indonesia belum mengumumkan zona tambahannya


maupun memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
penetapan batas terluar, maupun tentang penetapan garis batas pada zona
tambahan yang tumpang tindih atau yang berbatasan dengan zona tambahan
negara lain. Badan Pembinaan Hukum Nasional dari Departemen Kehakiman dan
HAM pernah melakukan pengkajian dan menghasilkan suatu naskah akademik
dan RUU tentang Zona Tambahan, namun sampai saat ini belum menjadi
Undang-Undang.

Menurut ketentuan Pasal 47 ayat 8 dan 9 dari UNCLOS, garis-garis


pangkal yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut harus
dicantumkan dalam peta atau peta-peta dengan skala atau skala-skala yang
memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai gantinya dapat dibuat daftar
koordinat geografis titik-titik yang secara jelas memerinci datum geodetik.

Wilayah laut Indonesia dibagi menjadi 3 bagian yakni laut teritorial sejauh
12 mil, Zona Tambahan sejauh 24 mil dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh
200 mil, untuk melindungi hak berdaulat atas kekayaan dan yuridiksi yang
dimiliki oleh Indonesia terhadap wilayah perairannya maka dibutuhkan suatu

14
peraturan, dalam hal ini peraturan yang mengatur tentang Zona Tambahan, yang
mana Indonesia mempunyai Yuridiksi pengawasan di Zona Tambahan untuk
mencegah dan menindak pelanggaran Bea Cukai, Imigrasi, Fiskal dan saniter.
Zona Tambahan Indonesia adalah perairan yang berdampingan dengan Laut
Teritorial Indonesia yang dapat diukur selebar 24 mil laut dari Garis Pangkal
Lurus Kepulauan.

Pendapat pakar hukum laut, Hasyim Djalal, mengenai Zona


Tambahan (contiguous zone) adalah sepanjang yang berkaitan dengan
batas contiguous zone, belum ada satupun batas yang ditetapkan dengan Negara-
negara tetangga. Malah Indonesia sampai sekarang belum lagi mengundangkan
ketentuannya mengenai zona ini. Walaupun seluruh Negara tetangga Indonesia
telah mengundangkannya. Disinilah kelalaian Indonesia yang sangat menonjol.
Karena itu sangat penting bagi Indonesia untuk menetapkan ketentuan perundang-
undangan mengenai ketentuan contiguous zone ini dan kemudian merundingkan
batas-batasnya dengan Negara-negara terkait, khususnya dengan Thailand,
Malaysia, Philipina, dan Australia.

Beberapa alternatif penyusunan pengaturan hukum di Zona Tambahan,


yakni alternatif pertama dibuatkan undang-undang tersendiri mengenai Zona
Tambahan Indonesia, alternatif kedua menyempurnakan RUU tentang Kelautan
dengan menambahkan pengaturan-pengaturan hukum tentang Zona Tambahan
Indonesia, alternatif ketiga menyempurnakan Undang-undang Nomor 5 tahun
1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dengan menambahkan
pengaturan hukum tentang Zona Tambahan Indonesia, alternatif keempat
menyempurnakan Undang-undang di bidang-bidang Kepabeanan (Bea Cukai),
Imigrasi, Perpajakan (fiskal), saniter (kesehatan/karantina) dan cagar budaya,
dengan menambahkan pengaturan hukum tentang Zona Tambahan Indonesia, dan
alternatif yang kelima menyempurnakan Undang-undang nomor 6 tahun 1996
tentang perairan Indonesia dengan menambahkan pengaturan hukum tentang Zona
Tambahan Indonesia.

15
Alternatif yang paling tepat adalah alternatif kelima yakni
menyempurnakan Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia dengan menambahkan pengaturan hukum tentang Zona Tambahan
Indonesia, dengan alasan judul pengaturan dalam UNCLOS 1982
adalah: “TERRITORIAL SEA AND CONTIGUOUS ZONE” maka lebih praktis
menyempurnakan  Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia dengan menambahkan pengaturan hukum tentang Zona Tambahan
Indonesia. Konsep pengaturan hukum di Zona Tambahan Indonesia, yang dibagi
kedalam 4 pasal, yaitu pasal 1 ayat (1) di zona yang berbatasan denga Laut
Teritorial Indonesia, selanjutnya disebut Zona Tambahan Indonesia, Aparat
Penegak Hukum yang berwenang, dapat melakukan pengawasan yang perlu untuk
: a. Mencegah pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang
kepabeanan, ke fiskalan, keimigrasian, dan kekarantinaan dalam wilayah darat
atau wilayah perairan Indonesia, b. Menindak pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan tersebut dalam huruf a yang dilakukan di dalam wilayah
atau laut teritorial Indonesia. Ayat (2) zona tambahan tidak dapat melebihi 24 mil
laut diukur dari garis pangkal untuk mengatur lebar Laut Teritorial. Pasal 2
pengangkatan benda purbakala atau benda sejarah dari zona tambahan Indonesia
hanya dapat dilakukan dengan ijin pemerintah. Pasal 3 ayat (1) dengan tidak
mengurangi ketentuan pasal 2, pengangkatan dan pemanfaatan kerangka kapal,
benda berharga atau muatan kapal yang tenggelam (BMKT) dari zona tambahan,
hanya dapat dilakukan dengan ijin pemerintah. Ayat (2) kerangka kapal atau
barang berharga asal muatan kapal yang tenggelam sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1), yang dalam waktu 30 (tiga puluh) tahun setelah tenggelam tidak
diangkat dari dasar laut, dianggap telah ditinggalkan oleh pemiliknya, dan oleh
karena itu menjadi milik Negara. Pasal 4 berisi sanksi atas pelanggaran hukum
yang berlaku di wilayah Negara Republik Indonesia berlaku terhadap pelanggaran
hukum atas ketentuan-ketentuan di zona tambahan Indonesia.

Ada 2 hal yang belum diatur dan membutuhkan peraturan perundang-


undangan yakni Zona Tambahan dan Landas Kontinen. Sebaiknya pengaturan
hukum zona tambahan dimasukkan kedalam RUU Kelautan yang sedang berjalan

16
di DPR, hal ini dimaksudkan agar pengaturan hukum zona tambahan dapat
berjalan dengan menghemat waktu dan biaya,  dibandingkan dengan harus
membuat UU sendiri. Banyak pendapat lebih condong untuk memasukan
pengaturan hukum zona tambahan kedalam UU ZEE atau RUU kelautan.

Sebagai kesimpulan, mengerucut kepada dua alternatif yakni


menyempurnakan RUU Kelautan atau merevisi UU nomor 6 tahun 1996 tentang
Perairan Indonesia.

Agar kesepakatan penentuan penambahan pengaturan hukum tentang Zona


Tambahan Indonesia dari 2 alternatif terpilih (RUU Kelautan atau UU No.6 th.
1996 tentang Perairan Indonesia), perlu dicermati berdasarkan azas  efektif dan
efisien serta target yang harus dicapai pada akhir 2010, mengingat masih
terjadinya perdebatan cukup “alot” dari  kementerian dan Institusi terkait 
mengenai tindak lanjut RUU Kelautan. Selanjutnya, perlu juga di perhatikan
peraturan2 yang sudah ada di seluruh kementerian atau lembaga serta institusi
terkait agar tidak terjadi tumpang tindih, tidak bertentangan namun menambah
kewenangan.

H.  Landas kontine

Landas kontinen adalah suatu Negara berpantai meliputi dasar laut dan
tanah di bawahnya yang terletak di laur laut teritorialnya sepanjang merupakan
kelanjutan alamiah wilayah daratannya. Jaraknya 200 mil laut dari garis pangkal
atau dapat lebih dari itu dengan tidak melebihi 350 mil, tidak boleh melebihi 100
mil dari garis batas kedalaman dasar laut sedalam 2500 mil.
            Landas Kontinen (BLK) adalah daerah di bawah laut yang meliputi dasar
laut dan tanah di bawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di
luar laut teritorial sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran
laut tepi kontinen, sehingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal, dalam hal
pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Garis batas luar
kondisi kontinen pada dasar laut, tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis
pangkal atau tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500m,

17
kecuali untuk elevasi dasar laut yang merupakan bagian alamiah tepian kontinen,
seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar
( banks) dan puncak gunung yang bulat (spurs).

I.     Zona Ekonomi Eklusif

                Pada tanggal 21 Maret 1980 Indonesia mengumumkan ZEE. Batas Zona


Ekonomi Eksklusif adalah wilayah laut Indonesia selebar 200 mil yang diukur
dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Apabila ZEE suatu negara berhimpitan
dengan ZEE negara lain maka penetapannya didasarkan kesepakatan antara kedua
negara tersebut. Dengan adanya perundingan maka pembagian luas wilayah laut
akan adil. Sebab dalam batas ZEE suatu negara berhak melakukan eksploitasi,
eksplorasi, pengolahan, dan pelestarian sumber kekayaan alam yang berada di
dalamnya baik di dasar laut maupun air laut di atasnya. Oleh karena itu, Indonesia
bertanggung jawab untuk melestarikan dan melindungi sumber daya alam dari
kerusakan.

J.    Laut lepas

            Berdasarkan pasal 86 konvensi PBB tentang hukum laut menyatakan


bahwa laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam
zona ekonoi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu
negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Jadi sesuai
definisi ini laut lepas terletak di bagian luar zona ekonomi eksklusif.adapun
prinsip hukum yang mengatur rezim dilaut lepas adalah prinisip kebebasan.. oleh
karena itu pada dulunya negara-negara anglo-saxon menamai laut lepas itu open
sea. Namun demikian prinsip kebebasan ini harus pula dilengkapi dengan
tindakan-tindakn pengawasan, kerena kebebasan tanpa pengawasan dapat
mengacau kebebasan itu sendiri.

Prisip kebebasan di laut lepas

18
            Secara umum dan sesuai dengan pasal 87 konvensi, kebebasan dilaut lepas
berarti bahwa laut lepas dapat digunakan oleh negara manapun. Menurut pasal 87
konvensi tersebut diatas kebebasan-kebebasan tersebut antara lain :

1. kebebasan berlayar,
2. kebebasan penerbangan,
3. kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan mematuhi
ketentuan-ketentuan bab VI konvensi,
4. kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya
yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional dengan tunduk kepada
babVI,
5. kebebasan menangkap ikan dengan tunduk pada persyaratan yang
tercantum dalam sub bab II,
6. kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada bab VI dan bab XIII.

            Kebebasan ini berarti juga bahwa tidak satupun negara yang dapat
menundukkan kegiatan apapun di laut lepas di bawah kedaulatannya dan laut
lepas hanya dapat digunakna untuk tujuan-tujuan damai sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam pasal-pasal 88 dan 89 konvensi.

            Sekarang ini penggunaan laut lepas untuk keperluan khusus bersifat
nasional seperti percobaan nuklir sering menimbulkan permasalahan dengan
keseluruhan kebebasan laut lepas yang telah diakui oleh masyarakat dunia.
Dibuatnya suatu parameter yang melarang navigasi kapal-kapal waktu
pelaksanaan ujicoba nuklir misalnya mendapat tantangan dari banyak negara
karena mengurangi kebebasan dilaut lepas. Kritikan terhadap penggunaan laut
lepas untuk ujicoba nuklir tertsebut terutamadidasarkan atas ketentuan pasal 88
dalam konvensi yang menyatakan laut diperuntukan untuk tujuan-tujuan damai.
Didirikannya suatu zona terlarang selama berlangsungnya ujicoba tentu saja
bertentangan dengan prinsip kebebasan berlayar dan kebebasan terbang diatasnya.
Sehubungan dengan ini banyak negara membuat konvensi yang mengharuskan
perundang-undangan nasionalnya berisikan ketentuan untuk membayarkan ganti

19
rugi pada negara-negara lain dalam peleksanaan kebebasan –kebebasan tertentu
dilaut lepas.

Pengawasan di laut lepas

            Pengawasan di laut lepas dirasakan perlu untuk menjamin kebebasan


penggunaan laut. Pengawasan ini dilakukan oleh kapal-kapal perang. Pengawasan
yang dilakukan di laut lepas tersebut dibagi atas dua bagian yaitu pengawasan
umum dan pengawasan khusus.

20
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Laut adalah keseluruhan rangkaian air asinyang menggenangi permukaan


bumi, tetapidefinisi ini hanya bersifat fisik semata.Sedangkan laut menurut
definisi hukumadalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di
seluruh permukaan bumi.

Bahwa istilah “hukum laut” dala arti luas yaitu meliputi segala peraturan
hukum yangada hubungannya dengan laut, sedang pembatasan peninjauan terletak
pada hal yaituhanya hukum laut bagi Indonesia, artinya sekedar berlaku untuk
Republik Indonesia dan para warganya.

Hukum laut internasional adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur hak


dankewenangan suatu negara atas kawasan laut yang berada dibawah yurisdiksi
nasionalnya(national jurisdiction).

21
DAFTAR PUSTAKA

http://scholar.unand.ac.id/37544/2/BAB%20I.pdf diakses pada hari sabtu, 07


maret 2020 pukul 13.59

http://terasbahankuliah.blogspot.com/2014/05/hukum-laut-internasional.html
diakses pada hari sabtu, 07 maret 2020 pukul 14.03

22

Anda mungkin juga menyukai