Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL

DARI ABAD KE 7 HINGGA SAAT INI

PERTEMUAN 2
OLEH:
NAMA : IRSYAD FADILLAH
NPM : 2100770
KELAS : SIK B

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI KELAUTAN


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022

1
DAFTAR ISI

I. Pengertian dan Penjelasan Hukum Laut Internasional ...................................................... 3


II. Perkembangan Hukum Laut Internasional ......................................................................... 3
1.1.1. Zaman Romawi........................................................................................................ 3
1.1.2. Masa Abad Pertengahan .......................................................................................... 4
1.1.3. Zaman Modern ........................................................................................................ 5

2
I. Pengertian Hukum Laut Internasional
Hukum laut Internasional adalah aturan-aturan atau kaidah yang mengatur
tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan batas-batas wilayah Negara yang
berkaitan dengan laut, baik laut yang ada dalam suatu wilayah Negara atau laut yang
berada di luar wilayah Negara (Laut Lepas), baik dari pemanfaatan sumber kekayaan
laut nya maupun akibat negatif yang ditimbulkan dari pemanfaatan sumber daya
kekayaan lautnya. Semenjak laut di manfaatkan sebagai kepentingan jalur pelayaran,
perdagangan dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan, semenjak itulah
para ahli hukum mulai mencurahkan perhatiaya pada hukum laut. Hukum laut
internasional mengalami perkembangan secara terus menerus danmengalami
penyempurnaan dari waktu ke waktu untuk kepentingan umat manusia melalui aturan-
aturan yang berlaku tiap-tiap negara.
Pada zaman Romawi, penguasaan laut belum menimbulkan persoalan
perlintasan laut,karena kekuatan Romawi sebagai kekuasaan kekaisaran (imperium)
masih menguasai LautTengah dan belum ada kerajaan-kerajaan yang mengimbangi
kekuatan kekaisaran Romawi padawaktu itu. Pada masa abad pertengahan imperium
Romawi runtuh, maka bermunculanlahnegara-negara yang menuntut sebagian laut
yang berbatasan dengan pantainya, antara lainVenetia mengklaim Laut Adriatik, Genoa
mengklaim laut Liguria dan Pisa mengklaim laut Thyrrhenia. Klaim negara-negara ini
menimbulkan keadaan yang menyebabkan laut tidak lagimenjadi milik bersama,
sehingga diperlukan peraturan untuk menjelaskan kedudukan hak-hakatas laut menurut
hukum. Perjalanan hukum laut cukup panjang hingga sampailah padaKonferensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut I tahun 1958 (UNCLOS
I),Konferensi Hukum Laut UNCLOS II tahun 1960 dan UNCLOS III tahun
1982.Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (Bahasa Inggris:
United Nations Convention on the Law of the Sea) disingkat (UNCLOS), juga disebut
Konvensi HukumLaut atau Hukum perjanjian Laut, adalah perjanjian internasional
yang dihasilkan dariKonferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang
ketiga (UNCLOS III ) yangberlangsung dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1982.
II. Perkembangan Hukum Laut Internasional
Seiring waktu, telah diterima bahwa negara-negara pantai berhak untuk
mengklaim kedaulatan dan yurisdiksi atas laut yang berdekatan dan dasar laut. Klaim
ini telah dibuat untuk berbagai keperluan. Faktor keamanan dan pertahanan adalah yang
pertama yang membuat negara-negara memulai proses ini. Hukum Laut Internasional
mengalami perkembangan yang terus menerus mengalami penyempurnaan dari waktu
ke waktu untuk kepentingan umat manusia melalui aturan-aturan yang berlaku untuk
setiap negara. Pemikiran-pemikiran para ahli dan konferensi-konferensi tentang hukum
laut internasional turut mewarnai proses perkembangan Hukum Laut Internasional saat
ini.
1.1.1. Zaman Romawi
Pada masa jayanya Imperium Roma keberadaan Lautan Tengah
(Mediterania) berada di bawah kekuasaannya. Suatu imperium (kekaisaran)
yang menguasai seluruh tepi Lautan Tengah, keberadaan persoalan penguasaan

3
laut tidak menimbulkan persoalan hukum, karena tidak ada pihak lain yang
menentang atau menggugat kekuasaan mutlak Roma atas Laut Tengah. Laut
Tengah pada masa itu tidak lain dari suatu “danau” dalam wilayah kekaisaran
Roma. Keadaan berlainan pada waktu itu karena ada kerajaan-kerajaan lain di
tepi Lautan Tengah yang dapat mengimbangi kekuasaan Roma. Hal yang
menjadi tujuan dari penguasaan Romawi atas laut ini adalah untuk
membebaskannya dari bahaya ancaman bajak-bajak laut yang menganggu
keamanan pelayaran di laut yang sangat penting bagi perkembangan
perdagangan dan kesejahteraan hidup orang-orang yang hidup di daerah yang
berada di bawah kekuasaan Roma. Kenyataan bahwa Imperium Roma
menguasai tepi Laut Tengah dan karenanya menguasai seluruh Laut Tengah
secara mutlak, dengan demikian menimbulkan suatu keadaan dimana Laut
Tengah menjadi lautan yang bebas daripada gangguan bajak-bajak laut,
sehingga semua orang dapat mempergunakan Laut Tengah dengan aman dan
sejahtera.
Pemikiran hukum yang melandasi sikap bangsa Romawi terhadap laut
adalah bahwa laut merupakan suatu “res communis omnium” (hak bersama
seluruh umat). Menurut konsepsi ini penggunaan laut bebas terbuka bagi setiap
orang. Kebebasan laut dalam arti, yakni kebebasan dari ancaman atau bahaya
bajak laut dalam menggunakan atau memanfaatkan laut yang dengan demikian
tidak bertentangan dengan penguasaan laut secara mutlak oleh Imperium Roma.
Dalam rangka pemikiran ini, Roma melihat dirinya sebagai pihak yang
menjamin kepentingan umum dalam laut dan penggunaannya sehingga tidak
ada pertentangan antara kekuasaan atas laut dan kebebasan dalam
penggunaannya. Untuk dapat memahami perkembangan ini terlebih dahulu
perlu dijelaskan adanya pemikiran lain tentang laut yang menganggapnya
sebagai suatu “res nullius”. Menurut pandangan ini laut bisa dimiliki apabila
yang berhasrat memilikinya bisa menguasai dan mendudukinya, merupakan
suatu paham yang didasarkan atas konsepsi “occupatio” dalam hukum perdata
Romawi. Keadaan yang dilukiskan di atas berakhir dengan runtuhnya Imperium
Roma dan munculnya berbagai kerajaan dan negara di sekitar tepi Laut Tengah
yang masing-masing merdeka dan berdiri sendiri yang satu lepas daripada yang
lain. Berakhirnya penguasaan mutlak Laut Tengah oleh suatu negara
menimbulkan persoalan mengenai siapa yang memiliki dan menguasai lautan
diantara banyak negara dan kerajaan-kerajaan yang saling bersaing.
1.1.2. Masa Abad Pertengahan
Negara-negara yang muncul setelah runtuhnya Imperium Roma
disekitar tepi Laut Tengah masing-masing menuntut sebagian dari laut yang
berbatasan dengan pantainya berdasarkan alasan yang bermacam-macam.
Venetia mengklaim sebagian besar dari Laut Adriatik, suatu tuntutan yang
diakui oleh Paus Alexander III dalam tahun 1177. Berdasarkan kekuasaanya
atas Laut Adriatik, Venetia memungut bea terhadap setiap kapal yang berlayar
di wilayah laut tersebut. Genoa mengklaim kekuasaan atas laut Liguria dan
sekitarnya dan melakukan tindakantindakan untuk melaksanakannya. Hal yang
sama dilakukan oleh Pisa yang mengklaim dan melakukan tindakan-tindakan

4
penguasaan atas Laut Thyrrhenia. Adanya 3 (tiga) negara kecil yang mucul
setelah runtuhnya Imperium Roma hanya merupakan sebagian kecil dari
negara-negara di tepi Laut Tengah yang berusaha melaksanakan kekuasaanya
atas Laut Tengah setelah kekuasaan tunggal Roma lenyap dengan runtuhnya
Imperium Roma. Kekuasaan yang dilaksanakan oleh negara-negara tersebut
dengan laut yang berbatasan dengan pantainya dilakukan dengan tujuan yang
bermacam-macam. Klaim-klaim negara-negara pantai untuk suatu keperluan
yang menimbulkan suatu keadaan dimana laut tidak lagi merupakan suatu
daerah milik bersama. Tindakan-tindakan sepihak negara-negara pantai di Laut
Tengah yang menyatakan bagian dari laut yang berbatasan dengan pantainya,
secara eksklusif menjadi haknya paling sedikit untuk mengaturnya,
menimbulkan kebutuhan untuk mencari kejelasan kedudukan hak-hak demikian
serta batas-batasnya dalam hukum.
Kebutuhan untuk menyusun suatu teori hukum tentang status antar
negara yang berbatasan dengan laut menyebabkan ahli-ahli hukum Romawi
yang lazim disebut Post-Glossator atau Komentator mencari penyelesaian
hukumnya didasarkan atas azas-azas dan konsepsikonsepsi hukum Romawi.
Kebutuhan untuk memberikan dasar teoritis bagi klaim kedaulatan atas laut oleh
negara-negara ini antara lain menimbulkan beberapa teori yang dikemukakan
oleh Bartolus dan Baldus, dua ahli hukum terkemuka di abad pertengahan.
Bartolus meletakkan dasar atas dua pembagian laut, yakni bagian laut yang
berada di bawah kekuasaan kedaulatan negara pantai dan di luar itu berupa
bagian laut yang bebas dari kekuasaan dan kedaulatan siapapun. Teori ini kelak
merupakan dasar bagi pembagian laut yang klasik dalam Laut Teritorial
(wilayah) dan Laut Lepas. Konsepsi Baldus berlainan dan bersifat lebih maju.
Konsepsi bertalian dengan penguasaan atas laut yaitu pemilikan laut, pemakaian
laut, yurisdiksi atas laut dan wewenang untuk melakukan perlindungan terhadap
kepentingan-kepentingan di laut.
1.1.3. Zaman Modern
Pada zaman modern, hukum laut internasional mengalami perkembangan
yang sangat luar biasa. Perkembangan hukum laut internasional pada masa ini
lebih banyak melibatkan negara-negara di dunia melalui konferensi sebagai
pemikir dan pembuat aturan-aturan dalam perumusan hukum laut.
1) Den Haag Convention 1930
Di dalam tahun 1930 Liga Bangsa-Bangsa mengadakan Konferensi
kodifikasi Hukum Internasional yang meliputi 3 masalah yakni:
1. Kewarganegaraan (Nationality);
2. Perairan Territorial (Territorial Waters);
3. Tanggungjawab negara untuk kerugian yang ditimbulkan dalam
wilayahnya terhadap pribadi atau kekayaan orang asing (Responsibility of
State).
Patut disimak bahwa persoalan laut territorial ini dibicarakan dan dibahas
di dalam Konferensi Den Haag tahun 1930 tentang Laut Teritorial.
Konferensi ini didahului dengan pembentukan Panitia Persiapan pada
tahun 1929 yang menyusun dasar perbincangan (bases of discussion) dari

5
konferensi. Sebelum Konferensi Den Haag diadakan, Panitia Persiapan ini
menyusun rancangan pasal-pasal perihal laut teritorial dan jalur tambahan.
Dasar perbincangan konferensi itu antara lain menyebutkan bahwa suatu
negara memiliki kedaulatan atas suatu jalur laut yang dinamakan laut
teritorial
2) Truman Proclamation 28 September 1945
Dengan proklamasi Presiden Truman tahun 1945 dimulailah suatu
perkembangan dalam hukum laut masa kini yang didasarkan atas
pengertian yang baru dalam hukum laut yakni pengertian geologi
“continental shelf” atau dataran kontinen. Tindakan Presiden Amerika
Serikat ini bertujuan mencadangkan kekayaan alam pada dasar laut dan
tanah dibawahnya yang berbatasan dengan pantai Amerika Serikat untuk
kepentingan rakyat dan bangsa Amerika Serikat, terutama kekayaan
mineral khususnya minyak dan gas bumi.
3) Konferensi Hukum Laut Jenewa Tahun 1958 (UNCLOS I)
Dari tanggal 24 Februari hingga 27 April 1958 di kota Jenewa, Switzerland
telah diselenggarakan suatu konferensi internasional tentang hukum laut
yang dihadiri oleh wakil-wakil dari 86 negara. Daftar negara peserta
memperlihatkan perubahan yang telah terjadi dalam keanggotaan
masyarakat bangsa dengan telah masuknya negara-negara yang
memperoleh kemerdekaannya setelah akhir Perang Dunia ke-II.
Pembahasan atas persoalan-persoalan atau pertanyaan pre-liminer ini
perlu, karena akhirnya penilaian tentang berhasil atau tidaknya Konferensi
Hukum Laut Jenewa tahun 1958 dalam menunaikan tugasnya harus kita
lakukan menurut batas-batas tugas (terms of reference) yang telah
diberikan. Hasil Konferensi Hukum Laut Jenewa Tahun 1958
menghasilkan 4 (empat) Konvensi antara lain:
a. Convention on the Territorial Sea and Contigous Zone (Konvensi
mengenai Laut Teritorial dan Zona Tambahan);
b. Convention on the High Seas (Konvensi mengenai Laut Lepas);
c. Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the
High Seas (Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan
Hayati Laut Lepas);
d. Convention on the Continental Shelf (Konvensi mengenai Landas
Kontinen).
4) Konferensi Hukum Laut Jenewa Tahun 1960 (UNCLOS II)
Antara tahun 1958 dan 1960, terdapat berbagai perbedaan dalam klaim
terhadap laut teritorial. Islandia menetapkan jalur tambahan perikanan
selebar 12 mil. Pembicaraan yang diadakan pada Committee of The Wole
berlangsung dari tanggal 17 Maret 1960 sampai dengan 26 April 1960.
Agendanya ialah tentang masalah lebar laut teritorial dan zona tambahan
perikanan. Berbagai usul dikemukakan seperti enam mil plus enam mil
6
(Kanada), enam mil laut teritorial dikombinasikan dengan dua belas mil
zona perikanan (Amerika Serikat), namun kesemuanya mengalami
kegagalan untuk menentukan lebar laut teritorial. Kelemahan lainnya ialah
pengaturan yang terlalu kompleks dari Konvensi tentang Perikanan dan
Konservasi Sumber-Sumber Hayati Laut Lepas.30 Dengan demikian jelas,
diperlukan adanya suatu konferensi hukum laut berikutnya untuk
membahas masalah laut teritorial dan masalah perikanan.
5) United Nations Seabed Committe 18 Desember 1967 (Komisi PBB
mengenai Seabed)
Konferensi Hukum Laut III ini diadakan berdasarkan Resolusi Majelis
Umum PBB No. 2750 (XXV) tertanggal 17 Desember 1970. Resolusi
tersebut mengukuhkan mandat yang telah diberikan kepada The Committe
of the Peaceful Uses of the Seabed and Ocean Floor beyond the Limits of
national jurisdiction yang lebih dikenal dengan nama aslinya UN Seabed
Committe yang lahir sebagai hasil atas inisiatif Malta pada tahun 1967.
UN Seabed Committe ditetapkan menjadi Panitia Persiapan bagi suatu
Konferensi Hukum Laut yang diadakan pada tahun 1973. Konferensi ini
ditugaskan untuk membahas:
a. Pengaturan hukum (regime) yang mengatur: “the area and the resources
of the seabed and ocean floor and the subsoil beyond the limits of national
jurisdiction, ...”;
b. Ketentuan-ketentuan mengenai pengaturan laut lepas (high seas);
c. Landas Kontinen (continental shelf);
d. Territorial Sea, termasuk masalah lebar laut teritorial dan masalah selat
internasional;
e. Perikanan dan perlindungan sumber daya hayati di laut lepas;
f. Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut (termasuk pencegahan
pencemaran); dan
g. Penelitian ilmiah kelautan.
6) United Nations Convention on the Law of the Sea III (UNCLOS III) 10
Desember 1982, Montego Bay, Jamaica.
Konvensi Hukum laut 1982 merupakan puncak karya dari PBB tentang
hukum laut, yang disetujui di Montego Bay, Jamaica tanggal 10 Desember
1982. Konvensi hukum laut dengan hasil gemilang ini yang ditandatangani
oleh 119 negara pada hari pertama konvensi ini terbuka untuk
penandatanganan, diberi nama julukan sebagai Konstitusi Lautan
(Constitution for the Ocean) oleh Presiden dari Konferensi Hukum Laut
PBB III. Terdiri dari 17 Bagian (Parts) dan 9 Annex, konvensi ini antara
lain terdiri dari ketentuan-ketentuan tentang batas-batas dari yurisdiksi
nasional di ruang udara di atas laut, navigasi, perlindungan dan
pemeliharaan lingkungan laut, riset ilmiah, pertambangan dasar laut dan
eksploitasi lainnya dari sumber-sumber non hayati dan ketentuan-
ketentuan tentang penyelesaian perselisihan. Di samping itu konvensi ini
juga mengatur tentang pendirian dari badan-badan internasional untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi untuk realisasi tujuan-tujuan tertentu dari
konvensi ini.

7
8

Anda mungkin juga menyukai