Anda di halaman 1dari 14

PERAN DAN PENEGAKKAN HUKUM MARITIM

INDONESIA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Kemaritiman

Dosen Pengampu:

H. Herry Tarmidjie Noor, S.H, M.H, M.M.Pd.

Disusun oleh:

Ayu Fauziah 41033300211107

Semester/Kelas 4/A3

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT. Karena atas taufik dan
Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Peran dan Penegakkan
Hukum Maritim Indonesia”. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat, serta semua
umatnya hingga kini. dan semoga kita termasuk dari golongan yang kelak
mendapatkan syafaatnya.

Dalam pembuatan makalah ini penulis tak lupa untuk mengucapkan banyak
terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Hukum Maritim Bapak H. Herry Tarmidjie
Noor, S.H, M.H, M.M.Pd. yang telah banyak memberi masukkan pengetahuan
dalam membantu penulisan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, disusun
berdasarkan buku dan sumber internet yang berkaitan dengan hukum kemaritiman.

Penulis mengetahui dan menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik sangat diharapkan guna perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
pembaca terkhusus bagi penulis sendiri.

Bandung, 12 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan penulisan..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Peran dan Peraturan Negara Maritim di Indonesia........................................3


B. Penegakan Keamanan Maritim Indonesia....................................................6

BAB III PENUTUP...............................................................................................10

A. Kesimpulan................................................................................................10
B. Saran...........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki lautan lebih luas


dibandingkan dengan daratan sehingga memiliki potensi yang sangat besar untuk
menjadi sebagai negara dengan kekuatan yang besar. Dengan posisi yang dimiliki,
Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dan interaksi, baik itu pada lingkungan
nasional maupun global. Sebagaimana diketahui, laut tidak hanya dilihat dari segi
fisik dan isinya, tetapi juga dilihat dari segi geopolitiknya. Permasalahan yang
sering terjadi terkait keamanan maritim seperti perompakan, terorisme, illegal
fishing, human tracficking, dan lain sebagainya, menjadi perhatian penting bagi
pemerintah Indonesia. Hal ini dikarenakan perairan Indonesia menjadi salah satu
jalur perlintasan internasional. Selain itu, dengan potensi dan kekayaan yang
dimiliki, Indonesia menjadi sasaran bagi negara lain untuk bisa menggunakan dan
mengelola sumber daya alamnya. Indonesia sendiri merupakan sebuah negara yang
didukung oleh posisinya yang strategis dengan memiliki potensi sumber daya yang
sangat kaya (Istianda, 2017, pp. 73-75). Oleh karena itu, Indonesia menjadi sebagai
negara yang strategis dengan luas wilayah yang dimiliki.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang akan


dibahas diantaranya yaitu:

1. Seperti apa peran dan peraturan Negara Maritim di Indonesia?


2. Bagaimana penegakan hukum bidang kelautan di wilayah perairan laut
Indonesia terkait dengan keamanan maritim negara?

1
C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan dari penulisan makalah


ini yaitu:

1. Untuk mengetahui peran Indonesia dan peraturan Negara Maritim.


2. Untuk mengetahui penegakan hukum keamanan maritim di perairan laut
Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran dan Peraturan Negara Maritim di Indonesia

Negara merupakan sebuah tatanan hukum, yang syarat berdirinya


ditentukan oleh paling tidak tiga unsur utama, yaitu teritorial, rakyat, dan kekuasaan
atau pemerintahan negara. Berkaitan dengan unsur utama tersebut, teritorial suatu
negara meliputi ruang darat, udara, dan laut. Segala hal yang berkaitan dengan
ruang laut sering disebut dengan maritim. Maritim dipahami oleh banyak pihak
sebatas pada bidang pelayaran dan industri pendukungnya, yang merujuk pada tiga
poin, yaitu relating to adjacent to sea, relating to marine shipping or navigation,
and resembling a mariner. Ketiga poin tersebut tidak dapat dipisahkan dari asas
hukum laut, yaitu res nullius dan res communis. Menurut Hasyim Djalal, terdapat
pertarungan di antara kedua asas hukum laut itu, yaitu:1

1. Asas res nullius mengatakan bahwa laut itu tidak ada yang memilikinya,
oleh karena itu dapat dimiliki oleh setiap negara yang menginginkannya;
sedangkan
2. Asas res communis mengatakan bahwa laut itu milik bersama masyarakat
dunia, oleh karena itu tidak dapat dimiliki oleh setiap negara.

Indonesia untuk mempertahankan kedaulatannya di laut telah membuat


kebijakan kelautan melalui ocean culture policy, ocean governance policy, ocean
economic policy, maritime security policy, and marine enviroment policy. 2
Kebijakan kelautan Indonesia tersebut didasarkan pada Pancasila, UUD 1945,

1
Syamsumar Dar, Politik Kelautan, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, hal. 12.
2
Syahrowi R. Nusir, Kepala Sekretariat Dewan Kelautan Indonesia, Komparasi Kebijakan Kelautan
Indonesia dengan Negara-Negara Anggota ASEAN, disampaikan di Fakultas Hukum Universitas
Sriwijaya, 13 November 2012, https://rezaaidilf.files.wordpress.com/2012/11/bahan-paparan-ka-
set-dekin-di-fh-unsri-13-nov-2012.ppt, diakses tanggal 10 Maret 2023.

3
UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
1985 tentang Pengesahan United Nations Convention of the Law of the Sea
1982(UU 17/1985), dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (RPJPN 2005-2025).

Konsekuensi pengakuan atas Indonesia sebagai Negara Maritim membawa


peran Indonesia sebagai negara pantai yang harus mampu mengelola wilayahnya
bagi kelancaran navigasi internasional. Salah satu prinsip dalam hukum laut
Internasional adalah jaminan kebebasan bernavigasi. Di pihak lain, kedaulatan
negara pantai juga diakui untuk mengelola wilayahnya sepanjang hal tersebut tidak
mengganggu kelancaran navigasi internasional. UNCLOS 1982 telah membawa
konsekuensi hukum bagi Indonesia antara lain, pengakuan bahwa wilayah
Indonesia, air dan pulau, merupakan satu kesatuan. Laut yang terletak di antara
kepulauan merupakan laut pedalaman dan Indonesia mempunyai hak berdaulat atas
wilayah laut tersebut. Mengingat Indonesia secara geografis terletak di antara dua
benua dan dua samudra serta wilayah laut Indonesia merupakan daerah lalu lintas
navigasi internasional, maka Indonesia wajib menentukan alur-alur tertentu bagi
kelancaran navigasi tersebut, yaitu apa yang disebut sebagai archipelagic sea lane
passage atau Alur Laut Kepulauan Indonesia. Sebagaimana dimaklumi, jalur Selat
Sunda, Selat Lombok, Laut Sulawesi adalah jalur yang selama ini, bahkan sebelum
Indonesia merdeka, telah menjadi jalur navigasi internasional. Di samping itu,
Selat Malaka, merupakan Selat yang terletak di antara tiga negara pantai yaitu
Indonesia, Malaysia dan Singapura merupakan selat yang sangat strategis. Selat ini
merupakan jalur lalulintas laut yang telah ada sejak sebelum Indonesia berdiri.
Dalam UNCLOS 1982, Indonesia juga wajib menjaga dan menjamin keamanan
wilayah selat tersebut yang digunakan sebagai jalu navigasi internasional, dengan
berkoordinasi keamanan dengan Negara pantai lainnya yaitu Malaysia dan
Singapura. Masih banyak kewajiban lain yang harus dilaksanakan oleh Indonesia
sebagai negara yang di anugerahi wilayah laut dan daratan seluas lebih dari lima
juta meter persegi tersebut. Dua hal penting yang terjadi terutama setelah Indonesia
secara efektif diakui secara Internasional sebagai entitas negara pada akhir tahun

4
1949. Diperlukan langkah nyata untuk optimalisasi peran Indonesia sebagai negara
kepulauan agar cita-cita bangsa dapat terwujud.

Selama ini, Indonesia pernah memiliki beberapa peraturan perundang-


undangan yang berkaitan dengan laut. Peraturan tersebut antara lain Kitab Undang-
undang Hukum Dagang/KUHD (/Wet Bock Van Koophandel/), UU No. 4 Prp
Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, dan UU No. 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu terdapat
juga UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, UU No. 17
Tahun 1985 tentang Pengesahan /United Nations Convention on the Law of the Sea
/(Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut), UU No. 9 Tahun
1985 tentang Perikanan, serta Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim
Tahun 1939. Upaya penyusunan peraturan baru di bidang kemaritiman sebenarnya
sudah pernah pula dilakukan oleh pemerintah. Melalui program yang dibiayai oleh
Bank Dunia, pemerintah bekerja sama dengan Universitas Indonesia pernah
menyusun semacam panduan terhadap pembentukan UU tentang Kemaritiman
pada 1983. Program yang disebut dengan /Maritime Legislation Project/ (MLP) ini
dilaksanakan oleh ahli-ahli dari Universitas Indonesia, dibantu oleh 8 ahli hukum
maritim dari luar negeri. Laporan akhirnya berupa empat jilid buku yang
merupakan kumpulan konsep RUU dan Keppres di bidang maritim. Buku I tentang
Pengaturan Ekonomi terdiri dari 4 RUU. Buku II tentang Pengawakan Keselamatan
terdiri atas 4 RUU. Buku III tentang Navigasi dan Polusi terdiri dari 5 RUU. Buku
IV tentang Hukum Privat Maritim berupa saran perubahan dua kitab KUHD.
Urgensi disusunnya RUU Maritim ini semakin dirasakan dengan dikeluarkannya
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Pada Pasal 3 UU tersebut
dinyatakan bahwa otonomi daerah wilayah daerah propinsi, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1), terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua belas
mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan
kepulauan. Dampaknya, kewenangan daerah pun berlaku pada wilayah laut seperti
disebutkan dalam pasal tersebut. Sayangnya, kewenangan ditanggapi berbeda oleh
beberapa daerah. Sebagian daerah akhirnya mengklaim wilayah laut tertentu
menjadi daerah kewenangannya.

5
B. Penegakan Keamanan Maritim Indonesia

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau


berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.3

Penegakan hukum di laut ini tidak dapat dilepaskan dari penegakan


kedaulatan negara di laut. Penegakan kedaulatan di laut dapat dilaksanakan dalam
lingkup negara dan menjaring keluar batas negara, sedangkan penegakan hukum di
laut adalah suatu proses kegiatan penangkapan dan penyidikan suatu kasus yang
timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran hukum internasional maupun hukum
nasional, sehingga dalam pelaksanaannya penegakan kedaulatan dan penegakan
hukum di laut dilakukan secara serentak, dua hal ini merupakan dimensi keamanan
maritim. Regulasi mengenai keamanan maritim berkaitan erat dengan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai laut dan segala aktivitas yang
terhubung dengan laut. Ini mengingat aspek kelautan Indonesia menyimpan potensi
yang sangat besar sehingga melibatkan banyak stakeholders yang diberikan
wewenang terhadap laut Indonesia dan pengaturannya tersebar dalam beberapa
peraturan perundang-undangan. Undang-undang yang diberlakukan di yurisdiksi
laut nasional tersebut, antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia;


b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (UU ZEE);
c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations
Convention of the Law of the Sea 1982 (UU 17/1985);
d. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (UU
Perairan);

3
Imly Asshiddiqie, Penegakan Hukum, jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf,
diakses tanggal 09 Maret 2023.

6
e. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
(UU Perjanjian Internasional);
f. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia (UU Polri);
g. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (UU
Pertahanan);
h. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan
Nasional (UU SPN);
i. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(UU Perikanan);
j. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU Perimbangan
Keuangan);
k. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
(UU TNI);
l. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan (UU Pabean);
m. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (UU Cukai);
n. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (RPJPN 2005-2025);
o. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UU Tata
Ruang);
p. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang

7
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (UU PWP3K);
q. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran);
r. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (UU
Wilayah Negara);
s. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu bara (UU Minerba)
t. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU LH);
u. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (UU
Pariwisata);
v. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (UU CB);
w. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (UU Migrasi);
dan
x. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang tersebut dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pertama,


undang-undang yang bersifat umum, seperti UU Wilayah Negara, UU Tata Ruang,
UU Pertahanan; dan kedua, undang-undang yang seluruhnya mengatur laut, seperti
UU Perairan, UU ZEE, UU PWP3K; UU Perikanan, UU Pelayaran.

Berdasarkan hukum nasional yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU ZEE,
wilayah ZEE jawab dari angkatan laut Tentara Nasional Indonesia (TNI-AL).
Selain itu, Pasal 224 UNCLOS 1982 secara tidak langsung menentukan bahwa
instansi yang paling berwenang di laut adalah angkatan bersenjata di suatu negara.
Atas dasar itu, TNI AL bertanggung jawab atas semua tindak pidana dan
pelanggaran hukum di wilayah perairan laut Indonesia. Namun, dalam tataran
implementasi terjadi konflik kewenangan di wilayah ZEE ini antara TNI-AL
dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai ketika melaksanakan kewenangan untuk
melakukan proses hukum terhadap kapal yang diduga melakukan penyelundupan.
Konflik juga terjadi antara TNI-AL dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan
yang melakukan patroli di laut untuk pemeriksaan dan penyidikan di ZEE Indonesia

8
ketika menangani proses hukum kapal nelayan yang melakukan pelanggaran di laut.
Konflik terjadi karena tidak jelasnya pengaturan wilayah tugas Direktorat Jenderal
Bea Cukai dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, sehingga tidak jarang terjadi
persinggungan antara TNI-AL dengan instansi lain dalam menangani kasus
pelanggaran di wilayah perairan Indonesia, khususnya di ZEE. 4 Contoh tersebut
merupakan salah satu kendala regulasi bagi pengembangan keamanan laut, karena
regulasi yang ada memberikan beberapa kekuatan dari stakeholders yang
berwenang dan bertanggung jawab di wilayah perairan laut. Regulasi di bidang
kelautan tersebut belum dilaksanakan secara efektif dan efisien serta belum ada
keterpaduan di antara undang-undang sektoral bidang kelautan, sehingga terkadang
saling berbenturan dalam pengaturan hukum dan kewenangan kelembagaan yang
bertanggung jawab di laut.

4
Sistem Penegakan Hukum dalam RUU Kelautan, http://jurnalmaritim.com/2014/16/2091/sistem
penegakan-hukum-dalam-ruu-kelautan, diakses tanggal 11 Maret 2023.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Posisi dan potensi geografis, geopolitik, dan geoekonomik yang bersifat


oseanik menempatkan Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara maritim dan
berkedudukan sebagai centre of gravity and the global supply chain system.
Keadaan tersebut menyebabkan Indonesia mengalami ancaman dan gangguan yang
berimplikasi pada keamanan maritim negara. Pemerintah sebagai penyelenggara
negara telah berupaya mengatasinya dengan membuat produk hukum keamanan
maritim negara. Ada banyak regulasi yang dihasilkan yang berlaku di laut, namun
sampai saat ini regulasi tersebut masih bersifat sektoral sehingga timbul
diharmonisasi dan tumpang tindih peraturan dan kewenangan dalam keamanan laut.
Penegakan hukum dan kedaulatan di laut dipengaruhi juga oleh penetapan batas
laut dengan negara tetangga. Apabila itu tercapai maka akan terwujud tujuan dan
cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana tersirat dalam Pembukaan UUD
1945.

B. Saran

Atas dasar kesimpulan tersebut, keamanan maritim dari aspek regulasi dan
penegakan hukum perlu dilakukan harmonisasi sistem hukum dan peraturan
perundang-undangan, membuat grand maritime Indonesia dan segera
menyelesaikan dan menentukan batas wilayah negara baik di darat, laut, dan udara.
Selain itu, berdasarkan pada hukum internasional dan hukum nasional yang
berlaku, negara harus menunjuk TNI AL yang paling bertanggung jawab terhadap
keamanan maritim dan berfungsi sebagai leading sector tanpa harus membentuk
lembaga baru.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dar, Syamsumar. Politik Kelautan. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. Batas-batas Wilayah Negara Indonesia, Dimensi,


Permasalahan, dan Strategi Penanganan (Sebuah Tinjauan Empiris dan
Yuridis). Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2009.

H.M. Iwan Gayo, Upaya Warga Negara. Jakarta : Buku Pintar. Seri Senior, 2000.
Strategi Penanganan (Sebuah Tinjauan Empiris dan Yuridis), Yogyakarta: Penerbit
Gava Media, 2009.
Imly Asshiddiqie, Penegakan Hukum,
jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf, diakses tanggal
09 Maret 2023.
Syamsumar Dar, Politik Kelautan, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Syahrowi R. Nusir, Kepala Sekretariat Dewan Kelautan Indonesia, Komparasi
Kebijakan Kelautan Indonesia dengan Negara-Negara Anggota ASEAN,
disampaikan di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, 13 November 2012,
https://rezaaidilf.files.wordpress.com/2012/11/bahan-paparan-ka-set-
dekin-di-fh-unsri-13-nov-2012.ppt diakses tanggal 10 Maret 2023.
K., Wahyuno S. Indonesia Negara Maritim. Jakarta: Penerbit Teraju, 2009.

Paonganan, Y., R.M. Zulkipli, dan Kirana Agustina. 9 Perspektif Menuju Masa
Depan Maritim Indonesia. Jakarta: Yayasan Institut Maritim Indonesia,
2012.

11

Anda mungkin juga menyukai