Kelompok 4
Fakultas Teknik
2017
Kata Pengantar
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan kehendaknya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul Pertahanan
dan Keamanan Maritim.
Makalah ini dikerjakan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Teknologi
dan Ilmu Kemaritiman.Terselesaikannya makalah ini telah melibatkan berbagai pihak. Untuk
dukungan yang telah diberikan, penulis patut menyampaikan ucapan terimakasih kepada
yang terhormat:
1 Bapak Eko Prayetno,S.T.,M.Eng. Selaku dosen mata kuliah Pengantar Teknologi dan Ilmu
Kemaritiman yang telah membimbing selama proses pembelajaran.
2 Anggota kelompok IV kelas Pengantar Ilmu Dan Teknologi Maritim jurusan Teknik
Informatika semester II.
3 Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi penulis sendiri
dan juga mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji, khususnya mahasiswa Fakultas
Teknik. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini jauh lebih baik.
Penulis
Daftar Isi
Kata pengantar.....2
Daftar isi...3
Bab I
1.1 Latar Belakang.......4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan.....5
Bab II
2.1 Batas Wilayah Maritim.
2.2 Geopolitik dan geostrategis negara kepulauan
2.2.1. Geopolitik
2.2.2. Geostrategis..
2.3 Sistem pertahanan dan keamanan negara maritim...
2.4 Status batas maritim Indonesia dengan negara lain
2.5 Sengketa laut internasional.
2.6 Diplomasi Maritim..
Bab III
3.1 kesimpulan..
3.2 saran
Daftar Pustaka..
BAB I
Pendahuluan
1.3 Tujuan
1. Mengetahui batas wilayah maritim.
2. Mengetahui geopolitik dan geostrategis negara kepulauan.
7. Mengetahui sistem pertahanan dan keamanan negara maritim.
8. Mengetahui status batas maritim negara indonesia dengan negara lain.
9. Mengetahui tentang sengketa laut internasional.
10. Mengetahui diplomasi maritim.
BAB II
Pembahasan
Negara Indonesia adalah negara maritim. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
maritim berarti berkenaan dengan laut, berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan.
Dalam pembahasan ini, maritim diartikan sebagai kawasan perairan atau laut. Selanjutnya,
Batas. Batas memiliki arti pemisah atau tanda pemisah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa batas maritim merupakan tanda pemisah antara
kawasan perairan (laut) suatu negara yang bersebelahan. Batas Maritim tidak terlepas dari
pengertian sebuah ruang dan kawasan yang bisa dikuasai oleh suatu negara. Suatu negara
tidak dapat mengklaim suatu kawasan laut secara sepihak. Kawasan laut suatu negara
ditentukan dan ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara dua negara atau lebih.
Semua ketentuan tentang penentuan dan penetapan batas maritim telah diatur dalam
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut atau dikenal dengan
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982.
Terdapat dua istilah klaim kawasan laut: kedaulatan dan hak berdaulat. Kedaulatan
(sovereignty)adalah kekuasaan tertinggi atau mutlak untuk melaksanakan kekuasaan dalam
wilayah negara dengan mengecualikan negara lainnya. Negara pantai mempunyai kedaulatan
di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial. Sedangkan, Hak Berdaulat
(sovereign right) adalah kekuasaan suatu negara terhadap wilayah tertentu yang dalam
pelaksanaannya harus tunduk pada hukum internasional. Hak berdaulat ini umumnya
berwujud hak untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di kawasan tertentu yang
tidak tercakup dalam wilayah kedaulatan.
Gambar 1 Kawasan Kedaulatan dan Hak Berdaulat
Berikut adalah sedikit penjelasan mengenai kawasan maritim yang bisa diklaim suatu
negara pantai berdasarkan UNCLOSS 1982:
1. Laut Teritorial
Pasal 3 UNCLOS 1982 menyebutkan bahwa setiap negara pantai berhak
menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut
diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi ini. 1 mil laut =
2. Zona Tambahan
Bab II bagian 4, UNCLOS 1982 menjelaskan bahwa zona tambahan tidak
dapat melebihi 24 mil laut dari garis pangkal dimana lebar laut teritorial diukur. Di
zona tambahan ini, negara pantai dapat melakukan pengawasan yang diperlukan
untuk:
a. mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi
atau saniter di dalam laut teritorialnya.
b. menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan tersebut di atas yang
dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
4. Landas Kontinen
Bab VI UNCLOS 1982 membahas tentang batas landas kontinen dimana
landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari
daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang
kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran tepi kontinen atau hingga
suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam
hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Negara pantai
menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan mengeksplorasi dan
mengeksploitasi sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang dapat dieksplorasi dan
dieksploitasi terdiri dari sumberdaya mineral, sumberdaya non hayati, sumberdaya
hayati jenis sedenter yaitu organisme yang pada tingkat sudah dapat dipanen tetap
berada pada atau di bawah dasar laut.
Laut bebas adalah perairan yang tidak termasuk ke dalam ZEE, laut teritorial, perairan
kepulauan dan perairan pedalaman dimana semua negara dapat menikmati segala kebebasan,
kecuali hak-hak berdaulat dan yurisdiksi yang dimiliki negara pantai. Laut bebas merupakan
bagian wilayah laut yang tidak dapat dimiliki oleh negara manapun.
Laut bebas terbuka untuk semua negara baik negara pantai maupun negara tak berpantai,
untuk dapat menikmati kebebasan yang meliputi: kebebasan pelayaran, penerbangan,
memasang kabel dan pipa di dasar laut, kebebasan untuk menangkap ikan, kecuali di ZEE
dan kebebasan untuk melakukan riset ilmiah. Pengaturan tentang laut bebas terdapat dalam
Bab VII UNCLOS 1982.
2.2.1. Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata geo dan politik. Geo berarti bumi dan politik berasal
dari bahasa Yunani politeia. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, dan teia
artinya urusan. Geopolitik di Indonesia biasa disebut dengan istilah wawasan nusantara.
Geopolitik diawali dengan konsepsi geografi politik. Pertama kali geografi politik
diperkenalkan oleh seorang ahli geografi lulusan farmasi, Friedrich Ratzel, pada pertengahan
abad ke-19. Sebagai peneliti dalam bidang farmasi, Ratzel terinspirasi karya-karya yang
menjelaskan hubungan antara alam dengan makhluk hidup, terutama Darwin dan Alexandre
Von Humboldt.
Ratzel menegaskan, dalam bereaksi atas keputusan-keputusan yang akan dibuat harus
menggunakan intelektualitas yang dibutuhkan secara efektif dan selalu melihatnya atas
ruang-ruang (space). Akhirnya, dengan formulasi dan tipologi yang diraciknya, geografi
politik Ratzelian menjadi studi tersendiri dari ilmu geografi dengan negara sebagai obyeknya.
Teori-teorinya yang normatif menjadi fundamental dari studi spasial dan politik.2
Sejumlah ahli membagi geopolitik dalam dua model. Pertama, negara determinis yaitu
negara yang berada di antara dua negara raksasa sehingga secara langsung maupun tidak
langsung negara itu dipengaruhi oleh kebijakan politik luar negeri negara raksasa. Kedua,
negara posibilitis yaitu negara yang tidak terpengaruh (tidak terkena dampak) kebijakan
negara-negara raksasa, karena letak geografis negara itu tidak berdekatan dengan negara
raksasa.
2.2.2. Geostrategi
Geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang
Indonesia dari berbagai aspek, di samping aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi,
sosial-budaya, dan hankam. Posisi silang Indonesia tersebut dapat di rinci sebagai geografi,
yaitu wilayah Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta di antara
samudera Pasifik dan Hindia.
Bagi bangsa Indonesia, geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-
cita proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, melalui proses
pembangunan nasional. Sebab itu, geostrategi Indonesia sebagai suatu cara atau metode
dalam memanfaatkan segenap konstelasi geografi negara Indonesia dalam menentukan
kebijakan, arahan, serta sarana-sarana dalam mencapai tujuan seluruh bangsa dengan
berdasar asas kemanusiaan dan keadilan sosial.
Konsep geostrategi negeri ini pertama kali dilontarkan oleh Bung Karno pada 10 Juni
1948 di Kotaraja. Namun, gagasan ini kurang dikembangkan oleh para pejabat bawahan,
karena seperti yang kita ketahui wilayah NKRI diduduki oleh Belanda pada akhir Desember
1948, sehingga kurang berpengaruh. Akhirnya, setelah pengakuan kemerdekaan pada 1950
garis pembangunan politik berupa Nation and character and building yang merupakan
wujud tidak langsung dari geostrategi Indonesia, yakni pembangunan jiwa bangsa.
Geostrategi Indonesia saat itu dimaknai sebagai strategi untuk mengembangkan dan
membangun kemampuan territorial dan kemampuan gerilya untuk menghadapi ancaman
komunis di Indonesia.
Geostrategi Indonesia berawal dari kesadaran bahwa bangsa dan negara ini
mengandung sekian banyak potensi pemecah belah yang setiap saat dapat meledak dan
mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam era kepemimpinan Presiden BJ
Habibie dapat disaksikan dengan jelas bagaimana hal itu terjadi. Tidak hanya itu, tatkala
bangsa kita lemah karena sedang berada dalam suasana rapuh, harga diri dan kehormatan
bangsa dengan mudah menjadi bahan tertawaan forum internasional.
Setiap negara mempunyai wilayah dan kondisi geografis yang menjadi faktor penting
dalam menentukan strategi pertahanan dan keamanan. Negara-negara yang dikelilingi laut
ataupun sebagian laut adalah negara maritim. Indonesia merupakan negara maritim terbesar
di dunia karena 80% wilayahnya ialah laut dan hanya 20% wilayah daratan. Dengan dilandasi
kondisi itulah, maka para pendahulu kita, merumuskan dan mengajukan Deklarasi Juanda
tahun 1957, supaya dunia mengakui wilayah kedaulatan maritim Indonesia, sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Deklarasi Djuanda
ini telah memberikan batas laut teritorial yang jelas yaitu sepanjang 12 mil yang diukur dari
garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau dari wilayah negara
Indonesia pada saat air laut surut.Sumberdaya yang terkandung di dalamnya pun sangat
beragam dan masih banyak yang belum di eksploitasi. Selain mengenal landasan formal
kemaritiman, masyarakat Indonesia perlu disadarkan akan pentingnya memahami Wawasan
Nusantara tersebut, dimana masyarakat disadarkan akan cara pandang bangsa Indonesia
terhadap rakyat, bangsa, dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
meliputidarat, laut dan bahkan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi,
Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.
Selain menyadarkan akan Wawasan Nusantara ini, masyarakat disadarkan juga akan
hal memberikan kontribusi untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu negara Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945.Melihat masalah-masalah yang timbul saat ini, kita sebagai warga negara
sangat diharapkan memberikan kontribusi yang nyata untuk pertahanan negara kita. Untuk
mengatasi masalah ini, semua lapisan masyarakat dan pemerintah harus bersama-sama turun
dan bekerjasama dengan memberdayakan komponen-komponen yang kita punya untuk
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Dengan kemampuan militer yang semakin canggih maka negara tersebut mempunyai
kemampuan diri yang dapat diandalkan untuk menghadapi berbagai ancaman, baik yang
datang dari dalam maupun dari luar negeri.Selain itu juga pertahanan negara berkaitan
dengan harga diri bangsa dan negara, karena dengan adanya kekuatan pertahanan negara yang
memadai akan membuat negara lain menjadi tidak memandang rendah terhadap Indonesia,
dengan kata lain bangsa Indonesia akan dihormati oleh negara-negara lain.Selain dengan cara
di atas, perlu adanya strategi pertahanan negara yang mampu menjawab tiga hal yang
mendasar, yakni apa yang dipertahankan dengan apa mempertahan kannya, serta bagaimana
mempertahankannya. Strategi pertahanan hendaknya mencerminkan dinamika yang terjadi
pada lingkungan strategis yang terjadi dengan karakteristik perang dan kecenderungan
penggunaan persenjataan lainnya, baik pada lingkungan internasional, regional dan
nasional.Kekuatan darat tersebut hendaknya didasari oleh strategi maritim dan negara
kepulauan yang berdekatan dengan kekuatan-kekuatan kontinental membutuhkan kekuatan
udara yang kuat dalam penyelenggaraan pertahanan negara.
Melihat kondisi kemaritiman Indonesia saat ini yang mulai diotak-atik oleh negara-
negara tetangga, maka sangat dibutuhkan anggaran pertahanan yang cukup besar mengingat
tingkat ancaman yang relatif besar dan wilayah perairan Indonesia yang lebih luas
dibandingkan dengan negara tetangga.Mewajibkan warga negara untuk ikut dalam upaya
pertahana negara adalah konteks yang konstitusional sebagai konsekuensi menjadi warga
negara dari suatu negara yang berdaulat yang tertuang dalam UUD 1945.Pemberdayaan
warga negara akan pentingnya Wawasan Nusantara sangat diharapkan berjalan dengan
optimal. Strategis artinya apabila hal ini diabaikan, maka negara tersebut akan kesulitan
dalam mengatasi ancaman yang terjadi.Untuk menuju pertahanan negara yang kuat maka
perlu peningkatan SDM, karena secanggih teknologi yang digunakan tanpa didukung oleh
SDM yang professional maka pertahanan negara tidak akan tercapai dengan optimal. Maka
perlu segera disahkan UU tersebut agar keterlibatan masyarakat dalam bela negara dapat
terwadahi sesuai dengan aturan yang jelas dan tegas.
2) Sumber daya manusia yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan
mampu mengatasi berbagai permasalahan akibat perkembangan globalisasi
baik teknologi maupin informasi.
Diperlukan sebuah strategi maritim dalam bentuk Ocean Policy, yang hingga
saat ini belum tuntas
Dalam hal ini disimpulkan bahwa, Indonesia harus memiliki ketahanan maritim
yang tangguh dan dan kuat untuk melindungi kepentingan nasional di daerah lautan dan
perairan sehingga kekayaan alam ini dimanfaatkan dan benar-benar dijaga baik pertahanan
baik darat, laut dan udara.
Pastinya Pemerintah negara dan pemerintah daerah Indonesia harus lebih meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar tidak buta melihat kekayaan yang sebenarnya
begitu luar biasa ini. Untuk itu kesatuan baik melalui peran masyarakat dalam menjaga laut
dan oknum penting seperti TNI yang menjaga pertahanan harus mendukung terwujudnya
Negara Maritim kita agar jauh dari gangguan pihak asing.
Australia, dan Timor-Leste. Sebagaian besar batas negara Indonesia tersebut telah
disepakati dan berhasil mencapai sejumlah persetujuan tentang garis batas laut teritorial, zona
ekonomi ekslusif dan landas kontinen dengan negara tetangga, namun masih ada beberapa
segmen yang memerlukan negosiasi lebih lanjut. Tidak semua perundingan dengan mudah
membawa hasil kesepakatan tentang garis batas internasional. Hal yang sering terjadi dalam
prakteknya adalah para pihak sering berbeda penafsiran tentang prinsip-prinsip hukum yang
dapat diterapkan untuk mengatur masalah perbatasan ini. Dalam demarkasi perbatasan darat,
kompleksitasnya bertambah mengingat adanya perbedaan faktual di lapangan dengan naskah
perjanjian yang pada umumnya merupakan warisan kolonial.
Pengaturan tentang batas-batas maritim antar negara diatur dalam Pasal 3, Pasal 57 dan
Pasal 76 UNCLOS 1982, namun demikian sebelum berlakunya UNCLOS 1982 Pemerintah
Indonesia telah secara intens melakukan perundingan batas-batas maritimnya, baik batas
kedaulatan (sovereignty) maupun hak berdaulat (sovereign rights) NKRI, yaitu dengan India,
Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Papua Nugini, dan Australia. Hasilnya adalah
terselesainya 19 perjanjian batas maritim yang keseluruhan telah diratifikasi oleh Indonesia
dengan negara tetangga, kecuali perjanjian ZEE dengan Australia, dan perjanjian laut wilayah
di selat Singapura dengan Singapura. Secara keseluruhan batas-batas maritim Indonesia dapat
dikelompokan sebagai berikut: batas maritim yang ditetapkan secara unilateral sebagaimana
ketentuan dalam UNCLOS 82 dan batas maritim yang ditetapkan secara bilateral/trilateral.
Hal ini merupakan bagian dari kewenangan dan kewajiban Pemerintah terhadap wilayahnya.
Lebih lanjut akan dijelaskan terkait dengan batas wilayah maritim Indonesia yang dapat
diklasifikasikan sebagai: batas yang sudah ditetapkan, batas yang sedang dirundingkan, batas
yang belum dirundingkan, dan batas yang tidak perlu dirundingkan
Dengan berlakunya UNCLOS 1982 secara efektif sejak tanggal 16 November 1994, maka
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan
PP No. 38 tahun 2002 yang telah direvisi dengan PP No. 37 tahun 2008 telah menetapkan
koordinat geografis titik-titik garis pangkal berdasakan prinsip negara kepulauan. Dapat
disampaikan bahwa titik-titik garis pangkal ditetapkan secara unilateral, maka juga telah
dilakukan klaim Indonesia pada seluruh batas maritim yang cukup ditetapkan secara
unilateral menurut ketentuan UNCLOS. Yaitu mencakup batas laut dan garis pangkal, serta
batas wilayah selebar 12 mil laut dari garis pangkal, batas zona tambahan hingga 24 mil laut
dari garis pangkal, ZEE dan landas kontinen hingga 200 mil laut dari garis pangkal.
Yurisdiksi atas ZEE dan landas kontinen sampai selebar 200 mil laut dari garis pangkal,
berada di Samudera Hindia (sebelah barat Sumatra dan sebelah selatan Nusa Tenggara Barat)
dan di Samudera Pasifik. Di luar batas 200 mil laut masih dapat diklaim landas kontinen
sampai maksimum 350.
Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan
dengan India
Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong
Belayar, Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong Makasar,
Maratua, Sambit, Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun Kecil
berbatasan dengan Malaysia
Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan
Singapura
Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam
Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu,
Kawio, Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata, kakarutan dan
Jiew berbatasan dengan Filipina
Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut
pertama kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel,
Panehen, Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai,
Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun,
Selaru, Batarkusu, Masela dan Meatimiarang berbatasan dengan Australia
Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste
Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan dengan
Palau
Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini
Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk
dan wunga berbatasan dengan samudra Hindia
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa laut adalah
permasalahn antara dua orang atau lebih baik itu individu maupun organisasi ataupun
kelompok dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek tertentu dilaut,
baik itu masalah perbatasan,wilayah tangkap, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi
dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi antara keduanya
yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi keduanya
Faktor yang memicu terjadinya persengketaan laut tersebut ialah:
Adanya kekayaan alam yang dimiliki oleh objek yang dijadikan bahan
persengketaan, seperti adanya potensi sumber daya alam yang melimpah, sumber
perikanan, dll.
Penentuan batas wilayah perairan tangkap untuk para nelayan dari kedua wilayah
yang bersangkutan.
Negosiasi
Mediasi
Konsiliasi
Arbitrasi
Negosisasi
Mediasi
ketika negara negara yang menjadi para pihak ke dalam suatu sengketa
internasional tidak dapat menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi
intervensi yang di lakukan oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk
keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang
dapat di terima oleh kedua belah pihak.pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini
tentu saja bersifat netral dan independen.sehingga dapat memberikan saran yang tidak
memihak salah satu negara yang tidak sengketa.
Intervensi yang di lakukan oleh pihak ketiga ini dapat di lakukan dalam
beberapa bentuk.misalnya pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak
untuk melakukan negosiasi ulang ,atau bisa saja pihak ketiga hanya menyediakan
jalur komunikasi tambahan.
Konsiliasi
Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi
menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini
biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para
pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau
bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang diterima
oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak
mengikat para pihak.
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga.
Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya
dengan negosiasi. Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam
dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis
(political good offices). Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi
internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam
konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah
mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak
yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan jasa baik
politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang
berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang
diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.
Penyelesaian sengketa melalui jalur hukum atau judicial settlement juga dapat
menjadi pilihan bagi subyek hukum internasional yang bersengketa satu sama lain.
Bagi sebagian pihak, bersengketa melalui jalur hukum seringkali menimbulkan
kesulitan, baik dalam urusan birokrasi maupun besarnya biaya yang dikeluarkan.
Namun yang menjadi keuntungan penyelesaian sengketa jalur hukum adalah kekuatan
hukum yang mengikat antara masing-masing pihak yang bersengketa.
Arbitrase
Pada saat ini, terdapat sebuah badan arbitrase internasional yang terlembaga,
yaitu Permanent Court of Arbitration (PCA). Dalam menjalankan tugasnya sebagai
jalur penyelesaian sengketa, PCA menggunakan UNCITRAL Arbitration Rules 1976.
Penyelesaian sengketa.
Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui
pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan
pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua
negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-
Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus
selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun
sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat
digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat
sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus
ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian tersebut
cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing. Berikut peta kawasan
sengketa laut antara jepang dengan china.
Diplomasi adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh seseorang (disebut diplomat)
yang biasanya mewakili sebuah negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri
biasanya langsung terkait dengan diplomasi internasional yang biasanya mengurus
berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap
diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang halus.
Negara Maritim : Negara yang dikelilingi oleh laut dan menjadikan laut sebagai
bagian dari sumber penghidupan.
Diplomasi Maritim adalah Negosiasi atau perundingan yang dilakukan oleh dua
Negara atau lebih mengenai batas laut, kerjasama maritime serta pertahanan.
Zona zona maritim yang berada dibawah yurisdiksi nasional dibagi lagi kedalam
2 zona. Zona maritim yang berada dibawah kedaulatan penuh adalah perairan
pedalaman ( internal water ), perairan kepulauan (archipelagic water) Bagi Negara
kepulauan , dan laut territorial ( territorial sea ) . Zona-zona maritim yang berada
dibawah wewenang dan hak khusus Negara pantai adalah jalur tambahan ( contiguous
zone ), zona ekonomik eksklusiif dan landas kontinen
Zona-zona maritim yang berada di luar yurisdiksi nasional adalah laut lepas (high
seas) dan kawasan dasar laut internasional.
Mengingat fungsi laut sebagai sumberdaya yang dapat dikonversi sebagai nilai
ekonomi, maka aktivitas manusia dalam kaitan kepentingan pemanfaatan sumberdaya
laut memperlihatkan adanya kecenderungan tidak memperhatikan fungsi laut lainnya.
Tanpa pengaturan yang tegas dalam pemanfaatan laut akan dapat berdampak pada
TERJADINYA KONFLIK pemanfaatan ruang di laut. Kegiatan penambangan pasir
laut dapat berdampak negatif pada ekosistem pulau-pulau kecil, kelangsungan hidup
nelayan tradisional, wisata bahari dan sektor terkait lainnya. Pembangunan bagan-
bagan ikan di laut ataupun lahan budidaya rumput laut yang pada akhir-akhir ini
berkembang cukup pesat, telah meningkatkan nilai kerawanan terhadap konflik
pemanfaatan ruang laut.
Batas daerah di laut (batas maritim antar daerah) adalah pemisah antara daerah
yang berbatasan berupa garis khayal (imajiner) di laut dan daftar koordinat di peta
yang dalam implementasinya merupakan batas kewenangan pengelolaan sumberdaya
di wilayah laut. Mengacu kepada UU. No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pasal 3 disebutkan bahwa wilayah daerah propinsi di laut adalah sejauh 12 mil
laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas atau ke arah perairan kepulauan.
Selanjutnya dalam Pasal 10 ayat 3 disebutkan bahwa kewenangan daerah Kabupaten
dan daerah Kota di wilayah laut adalah sejauh sepertiga dari batas laut propinsi.
UNCLOS 1982 juga memberi kebebasan kepada tiap negara pantai untuk
menentukan garis air pasang (high water) sebagai datum vertikal yang akan
digunakan untuk delimitasi batas maritim, baik pada penentuan batas limit secara
unilateral maupun pada delimitasi maritim secara bilateral. Pemilihan garis air pasang
sebagai datum vertikal akan memiliki implikasi pada penentuan pulau dan elevasi
pasut yang selanjutnya secara berantai akan berimplikasi pada delimitasi batas
maritim.
Sekarang ini sudah 155 negara yang meratifikasi UNCLOS 1982, termasuk
Indonesia melalui UU No.17/1985. Salah satu hal penting yang diatur dalam
UNCLOS 1982 dan terkait erat dengan Indonesia adalah yurisdiksi dan Batas Maritim
Internasional. UNCLOS mengatur kewenangan sebuah negara pantai terhadap
Wilayah Laut (Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Ekskluif, dan Landas
Kontinen). Selain itu UNCLO juga mengatur tatacara penarikan garis batas maritim
jika terjadi tumpang tindih klaim antara dua atau lebih negara bertetangga, baik yang
bersebelahan (adjacent) maupun berseberangan (opposite).
Indonesia yang berada di antara dua samudera dan dua benua memiliki sepuluh
tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Singapura, Filipina, Palau, Papua
Nugini, Australia dan Timor Leste.
Penetapan batas maritim dengan Malaysia sudah dilakukan sejak tahun 1969,
yaitu ketika UNCLOS 1982 belum ada. Hingga sekarang ini, sudah ada 18 perjanjian
batas maritim yang disepakati, sehingga tidak berlebihan jika ada pendapat yang
mengatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang sangat produktif dalam
menyelesaikan batas maritim dengan negara tetangga.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
Hassan Wirajuda (2006), Memaknai Penyelesaian Sengketa Pulau Sipadan dan Pulau
Ligitan, dalam buku Pandang Wilayah Perbatasan Indonesia, Pusat Pemetaan Batas
Wilayah, Bakosurtanal.
IHO (2006), The technical aspects of the law of the sea (TALOS), Special Publication No. 51.
Mochtar Kusuma atmadja (1977), Indonesia dan perkembangan hukum laut dewasa ini.
Badan Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri, Departemen Luar Negeri
RI.
Basrie, Chaidir Drs., M.Si. 1995. Wawasan Nusantara, Wawasan Nasional Indonesia.
PP No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan PP No. 37 tahun 2008 tentang
Perubahan atas PP No. 38 tahun 2002.
http://susiloutomo12.blogspot.co.id/2015/11/batas-maritim-kedaulatan-dan-hak.html
http://lennydhessyvh.blogspot.co.id/2015/10/pertahanan-dan-keamanan-maritim.html
http://www.goldenheart.id/artikel/hutan-laut-dan-kemaritiman/sistem-pertahanan-dan-
keamanan-negara-maritim.html