Anda di halaman 1dari 32

Pengantar Ilmu Dan Teknologi Maritim

Pertahanan dan Keamanan Maritim

Dosen Pembimbing : Eko Prayetno, S.T., M.Eng.

Kelompok 4

Seravina Sandra Purwandari 160155201022

Weny Utari 160155201013

Pinka Ayu Pratiwi 160155201014

Friska Emelia Tindaon 160155201015

Dewi Fitrianingsih 160155201017

Aditya Ramadhinata 160155201021

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknik

Universitas Maritim Raja Ali Haji

2017

Kata Pengantar
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan kehendaknya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul Pertahanan
dan Keamanan Maritim.

Makalah ini dikerjakan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Teknologi
dan Ilmu Kemaritiman.Terselesaikannya makalah ini telah melibatkan berbagai pihak. Untuk
dukungan yang telah diberikan, penulis patut menyampaikan ucapan terimakasih kepada
yang terhormat:

1 Bapak Eko Prayetno,S.T.,M.Eng. Selaku dosen mata kuliah Pengantar Teknologi dan Ilmu
Kemaritiman yang telah membimbing selama proses pembelajaran.
2 Anggota kelompok IV kelas Pengantar Ilmu Dan Teknologi Maritim jurusan Teknik
Informatika semester II.
3 Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dalam
penyelesaian makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi penulis sendiri
dan juga mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji, khususnya mahasiswa Fakultas
Teknik. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini jauh lebih baik.

Tanjungpinang, 17 Mei 2017

Penulis

Daftar Isi
Kata pengantar.....2

Daftar isi...3

Bab I
1.1 Latar Belakang.......4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan.....5

Bab II
2.1 Batas Wilayah Maritim.
2.2 Geopolitik dan geostrategis negara kepulauan
2.2.1. Geopolitik
2.2.2. Geostrategis..
2.3 Sistem pertahanan dan keamanan negara maritim...
2.4 Status batas maritim Indonesia dengan negara lain
2.5 Sengketa laut internasional.
2.6 Diplomasi Maritim..

Bab III
3.1 kesimpulan..
3.2 saran

Daftar Pustaka..
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Dunia bahari dalam sejarah Indonesia juga tidak bisa dilepaskan kaitannya dari
kondisi fisik atau geografis wilayah Indonesia. Menurut Ensiklopedi Nasional
Indonesia dapat diketahui bahwa wilayah Indonesia terletak antara dua benua yaitu Asia
dan Australia, dan antara dua samudra yaitu Samudra Hindia (Indonesia) dan
Samudra Pasifik, terdiri dari lebih 13.000 pulau, mulai dari pulau We di ujung utara/ barat
sampai pulau Irian di ujung timur, dengan perbandingan wilayah laut dan darat 78 :
22.Pulau-pulau dalam wilayah Indonesia itu terbentang menyebar sejauh 6.400 km dari
timur ke barat dan sejauh 2.500 km dari utara ke selatan, sedangkan garis terluar
yang mengelilingi wilayah itu sekitar 81.000 km. Melalui Deklarasi Djuanda yang
dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu,
Djuanda Kartawidjaja, Indonesia menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah
termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia, sebagai satu kesatuan
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dengan letaknya yang sangat strategis yang berada di antara dua benua (benua asia
dan Australia), dan di antara dua samudera (samudera hindia dan samudera pasifik), serta
dilalui oleh garis khatilistiwa, maka tepat bila Indonesia dijuluki Zamrud Khatilistiwa.
Dengan letak Indonesia yang strategis. Maka seharusnya Indonesia mampu
memainkan perannya dalam percaturan geostrategis, geopolitik dan geoekonomi dunia,
dalam memperkuat kedaulatan NKRI dan membangun hubungan diplomasi yang
mengedepankan persamaan dan perdamaian antar negara di dunia.

1.2 Rumususan Masalah

1. Jelaskan tentang batas wilayah maritim!


2. Jelaskan tentang geopolitik dan geostrategis negara kepulauan!
3. Bagaimana sistem pertahanan dan keamanan negara maritim?
4. Bagaimana status batas maritim negara indonesia dengan negara lain?
5. Jelaskan tentang sengketa laut internasional!
6. Bagaimana diplomasi maritim?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui batas wilayah maritim.
2. Mengetahui geopolitik dan geostrategis negara kepulauan.
7. Mengetahui sistem pertahanan dan keamanan negara maritim.
8. Mengetahui status batas maritim negara indonesia dengan negara lain.
9. Mengetahui tentang sengketa laut internasional.
10. Mengetahui diplomasi maritim.
BAB II

Pembahasan

2.1 Batas wilayah negara maritim

Negara Indonesia adalah negara maritim. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
maritim berarti berkenaan dengan laut, berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan.
Dalam pembahasan ini, maritim diartikan sebagai kawasan perairan atau laut. Selanjutnya,
Batas. Batas memiliki arti pemisah atau tanda pemisah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa batas maritim merupakan tanda pemisah antara
kawasan perairan (laut) suatu negara yang bersebelahan. Batas Maritim tidak terlepas dari
pengertian sebuah ruang dan kawasan yang bisa dikuasai oleh suatu negara. Suatu negara
tidak dapat mengklaim suatu kawasan laut secara sepihak. Kawasan laut suatu negara
ditentukan dan ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara dua negara atau lebih.
Semua ketentuan tentang penentuan dan penetapan batas maritim telah diatur dalam
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut atau dikenal dengan
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982.

Terdapat dua istilah klaim kawasan laut: kedaulatan dan hak berdaulat. Kedaulatan
(sovereignty)adalah kekuasaan tertinggi atau mutlak untuk melaksanakan kekuasaan dalam
wilayah negara dengan mengecualikan negara lainnya. Negara pantai mempunyai kedaulatan
di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial. Sedangkan, Hak Berdaulat
(sovereign right) adalah kekuasaan suatu negara terhadap wilayah tertentu yang dalam
pelaksanaannya harus tunduk pada hukum internasional. Hak berdaulat ini umumnya
berwujud hak untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di kawasan tertentu yang
tidak tercakup dalam wilayah kedaulatan.
Gambar 1 Kawasan Kedaulatan dan Hak Berdaulat

Gambar 2 Kawasan Maritim Negara Pantai Menurut UNCLOS1

Berikut adalah sedikit penjelasan mengenai kawasan maritim yang bisa diklaim suatu
negara pantai berdasarkan UNCLOSS 1982:

1. Laut Teritorial
Pasal 3 UNCLOS 1982 menyebutkan bahwa setiap negara pantai berhak
menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut
diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi ini. 1 mil laut =

1 I Made Andi Arsana, 2013


1,852 m. Negara pantai memiliki kedaulatan penuh pada kawasan teritorialnya.
Namun, negara tersebut juga harus memberikan lintas damai kepada kapal-kapal
negara lain sepanjang kapal-kapal negara asing tidak melanggar hukum dan
perdamaian.

2. Zona Tambahan
Bab II bagian 4, UNCLOS 1982 menjelaskan bahwa zona tambahan tidak
dapat melebihi 24 mil laut dari garis pangkal dimana lebar laut teritorial diukur. Di
zona tambahan ini, negara pantai dapat melakukan pengawasan yang diperlukan
untuk:
a. mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi
atau saniter di dalam laut teritorialnya.
b. menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan tersebut di atas yang
dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.

3. Zona Ekonomi Eksklusif


Pengaturan tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sudah diatur di UNCLOS
1982 pada bab V menyebutkan bahwa ZEE adalah suatu daerah di luar dan
berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rejim hukum khusus yang
ditetapkan dalam UNCLOS 1982, berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara
pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain diatur oleh ketentuan-
ketentuan yang relevan konvensi ini. Di kawasan ZEE, negara pantai memiliki hak
eksklusif untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam, kebebasan navigasi,
hak penerbangan udara, dan melakukan penanaman kabel serta jalur pipa.

4. Landas Kontinen
Bab VI UNCLOS 1982 membahas tentang batas landas kontinen dimana
landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari
daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang
kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran tepi kontinen atau hingga
suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam
hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Negara pantai
menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan mengeksplorasi dan
mengeksploitasi sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang dapat dieksplorasi dan
dieksploitasi terdiri dari sumberdaya mineral, sumberdaya non hayati, sumberdaya
hayati jenis sedenter yaitu organisme yang pada tingkat sudah dapat dipanen tetap
berada pada atau di bawah dasar laut.

5. Laut Bebas (high seas)

Laut bebas adalah perairan yang tidak termasuk ke dalam ZEE, laut teritorial, perairan
kepulauan dan perairan pedalaman dimana semua negara dapat menikmati segala kebebasan,
kecuali hak-hak berdaulat dan yurisdiksi yang dimiliki negara pantai. Laut bebas merupakan
bagian wilayah laut yang tidak dapat dimiliki oleh negara manapun.

Laut bebas terbuka untuk semua negara baik negara pantai maupun negara tak berpantai,
untuk dapat menikmati kebebasan yang meliputi: kebebasan pelayaran, penerbangan,
memasang kabel dan pipa di dasar laut, kebebasan untuk menangkap ikan, kecuali di ZEE
dan kebebasan untuk melakukan riset ilmiah. Pengaturan tentang laut bebas terdapat dalam
Bab VII UNCLOS 1982.

2.2 Geopolitik dan geostrategis Negara kepulauan

2.2.1. Geopolitik

Geopolitik berasal dari kata geo dan politik. Geo berarti bumi dan politik berasal
dari bahasa Yunani politeia. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, dan teia
artinya urusan. Geopolitik di Indonesia biasa disebut dengan istilah wawasan nusantara.

Geopolitik diawali dengan konsepsi geografi politik. Pertama kali geografi politik
diperkenalkan oleh seorang ahli geografi lulusan farmasi, Friedrich Ratzel, pada pertengahan
abad ke-19. Sebagai peneliti dalam bidang farmasi, Ratzel terinspirasi karya-karya yang
menjelaskan hubungan antara alam dengan makhluk hidup, terutama Darwin dan Alexandre
Von Humboldt.

Dalam pendekatannya, Ratzel sangat mempertimbangkan hubungan dan pengaruh


milieu atas negara sebagai satu kesatuan yang hidup. Ide ini dikemukakannya dua kali dalam
jurnal Anthropo-geographie pada tahun 1882 dan 1891. Pada tahun 1897, dia makin
memantapkan ide-idenya dengan menulis dalam sebuah buku yang berjudul Politische
Geographie.

Ratzel menegaskan, dalam bereaksi atas keputusan-keputusan yang akan dibuat harus
menggunakan intelektualitas yang dibutuhkan secara efektif dan selalu melihatnya atas
ruang-ruang (space). Akhirnya, dengan formulasi dan tipologi yang diraciknya, geografi
politik Ratzelian menjadi studi tersendiri dari ilmu geografi dengan negara sebagai obyeknya.
Teori-teorinya yang normatif menjadi fundamental dari studi spasial dan politik.2

Sejumlah ahli membagi geopolitik dalam dua model. Pertama, negara determinis yaitu
negara yang berada di antara dua negara raksasa sehingga secara langsung maupun tidak
langsung negara itu dipengaruhi oleh kebijakan politik luar negeri negara raksasa. Kedua,
negara posibilitis yaitu negara yang tidak terpengaruh (tidak terkena dampak) kebijakan
negara-negara raksasa, karena letak geografis negara itu tidak berdekatan dengan negara
raksasa.

Mengacu pada pengertian di atas, secara geografis Indonesia sebenarnya termasuk


negara posibilitis karena tidak berdekatan dengan letak geografis negara-negara raksasa, akan
tetapi secara politis Indonesia dapat digolongkan dalam negara diterminis karena dipengaruhi
oleh (terkena dampak) kebijakan politik luar negeri negara raksasa, termasuk dalam hal ini
menyangkut ruang dan pengaruh pembentukan frontier (batas imajiner) dari kekuatan politik
dan militer Amerika.

Pandangan geopolitik Indonesia berlandaskan pada pemikiran kewilayahan dan


kehidupan bangsa Indonesia. Wawasan nusantara mempunyai latar belakang, kedudukan,
fungsi, dan tujuan filosofis sebagai dasar pengembangan wawasan nasional Indonesia.

Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut


adalah penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama masing-masing; Mengutamakan kepentingan masyarakat
daripada individu dan golongan; serta Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

2.2.2. Geostrategi

2 Raffestin, 1995 dan Rossier, 2003


Geostrategis berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan strategi diartikan sebagai usaha
dengan menggunakan segala kemampuan atau sumber daya baik sumber daya manusia
(SDM) maupun sumber daya alam (SDA) untuk melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan.

Geostrategis adalah suatu strategi dalam memanfaatkan kondisi geografis negara


dalam menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana umum untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi dan tujuan nasional. Dalam istilah lain, geostrategi disamakan dengan ketahanan
nasonal, yaitu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan. Kondisi kehidupan
nasional harus dibina secara berkesinambungan dari mulai pribadi, keluarga, lingkungan,
daerah dan nasional sehingga menciptakan satu ketahanan nasional yang tangguh.

Geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang
Indonesia dari berbagai aspek, di samping aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi,
sosial-budaya, dan hankam. Posisi silang Indonesia tersebut dapat di rinci sebagai geografi,
yaitu wilayah Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta di antara
samudera Pasifik dan Hindia.

Dalam kaitannya dengan kehidupan suatu negara, geostrategi diartikan sebagai


metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui proses
pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan
dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik,
lebih aman dan bermartabat.

Bagi bangsa Indonesia, geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-
cita proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, melalui proses
pembangunan nasional. Sebab itu, geostrategi Indonesia sebagai suatu cara atau metode
dalam memanfaatkan segenap konstelasi geografi negara Indonesia dalam menentukan
kebijakan, arahan, serta sarana-sarana dalam mencapai tujuan seluruh bangsa dengan
berdasar asas kemanusiaan dan keadilan sosial.

Konsep geostrategi Indonesia pada hakikatnya bukan mengembangkan kekuatan


untuk penguasaan terhadap wilayah di luar Indonesia atau untuk ekspansi terhadap negara
lain, tetapi konsep strategi yang didasarkan pada kondisi metode, atau cara untuk
mengembangkan potensi kekuatan nasional yang ditujukan untuk pengamanan dan menjaga
keutuhan kedaulatan Negara Indonesia dan pembangunan nasional dari kemungkinan
gangguan yang datang dari dalam maupun dari luar negeri. Untuk mewujudkan geostrategis
dirumuskan Ketahanan Nasional Republik Indonesia.

Konsep geostrategi negeri ini pertama kali dilontarkan oleh Bung Karno pada 10 Juni
1948 di Kotaraja. Namun, gagasan ini kurang dikembangkan oleh para pejabat bawahan,
karena seperti yang kita ketahui wilayah NKRI diduduki oleh Belanda pada akhir Desember
1948, sehingga kurang berpengaruh. Akhirnya, setelah pengakuan kemerdekaan pada 1950
garis pembangunan politik berupa Nation and character and building yang merupakan
wujud tidak langsung dari geostrategi Indonesia, yakni pembangunan jiwa bangsa.

Geostrategi Indonesia secara pendidikan digagas Sekolah Staf dan Komando


Angkatan Darat (SESKOAD) Bandung tahun 1962. Konsep geostrategi Indonesia yang
terumus adalah pentingnya pengkajian terhadap perkembangan lingkungan strategi di
kawasan Indonesia, yang ditandai meluasnya pengaruh komunis.

Geostrategi Indonesia saat itu dimaknai sebagai strategi untuk mengembangkan dan
membangun kemampuan territorial dan kemampuan gerilya untuk menghadapi ancaman
komunis di Indonesia.

Pada 1965, Lembaga Ketahanan Nasional mengembangkan konsep geostrategi


Indonesia yang lebih maju dengan rumusan, bahwa geostrategi Indonesia harus berupa
sebuah konsep strategi untuk mengembangkan keuletan dan daya tahan, juga pengembangan
kekuatan nasional untuk menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan, baik bersifat internal maupun eksternal. Gagasan ini agak lebih progresif tapi tetap
terlihat sebagai konsep geostrategi Indonesia awal dalam membangun kemampuan nasional
sebagai faktor kekuatan pengangguh bahaya.

Sejak 1972 Lembaga Ketahanan Nasional terus melakukan pengkajian tentang


geostrategi Indonesia yang lebih sesuai dengan konstitusi Indonesia. Pada era itu konsepsi
geostrategi Indonesia dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan potensi ketahanan
nasional dalam menciptakan kesejahteraan menjaga indentitas kelangsungan serta integritas
nasional. Terhitung mulai 1974, geostrategi Indonesia ditegaskan dalam bentuk rumusan
ketahanan nasional sebagai kondisi metode dan doktrin dalam pembangunan nasional.

Adapun tujuan Geostrategi Indonesia, adalah menyusun dan mengembangkan potensi


kekuatan nasional baik yang berbasis pada aspek ideologi, politik, sosial budaya, bahkan
aspek-aspek alamiah. Hal ini sebagai upaya kelestarian, eksistansi hidup negara dan bangsa
dalam mewujudkan cita-cita proklamasi serta tujuan nasional. Kemudian, menunjang tugas
pokok pemerintah Indonesia, yakni menegakkan hukum dan ketertiban (law and order);
terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity); terselenggaranya
pertahanan dan keamanan (defense and prosperity); Terwujudnya keadilan hukum dan
keadilan sosial (yuridical justice and social justice); Tersedianya kesempatan rakyat untuk
mengaktualisasikan diri (freedom of the people)

Geostrategi Indonesia berawal dari kesadaran bahwa bangsa dan negara ini
mengandung sekian banyak potensi pemecah belah yang setiap saat dapat meledak dan
mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam era kepemimpinan Presiden BJ
Habibie dapat disaksikan dengan jelas bagaimana hal itu terjadi. Tidak hanya itu, tatkala
bangsa kita lemah karena sedang berada dalam suasana rapuh, harga diri dan kehormatan
bangsa dengan mudah menjadi bahan tertawaan forum internasional.

2.3 Sistem pertahanan dan keamanan negara maritim

Setiap negara mempunyai wilayah dan kondisi geografis yang menjadi faktor penting
dalam menentukan strategi pertahanan dan keamanan. Negara-negara yang dikelilingi laut
ataupun sebagian laut adalah negara maritim. Indonesia merupakan negara maritim terbesar
di dunia karena 80% wilayahnya ialah laut dan hanya 20% wilayah daratan. Dengan dilandasi
kondisi itulah, maka para pendahulu kita, merumuskan dan mengajukan Deklarasi Juanda
tahun 1957, supaya dunia mengakui wilayah kedaulatan maritim Indonesia, sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Deklarasi Djuanda
ini telah memberikan batas laut teritorial yang jelas yaitu sepanjang 12 mil yang diukur dari
garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau dari wilayah negara
Indonesia pada saat air laut surut.Sumberdaya yang terkandung di dalamnya pun sangat
beragam dan masih banyak yang belum di eksploitasi. Selain mengenal landasan formal
kemaritiman, masyarakat Indonesia perlu disadarkan akan pentingnya memahami Wawasan
Nusantara tersebut, dimana masyarakat disadarkan akan cara pandang bangsa Indonesia
terhadap rakyat, bangsa, dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
meliputidarat, laut dan bahkan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi,
Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.

Selain menyadarkan akan Wawasan Nusantara ini, masyarakat disadarkan juga akan
hal memberikan kontribusi untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu negara Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945.Melihat masalah-masalah yang timbul saat ini, kita sebagai warga negara
sangat diharapkan memberikan kontribusi yang nyata untuk pertahanan negara kita. Untuk
mengatasi masalah ini, semua lapisan masyarakat dan pemerintah harus bersama-sama turun
dan bekerjasama dengan memberdayakan komponen-komponen yang kita punya untuk
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Dengan kemampuan militer yang semakin canggih maka negara tersebut mempunyai
kemampuan diri yang dapat diandalkan untuk menghadapi berbagai ancaman, baik yang
datang dari dalam maupun dari luar negeri.Selain itu juga pertahanan negara berkaitan
dengan harga diri bangsa dan negara, karena dengan adanya kekuatan pertahanan negara yang
memadai akan membuat negara lain menjadi tidak memandang rendah terhadap Indonesia,
dengan kata lain bangsa Indonesia akan dihormati oleh negara-negara lain.Selain dengan cara
di atas, perlu adanya strategi pertahanan negara yang mampu menjawab tiga hal yang
mendasar, yakni apa yang dipertahankan dengan apa mempertahan kannya, serta bagaimana
mempertahankannya. Strategi pertahanan hendaknya mencerminkan dinamika yang terjadi
pada lingkungan strategis yang terjadi dengan karakteristik perang dan kecenderungan
penggunaan persenjataan lainnya, baik pada lingkungan internasional, regional dan
nasional.Kekuatan darat tersebut hendaknya didasari oleh strategi maritim dan negara
kepulauan yang berdekatan dengan kekuatan-kekuatan kontinental membutuhkan kekuatan
udara yang kuat dalam penyelenggaraan pertahanan negara.

Melihat kondisi kemaritiman Indonesia saat ini yang mulai diotak-atik oleh negara-
negara tetangga, maka sangat dibutuhkan anggaran pertahanan yang cukup besar mengingat
tingkat ancaman yang relatif besar dan wilayah perairan Indonesia yang lebih luas
dibandingkan dengan negara tetangga.Mewajibkan warga negara untuk ikut dalam upaya
pertahana negara adalah konteks yang konstitusional sebagai konsekuensi menjadi warga
negara dari suatu negara yang berdaulat yang tertuang dalam UUD 1945.Pemberdayaan
warga negara akan pentingnya Wawasan Nusantara sangat diharapkan berjalan dengan
optimal. Strategis artinya apabila hal ini diabaikan, maka negara tersebut akan kesulitan
dalam mengatasi ancaman yang terjadi.Untuk menuju pertahanan negara yang kuat maka
perlu peningkatan SDM, karena secanggih teknologi yang digunakan tanpa didukung oleh
SDM yang professional maka pertahanan negara tidak akan tercapai dengan optimal. Maka
perlu segera disahkan UU tersebut agar keterlibatan masyarakat dalam bela negara dapat
terwadahi sesuai dengan aturan yang jelas dan tegas.

Untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia, demi keutuhan NKRI dan


keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara,
secara khusus dalam bidang kelautan dibuthkan:

1) Komponen utama (Personil TNI) yang mampu melindungi serta menahan


kemungkinan berbagai ancaman dan gangguan yang datang dari dalam
maupun dari luar negeri.

2) Sumber daya manusia yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan
mampu mengatasi berbagai permasalahan akibat perkembangan globalisasi
baik teknologi maupin informasi.

3) Pemberdayaan masyarakat, terutama nelayan dalam menjaga perairan


Indonesia yang menjadi komponen pendukung.
4) Anggaran yang terkontrol dengan baik sesuai dengan kebutuhan peningkatan
baik untuk pengembangan personil TNI maupun peningkatan kesejahteraan
warga negara.

Upaya menjaga pertahanan dan keamanan maritim Indonesia :

Kebijakan pemerintah yang harus memperhatikan perkembangan isu laut serta


memikirkan masa depan bangsa untuk 50 tahun yang akan datang

Memperhatikan kondisi geografis.

Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan juga


mempunyai rasa kepemilikan terhadap NKRI.

Penguasaan sains Ilmu Pengetahuan dan teknologi

TNI AL sebagai tulang punggung upaya pertahanan dan keamanan di laut


wajib memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan penguasaan laut
di bawah yurisdiksi nasional. TNI AL telah memformulasikan Sistem
Pertahanan Laut Nusantara (SPLN) yang dilanjutkan dengan penyusunan
Sistem Pertahanan Maritim Indonesia (SPMI).

Memiliki komitmen yang tinggi sehingga dapat melaksanakan pertahanan


negara maritim.

Indonesia harus memiliki kesiagaan dan kemampuan untuk dapat


mengendalikan lautnya dan memproyeksikan kekuatannya melalui laut dalam
rangka memelihara stabilitas dan integritas Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Mengamankan kegiatan ekonomi dan kedaulatan di laut yurisdiksi Indonesia


yang sangat luas membutuhkan sistem yang profesional, efektif dan efisien.

Diperlukan sebuah strategi maritim dalam bentuk Ocean Policy, yang hingga
saat ini belum tuntas

Dalam hal ini disimpulkan bahwa, Indonesia harus memiliki ketahanan maritim
yang tangguh dan dan kuat untuk melindungi kepentingan nasional di daerah lautan dan
perairan sehingga kekayaan alam ini dimanfaatkan dan benar-benar dijaga baik pertahanan
baik darat, laut dan udara.

Pastinya Pemerintah negara dan pemerintah daerah Indonesia harus lebih meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar tidak buta melihat kekayaan yang sebenarnya
begitu luar biasa ini. Untuk itu kesatuan baik melalui peran masyarakat dalam menjaga laut
dan oknum penting seperti TNI yang menjaga pertahanan harus mendukung terwujudnya
Negara Maritim kita agar jauh dari gangguan pihak asing.

2.4 Status batas maritim Negara Indonesia dengan Negara Lain

Secara geografis Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara tetangga. Di darat,


Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan dengan Timor-Leste.
Sedangkan di wilayah laut, Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia,
Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini,

Australia, dan Timor-Leste. Sebagaian besar batas negara Indonesia tersebut telah
disepakati dan berhasil mencapai sejumlah persetujuan tentang garis batas laut teritorial, zona
ekonomi ekslusif dan landas kontinen dengan negara tetangga, namun masih ada beberapa
segmen yang memerlukan negosiasi lebih lanjut. Tidak semua perundingan dengan mudah
membawa hasil kesepakatan tentang garis batas internasional. Hal yang sering terjadi dalam
prakteknya adalah para pihak sering berbeda penafsiran tentang prinsip-prinsip hukum yang
dapat diterapkan untuk mengatur masalah perbatasan ini. Dalam demarkasi perbatasan darat,
kompleksitasnya bertambah mengingat adanya perbedaan faktual di lapangan dengan naskah
perjanjian yang pada umumnya merupakan warisan kolonial.

Pengaturan tentang batas-batas maritim antar negara diatur dalam Pasal 3, Pasal 57 dan
Pasal 76 UNCLOS 1982, namun demikian sebelum berlakunya UNCLOS 1982 Pemerintah
Indonesia telah secara intens melakukan perundingan batas-batas maritimnya, baik batas
kedaulatan (sovereignty) maupun hak berdaulat (sovereign rights) NKRI, yaitu dengan India,
Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Papua Nugini, dan Australia. Hasilnya adalah
terselesainya 19 perjanjian batas maritim yang keseluruhan telah diratifikasi oleh Indonesia
dengan negara tetangga, kecuali perjanjian ZEE dengan Australia, dan perjanjian laut wilayah
di selat Singapura dengan Singapura. Secara keseluruhan batas-batas maritim Indonesia dapat
dikelompokan sebagai berikut: batas maritim yang ditetapkan secara unilateral sebagaimana
ketentuan dalam UNCLOS 82 dan batas maritim yang ditetapkan secara bilateral/trilateral.
Hal ini merupakan bagian dari kewenangan dan kewajiban Pemerintah terhadap wilayahnya.

Lebih lanjut akan dijelaskan terkait dengan batas wilayah maritim Indonesia yang dapat
diklasifikasikan sebagai: batas yang sudah ditetapkan, batas yang sedang dirundingkan, batas
yang belum dirundingkan, dan batas yang tidak perlu dirundingkan

Batas maritim yang sudah ditetapkan


Sejauh ini Indonesia sudah menyepakati batas maritim dengan tujuh negara tetangga,
berikut ini penjelasannya :

a. Garis batas RI Malaysia.


Batas maritim dengan Malaysia meliputi batas laut wilayah dan batas landas kontinen di
Selat Malaka, di Laut China Selatan dan di Laut Sulawesi (perairan Kalimantan Timur).
Garis batas laut wilayah, garis batas laut wilayah terletak di Selat Malaka dan disetujui
oleh kedua negara pada tanggal 17 Maret 1970. Sedangkan garis batas landas kontinen
antara Indonesia dan Malaysia terletak di Selat Malaka, Laut China Selatan disebelah
Timur Malaysia barat dan laut cina selatan bagian timur di bebas pantai Serawak,
ditandatangani pada tanggal 27 Oktober 1969 di Kuala Lumpur.

b. Garis batas laut wilayah RI - Singapura.


Garis batas laut wilayah antara Indonesia dan Singapura di Selat Singapura sebanyak 6
titik disetujui di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1973 berdasarkan prinsip equitabilitas antara
dua pulau yang berdekatan karena lebar laut antara kedua negara kurang dari 15 mil laut.
Dan pada tanggal 10 Maret 2009 Indonesia dan Singapura telah menandatangani
perjanjian dengan menyepakati 3 titik yang merupakan perpanjangan 6 titik sebelumnya
namun perjanjian ini belum diratifikasi.

c. Garis batas landas kontinen Indonesia - India.


Garis batas landas kontinen antara Indonesia dan India terletak di Laut Andaman
sebanyak 9 titik, Samudera Hindia, diantara perairan Sumatera dan pulau Nicobar Besar
sebanyak 4 titik. Perjanjian tersebut ditandatangani di Jakarta pada tanggal 8 Agustus
1974.

d. Garis batas landas kontinen Indonesia - Thailand.


Indonesia dan Thailand telah memiliki empat perjanjian atas batas Landas Kontinen (LK)
yang telah ditetapakan pada periode tahun 1971 1978, yaitu : batas LK di Selat Malaka
bagian Utara sampai Laut Andaman (1971) sebanyak 2 titik, batas LK di Laut Andaman
(1975), tripartite tentang trijunction point antara Indonesia Thailand Malaysia (1971),
dan Perjanjian tripartite tentang trijunction point antara Indonesia Thailand India
(1978).

e. Batas maritim Indonesia Papua Nugini (PNG).


Pada 13 Desember 1980, Indonesia dan PNG menandatangani perjanjian batas-batas
maritim di kawasan Samudera Pasifik sebanyak 3 titik di selatan Papua sebanyak 4 titik.
Perjanjian ini meneruskan hasil perundingan batas maritim antara Indonesia dan Australia
tahun 1971.

f. Batas maritim Indonesia Australia.


Perairan antara Indonesia dan Australia merupakan daerah yang sangat luas, terbentang
lebih dari 2100 mil laut dari Selat Torres sampai dengan perairan Nusa Tenggara Barat,
dan Pulau Christmas. Kedua negara telah menyelesaikan hampir seluruh batas landas
kontinen di kawasan laut yang berhadapan di bagian selatan Indonesia. Persetujuan Garis
Batas dasar laut Tertentu di Laut Arafura disahkan pada tahun 1971 disepakati sebanyak
15 titik. Pada tahun 1972, disepakati sebanyak 13 titik batas landas kontinen di wilayah
perairan Laut Timor dan Laut Arafura. Disamping itu kedua negara juga telah
menandatangani Persetujuan Garis Batas ZEE dan dasar Laut Tertentu Indonesia Australia
dari perairan selatan Jawa, termasuk perbatasan maritim di Pulau Ashmore dan Pulau
Christmas pada tanggal 14 Maret 1997 sebanyak 160 titik, namun persetujuan itu belum
disahkan.

g. Batas maritim Indonesia Vietnam.


Garis batas landas kontinen antara Indonesia dengan Vietnam terletak di laut China
Selatan telah dilakukan perundingan selama kurang lebih 25 tahun (sejak 1978 s/d 2003)
dan telah ditandatangani sebanyak 6 titik batas landas kontinen di Laut China Selatan oleh
Menteri Luar Negeri kedua negara pada tanggal 26 Juni 2003 di Hanoi, Vietnam.
Persetujuan tersebut telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2007.

Batas maritim yang sedang dirundingkan :

a. Batas maritim Indonesia - Filipina.


Batas maritim Indonesia - Filipina berada di Laut Sulawesi, Perairan Marore-Mindanau-
Miangas (M3), Laut Filipina sampai Samudera Pasifik sebelum tri junction Indonesia-
Philipina-Palau. Rezim batas yang ditetapkan adalah batas ZEE dan landas kontinen.
Dalam beberapa kali pertemuan belakangan ini telah disepakati bersama prinsip delimitasi
batas ZEE di Laut Sulawesi untuk mencapai sebuah common provisional line berdasarkan
proportionality line.

b. Garis batas laut wilayah Indonesia - Singapura.


Garis batas laut wilayah antara Indonesia dan Singapura di bagian tengah Selat Singapura
telah disepakati sebanyak 6 titik batas melalui perundingan pada tahun 1973. Namun
demikian, pada segmen barat masih menyisakan tri junction point dengan Malaysia.
Untuk segmen timur timur dengan adanya keputusan ICJ terkait kepemilikan Pulau Batu
Puteh (Pedra Branca) kepada Singapura, maka Indonesia akan menunggu perundingan
Indonesia dan Malaysia terlebih dahulu.

c. Garis Batas maritim Indonesia - Malaysia.


Batas maritim yang sedang dirundingkan berada di Laut Sulawesi, yaitu batas teritorial,
batas landas kontinen dan batas ZEE. Perundingan batas-batas maritim tersebut
dilaksanakan dalam satu paket dengan perundingan batas ZEE di Selat Malaka dan Laut
China Selatan, serta garis batas wilayah di Selat Malaka bagian selatan.

d. Batas maritim Indonesia - Palau.


Republik Palau adalah negara kepulauan dan terletak di timur laut Indonesia, di sebelah
utara Papua. Saat ini telah dilakukan pertemuan teknis pertama di Manila pada April 2010
setelah dibukanya hubungan diplomatik kedua negara.

e. Batas ZEE antara Indonesia dengan Vietnam.


Pertemuan teknis pertama pembahasan batas ZEE antara Indonesia dengan Vietnam di
laut China Selatan telah diselenggarakan di Hanoi, Vietnam pada 18 Mei 2010.
Pembahasan masih terkaist diskusi Principles and Guidelines dalam delimitasi batas
ZEE.

Batas Maritim yang belum dirundingkan

a. Batas maritim Indonesia - Timor-Leste.


Negara Timor-Leste merdeka pada 20 Mei 2002. Penyelesaian batas maritim akan
dilakukan dalam hal demarkasi batas darat kedua negara telah diselesaikan. Hingga saat
ini batas darat baru terselesaikan 97 %, sehingga negosiasi batas maritim belum dapat
dimulai. Area batas maritim yang akan didelimitasi berada di Laut Sawu, Selat Ombai,
Selat Wetar, Selat Leti dan Laut Timor berupa batas laut wilayah, zona tambahan, ZEE
dan landas kontinen. Untuk persiapan delimitasi, Indonesia telah menyiapkan beberapa
titik pangkal di wilayah sekitar Pulau Timor yang telah diterbitkan pada PP no 37 tahun
2008.

b. Batas ZEE antara Indonesia dengan India, dan Thailand .


Batas ZEE antara Indonesia dengan India dan Thailand pada wilayah dimana batas landas
kontinennya telah disepakati sampai saat ini belum pernah dilakukan perundingan.

Batas yang tidak perlu dirundingkan

Dengan berlakunya UNCLOS 1982 secara efektif sejak tanggal 16 November 1994, maka
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan
PP No. 38 tahun 2002 yang telah direvisi dengan PP No. 37 tahun 2008 telah menetapkan
koordinat geografis titik-titik garis pangkal berdasakan prinsip negara kepulauan. Dapat
disampaikan bahwa titik-titik garis pangkal ditetapkan secara unilateral, maka juga telah
dilakukan klaim Indonesia pada seluruh batas maritim yang cukup ditetapkan secara
unilateral menurut ketentuan UNCLOS. Yaitu mencakup batas laut dan garis pangkal, serta
batas wilayah selebar 12 mil laut dari garis pangkal, batas zona tambahan hingga 24 mil laut
dari garis pangkal, ZEE dan landas kontinen hingga 200 mil laut dari garis pangkal.
Yurisdiksi atas ZEE dan landas kontinen sampai selebar 200 mil laut dari garis pangkal,
berada di Samudera Hindia (sebelah barat Sumatra dan sebelah selatan Nusa Tenggara Barat)
dan di Samudera Pasifik. Di luar batas 200 mil laut masih dapat diklaim landas kontinen
sampai maksimum 350.

Pulau-pulau terluar yang menjadi perbatasan dengan negara tetangga


Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat
92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, diantaranya :

Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan
dengan India
Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong
Belayar, Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong Makasar,
Maratua, Sambit, Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun Kecil
berbatasan dengan Malaysia
Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan
Singapura
Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam
Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu,
Kawio, Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata, kakarutan dan
Jiew berbatasan dengan Filipina
Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut
pertama kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel,
Panehen, Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai,
Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun,
Selaru, Batarkusu, Masela dan Meatimiarang berbatasan dengan Australia
Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste
Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan dengan
Palau
Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini
Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk
dan wunga berbatasan dengan samudra Hindia

2.5 Sengketa laut internasional

Pengertian Sengketa Laut

menurut Ali Achmad berpendapat Sengketa adalah pertentangan antara dua


pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan
atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa laut adalah
permasalahn antara dua orang atau lebih baik itu individu maupun organisasi ataupun
kelompok dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek tertentu dilaut,
baik itu masalah perbatasan,wilayah tangkap, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi
dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi antara keduanya
yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi keduanya
Faktor yang memicu terjadinya persengketaan laut tersebut ialah:

Adanya kekayaan alam yang dimiliki oleh objek yang dijadikan bahan
persengketaan, seperti adanya potensi sumber daya alam yang melimpah, sumber
perikanan, dll.

Adanya kepentingan kedua belahpihak terkait dengan persegketaan tersebut.

Perebutan kekuasaan wilayah perbatasan terutama yang berhubungan langsung


dengan laut.

Penentuan batas wilayah perairan tangkap untuk para nelayan dari kedua wilayah
yang bersangkutan.

Cara Penyelesaian Sengketa Laut

Penyelesaian Sengketa dengan Piagam

Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat di wujudkan apabila


tidak ada kekerasan yang di gunakan dalam menyalesaikan sengketa.penyelesaian
sengketa secara damai ini , kemudian di jelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 piagam
yang mencatumkan beberapa cara damai dalam menyalesaikan sengketa ,di antaranya:

Negosiasi

Enquiry atau penyelidikan

Mediasi

Konsiliasi

Arbitrasi

Judiciall settlement atau pengadilan internasional

Organisasi atau badan regional


Dari tujuh penyelesaian sengketa yang tercantum dalam piagam,dapat di
kelompokan menjadi dua bagian yaitu penyelesaian secara hukum dan secara
politik/diplomatik.

Penyelesaian secara diplomatik

Seperti yang telah di jelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian


sengketa secara diplomatik adalah negosiasi,enquiry,mediasi,konsiliasi dan good
offices atau jasa jasa baik,kelima metode tersebut memiliki ciri khas,kelebihan dan
kekuranganmasing masing.

Negosisasi

Negosisasi meropakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup


lama di pakai,sampai pada permulaan abad 20,negosiasi meropakan satu satunya cara
yang di pakai dalam menyelesaikan sengketa.sampai saat ini cara penyelesaian
melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali di tempuholeh para pihak
yang bersengketa.penyelesaian sengketa ini di lakukan secara langsung oleh para
pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan pihak ketiga.

Mediasi

ketika negara negara yang menjadi para pihak ke dalam suatu sengketa
internasional tidak dapat menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi
intervensi yang di lakukan oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk
keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang
dapat di terima oleh kedua belah pihak.pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini
tentu saja bersifat netral dan independen.sehingga dapat memberikan saran yang tidak
memihak salah satu negara yang tidak sengketa.

Intervensi yang di lakukan oleh pihak ketiga ini dapat di lakukan dalam
beberapa bentuk.misalnya pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak
untuk melakukan negosiasi ulang ,atau bisa saja pihak ketiga hanya menyediakan
jalur komunikasi tambahan.

Konsiliasi
Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi
menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini
biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para
pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau
bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang diterima
oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak
mengikat para pihak.

Good Offices atau Jasa-jasa Baik

Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga.
Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya
dengan negosiasi. Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam
dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis
(political good offices). Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi
internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam
konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah
mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak
yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan jasa baik
politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang
berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang
diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.

Penyelesaian Sengketa Secara Hukum

Penyelesaian sengketa melalui jalur hukum atau judicial settlement juga dapat
menjadi pilihan bagi subyek hukum internasional yang bersengketa satu sama lain.
Bagi sebagian pihak, bersengketa melalui jalur hukum seringkali menimbulkan
kesulitan, baik dalam urusan birokrasi maupun besarnya biaya yang dikeluarkan.
Namun yang menjadi keuntungan penyelesaian sengketa jalur hukum adalah kekuatan
hukum yang mengikat antara masing-masing pihak yang bersengketa.

Arbitrase

Hukum internasional telah mengenal arbitrase sebagai alternatif penyelesaian


sengketa, dan cara ini telah diterima oleh umum sebagai cara penyelesaian sengketa
yang efektif dan adil. Para pihak yang ingin bersengketa dengan menggunakan
metode arbitrase dapat menggunakan badan arbitrase yang telah terlembaga, atau
badan arbitrase ad hoc. Meskipun dianggap sebagai penyelesaian sengketa
internaisonal melalu jalur hukum, keputusan yang dihasilkan oleh badan arbitrase
tidak dapat sepenuhnya dijamin akan mengikat masing-masing pihak, meskipun sifat
putusan arbitrase pada prinsipnya adalah final dan mengikat.

Pada saat ini, terdapat sebuah badan arbitrase internasional yang terlembaga,
yaitu Permanent Court of Arbitration (PCA). Dalam menjalankan tugasnya sebagai
jalur penyelesaian sengketa, PCA menggunakan UNCITRAL Arbitration Rules 1976.

Pengadilan Internasional atau judicial settlement

Selain arbitrase, lembaga lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan


sengketa internasional melalui jalur hukum adalah pengadilan internasional. Pada saat
ini ada beberapa pengadilan internasional dan pengadilan internasional regional yang
hadir untuk menyelesaikan berbagai macam sengketa internasional. Misalnya
International Court of Justice (ICJ), International Criminal Court, International
Tribunal on the Law of the Sea, European Court for Human Rights, dan lainnya.
Penyelesaian sengketa internasional melalui jalur hukum berarti adanya pengurangan
kedaulatan terhadap pihak-pihak yang bersengketa. Karena tidak ada lagi keleluasaan
yang dimiliki oleh para pihak, misalnya seperti memilih hakim, memilih hukum dan
hukum acara yang digunakan. Tetapi dengan bersengketa di pengadilan internasional,
maka para pihak akan mendapatkan putusan.

Contoh-Contoh Kasus Sengketa Laut

Kasus sengketa laut internasional antara China dengan Jepang

Perebutan kepemilikan Pulau Daioyu/Senkaku antara China-Jepang telah


berlangsung sejak tahun 1969. Sengketa ini diawali ketika ECAFE menyatakan
bahwa diperairan sekitar Pulau Daioyu/Senkaku terkandung hidrokarbon dalam
jumlah besar. Kemudian pada tahun 1970, Jepang dan Amerika Serikat
menandatangani perjanjian pengembalian Okinawa, termasuk pulau Daioyu/Senkaku
kepada Jepang. Hal inilah yang kemudian diprotes China, karena China merasa bahwa
pulau tersebut adalah miliknya.Sengketa ini semakin berkembang pada tahun 1978,
ketika Jepang membangun mercusuar di Pulau Daioyu untuk melegitimasi pulau
tersebut.
Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu.
Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun
1990an Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok
kanan Jepang di Daiyou secara resmi.

Penyelesaian sengketa.

China memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut.


Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah
mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun
dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada penyelesaian, karena
kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari
negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal
inilah yang belum terjawab oleh Hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang
menggunakan pendekatan median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang
saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara kedua
negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line.

Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui
pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan
pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua
negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-
Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus
selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun
sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat
digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat
sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus
ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian tersebut
cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing. Berikut peta kawasan
sengketa laut antara jepang dengan china.

2.6 Diplomasi maritim

Diplomasi adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh seseorang (disebut diplomat)
yang biasanya mewakili sebuah negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri
biasanya langsung terkait dengan diplomasi internasional yang biasanya mengurus
berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap
diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang halus.

Negara Maritim : Negara yang dikelilingi oleh laut dan menjadikan laut sebagai
bagian dari sumber penghidupan.

Diplomasi Maritim adalah Negosiasi atau perundingan yang dilakukan oleh dua
Negara atau lebih mengenai batas laut, kerjasama maritime serta pertahanan.

Zona Zona Maritim Menurut Konvensi Hukum Laut 1982

Zona zona maritim yang berada dibawah yurisdiksi nasional dibagi lagi kedalam
2 zona. Zona maritim yang berada dibawah kedaulatan penuh adalah perairan
pedalaman ( internal water ), perairan kepulauan (archipelagic water) Bagi Negara
kepulauan , dan laut territorial ( territorial sea ) . Zona-zona maritim yang berada
dibawah wewenang dan hak khusus Negara pantai adalah jalur tambahan ( contiguous
zone ), zona ekonomik eksklusiif dan landas kontinen

Zona-zona maritim yang berada di luar yurisdiksi nasional adalah laut lepas (high
seas) dan kawasan dasar laut internasional.

Pentingnya Batas Maritim

Mengingat fungsi laut sebagai sumberdaya yang dapat dikonversi sebagai nilai
ekonomi, maka aktivitas manusia dalam kaitan kepentingan pemanfaatan sumberdaya
laut memperlihatkan adanya kecenderungan tidak memperhatikan fungsi laut lainnya.
Tanpa pengaturan yang tegas dalam pemanfaatan laut akan dapat berdampak pada
TERJADINYA KONFLIK pemanfaatan ruang di laut. Kegiatan penambangan pasir
laut dapat berdampak negatif pada ekosistem pulau-pulau kecil, kelangsungan hidup
nelayan tradisional, wisata bahari dan sektor terkait lainnya. Pembangunan bagan-
bagan ikan di laut ataupun lahan budidaya rumput laut yang pada akhir-akhir ini
berkembang cukup pesat, telah meningkatkan nilai kerawanan terhadap konflik
pemanfaatan ruang laut.

Penataan Batas Maritim Indonesia


UU No. 17 Tahun 1985 mengamanatkan perlunya penanganan secara serius
penataan batas-batas maritime dengan Negara-negara tetangga. Di laut Indonesia
berbatasan dengan 10 (sepuluh) Negara, yakni India, Singapura, Australia, Malaysia,
Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, dan Timor Leste.

Batas Maritim Nasional (Laut Antar Daerah)

Batas daerah di laut (batas maritim antar daerah) adalah pemisah antara daerah
yang berbatasan berupa garis khayal (imajiner) di laut dan daftar koordinat di peta
yang dalam implementasinya merupakan batas kewenangan pengelolaan sumberdaya
di wilayah laut. Mengacu kepada UU. No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pasal 3 disebutkan bahwa wilayah daerah propinsi di laut adalah sejauh 12 mil
laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas atau ke arah perairan kepulauan.
Selanjutnya dalam Pasal 10 ayat 3 disebutkan bahwa kewenangan daerah Kabupaten
dan daerah Kota di wilayah laut adalah sejauh sepertiga dari batas laut propinsi.

Penentuan Batas Maritim Internasional

Sesuai ketentuan UNCLOS 1982, dalam penentuan batas maritim internasional,


titik pangkal yang merupakan perpotongan garis air rendah (low water line) dengan
pantai digunakan sebagai acuan untuk mengukur 5 batas maritim internasional.
UNCLOS 1982 memberi kebebasan kepada tiap negara pantai untuk menentukan air
rendah sebagi datum vertikal yang akan digunakan untuk delimitasi batas maritim,
baik pada penentuan limit batas maritim secara unilateral maupun pada delimitasi
batas maritim secara bilateral.

UNCLOS 1982 juga memberi kebebasan kepada tiap negara pantai untuk
menentukan garis air pasang (high water) sebagai datum vertikal yang akan
digunakan untuk delimitasi batas maritim, baik pada penentuan batas limit secara
unilateral maupun pada delimitasi maritim secara bilateral. Pemilihan garis air pasang
sebagai datum vertikal akan memiliki implikasi pada penentuan pulau dan elevasi
pasut yang selanjutnya secara berantai akan berimplikasi pada delimitasi batas
maritim.

Kesalahan penggunaan air rendah sebesar 1 m pada lereng 3 % akan berakibat


garis pangkal normal bergeser ke arah laut sebesar 40 100 m, sedang pada lereng
30% hanya akan bergeser sebesar 4 10 m. Kalau kesalahan air rendah sebesar 0,5 m
pada lereng 3 % maka garis pangkal normal akan bergeser sebesar 20 m dan pada
lereng 30% akan bergeser hanya 2 m. Kesalahan tersebut tidak signifikan pada
delimitasi batas maritim yang menggunakan peta skala yang lebih kecil atau sama
dengan 1 : 50.000.

Diplomasi maritim Indonesia-Malaysia mengenai Penetapan Batas Maritim

Sekarang ini sudah 155 negara yang meratifikasi UNCLOS 1982, termasuk
Indonesia melalui UU No.17/1985. Salah satu hal penting yang diatur dalam
UNCLOS 1982 dan terkait erat dengan Indonesia adalah yurisdiksi dan Batas Maritim
Internasional. UNCLOS mengatur kewenangan sebuah negara pantai terhadap
Wilayah Laut (Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Ekskluif, dan Landas
Kontinen). Selain itu UNCLO juga mengatur tatacara penarikan garis batas maritim
jika terjadi tumpang tindih klaim antara dua atau lebih negara bertetangga, baik yang
bersebelahan (adjacent) maupun berseberangan (opposite).

Indonesia yang berada di antara dua samudera dan dua benua memiliki sepuluh
tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Singapura, Filipina, Palau, Papua
Nugini, Australia dan Timor Leste.

Penetapan batas maritim dengan Malaysia sudah dilakukan sejak tahun 1969,
yaitu ketika UNCLOS 1982 belum ada. Hingga sekarang ini, sudah ada 18 perjanjian
batas maritim yang disepakati, sehingga tidak berlebihan jika ada pendapat yang
mengatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang sangat produktif dalam
menyelesaikan batas maritim dengan negara tetangga.
BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
Daftar Pustaka

Hassan Wirajuda (2006), Memaknai Penyelesaian Sengketa Pulau Sipadan dan Pulau
Ligitan, dalam buku Pandang Wilayah Perbatasan Indonesia, Pusat Pemetaan Batas
Wilayah, Bakosurtanal.

IHO (2006), The technical aspects of the law of the sea (TALOS), Special Publication No. 51.

Mochtar Kusuma atmadja (1977), Indonesia dan perkembangan hukum laut dewasa ini.
Badan Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri, Departemen Luar Negeri
RI.

Basrie, Chaidir Drs., M.Si. 1995. Wawasan Nusantara, Wawasan Nasional Indonesia.

PP No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan PP No. 37 tahun 2008 tentang
Perubahan atas PP No. 38 tahun 2002.

Le Mire. 2014. Maritime Diplomacy in the 21 st Century: Drivers and Challenges.


Routledge, New York.
https://cindypuspitasarii.wordpress.com/2014/05/11/perbatasan-wilayah-indonesia-dengan-
negara-tetangga/

http://susiloutomo12.blogspot.co.id/2015/11/batas-maritim-kedaulatan-dan-hak.html

http://lennydhessyvh.blogspot.co.id/2015/10/pertahanan-dan-keamanan-maritim.html

http://www.goldenheart.id/artikel/hutan-laut-dan-kemaritiman/sistem-pertahanan-dan-
keamanan-negara-maritim.html

Anda mungkin juga menyukai