Anda di halaman 1dari 37

TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN LAUT

KOMANDO PEMBINAAN DOKTRIN, PENDIDIKAN DAN LATIHAN TNI AL 05.00.02.02.01.52

PAKET INSTRUKSI

HUKUM LAUT INTERNASIONAL


(HLI)

PENDIDIKAN PERTAMA BINTARA TNI ANGKATAN LAUT


TAHAP DASAR GOLONGAN
2

SURABAYA, SEPTEMBER 2019

DAFTAR ISI

Halaman
1. LEMBAR JUDUL ...........................................................................1
2. DAFTAR ISI................................................................................... 2
3. RENCANA PEMBELAJARAN ............................................... 3

4. 4
PROGRAM PEMBELAJARAN BAB I ...................................................
a. Pembahasan Bab I ……………………………………………. 5
b. Lembar Pertanyaan .....……………………………………. 8

5. PROGRAM PEMBELAJARAN BAB II ............................................. …9


a. Pembahasan Bab II …………………………………………… 10
b. Lembar Pertanyaan .......…………………………………… 24

6. 25
PROGRAM PEMBELAJARAN BAB III ……………………………………..
a. Pembahasan Bab III ......…………………………………… 26

b. Lembar Pertanyaan .......…………………………………… 28

7. 29
PROGRAM PEMBELAJARAN BAB IV ……………………………………..
a. Pembahasan Bab IV ......…………………………………… 30

b. Lembar Pertanyaan .......…………………………………… 36

8. LEMBAR PENYUSUN ................................................................. 37


3

RENCANA PEMBELAJARAN

1. Judul : HUKUM LAUT INTERNASIONAL

2. Tujuan Mata Pelajaran : Membekali para siswa dengan mata pelajaran


HLI agar dapat menjelaskan pengetahuan tentang hak berdaulat Negara Indonesia di
perairan Indonesia, ZEE dan landasan kontinen, sehingga dapat mengaplikasikannya
dalam kedinasan TNI AL sebagai Bintara TNI AL.

3. Sasaran Pelajaran : Selesai pelajaran ini para siswa diharapkan


mampu menjelaskan :
a. Pengertian HLI
b. Perairan yang menjadi tugas yurisdiksi nasional.
c. Hak dan kewajiban negara Indonesia di ZEE dan landas kontinen.
d. Hak berdaulat negara Indonesia di perairan Indonesia ,ZEE, dan landas
kontinen.

4. Lama pelajaran :
a. Teori : 5 Jam Pelajaran.
b. Praktek : - Jam Pelajaran.

5. Kepustakaan
- Diktat Pengantar HLI Kobangdikal.
4

PROGRAM PEMBELAJARAN

1. BAB : I ( Pokok – pokok konvensi PBB )

2. Sasaran Pelajaran : Selesai pelajaran ini di harapkan para siswa


mampu menjelaskan dengan baik dan benar tentang.
a. Pengertian
b. Penjelasan Umum Konvensi PBB

3. Waktu Pembahasan :
a. Teori : 1 Jam pelajaran.
b. Praktek : - Jam pelajaran.

4. Waktu Pelajaran : Kelas Puslatdiksarmil.

5. Penugasan Siswa : Membaca buku HLI dan membuat ringkasan


Bab I
5

BAB I
POKOK-POKOK KONVENSI PBB
TENTANG HUKUM LAUT ( UNCLOS 1982 )

1. Pendahuluan.
Tujuan diciptakan Hukum Laut Internasional untuk menciptakan tata tertib
kehidupan masyarakat di laut berdasarkan kaedah hukum moral dan kesopanan sehingga
tertuanglah satu aturan atas kesepakatan bersama bangsa – bangsa di dunia dalam
UNCLOS 1982.
Yang dimaksud dengan konvensi perserikatan bangsa- bangsa tentang hukum laut
adalah dokumen PBB yang dihasilkan komprensi PBB tentang hukum laut ke III yaitu
dokumen Nomor,A/CONF,62/122 tanggal 07 oktober 1982. Naskah itu memuat seluruh
ketentuan hukum tentang laut yang dituangkan dalam 17 Bab dan 320 pasal.

2. Pengertian.
a. Perairan Pedalaman adalah Perairan pelabuhan, muara, sungai dan teluk
yang lebihnya tidak melebihi 24 mil.
b. Perairan Kepulauan disebut juga Perairan Nusantara adalah semua laut
yang terletak di sisi dalam garis pangkal kepulauan tidak termasuk perairan
pedalaman.
c. Laut Teritorial / Laut Wilayah adalah Laut yang berada di sisi luar garis
pangkal kepulauan yang lebarnya 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan.
Bila berbatasan atau berdampingan dengan Negara tetangga, maka batas terluar
dari laut akan ditentukan dengan perjanjian antara negara RI dan negara yang ber-
sangkutan.
d. Zone Tambahan Indonesia adalah Laut yang berada di luar dan
berbatasan dengan Laut Teritorial Indonesia yang batas terluarnya tidak melebihi
jarak 24 mil laut yang diukur dari garis pangkal.
e. Zone Ekonomi Eksklusif adalah Suatu jalur laut yang terletak di luar dan
berbatasan dengan laut Teritorial yang batas terluarnya sejauh 200 mil laut .
f. Landas Kontinen adalah Dasar laut dan tanah di bawahnya dan daerah
permukaan laut yang terletak di luar laut Teritorial Indonesia sepanjang kelanjutan
alamiah wilayah daratan Indonesia, hingga pinggiran luar tepian Kontinen atau
6

hingga jarak 200 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan dalam hal pinggiran
luar tepian kontinen tidak mencapai jarak tersebut.
g. Laut Lepas / Laut Bebas adalah Jalur laut yang berada di luar dan
berbatasan dengan ZEE negara pantai.
h. Kawasan Dasar Laut Internasional adalah Dasar laut dan tanah di
bawahnya yang berbatasan dengan landas Kontinen negara pantai / dasar laut dan
tanah di bawahnya.
i. UNCLOS 1982 ( United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 )
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 merupakan
perwujudan dari usaha masyarakat Internasional untuk mengatur masalah kelautan
secara menyeluruh yang penyusunannya memakan waktu lebih kurang sepuluh
tahun (satu dasawarsa) yang ditandatangani di Mentego Bay , Jamaica, pada
tanggal10 Desember 1982.

3. Penjelasan Umum.
a. Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 ( UNCLOS 1982 ) dipandang
sebagai karya besar PBB di bidang Hukum. Konvensi tersebut merupakan
penjelmaan dari upaya untuk mewujudkan rezim hukum yang mengatur sekitar 70
% dari keseluruhan luas permukaan bumi . Dan yang lebih penting lagi , kenyataan
sekarang ini bahwa laut mempunyai peran yang sangat besar bagi suatu negara
baik dalam rangka mewujudkan integritas dan kedaulatan negara, sarana
perhubungan laut, medan pertahanan dan keamanan negara juga sebagai sumber
makanan, energi dan mineral serta fungsi-fungsi lainnya.
b. Dengan demikian Konvensi tersebut telah mengatur masalah yang besar
yang menyangkut kepentingan negara-negara. Harus diakui bahwa Konvensi
tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama seluruh peserta Konvensi yang
tidak mungkin dapat menampung seluruh kepentingan dan keinginan setiap negara
peserta secara individual, sehingga Konvensi tersebut harus diterima sebagai
suatu paket yang berisi kompromi dan konsensus antara kepentingan nasional
yang diperjuangkan dan kepentingan internasional yang harus dihormati.
c. Bagi Indonesia, khususnya sebagai suatu Negara Kepulauan, Konsensus
tersebut merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia untuk memperoleh
pengakuan Dunia Internasional terhadap status Negara Republik Indonesia
sebagai Negara Kepulauan dengan dimasukkannya prinsip-prinsip Negara
Kepulauan sebagaimana yang tercantum di dalam Deklarasi Djuanda 1957 dan
Undang-undang NO 4 Prp th 1960 ke dalam Konvensi tersebut .
7
d. Konvensi tersebut berlaku mengikat sejak 16 November 1994 sebagai
Negara penandatanganan Indonesia telah meratifikasi Konvensi tersebut dengan
UU No 17 tahun 1985, sehingga Indonesia sudah terikat oleh isi Konvensi tersebut’
sebagai penyesuaian terhadap Konvensi tersebut Indonesia telah mencabut UU No
4 tahun1960 tentang Perairan Indonesia dan mengganti serta menyempurnakan
pelaksanaannya dengan UU No 6 th 1996. misalnya PP No 8 th 1962 tentang
Lintas Damai bagi Kendaraan Asing di Perairan Indonesia telah disempurnakan
diganti PP ,No 36 tahun 2002, agar selaras dengan Konvensi.
e. Yang dimaksud dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut ke III ,yaitu
dokumen PBB yang dihasilkan Konferensi PBB tentang Hukum Laut ke III, yaitu
Dokumen Nomor A/CONF.62/122 Tanggal 7 Oktober 1982 naskah itu memuat
seluruh ketentuan Hukum tentang Laut yang dituangkan dalam 17 BAB , 320 Pasal
(lihat gambar di bawah).
NO MATERI UNCLOS 1982
1 LAUT WILAYAH dan ZONE TAMBAHAN BAB II Psl 2 - Psl 33
2 Selat yang digunakan untuk Pelayaran Internasional. BAB III Psl 34 - Psl 45
3 Negara – negara Kepulauan BAB IV Psl 46 - Psl 54

4 Z E E ( Zone Ekonomi Eksklusif ) BAB V Psl 55 – Psl 75


5 Landas Kontinen BAB VI Psl 76 – Psl 85
6 Laut Bebas / Laut Lepas BAB VII Psl 86 – Psl 120
7 Rezim Pulau (daerah Daratan yang dibentuk secara BAB VIII Psl 121
alamiah dikelilingi air)

8 Laut Terkurung /Tertutup atau Setengah Terkurung / BAB IX Psl 122 – Psl 123
Tertutup.
9 Hak Akses Negara-negara yang dibatasi Daratan ke dan BAB X Psl 124 – Psl 132
dari Laut dan Kebebasan Transit
10 Dasar Laut dan Samudera serta Tanah di bawahnya di BAB XI Psl 133 – Psl 191
Laut Bebas .
11 Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan di Laut. BAB XII Psl 192 – psl 237

12 Penelitian Ilmiah tentang Laut BAB XIII Psl 238 – 265

13 Pengembangan dan Pengalihan Tehnologi BAB XIV Psl 266 - 278

14 Penyelesaian Perselisihan BAB XV Psl 279 - 299


15 Ketentuan Umum BAB XVI Psl 300 - 304
8

16 Ketentuan Akhir BAB XVII Psl 305 - 320


LEMBAR PERTANYAAN

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan jawaban benar.


1. Sebutkan apa yang dimaksud dengan konvensi perserikatan bangsa- bangsa
tentang hukum laut ?
2. Sebutkan pengertian dari :
a. Perairan pedalaman?
b. Laut teritorial ?
c. Landas kontinen ?
9

PROGRAM PEMBELAJARAN

1. BAB : II (Perairan yang menjadi tugas yurisdiksi


nasional)

2. Sasaran Pelajaran :Selesai pelajaran ini diharapkan para siswa


mengetahui dan memahami dengan baik dan benar tentang .
a. Tata Laut Di bawah Yurisdiksi Nasional
b. Tata Laut Di luar Yurisdiksi Nasional

3. Waktu Pembahasan :
a. Teori : 2 Jam pelajaran.
b. Praktek : - Jam pelajaran.

4. Tempat Pelajaran : Kelas Puslatdiksarmil .

5. Penugasan siswa : Membaca buku HLI dan membuat ringkasan Bab II.
10

BAB II
PERAIRAN YANG MENJADI TUGAS YURISDIKSI NASIONAL

1. Tata Laut di bawah Yurisdiksi Nasional.


a. Wilayah Laut Suatu Negara Pantai
Suatu Negara pada umumnya disebut dengan Negara pantai (Coastal State)
apabila Negara itu memiliki laut atau berbatasan dengan laut. Negara yang tidak
memiliki laut disebut dengan Negara Tidak Berpantai (Land Locked State). Suatu
Negara yang sekalipun memiliki/berbatasan dengan laut tetapi karena secara
geografis posisi Negara tersebut tertutup atau hampir tertutup oleh wilayah laut
Negara tetangganya maka Negara tersebut disebut Negara yang secara geografis
tidak berujung (Geografically Disanvantaged State)

Suatu Negara pantai menurut UNCLOS 1982 hanya dapat mengklaim, lebar
laut sebagai laut territorial dengan tidak melebihi jarak 12 Nm yang diukur dari
suatu garis yang disebut Garis Pangkal (Base Line). Menurut praktek beberapa
Negara di Amerika Latin seperti Ekuador, Peru dan Chili jauh sebelum berlakunya
UNCLOS 1982 (sejak tahun 1940-an) telah mengklaim wilayah laut sampai sejauh
200 Nm.
Pembagian laut menurut UNCLOS 1982 adalah sebagai berikut :
1) Laut/Dasar laut yang termasuk dalam yurisdiksi nasional suatu
Negara pantai meliputi :
a) Perairan Pedalaman (Internal Waters)
b) Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters) dalam hal Negara
itu adalah Negara kepulauan
c) Laut Wilayah/Teritorial (Teritorial Sea)
d) Zona tambahan (Continous Zone)
e) Zona Ekonomi Eksklusif (Exlusif Economic Zone/ZEE)
f) Landas Kontinen (Continental Sheld)
2) Laut/Dasar yang berada di luar yuridiksi nasional suatu Negara
meliputi
a) Laut Lepas/Laut Beba (High seas)
b) Kawasan Dasar laut International (International Seabed Area
ISA)
11

b. Konsep Hukum Penguasaan Atas Laut


Penguasaan suatu Negara pantai atas perairan/laut/dasar laut di bawah
yurisdiksi nasional Indonesia dibedakan atas :
1) Penguasaan berdasarkan “kedaulatan Negara (soveregnity)” yaitu
atas perairan/laut sebagai bagian wilayah Negara, yang terdiri dari perairan
pedalaman, perairan kepulauan (untuk Negara kepulauan) dan laut wilayah
2) Penguasaan berdasarkan “hak berdaulat (soveright right)” yaitu ZEE,
dan Landas Kontinen, khusus untuk melakukan ekplorasi dan eksploitasi
sumber daya alam hayati maupun non hayati
3) Penguasaan berdasarkan “Yurisdiksi (Jurisdiction)” yaitu atas wilayah
Negara (dalam hal ini perairan/laut) berdasarkan kedaulatan Negara dan
yuridiksi atas Zona Tambahan, ZEE dan Landasan Kontinen berdasarkan
hak berdaulat dan Yuridiksi tertentu yang diwenangkan hukum Internasional.

Yang diartikan dengan “kedaulatan Negara” atas wilayah adalah adanya


kekuasaan tertinggi pada Negara untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap
perlu demi kepentingan nasional Negara itu sendiri berdaarkan hukum nasional
dengan memperhatikan Hukum Internasional.
Kedaulatan Negara meliputi kedaulatan atas wilayah, kedaulatan atas
perlindungn dan pemanfatan sumber daya alam dan kedaulatan atas kepentingan
nasional lainnya serta kedaulatan atas kepentingan nasional lainnya kedaulatan
atas pengawasan terhadap segala kegiatan di dalam wilayah Negara.
Oleh karena itu, Negara memiliki hak/wewenang mengatur/membuat
peraturan hukum (regulation), mengawasi berlakunya peraturan (control) dan
menegakkan peraturan hukum yang berlaku (law enforcement) untuk berbagi
kepentingan Negara dan bangsa.
Yang diartikan dengan “hak berdaulat” adalah suatu hak Negara pantai
untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi atas sumber daya alam hayati maupun
non hayati di ZEE dan di Landas Kontinen berdasarkan hukum laut Internasional
(Konvensi PBB tentang hukum laut 1982). Oleh karena itu Negara memiliki hak
pemanfaatan sumber daya alam dari wewenang mengatur/ membuat peraturan
hukum (legislation), mengawasi berlakunya peraturan (control) dan menegakkan
peraturan hukum (law enforcement) yang berkenaan dengan penegakan hak
berdaulat, perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam di ZEE maupun di
Landas kontinen
12

Yang diartikan dengan “yuridiksi nasional” adalah wewenang Negara yang


bersumber dari kedaulatan Negara untuk mengatur, mengawasi dan menegakkan
hukum di wilayah Negara dan wewenang Negara yang bersumber dari hukum
internasional untuk mengatur, mengawasi dan menegakkan hukum di zona
tambahan, ZEE dan landasan kontinen. Oleh karena itu Negara pantai memiliki
wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan yang perlu, berkenaan dengan hal-
hal tersebut baik untuk kepentingan Negara/bangsa maupun untuk kepentingan
mayarakat Internasional.

c. Wilayah Laut/Perairan Nasional Indonesia


Negara Republik Indonesia berdasarkan UU No. 6 Tahun 1996 terdiri dari ±
17.508 pulau dengan berbagai keanekaragamannya, namun dengan wawasan
nusantara keseluruhannya merupakan satu keutuhan wilayah, ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan adalah hal yang wajar
apabila Indonesia berhasil memperjuangkan diakuinya prinsip-prinsip Negara
kepulauan, sebagaimana yang tercantum di dalam Deklarasi Djuanda 1957 dan
UU No. 6 Tahun 1996 melalui sidang-sidang pada konferensi PBB untuk hukum
laut III yang menghasilkan UNCLOS 1982.
Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) telah berlaku mengikat
bagi Negara-negara penanda tangan sejak 16 November 1994. Negara RI sebagai
Negara penanda tangan dan telah pula meratifikasi Konvensi tersebut dengan UU
No. 17 th 1985 sehingga ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Konvensi
tersebut telah pula mengikat Negara RI. Oleh karena itu, Negara RI telah mencabut
UU No. 4 Prp Th. 1960 yang dipandang perlu untuk direncanakan dan disesuaikan
dengan UNCLOS 1982 dengan mengganti serta menyempurnakan dengan UU No.
6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
Negara Kepulauan (Archipelagic State) diatur dalam bab IV pasal 46 sampai
dengan pasal 54 UNCLOS 1982, Negara RI memenuhi syarat-syarat sebagai
Negara kepulauan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 46 dan 47 UNCLOS
1982 yang pada pasal 46 dinyatakan bahwa “Negara Kepulauan adalah Negara
yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-
pulau lainnya dan kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau,
dan perairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang
hubungannya satu sama lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan
wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik
hakikat dan secara historis dianggap sebagai demikian”. Begitu pula syarat-syarat
13
lainnya yang tercantum pada pasal 47 tentang pembentukan garis pangkal
kepulauan juga dapat dipenuhi oleh Negara RI. Dengan demikian Negara RI
sebagai Negara kepulauan telah mendapatkan statu Negara kepulauan, status
yang kokoh baik secara nasional maupun Internasional
Perairan Nasional suatu negara kepulauan terdiri dari perairan pedalaman,
perairan kepulauan dan wilayah di mana Negara mempunyai kedaulatan atas
kolom air, dasar laut dan tanah di bawahnya, udara di atasnya serta seluruh
sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
1) Perairan pedalaman yang meliputi :
a) Pesisir pantai (Inshore dan Offshore) termasuk laut pada sisi
dalam garis pangkal lurus pantai
b) Perairan teluk sebelah dlam garis penutup pada mulut teluk
yang lebarnya tidak lebih dari 24 Nm
c) Perairan muara sungai pada sisi dalam garis lurus pada mulut
sungai
d) Perairan pelabuhan yaitu perairan pada sisi dalam diri garis-
garis yang membatasi lingkungan kerja pelabuhan.
e) Perairan-perairan dangkal yang berada di antara dan yang
menghubungkan gugusan kepulauan. (lihat gambar. Hal 18)

2) Perairan kepulauan yang meliputi :


a) Perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal
kepulauan lurus (straight archipelagic baselines), diantara pulau-
pulau tanpa memandang luasnya.
b) Selat-selat yang terletak pada sisi dalam garis pangkal
kepulauan lurus.

3) Laut Wilayah/Laut Teritorial


a) Semua laut yang terletak pada sisi luar garis pangkal ke arah
luar sampai sejauh maksimal 12 Nm diukur tegah lurus dari setiap
titik pada garis pangkal
b) Dalam hal suatu negara pantai berhadapan atau berbatasan
dengan negara pantai lain jaraknya kurang dari 24 Nm, maka garis
perbatasan laut territorial akan ditetapkan melalui suatu persetujuan
yang didasarkan pada prinsip dan ketentuan hukum internasional
yang berlaku.
14

Untuk kepentingan penegak hukum di laut batas-batas antara perairan


pedalaman dan perairan kepulauan serta antara perairan kepulauan dan antara
territorial termasuk batas terluar territorial sudah, seharusnya ditetapkan pada
sutau peta laut atau dengan suatu daftar titik koordinat geografis sebagai titik
pangkal dan titik batas terluar, sudah diatur dalam Peraturan Pemerintahan
Republik Indonesia No. 33 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-
titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
Bagi Indonesia maka perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut
territorial disebut sebagai Perairan Indonesia.
Bagi Indonesia maka perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut
territorial disebut sebagai Perairan Indones

d. Zona Tambahan ZEE, dan landas Kontinen


Suatu negara pantai, disamping memiliki kedualatan dan yurisdiksi atas
perairan nasionalnya juga memiliki yurisdiksi (kewenangan/hak) atas perairan di
wilayah laut nasionalnya. perairan tersebut dapat dibedakan atas :
1) Zona Tambahan
a). Semua laut yang berada di luar dan berbatasan dengan laut
territorial yang batas terluasnya 24 Nm diukur dari garis pangkal
b). Dalam hal suatu negara pantai berhadapan atau berbatasan
dengan negara lain maka garis perbatasan zona tambahan akan
ditetapkan melalui suatu persetujuan yang berdasarkan prinsip dan
ketentuan hukum Internasional yang berlaku.
c). Di zona tambahan negara pantai memiliki yurisdiksi atas :
(1) Melakukan pencegahan atas pelanggaran UU dan
peraturan berkenaan dengan kepabeanan/customs,
pajak/fiscal. Imigrasi dan atau saniter yang berlaku di wilayah
negara atau laut teritorial (pasal 33 ayat I(a) UNCLOS 1982)
(2) Menghukum atas pelanggaran UU dan peraturan
sebagaimana disebut di dalam titik a) diatas (pasal 33 ayat 1
(b) UNCLOS 1982)
(3) Mengawasi dan menghukum pengangkutan benda
bersejarah dan berada purbakala di zona tambahan, termasuk
pengambilan benda-benda dari dasar laut zona tambahan
tanpa persetujuan negara pantai yang bersangkutan
15
berdasarkan UU/peraturan yang berlaku di wilayah/laut
teritorial negara pantai (pasal 303 jo apasal 33 UNCLOS 1982)
d). Pada kawasan Zona Tambahan juga rezim hukum yang
berlaku untuk ZEE. Hal ini mengingat bahwa baik zona Tambahan
maupun ZEE sama-sama berbatasan dengan laut teritorial.

2) Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)


ZEE diatur didalam Bab V pasal 55 s/d 75 UNCLOS 1982 dan negara
sudah memiliki UU tentang ZEE, yaitu UU No. 5 th 1983 dan UU No. 31
tahun 2004 khusus untuk yurisdiksi perikanan

a). Semua perairan yang berada di luar dan berbatasan dengan


laut teritorial yang batas terluasnya 200 Nm diukur dari garis pangkal
tempat diukur lebar laut teritorial. jadi kawasan Zona Tambahan juga
merupakan kawasan ZEE
b). Dalam hal suatu negara pantai berhadapan atau berbatasan
dengan negara pantai maka perbatasan ZEE akan ditetapkan melalui
suatu persetujuan yang didasarkan pada prinsip dan ketentuan
Hukum Internasional yang berlaku
c). Satus hukum dari ZEE adalah tunduk di bawah rezim hukum
khusus yang artinya ZEE berada di bawah yuridiksi nasional, namun
berlaku juga prinsip-prinsip kebebasan seperti kebebasan berlayar
d). Di ZEE di samping negara pantai memiliki hak berdaulat untuk
melakukan eksploitasi dan eksplorasi, mengolah dan melestarikan
(konservasi) sumber daya alam hayati maupun non hayati di luar dan
dasar laut serta melakukan kegiatan-kegiatan lain yang dapat
beraspek ekonomi lainnya.

3) Landas Kontinen
Semua dasar laut yang berada di luar berbatasan dengn laut teritorial
yang batas terluarnya adalah sampai di mana berakhirnya tingginya
pinggiran lanjutan alamiah daratan dengan jarak makismal 200 Nm diukur
dari garis pangkal dari mana lebar laut territorial diukur, apabila dasar laut
kelanjutan alamiah daratan tidak mencapai jarak tersebut
16

Dalam hal suatu Negara pantai berhadapan atau berbatasan dengan


Negara pantai lain maka perbatasan landas kontinen akan ditetapkan
melalui suatu persetujuan yang berdasarkan pada prinsip dan ketentuan
hukum internasional yang berlaku.
Di landas kontinen dan tanah di bawahnya Negara pantai di samping
memiliki hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi atas sumber daya alam
sumber daya non hayati lainnya, serta sumber daya hayati yang hidup selalu
melekat di dasar laut
Bagi Indonesia maka perairan Indonesia (terdiri dari perairan
pedalaman perairan kepulauan dan laut wilayah), zona tambahan, ZEE dan
landas kontinen disebut perairan laut di bawah yuridiksi nasional Indonesia
(Undernational Juridiction)

2. Tata Laut di luar Yurisdiksi Nasional.


a. Laut Lepas dan Status Hukumnya
Laut lepas (laut bebas) adalah semua laut di luar ZEE (tidak termasuk) ZEE
suatu Negara pantai. Di laut lepas tidak tunduk pada kekuasaan suatu Negara
manapun di dunia ini.
Pada laut bebas berlaku kebebasan-kebebasan yang terdiri dari :
1) Kebebasan berlayar seperti konvensi tentang keselamatan
internasional di bidang keselamatan bernavigasi seperti Konvensi tentang
Keselamatan Jiwa di Laut (Konvensi SOLAS 1975) dan kewajiban
Internasional di bidang identitas kapal di laut lepas dan pencegahan
pencemaran laut sebagaimana di atur dalam Konvensi PBB tentang Hukum
Laut 1982.
2) Kebebasan melakukan penerbangan di atas laut lepas dengan
mengindahkan ketentuan Internasional di bidang keselamatan penerbangan,
antara lain Konvensi ICAO 1944.
3) Kebebasan meletakkan kabel dasar laut dibawah laut lepas dengan
mengindahkan ketentuan yang berlaku pada dasar laut yang status
hukumnya sebagai landas kontinen suatu Negara dan atau ketentuan yang
berlaku di dasar laut yang berada dalam pengawasan otoritas Internasional
sebagai penanggung jawab pengelola kawasan dasar laut (Internasional
Seabed Area).
17
4) Kebebasan melakukan perikanan dengan mengindahkan ketentuan
Internasional di bidang konservasi sumber daya hayati di laut lepas dan
pencegahan pencemaran di laut.
5) Kebebasan melakukan penelitian ilmiah dengan mengindahkan
ketentuan yang berlaku pada dasar laut baik sebagai landas komitmen
maupun kawasan dasar laut Internasional.

b. Kawasan Dasar Laut Internsional dan Status Hukumnya


Kawasan Dasar Laut Internasional (Internasional Seabed Area / ISA) adalah
semua dasar laut di luar landas kontinen Negara-negara pantai yang merupakan
“common heritage of mankid” (pasal 136 UNCLOS 1982). Tidak ada suatu negara
yang boleh melaksanakan kedaulatan atau hak-hak berdaulat atasnya serta atas
kekayaan alamnya (pasal 137 ayat UNCLOS 1982) karena kekayaan alam tersebut
adalah milik umat manusia keseluruhan.
Kawasan dasar laut Internasional dikelola oleh suatu badan internasional
yang disebut Otorita Internasional (Internasional Seabed Authority) dan dibantu
oleh organ lainnya seperti Dewan (Council) dan pelaksana (Enterprise). Semua
bangsa memperoleh manfaat dari hasil pengelola Kawasan Dasar Laut
Internasional berdasarkan prinsip bahwa sumber daya alam di kawasan tersebut
merupakan warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind).

c. Pemeliharaan Ketertiban Umum dan Kedamaian di Laut Lepas.


Sesuai pasal 94 UNCLOS 1982 setiap Negara wajib :
1) Melaksanakan Yuridiksi dan mengawasi kapal yang mengibarkan
benderanya di laut lepas.
2) Memelihara suatu negister kapal yang berisi nama dan data kapal
yang berlayar dengan mengibarkan benderanya.
3) Mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan terhadap kapal yang
mengibarkan benderanya untuk menjamin keselamatan berlayar di laut
terutama yang berkaitan dengan :
a) Kontruksi penangkapan dan kelaik lautan kapal.
b) Pengawakan persyaratan tenaga kerja, pelatihan,: ABK,
c) Penggunaan signal/isyarat, pembinaan sarana komunikasi dan
pencegahan terjadinya tubrukan kapal di laut.
d) Mewajibkan setiap kapal untuk diteliti/diperiksa menurut jangka
waktu tertentu oleh seorang peneliti dengan (surveyor kapal) yang
18

berkualifikasi tertentu dan kapal harus dilengkapi dengan dasar


kualifikasi personil, peta laut, buku/publikasi nautika, peralatan
navigasi peraturan untuk kepentingan keselamatan berlayar untuk
kapal tersebut.
e) Setiap nahkoda, perwira dan ABK harus memahami dan
mentaati peraturan internasional berkenaan dengan kesematan jiwa
di laut, pencegahan tubrukan pencegahan dan memperkecil
terjadinya pencemaran laut serta pemeliharaan/penggunaan radio.
4) Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan di atas harus
menyesuaikan dengan peraturan dan standar Internasional serta praktek
yang berlaku Internasional serta mengambil langkah-langkah yang perlu
pentaatannya.

d. Pembrantasan kejahatan Internasional di Laut Bebas.


1) Pembajakan di Laut
Berdasarkan pasal 100 UNCLOS 1982 setiap Negara wajib bekerja
sama dalam membrantas pembajakan di laut di tempat lain diluar yuridiksi
nasional. Yang diartikan dengan tindak pembajakan di laut bebas adalah :
a) Setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah
atau setiap tindakan memusnahkan yang dilakukan oleh awak kapal
atau penumpang dan suatu kapal atau pesawat udara yang
ditujukan :
(1) Terhadap suatu atau pesawat udara di laut lepas atau
terhadap orang atau barang yang berada di atas suatu kapal
atau pesawat udara.
(2) Terhadap suatu kapal atau pesawat udara, orang atau
barang ditempat lain diluar yuridiksi nasional suatu Negara.

b) Setiap tindakan turut serta secara sukarela dalam rangka


penggunaan suatu kapal atau pesawat udara yang diketahui
berdasarkan suatu fakta bahwa kapal atau pesawat udara atau
pesawat udara itu melakukan pembajakan.

c) Setiap tindakan menyuruh melakukan atau dengan sengaja


membantu tindak pembajakan.
19
2) Pengangkutan Budak. Berdasarkan pasal 99 UNCLOS 1982 setiap
Negara wajib melakukan tindakan tegas untuk mencegah dan menghukum
pengangkut budak di atas kapal berbendera bernegaranya.

3) Pengangkutan Tidak Sah Obat Narkotika dan atau subtansi


psychotropic lainnya. Setiap Negara wajib melakukan kerja sama untuk
kerja sama menahan pengangkutan obat narkotik dan atau subtansi
psychotropic lainnya diangkut melalui kapal bertentangan dengan ketentuan
konvensi Internasional tentang Narkotik 1988 belum meratofikasi konvensi
tersebut.

e. Zona Tambahan ZEE, dan landas Kontinen


Suatu negara pantai, disamping memiliki kedaulatan dan yurisdiksi atas
perairan nasionalnya juga memiliki yurisdiksi (kewenangan/hak) atas perairan di
wilayah laut nasionalnya. perairan tersebut dapat dibedakan atas :
1) Zona Tambahan
a) Semua laut yang berada di luar dan berbatasan dengan laut
territorial yang batas terluasnya 24 Nm diukur dari garis pangkal
b) Dalam hal suatu negara pantai berhadapan atau berbatasan
dengan negara lain maka garis perbatasan zona tambahan akan
ditetapkan melalui suatu persetujuan yang berdasarkan prinsip dan
ketentuan hukum Internasional yang berlaku.
c) Dizona tambahan negara pantai memiliki yurisdiksi atas :
(1) Melakukan pencegahan atas pelanggaran UU dan
peraturan berkenaan dengan kepabeanan/customs,
pajak/fiscal. Imigrasi dan atau saniter yang berlaku di wilayah
negara atau laut teritorial (pasal 33 ayat I(a) UNCLOS 1982)
(2) Menghukum atas pelanggaran UU dan peraturan
sebagaimana disebut di dalam titik a) diatas (pasal 33 ayat 1
(b) UNCLOS 1982)
(3) Mengawasi dan menghukum pengangkutan benda
bersejarah dan berada purbakala di zona tambahan, termasuk
pengambilan benda-benda dari dasar laut zona tambahan
tanpa persetujuan negara pantai yang bersangkutan
berdasarkan UU/peraturan yang berlaku di wilayah/laut
teritorial negara pantai (pasal 303 jo apasal 33 UNCLOS 1982)
20

d) Pada kawasan Zona Tambahan juga rezim hukum yang


berlaku untuk ZEE. Hal ini mengingat bahwa baik zona Tambahan
maupun ZEE sama-sama berbatasan dengan laut teritorial.

2) Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)


ZEE diatur didalam Bab V pasal 55 s/d 75 UNCLOS 1982 dan negara
sudah memiliki UU tentang ZEE, yaitu UU No. 5 th 1983 dan UU No. 31
tahun 2004 khusus untuk yurisdiksi perikanan
a) Semua perairan yang berada di luar dan berbatasan dengan
laut teritorial yang batas terluasnya 200 Nm diukur dari garis pangkal
tempat diukur lebar laut teritorial. jadi kawasan Zona Tambahan juga
merupakan kawasan ZEE
b) Dalam hal suatu negara pantai berhadapan atau berbatasan
dengan negara pantai maka perbatasan ZEE akan ditetapkan melalui
suatu persetujuan yang didasarkan pada prinsip dan ketentuan
Hukum Internasional yang berlaku
c) Satus hukum dari ZEE adalah tunduk di bawah rezim hukum
khusus yang artinya ZEE berada di bawah yuridiksi nasional, namun
berlaku juga prinsip-prinsip kebebasan seperti kebebasan berlayar
d) Di ZEE di samping negara pantai memiliki hak berdaulat untuk
melakukan eksploitasi dan eksplorasi, mengolah dan melestarikan
(konservasi) sumber daya alam hayati maupun non hayati di luar dan
dasar laut serta melakukan kegiatan-kegiatan lain yang dapat
beraspek ekonomi lainnya, juga memiliki yuridiksi yang berkenan
dengan :
(1) Pembangunan dan penggunaan pulau buatan, instalasi
dan bangunan lainnya termasuk penerapan peraturan yang
berkenaan dengan kepabeanan, fiskal, imigrasi, kesehatan
dan keamanan (Safety zone) pada pulau buatan, intalasi dan
bangunan tersebut
(2) Penelitian kelautan (marine scientific research)
(3) Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
(4) Menetapkan jumlah maksimal ikan yang dapat
ditangkap dalam rangka konservasi sumber daya hayati di
ZEE.
21
(5) Mengatur pemanfaatan secara optimal sumber daya
hayati ZEE apabila memungkinkan nelayan/negara asing
untuk ikut memanfaatkan over stock ikan melalui sistem
perizinan di ZEE
(6) Melakukan kerja sama bilateral/regional untuk
memgambil langkah-langkah yang perlu dalam rangka
melakukan konservasi terhadap jenis-jenis yang perlu
dilindungi/jenis ikan langka
Di samping hak/yurisdiksi di atas, negara pantai dibebani tugas dan
kewajiban seperti :
a) Melindungi dan memelihara kelestarian lingkungan di ZEE
b) Melindungi dan memilihara konservasi sumber daya hayati di
ZEE
3) Landas Kontinen
a) Semua dasar laut yang berada di luar berbatasan dengn laut
teritorial yang batas terluarnya adalah sampai di mana berakhirnya
tingginya pinggiran lanjutan alamiah daratan dengan jarak makismal
200 Nm diukur dari garis pangkal dari mana lebar laut territorial
diukur, apabila dasar laut kelanjutan alamiah daratan tidak mencapai
jarak tersebut
b) Dalam hal suatu Negara pantai berhadapan atau berbatasan
dengan Negara pantai lain maka perbatasan landas kontinen akan
ditetapkan melalui suatu persetujuan yang berdasarkan pada prinsip
dan ketentuan hukum internasional yang berlaku.
c) Di landas kontinen dan tanah di bawahnya Negara pantai di
samping memiliki hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi atas
sumber daya alam dan sumber daya non hayati lainnya, serta sumber
daya hayati yang hidup selalu melekat di dasar laut, juga memiliki
yurisdiksi dalam hal :
(1) Peletakan pipa saluran oleh masyarakat internasional di
landas kontinen memerlukan persetujuan dari Negara pantai
(pasal 79 ayat 3 UNCLOS 1982)
(2) Melakukan pengaturan terhadap segala kegiatan
pengeboran (drilling) di landas kontinen untuk semua tujuan
(pasal 81 UNCLOS 1982)
22

(3) Mengatur pembangunan serta penggunaan pulau


buatan, instalasi, bangunan untuk tujuan eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya alam di landas kontinen termasuk
mengatur yang berkenaan dengan kepabeanan, fiskal,
kesehatan, imigrasi dan zona pengamanan di pulau buatan
instalasi dan bangunan tersebut (pasal 80 jo pasal 60
UNCLOS 1982)
d) Disamping hak/yuridiksi tersebut di atas, negara pantai
dibebani tugas/kewajiban sebagai berikut :
(1) Tidak melanggar/mengurangi hak-hak kebebasan
Negara lain di laut di atas landas kontinen seperti hak
pelayaran, peletakan kabel dasar laut dan pipa saluran.
(2) Memberi kontribusi dari hasil pengelolaan sumber daya
non hayati di landas kontinen di luar jarak 200 Nm ketentuan
secara terinci dari pembayaran kontribusi ini ditetapkan dalam
pasal 82 ayat 2, 3 dan 4 UNCLOS 1982

Bagi Indonesia maka perairan Indonesia (terdiri dari perairan pedalaman


perairan kepulauan dan laut wilayah), zona tambahan, ZEE dan landas kontinen
disebut perairan laut di bawah yuridiksi nasional Indonesia (Undernational
Juridiction)

3. Tata Laut di luar Yurisdiksi Nasional.


a. Laut Lepas dan Status Hukumnya
Laut lepas (laut bebas) adalah semua laut di luar ZEE (tidak termasuk) ZEE
suatu Negara pantai. Di laut lepas tidak tunduk pada kekuasaan suatu Negara
manapun di dunia ini.
Pada laut bebas berlaku kebebasan-kebebasan yang terdiri dari :
1) Kebebasan berlayar seperti konvensi tentang keselamatan
internasional di bidang keselamatan bernavigasi seperti Konvensi tentang
Keselamatan Jiwa di Laut (Konvensi SOLAS 1975) dan kewajiban
Internasional di bidang identitas kapal di laut lepas dan pencegahan
pencemaran laut sebagaimana di atur dalam Konvensi PBB tentang Hukum
Laut 1982.
23
2) Kebebasan melakukan penerbangan di atas laut lepas dengan
mengindahkan ketentuan Internasional di bidang keselamatan penerbangan,
antara lain Konvensi ICAO 1944.
3) Kebebasan meletakkan kabel dasar laut dibawah laut lepas dengan
mengindahkan ketentuan yang berlaku pada dasar laut yang status
hukumnya sebagai landas kontinen suatu Negara dan atau ketentuan yang
berlaku di dasar laut yang berada dalam pengawasan otoritas Internasional
sebagai penanggung jawab pengelola kawasan dasar laut (Internasional
Seabed Area).
4) Kebebasan melakukan perikanan dengan mengindahkan ketentuan
Internasional di bidang konservasi sumber daya hayati di laut lepas dan
pencegahan pencemaran di laut.
5) Kebebasan melakukan penelitian ilmiah dengan mengindahkan
ketentuan yang berlaku pada dasar laut baik sebagai landas komitmen
maupun kawasan dasar laut Internasional.

b. Kawasan Dasar Laut Internsional dan Status Hukumnya


Kawasan Dasar Laut Internasional (Internasional Seabed Area / ISA) adalah
semua dasar laut di luar landas kontinen Negara-negara pantai yang merupakan
“common heritage of mankid” (pasal 136 UNCLOS 1982). Tidak ada suatu negara
yang boleh melaksanakan kedaulatan atau hak-hak berdaulat atasnya serta atas
kekayaan alamnya (pasal 137 ayat UNCLOS 1982) karena kekayaan alam tersebut
adalah milik umat manusia keseluruhan.
Kawasan dasar laut Internasional dikelola oleh suatu badan internasional
yang disebut Otorita Internasional (Internasional Seabed Authority) dan dibantu
oleh organ lainnya seperti Dewan (Council) dan pelaksana (Enterprise). Semua
bangsa memperoleh manfaat dari hasil pengelola Kawasan Dasar Laut
Internasional berdasarkan prinsip bahwa sumber daya alam di kawasan tersebut
merupakan warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind).
24

LEMBAR PERTANYAAN

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan jawaban benar.


1. Apa yang dimaksud dengan laut lepas/laut bebas!
2. Yang diartikan dengan tindak pembajakan di laut bebas adalah?
25
PROGRAM PEMBELAJARAN

1. BAB : III (Hak dan Kewajiban Negara Indonesia di ZEE Dan


Landas Kontinen)
2. Sasaran Pelajaran : Selesai pelajaran ini diharapkan para siswa mengetahui
dan memahami dengan baik dan benar tentang :
a. Hak Negara Indonesia di ZEE dan Landas Kontinen.
b. Kewajiban Negara Indonesia di ZEE dan Landas Kontinen.

3. Waktu Pembahasan :
a. Teori : 1 Jam pelajaran.
b. Praktek : - Jam pelajaran.
4. Tempat Pelajaran : Kelas Puslatdiksarmil .
5. Penugasan siswa : Membaca buku HLI dan membuat ringkasan Bab III.

BAB III
26

HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA INDONESIA


DI ZEE DAN LANDAS KONTINEN

1. Hak Negara Indonesia di ZEE dan Landas Kontinen.


ZEE diatur didalam Pasal 55 Bab V sampai pasal 75 UNCLOS 1982.
Negara Indonesia tidak memiliki undang undang tentang ZEE yaitu UU Nomor 5
tahun 1983 :
a. Diatur didalam Pasal 56 Bab V UNCLOS 1982.
Hak, yurisdiksi dan kewajiban negara pantai dalam ZEE :
1). Berdaulat untuk eksploitasi dan eksplorasi .
2). Konservasi dan pengolahan sumber daya alam , baik hayati maupun
non hayati, di perairan di atas dasar laut dan di dasar laut ( sea bed), tanah
di bawahnya ( sub soil)
3). Kegiatan lainnya yang berkaitan dengan eksploitasi dan eksplorasi
ZEE seperti produksi energi dari air, arus dan angin.
4). Berkenaan dengan pembuatan dan pemakaian pulau buatan
instalasi dan bangunan.
5). Riset ilmiah kelautan.
6). Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.

b. Pasal 58 Bab V UNCLOS 1982


Hak dan Kewajiban Negara Lain di ZEE.
Semua negara menikmati kebebasan pelayaran dan penerbangan serta
kebebasan meletakkan kabel dan pipa bawah laut, pengoperasian kapal dan kabel
serta pipa bawah laut.

c. Hak-hak Negara Pantai di Landas Kontinen ( Pasal 82 Bab VI UNCLOS


1982 )
1). Berdaulat penuh atas sumber kekayaan alam - max 200 mil .
2). Punya kewajiban di luar 200 mil memberikan sumbangan sebagian
dari hasil kekayaan alam Landas Kontinen yang diambil di luar batas 200
mil kepada Badan Otorita Internasional besarnya 1 % dari produksi
mulai tahun ke-6 produksi. Setiap tahun naik 1 % sehingga max 7 %
mulai tahun produksi ke-12.

d. Hak dan Kewajiban di Landas Kontinen


27
1). Hak berdaulat Eksplotasi dan Eksplorasi sumber kekayaan alam
( Pasal 77 Bab VI )

2). Yurisdiksi .
>Pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi dan
bangunan lainnya. ( Pasal 80 Bab VI )
>Perijinan dan pengaturan pengeboran untuk segala keperluan .
( Pasal 81 Bab VI )

2. Kewajiban Negara Indonesia di ZEE dan Landas Kontinen.


a. Negara pantai dibebani tugas dan kewajiban seperti :
1). Melindungi dan memelihara kelestarian lingkungan di ZEE
2). Melindungi dan memilihara konservasi sumber daya hayati di ZEE

b. Kewajiban menentukan Jumlah Tangkapan Sumber kekayaan hayati.


Didalam Pasal 61 Bab V UNCLOS 1982.
1). Negara pantai harus menentukan jumlah tangkapan sumber
kekayaan hayati yang dapat diperbolehkan dalam ZEE.
2). Memperhatikan bukti ilmiah terbaik menjamin mengadakan tindakan
konservasi dan pengolahan yang tepat .
3). Keterangan ilmiah , statistik penangkapan dan usaha perikanan dan
data lainnya yang relevan dengan konservasi persediaan jenis ikan harus
disumbangkan dan dipertukarkan secara teratur melalui organisasi
Internasional yang berwenang .

c. Negara pantai dibebani tugas/kewajiban sebagai berikut :


1). Tidak melanggar/mengurangi hak-hak kebebasan Negara lain di laut
di atas landas kontinen seperti hak pelayaran, peletakan kabel dasar laut
dan pipa saluran.
2). Memberi kontribusi dari hasil pengelolaan sumber daya non hayati di
landas kontinen di luar jarak 200 m ketentuan secara terinci dari
pembayaran kontribusi ini ditetapkan dalam pasal 82 ayat 2, 3 dan 4
UNCLOS 1982

LEMBAR PERTANYAAN
28

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan jawaban benar.


1. Sebutkan hak yurisdiksi dan kewajiban negara pantai dalam ZEE pada Pasal 56
Bab V UNCLOS 1982?
2. Negara pantai dibebani tugas dan kewajiban seperti :

PROGRAM PENGAJARAN
29

1. BAB : IV (Hak berdaulat negara Indonesia di perairan


Indonesia, ZEE, dan landas kontinen).

2. Sasaran Pelajaran : Selesai pelajaran ini para siswa diharapkan mampu


mengetahui, memahami dan menjelaskan dengan baik dan benar tentang :
a. Pemeliharaan Ketertiban Umum dan Kedamaian di Laut Lepas.
b. Pemberantasan Kejahatan Internasional di Laut Bebas
c. Hak Dan Kewajiban Lintas Damai Dan Lintas ALKI

3. Waktu Pembahasan :
a. Teori : 1 Jam Pelajaran .
b. Praktek : - Jam Pelajaran .

4. Tempat Pelajaran : Kelas Puslatdiksarmil.

5. Penugasan siswa : Membaca buku HLI dan membuat ringkasan Bab IV.

BAB IV
30

HAK BERDAULAT NEGARA INDONESIA DI PERAIRAN INDONESIA , ZEE


DAN LANDAS KONTINEN

1. Pemeliharaan Ketertiban Umum dan Kedamaian di Laut Lepas.


Sesuai pasal 94 UNCLOS 1982 setiap Negara wajib :
a. Melaksanakan yurisdiksi dan mengawasi kapal yang mengibarkan
benderanya di laut lepas.
b. Memelihara suatu register kapal yang berisi nama dan data kapal yang
berlayar dengan mengibarkan benderanya.
c. Mengambil tindakan–tindakan yang diperlukan terhadap kapal yang
mengibarkan benderanya untuk menjamin keselamatan berlayar di laut terutama
yang berkaitan dengan :
1) Konstruksi, perlengkapan dan kelaiklautan kapal.
2) Pengawakan, persyaratan tenaga kerja, pelatihan ABK.
3) Penggunaan signal / isyarat, pembinaan sarana komunikasi dan
pencegahan terjadinya tubrukan kapal di laut.
4) Mewajibkan setiap kapal untuk diteliti/diperiksa menurut jangka waktu
tertentu oleh seorang peneliti (surveyor kapal) yang berkualifikasi tertentu
oleh seorang peneliti dengan daftar kualifikasi personik peta laut,
buku,/publikasi nautika, peralatan navigasi, peraturan untuk kepentingan
keselamatan berlayar untuk kapal tersebut.
5) Setiap nahkoda, perwira dan ABK harus memahami dan mentaati
peraturan internasional berkenaan dengan keselamatan jiwa di laut,
pencegahan tubrukan, dan memperkecil terjadinya pencemaran laut serta
pemeliharaan/penggunaan radio.
d. Dalam melaksanakan ketentuan – ketentuan di atas harus menyesuaikan
dengan peraturan dan standar Internasional serta praktek yang berlaku
Internasional serta mengambil langkah-langkah yang perlu pentaatannya.

2. Pemberantasan Kejahatan Internasional di Laut Bebas


a. Pembajakan di Laut
Berdasarkan pasal 100 UNCLOS 1982 setiap Negara wajib bekerja sama
dalam memberantas pembajakan di laut bebas atau di tempat lain di luar yuridiksi
nasional. Yang diartikan dengan tindak pembajakan di laut bebas adalah
31
1) Setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah atau
setiap tindakan memusnahkan yang dilakukan oleh awak kapal atau
penumpang dan suatu kapal atau pesawat udara yang ditujukan.
(a) Terhadap suatu kapal atau pesawat udara di laut lepas atau
terhadap orang atau barang yang berada di atas suatu kapal atau
pesawat udara.
(b) Terhadap suatu kapal, pesawat udara, orang atau barang di
tempat lain di luar yuridiksi nasional suatu negara.
2) Setiap tindakan turut serta secara sukarela dalam rangka
penggunaan suatu kapal atau pesawat udara yng diketahui berdasarkan
suatu fakta bahwa kapal atau pesawat udara itu melakukan pembajakan.
3) Setiap tindakan menyuruh melakukan atau dengan sengaja
membantu tindak pembajakan.

b. Pengangkutan Budak.
Berdasarkan pasal 99 UNCLOS 1982 setiap Negara wajib melakukan
tindakan tegas untuk mencegah dan menghukum mengangkut budak di atas kapal
berbendera negaranya.

c. Pengangkutan Tidak Sah Obat Narkotik dan atau Subtansi Psychotropic


lainnya.

Setiap Negara wajib melakukan kerja sama untuk kerja sama menahan
pengangkutan obat narkotik dan atau subtansi psychotropic lainnya yang diangkut
melalui kapal apabila bertentangan dengan ketentuan Konvensi Internasional
tentang Narkotik 1988 (Indonesia belum meratifikasi Konvensi tersebut)

3. Hak Dan Kewajiban Lintas Damai Dan Lintas ALKI


a. Lintas Damai.
Hak Lintas Damai adalah hak setiap kapal asing untuk berlayar melintasi
laut teritorial dan perairan kepulauan suatu negara tanpa memasuki perairan
pedalaman, atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman (apabila tujuannya
bukan ke salah satu pelabuhan atau sebaliknya) untuk keperluan melintas dari ZEE
atau laut bebas, sepanjang tidak merugikan kedamaian dan ketertiban dan
keamanan negara.
32

Dalam melakukan lintas damai kapal asing tidak boleh membuang jangkar,
berhenti, mondar mandir. Kecuali dalam keadaan force majeure, musibah atau
karena menolong orang kapal, pesawat yang dalam keadaan musibah
1) Larangan bagi kapal sewaktu lintas damai ( PS 4 dan 5 UU No 36 TH
2002)
a) Melakukan perbuatan yang merupakan ancaman atau
penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah,
kemerdekaan politik negara pantai, atau dengan cara lain apapun
yang merupakan pelanggaran asas hukum laut Internasional
sebagaimana tercantum dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
b) Melakukan Latihan atau praktek dengan senjata apapun.
c) Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi yang merugikan bagi pertahanan dan keamanan negara.
d) Melakukan perbuatan yang merupakan propaganda yang
bertujuan mempengaruhi pertahanan dan keamanan negara.
e) Meluncurkan, mendaratkan, atau menaikan suatu pesawat
udara dari atau ke atas kapal.
f) Meluncurkan, mendaratkan, atau menaikkan suatu perairan
dan perlengkapan militer udara dari atau ke atas kapal.
.Membongkar atau memuat setiap komoditi, mata uang, atau orang
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
kepabeanan, fiskal, keimigrasian, atau saniter.
i) Kegiatan Perikanan .
j) Kegiatan riset atau survei.
k) Perbuatan yang bertujuan mengganggu setiap sistem
komunikasi, Setiap fasilitas atau instalasi lainnya.
l) Perbuatan pencemaran yang dilakukan dengan sengaja atau
menimbulkan pencemaran yang parah .
m) Merusak atau mengganggu alat dan fasilitas navigasi, serta
fasilitas atau instalasi navigasi lainnya.
n) Melakukan perusakan terhadap sumber daya alam hayati.
o) Merusak atau mengganggu kabel dan pipa laut.

2) Kewajiban kapal asing dalam melaksanakan Lintas Damai ( Ps 6 –


10 UU No. 36 Th 2002.
33
a) Tidak boleh berlayar mendekati pantai kurang dari 10 % dari
lebar selat yang sempit tersebut.
b) Kapal ikan wajib menyimpan peralatan penangkap ikannya di
dalam Palka
c) Kapal riset dan survei wajib menyimpan peralatannya.
d) Kapal yang melintasi alur senantiasa memonitor radio berita
pelaut Indonesia dan senantiasa memperhatikan kegiatan pelayaran
kapal-kapal yang melakukan pelayaran antar pulau.
e) Wajib melunasi setiap pungutan yang dibebankan kepadanya
berkaitan dengan layanan khusus yang diberikan.
3) Penangguhan Lintas Damai ( Ps 14 UU No. 36 Th 2002 )
a) Penangguhan sementara area Lintas Damai kapal asing dalam
daerah tertentu untuk keperluan latihan bersenjata dilakukan oleh
Panglima TNI.
b) Penangguhan harus diberitahukan oleh Departemen Luar
Negeri Kepada negara-negara asing melalui saluran diplomatik dan
diumumkan melalui Berita Pelaut Indonesia .
c) Penangguhan sementara Lintas Damai mulai berlaku paling
cepat tujuh hari setelah pemberitahuan dan pengumuman.

b. Lintas ALKI ( PP Nomor 37 Tahun 2002 )


Adalah hak kapal dan pesawat Asing untuk melaksanakan pelayaran atau
penerbangan dari satu bagian laut bebas atau ZEE ke bagian lain Laut Bebas atau
ZEEf lainnya dengan melintasi Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang telah
ditetapkan dengan cara normal, semata-mata untuk melakukan transit yang terus-
menerus, langsung cepat, dan tidak terhalang. ( Peta ALKI lihat lampiran II ).
1) Larangan sewaktu melaksanakan lintas ALKI.
a) Tidak boleh menyimpang lebih dari 25 NM ke dua sisi dari
garis sumbu alur laut kepulauan dan tidak boleh mendekat ke pantai
kurang dari 10 % jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulau-
pulau yang berbatasan dengan alur laut kepulauan.
b) Melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap
kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik Republik
Indonesia.
34

c) Kapal perang dan pesawat udara militer tidak boleh melakukan


latihan perang atau latihan menggunakan senjata macam apapun
dengan mempergunakan amonisi.
d) Tidak boleh melakukan siaran gelap, gangguan terhadap
sistem komunikasi, tidak boleh melakukan komunikasi langsung
dengan orang atau kelompok orang yang tidak berwenang dalam
wilayah Indonesia.
e) Tidak boleh berhenti, berlabuh jangkar atau mondar-mandir
kecuali force majeure atau dalam hal musibah atau memberikan
pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang dalam keadaan
musibah.
f) Tidak boleh melakukan kegiatan riset kelautan atau survei
hidrografi baik dengan mempergunakan peralatan deteksi maupun
peralatan pengambil contoh kecuali ada izin.
g) Tidak boleh menaikkan atau menurunkan orang, barang, mata
uang yang bertentangan dengan Undang-undang.
h) Melakukan penangkapan ikan.
i) Tidak boleh menimbulkan gangguan atau kerusakan pada
sarana navigasi serta kabel dan pipa dasar laut.
j) Tidak boleh mendekati zona terlarang yang lebarnya 500
meter yang telah ditetapkan di sekeliling instalasi tersebut.
k) Dilarang membuang limbah.
l) Dilarang melakukan dumping diperairan Indonesia.

2) Kewajiban kapal asing sewaktu melakukan lintas ALKI.


a) Wajib menyimpan peralatan penangkap ikannya di dalam
palka.
b) Wajib mentaati peraturan dan prosedur serta praktek
Internasional mengenai keselamatan pelayaran.
c) Wajib mentaati alur yang sudah diatur apabila dalam ALKI
sudah ditetapkan alur Skema Pemisah Lintas untuk pengaturan
keselamatan Pelayaran .
d) Wajib membawa dokumen dan mematuhi tindakan
pencegahan khusus yang telah ditetapkan oleh perjanjian
internasional apabila mengangkut bahan nuklir atau barang atau
bahan lain yang karena sifatnya berbahaya dan beracun.
35
e) Negara bendera wajib memikul tanggung jawab internasional
untuk setiap kerugian atau kerusakan yang diderita oleh Indonesia
akibat dari kelalaiannya
36

LEMBAR PERTANYAAN

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan jawaban benar.


1. Sebutkan pengertian Hak Lintas Damai ?
2. Jelaskan Kewajiban kapal asing sewaktu melakukan lintas ALKI !
37

PENYUSUN

PAKET INSTRUKSI : HLI (HUKUM LAUT INTERNASIONAL)


UNTUK : DIKMABA TNI AL
DISUSUN OLEH : BAKAT GUNAWAN
LETKOL LAUT (P) NRP.11204/P

Anda mungkin juga menyukai