Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KETENTUAN UUD NKRI 1945 DALAM KEHIDUPAN


BERBANGSA DAN BERNEGARA

Disusun Oleh :

Nama : Sahira Khoirunisa


Kelas : 10 IPA 2

Mata Pembelajaran : PPKN

SMA UNGGULAN ISLAM AL-FADH


PALEMBANG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "ketentuan UUD 1945 dalam
kehidupan bangsa dan bernegara" dengan tepat waktu. Shalawat beriring salam
semoga senantiasa tercurakan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhammad SAW
yang selalu kita nantikan syafaatnya di akhirat kelak.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan di dalammya, maka dari itu kami sangat
mengharapkan Kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat dan pembelajaran bagi para pembaca.

Palembang, 9 agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia mengalami suatu perubahan


dan perkembangan yang sangat besar terutama berkaitan dengan kondisi pendidikan
moral Pancasila yang tumbuh dalam diri bangsa Indonesia. Di era reformasi dan
globalisasi ini kondisi Pancasila seakan-akan hilang dari peredaran dan bahkan hanya
cenderung dijadikan pajangan semata. Situasi dan kondisi negara Indonesia saat ini
sangat mudah masuknya era jaman globalisasi yang mampu merubah semua tatanan
hidup sosial, bangsa dan negara, maka dari itu sangat di butuhkan Pancasila sebagai
sumber ideology kebenaran dalam menjalani kehidupan. Negara Indonesia memiliki
Pancasila sebagai ideology kehidupan NKRI dan tujuan nasional bangsa dan negara
Indonesia (Rahayu dan Damayanti, 2018:20).
Peradaban kehidupan yang maju adalah produk dari bangsa yang maju, yang
didalamnya terdapat masyarakat yang memiliki pola pikir dan perilaku yang maju
pula. Bangsa yang maju pasti memiliki kualitas sumber daya manusia unggul
terutama dari aspek kecerdasan berfikir positif dan kematangan mampu mengatur
emosional ke arah yang bermanfaat. Dengan memiliki kualitas sumber daya manusia
unggulan dari aspek IQ, ESQ dan moral baik sebagai warga negara diharapkan secara
totalitas mengabdikan diri dapat berkontribusi seluruh ijiwa serta raga demi
memajukan peradaban kehidupan bangsa secara global (Freeden, 2006:7).
Setiap bangsa pasti memiliki adat istiadat, kebudayaan, bahasa, serta sistem
kepercayaan yang berbeda-beda antar satu dan lainnya. Meskipun berbeda, nilai-nilai
dasar yang dijadikan pedoman bagi setiap bangsa pada umumnya adalah nilai-nilai
yang hampir sama, yaitu sebuah nilai luhur yang berimplikasi positif bagi kemajuan
ummat manusia. Tak ada satupun bangsa didunia ini yang berpedoman pada sebuah
nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :


1. Bagaimana Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ?

2. Bagaimana Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia ?

3
3. Seperti apakah Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indoensia ?

4. Bagaimana Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :


1. Mengetahui Wilayah Negara Kesatuan Republik Indoensia
2. Mengetahui Kedudukan Warga Negara ndan Penduduk Indonesia
3. Mengetahui Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia
4. Mengetahui Sistem Pertahanan dan Keamana Negara Republik Indonesia

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wilayah negara kesatuan republik indonesia

Wilayah negara merupakan daerah atau lingkungan yang menunjukkan batas batas suatu
negara, dimana dalam wilayah tersebut negara dapat melaksanakan kekuasaanya, menjadi
tempat berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat untuk mengorganisir dan
menyelenggarakan pemerintahannnya. Macam – macam Wilayah Negara

1. Wilayah negara mencakup:

A. Daratan

Penentuan batas-batas suatu wilayah daratan, baik yang mencakup dua negara atau lebih,
pada umumnya berbentuk perjanjian atau traktat. Misalnya:

1.Traktat antara Belanda dan Inggris pada tanggal 20 Juli 1891 menentukan batas wilayah
Hindia Belanda di Pulau Kalimantan.

2.Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas tertentu
dengan Papua Nugini yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari 1973.

B. Lautan

Pada awalnya, ada dua konsepsi (pandangan) pokok mengenai wilayah lautan, yaitu res
nullius dan res communis.

1.Res nullius adalah konsepsi yang menyatakan bahwa laut itu dapat diambil dan dimiliki oleh
masing-masing negara. Konsepsi ini dikem-bangkan oleh John Sheldon (1584 - 1654) dari
Inggris dalam buku Mare Clausum atau The Right and Dominion of The Sea.

2.Res communis adalah konsepsi yang beranggapan bahwa laut itu adalah milik masyarakat
dunia sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini
kemudian dikembangkan oleh Hugo de Groot (Grotius) dari Belanda pada tahun 1608 dalarn

5
buku Mare Liberum (Laut Bebas). Karena konsepsi inilah, kemudian Grotius di anggap
sebagai bapak hukum internasional.

Dewasa ini, masalah wilayah lautan telah memperoleh dasar hukum yaitu Konferensi Hukum
Laut Internasional III tahun 1982 yang diselenggarakan oleh PBB atau United Nations
Conference on The Law of The Sea (UNCLOS) di Jamaica. Konferensi PBB itu
ditandatangani oleh 119 peserta dari 117 negara dan 2 organisasi kebangsaan di dunia
tanggal 10 Desember 1982. Dalam bentuk traktat multilateral, batas-batas laut terinci sebagai
berikut :

a. Batas Laut Teritorial

Setiap negara mempunyai kedaulatan atas laut teritorial yang jaraknya sampai 12 mil laut,
diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai.

b. Batas Zona Bersebelahan

Sejauh 12 mil laut di luar batas laut teritorial atau 24 mil dari pantai adalah batas zona
bersebelahan. Di dalam wilayah ini negara pantai dapat mengambil tindakan dan
menghukum pihak-pihak yang melanggar undang-undang bea-cukai, fiskal, imigrasi, dan
ketertiban negara.

c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

ZEE adalah wilayah laut dari suatu negara pantai yang batasnya 200 mil laut diukur dari
pantai. Di dalam wilayah ini, negara pantai yang bersangkutan berhak menggali kekayaan
alam lautan serta melakukan kegiatan ekonomi tertentu. Negara lain bebas berlayar atau
terbang di atas wilayah itu, serta bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah lautan itu.
Negara pantai yang bersangkutan berhak menangkap nelayan asing yang kedapatan
menangkap ikan dalam ZEE-nya.

d. Batas Landas Benua

Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara yang lebih dari 200 mil laut. Dalam
wilayah ini negara pantai boleh mengadakan eksplorasi dan eksploitasi, dengan kewajiban
membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.

C. Udara

6
Pada saat ini, belum ada kesepakatan di forum internasional mengenai kedaulatan di ruang
udara. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang kemudian diganti oleh pasal 1 Konvensi Chicago
1944 menyatakan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di
ruang udara di atas wilayahnya. Mengenai ruang udara (air space), di kalangan para ahli
masih terjadi silang pendapat karena berkaitan dengan batas jarak ketinggian di ruang udara
yang sulit diukur. Sebagai contoh, Indonesia, menurut Undang-undang No. 20 Tahun 1982
menyatakan bahwa wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo-stationer adalah
35.761 km. Sebagai acuan, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli
mengenai batas wilayah udara sebagai berikut;

a. Lee

Lee berpendapat bahwa lapisan atmosfir dalam jarak tembak meriam yang dipasang di darat
dianggap sama dengan udara teritorial negara. Di luar jarak tembak itu, harus dinyatakan
sebagai udara bebas, dalam arti dapat dilalui oleh semua pesawat udara negara mana pun.

b. Van Holzen Dorf

Holzen menyatakan bahwa ketinggian ruang udara adalah 1.000 meter dari titik permukaan
bumi yang tertinggi.

c. Henrich's

Menyatakan bahwa negara dapat berdaulat di ruang atmosfir selama masih terdapat gas atau
partikel-partikel udara atau pada ketinggian 196 mil. Di luar atmosfir, negara sudah tidak lagi
mempunyai kedaulatan.

Di samping pendapat para ahli tentang batas wilayah udara ada beberapa teori tentang
konsepsi wiiayah udara yang dikenal pada saat ini. Teori-teori tersebut adalah sebagai
berikut;

a. Teori Udara Bebas (Air Freedom Theory

Penganut teori ini terbagi dalam dua aliran, yaitu kebebasan ruang udara tanpa batas dan
kebebasan udara terbatas.

1.Kebebasan ruang udara tanpa batas. Menurut aiiran ini, ruang udara itu bebas dan dapat
digunakan oleh siapa pun. Tidak ada riegara yang mempunyai hak dan kedaulatan di ruang
udara,

2.Kebebasan udara terbatas, terbagi menjadi dua. Hasil sidang Institute de Droit International
pada sidangnya di Gent (1906), Verona (1910) dan Madrid (1911).

7
a.Setiap negara berhak mengambil tindakan tertentu untuk memeiihara keamanan dan
keselamatannya.

b.Negara kolong (negara bawah, subjacent state) hanya mempunyai hak terhadap wilayah /
zona teritorial.

b. Teori Negara Berdaulat di Udara (The Air Sovereignity)

Ada beberapa teori yang menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara harus terbatas.

1.Teori Keamanan. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara mempunyai kedaulatan atas
wilayah udaranya sampai yang diperlukan untuk menjaga keamanannya. Teori ini
dikemukakan oleh Fauchille pada tahun 1901 yang menetapkan ketinggian wiiayah udara
adalah 1.500 m. Namun pada tahun 1910 ketinggian itu diturunkan menjadi 500 m.

2.Teori Pengawasan Cooper (Cooper's Control Theory). Menurut Cooper (1951), Kedaulatan
negara ditentukan oleh kemampuan negara yang bersangkutan untuk mengawasi ruang
udara yang ada di atas wilayahnya secara fisik dan ilmiah,

3.Teori Udara (Schacter). Menurut teori ini, wiiayah udara itu haruslah sampai suatu
ketinggian di mana udara masih cukup mampu mengangkat (mengapungkan) balon dan
pesawat udara.

D. Daerah Ekstrateritorial

Daerah Ekstrateritorial adalah daerah atau wilayah kekuasaan hukum suatu negara yang
berada dalam wilayah kekuasaan hukum Negara lain. Berdasarkan hukum internasional yang
mengacu pada hasil Reglemen dalam Kongres Wina tahun 1815 dan Kongres Aachen tahun
1818, pada perwakilan diplomatik setiap negara terdapat daerah ekstrateritorial. Di daerah
ekstrateritorial berlaku larangan bagi alat negara, seperti polisi dan pejabat kehakiman, untuk
masuk tanpa izin resmi pihak kedutaan. Daerah itu juga bebas dari pengawasan dan sensor
terhadap setiap kegiatan yang ada dan selama di dalam wilayah perwakilan tersebut. Daerah
ekstrateritorial dapat juga diberlakukan pada kapal-kapal laut yang berlayar di laut terbuka di
bawah bendera suatu negara tertentu.

E. Batas Wilayah Negara

Penentuan batas wilayah negara, baik yang berupa daratan dan atau lautan (perairan), lazim
dibuat dalam bentuk perjanjian (traktat) bilateral serta multilateral. Batas antara satu negara
dengan negara lain dapat berupa batas alam (sungai, danau, pegunungan, atau lembah) dan
batas buatan, misalnya pagar tembok, pagar kawat berduri, dan tiang-tiang tembok. Ada juga
negara yang menggunakan batas menurut geofisika berupa garis lintang. Batas suatu

8
wilayah negara yang jelas sangat penting artinya bagi keamanan dan kedaulatan suatu
negara dalam segala bentuknya. Kepentingan itu juga berkaitan dengan pemanfaatan
kekayaan alam, baik di darat maupun di laut, pengaturan penyelenggaraan pemerintahan
negara, dan pemberian status orang-orang yang ada di dalam negara bersangkutan.

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai perbatasan darat dengan 3 (tiga) negara
tetangga (Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste) serta 11 perbatasan laut dengan negara
tetangga (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Federal State of
Micronesia, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia).

Adapun perbatasan udara mengikuti perbatasan darat dan perbatasan teritorial laut antar
negara. Hingga saat ini penetapan batas dengan negara tetangga masih belum semua dapat
diselesaikan. Permasalahan penetapan perbatasan negara saat ini masih ada yang secara
intensif sedang dirundingkan dan masih ada yang belum dirundingkan. Kondisi situasi
demikian menjadi suatu bentuk ancaman, tantangan, hambatan yang dapat mengganggu
kedaulatan hak berdaulat NKRI. Permasalahan perbatasan yang muncul dari luar (eksternal)
adalah: adanya berbagai pelanggaran wilayah darat, wilayah laut dan wilayah udara
kedaulatan NKRI. Disini rawan terjadi kegiatan illegal seperti:

•illegal logging,

•illegal fishing,

•illegal trading,

•illegal traficking dan

•trans-national crime

Hal tersebut merupakan bentuk ancaman faktual disekitar perbatasan yang akan dapat
berubah menjadi ancaman potensial apabila pemerintah kurang bijak dalam menangani
permasalahan tersebut. Sedangkan permasalahan perbatasan yang muncul dari dalam
(internal) adalah: tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan SDM yang masih rendah,
kurangnya sarana prasarana infrastruktur dan lain-lain sehingga dapat mengakibatkan
kerawanan dan pengaruh dari negara tetangga.

Perbatasan negara merupakan manifestasi dari kedaulatan wilayah suatu negara, dan
mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan
sumber kekayaan alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Idealnya wilayah
perbatasan juga sekaligus berfungsi sebagai “frontier” atau sebagai wilayah yang dapat untuk

9
memperluas pengaruh (sphere of influence) dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan terhadap negara-negara disekitarnya, sehingga pembangunan
wilayah perbatasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional
yang meliputi semua aspek kehidupan.

Oleh karena itu wilayah perbatasan bukan merupakan bidang masalah tunggal tetapi
merupakan masalah multidemensi yang memerlukan dukungan politik nasional untuk
mengatasinya. Kementerian Luar Negeri sebagai ujung tombak pemerintah bagi
penyelesaian batas wilayah dengan negara-negara tetangga, bersama dengan kementerian-
kementerian dan lembaga terkait lainnya turut serta merumuskan kebijakan dan hal-hal teknis
yang diperlukan untuk menghadapi perundingan-perundingan dengan negara-negara
tetangga.

Selain itu, pemerintah telah berupaya untuk menggunakan diplomasi dan perundingan yang
lebih baik bagi penyelesaian batas wilayah yang belum tuntas dengan negara-negara
tetangga, dan upaya tersebut juga untuk mencegah terjadinya ketegangan di batas wilayah
negara. Untuk itu, masalah perbatasan hanya bisa diselesaikan oleh negara-negara tersebut
yang terkait langsung dengan kepentingannya, sehingga permasalahan batas wilayah tidak
bisa diselesaikan oleh salah satu negara saja tetapi melibatkan negara-negara lainnya.
Dengan demikian setiap ada permasalahan terkait masalah batas wilayah negara diharapkan
dapat diselesaikan dengan cara diplomasi atau perundingan-perundingan walaupun
membutuhkan waktu yang relatif lama.

B. KEDUDUKAN WARGA NEGARA DAN PENDUDUK INDONESIA

1. Status Warga Negara Indonesia

a.Penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal atau
menetap dalam suatu negara, sedang yang bukan penduduk adalah orang yang berada di
suatu wilayah suatu negara dan tidak bertujuan tinggal atau menetap di wilayah negara
tersebut.

b.Warga negara dan bukan warga negara. Warga negara ialah orang yang secara hukum
merupakan anggota dari suatu negara, sedangkan bukan warga negara disebut orang asing
atau warga negara asing.

Keberadaan rakyat yang menjadi penduduk maupun warga negara, secara konstitusional
tercantum dalam Pasal 26 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:

10
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

(2) Penduduk ialah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.

(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

Undang-Undang Kewarganegaraan yang pernah berlaku di Indonesia diantaranya:

1.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1946 tentang Kewarganegaraan


Indonesia.

2.Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1958 tentang Penyelesaian Dwi Kewarganegaraan


Antara Indonesia dan RRC.

3.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 62 tahun 1968 tentang Kewarganegaraan


Indonesia sebagai penyempurnaan UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1946.

4.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan


Republik Indonesia.

2. Asas-asas Kewarganegaraan Indonesia

• Asas ius sanguinis (asas keturunan), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan


berdasarkan pada keturunan orang yang bersangkutan.

• Asas ius soli (asas kedaerahan), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan
tempat kelahirannya.

Adanya perbedaan dalam menentukan kewarganegaran di beberapa negara dapat


menimbulkan dua kemungkinan status kewarganegaraan seorang penduduk yaitu:

1. Apatride, yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai
kewarganegaraan. Misalnya, seorang keturunan bangsa A yang menganut asas ius soli lahir
di negara B yang menganut asas ius sanguinis. Maka orang tersebut tidaklah menjadi warga
negara A dan juga tidak dapat menjadi warga negara B. Dengan demikian orang tersebut
tidak mempunyai kewarganegaraan.

2. Bipatride, yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai dua macam kewarganegaraan
sekaligus (kewarganegaraan rangkap). Misalnya, seseorang keturunan bangsa B yang
menganut asas ius sanguinis lahir di negra A yang menganut asas ius soli. Oleh karena ia

11
keturunan bangsa B, maka ia dianggap sebagai warga negara B. Akan tetapi, negara A juga
mengganggap dia warga negaranya karena berdasarkan tempat lahirnya.

Dalam menetukan status kewarganegaraan seseorang, pemerintah suatu negara lazim


menggunakan dua stelsel, yaitu:

1. Stelsel aktif, yaitu seseorang harus melakukan tindakan hukum tertentu secara aktif untuk
menjadi warga negara (naturalisasi biasa)

2. Stelsel pasif, yaitu seseorang dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa
melakukan sutu tindakan hukum tertentu (naturalisasi Istimewa)

Berkaitan dengan kedua stelsel tadi, seorang warga negara dalam suatu negara pada
dasarnya mempunyai:

1. Hak opsi, yaitu hak untuk memilih suatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif)

2. Hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak suatu kewarganegaraan (stelsel pasif)

Menurut penjelasan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan


Republik Indonesia dinyatakan bahwa Indonesia dalam penentuan kewarganegaraan
menganut asas-asas sebagai berikut:

1. Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang


berdasarkan keturunan,bukan bersasarkan negara tempat dilahirkan.

2. Asas ius soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak seseuai
dengan ketentuan yang diatur undang-undang.

3. Asas kewarganegraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang.

4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan


ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

3. Syarat-Syarat menjadi Warga Negara Indonesia

1.Naturalisasi biasa

Orang dari bangsa asing yang yang akan mengajukan permohonan pewarganegaraan
dengan cara naturalisasi bisa, harus memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan oleh
pasal 9 Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2006, sebagai berikut:

12
1) telah berusia 18 tahun atau sudah kawin;

2) pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat lima tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-
turut;

3) sehat jasmani dan rohani;

4) dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

5) tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara satu tahun lebih;

6) jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi


berkewarganegaraan ganda;

7) mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap;

8) membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.

2. Naturalisasi Istimewa

Naturalisasi istimewa diberikan sesuai dengan ketentuan Pasal 20 Undang- Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2006. Naturalisasi Istimewa diberikan kepada orang asing yang
telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara,
setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Naturalisasi istimewa batal diberikan jika menyebabkan orang asing tersebut
berkewarganegaraan ganda.

4. Hilangnya Kewarganegaraan Indonesia

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006, seorang Warga Negara
Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:

1. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;

2. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain;

3. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas kemauannya sendiri, dengan


ketentuan:

1. telah berusia 18 tahun ;

13
2. bertempat tinggal di luar negeri;

1. masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa disertai izin dari Presiden;

2. masuk dalam dinas negara asing atas kemauan sendiri, yang mana jabatan dalam dinas
tersebut di Indonesia hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;

3. mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari
negara asing tersebut atas dasar kemauan sendiri;

4. turut serta dalam pemilihan seseuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara
asing, meskipun tidak diwajibkan keikutsertaannya;

5. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang
dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas
namanya;

6. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama lima tahun terus
menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja
tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum
jangka waktu lima tahun tersebut berakhir

C. KEMERDEKAAN BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN DI INDONESIA

Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia


bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, dan
dalam hal ini tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama,
masyarakat, maupun orang tua sendiri.

Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 28 E ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa:

1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Di samping itu, dalam pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2)
disebutkan, bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan hal-hal berikut:

14
• Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama-agama yang dipeluk oleh
warga negara.

• Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam negara
dan pemerintahan.

• Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu,
apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk
menetapkan dan menentukan agama yang ia kehendaki.

• Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta perlindungan
hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan keagamaan lainnya yang
berhubungan dengan eksistensi agama masing-masing.

D. SISTEM PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

a. Subtansi Pertahanan dan keamanan Negara Republik Indonesia

Perubahan UUD 1945 semakin memperjelas sistem pertahanan dan keamanan negara kita.
Hal tersebut di atur dalam pasal 30 ayat (1) sampai (5) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa :

1. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.

2. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentarra Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

3. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara, sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara.

4. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum.

5. Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Republik Indonesia, Kepolisian Negara


Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan
warrga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.

15
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memberikan gambaran bahwa usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan dengan menggunakan sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). Sishankamrata hakikatnya merupakan
segala upaya menjaga pertahanan dan keamanan negara yang seluruh rakyat dan segenap
sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai
suatu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.

Sistem pertahanan dan keamanan negara yang bersifat semesta bercirikan:

1. Kerakyatan, yaitu orientasi pertahanan dan keamanan negara diabadikan oleh dan untuk
kepentingan seluruh rakyat.

2. Kesemestaan, yaitu seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan.

3. Kewilayahan, yaitu gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara menyebar diseluruh


wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan kondisi geografi sebagai
negara kepulauan.

b. Kesadaran Bela Negara dalam Konteks Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara

Pasal 27 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “setiap
warga negara berhak dan waib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Kesadaran bela
negara pada hakikatnya merupakan kesediaan berbakti pada negara dan berkorban demi
membela negara. Upaya bela negara selain sebagai kewajiban dasar juga merupakan
kehormatan bagi setiap warga negarra yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran,
tanggung jawab dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.

Kesadaran bela negara banyak sekali cara untuk mewujudkannya. Membela negara tidak
harus dalam wujud perang atau angkat senjata, tetapi dapat juga dilakukan dengan cara lain
seperti ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar, membantu korban bencana,
menjaga kebersihan linhkungan, mencegah bahaya narkoba, mencegah perkelahian antar
perorangan atau kelompok, cinta produksi dalam negri, termasuk belajar dengan tekun dan
mengikuti kegiatan ekstra kurikuler disekolah.

16
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Indonesia adalah negara kepulauan. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 25 A UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan oleh undang-undang

Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia

a. Penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal atau
menetap dalam suatu negara, sedang yang bukan penduduk adalah orang yang berada di
suatu wilayah suatu negara dan tidak bertujuan tinggal atau menetap di wilayah negara
tersebut.

b. Warga negara dan bukan warga negara. Warga negara ialah orang yang secara hukum
merupakan anggota dari suatu negara, sedangkan bukan warga negara disebut orang asing
atau warga negara asing.

Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia


bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, dan
dalam hal ini tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama,
masyarakat, maupun orang tua sendiri.Perubahan UUD 1945 semakin memperjelas sistem
pertahanan dan keamanan negara kita. Hal tersebut di atur dalam Pasal 30 ayat (1) sampai
(5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

17
DAFTAR PUSTAKA

18

Anda mungkin juga menyukai