A11 119051
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur patut kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas kasih dan rahmat-Nya, makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen serta memahami dan mengerti tentang Transportasi Laut .Namun, dalam
penulisan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, saya mohon
kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk pennyempurnaan makalah ini.
Demikianlah makalah ini saya buat, atas perhatian serta kritik dan sarannya,
saya ucapkan terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2
3.1 Kesimpulan.................................................................................10
3.2 Saran...........................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia, dikenal sebagai negeri maritim. Tak kurang dari 17.842.000 Pulau
menghiasi wilayah perairan Indonesia. Total luas perairan laut Indonesia berada di
angka luasan ±8.800.000 Km2. Dengan luasan wilayah laut yang menghampar jutaan
kilometer persegi itu, Indonesia memiliki garis pantai terluar terpanjang ke-2 di dunia
setelah Kanada, dengan panjang garis pantai jika ditotal mencapai 95.181 km.
1.3. TUJUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian hak lintas adalah pelayaran melalui laut Teritorial tanpa memasuki
perairan pedalaman atau singgah disuatu tempat atau berlabuh atau jelasnya lintas
adalah pelayaran melalui laut Teritorial tanpa atau melalui perairan pedalaman, secara
terus-menerus (kontinue), secepat mungkin (Force mejaure).
Suatu lintas dianggap damai bila tidak membahayakan ketertiban dan
keamanan Negara pantai dan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan konvensi dan
aturan internasional lainnya. Adapun tindakan yang dianggap membahayakan
kedamaian, ketertiban dan keamanan kesemuanya berjumlah 12 hal yaitu :
1. Setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan
wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai.
2
2. Latihan perang-perangan
3. Tindakan pertahanan yang bermaksud mengumpulkan informasi yang
merugikan pertahanan dan keamanan Negara pantai
4. Perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau
keamanan Negara pantai
5. Peluncuran atau penerimaan pesawat udara diatas kapal
6. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan kelengkapan
Militer
7. Bongkar atau muat setiap komoditi atau uang atau orang
8. Perbuatan Pencemaran
9. Penangkapan Ikan
10. Kegiatan Penelitian
11. Perbuatan yang bertujuan mengganggu sistim komunikasi atau fasilitas atau
instalasi lainnya.
12. Setiap kegiatan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan lintas itu sendiri
Menurut artikel 38 pasal grup (2) UNCLOS 1982 lintas transit adalah
pelaksanaan kebebasan pelayaran dan penerbangan untuk tujuan transit yang terus-
menerus langsung dan secepat mungkin antara satu bagian laut lepas atau Zona
Ekonomi Ekslusif (2 EE) dengan bagian laut Zona Ekonomi Ekslusif wilayah
pelayaran atau penerbangan demikian dilakukan dalam suatu selat Internasional yang
menghubungkan satu laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif lainnya.
Hak lintas alur kepulauan adalah hak pelayaran dan penerangan pada / lintas
alur secara terus menerus, langsung, secepat mungkin tanpa boleh dihalangi dari satu
bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif dengan bagian laut lepas atau Zona
3
Ekonomi Ekslusif lainnya melalui alur kepulauan. Alur kepulauan itu ditetapkan
dengan suatu rangkaian garis sumbu dimana kapal boleh menyimpang 25 mil ke sisi
kanan atau kiri dengan garis sumbu tetapi tidak boleh berlayar dekat pantai kurang
dari 10% dari jarak antara titik yang terdekat di pantai dengan alur kepulauan itu.
Untuk menentukan atau mengganti alur kepulauan Negara pantai harus mendapat
persetujuan dari Organisasi Internasional yang berwenang untuk itu.
4
nelayan kecil di pesisir memang belum terlepas dari jerat rentenir, bahkan kian hari
jerat itu dirasakan semakin melilit. Utang ke rentenir telah membuat nelayan terjebak
dalam kemiskinan terstruktur, sehingga kehidupan nelayan tak kunjung sejahtera.
Lebih parah lagi, ”pulang melaut umumnya para nelayan hanya cukup membeli beras
sebanyak dua liter”, karena tersangkut pinjaman rentenir dengan bunga yang
ditetapkan mereka. (Sinar Indonesia Baru, 27 Maret 2008)
Umumnya, nelayan bisa bertahan hanya dan hanya jika didorong semangat hidup
yang kuat dengan motto kerja keras agar kehidupan mereka menjadi lebih baik.
Nelayan tradisional berjuang keras melawan terpaan gelombang laut yang dahsyat
pada saat pasang naik untuk mendapatkan ikan. Dengan hanya mengandalkan
kemampuan mesin dompeng misalnya, nelayan dapat berada pada radius 500 M dari
pinggir pantai dan dengan cara seperti ini nelayan akan mendapatkan lebih banyak
dibandingkan dengan bila menangkap ikan di bibir (tepi pantai) pada radius 200 M,
yang ikannya sudah langka.
Pekerjaan menangkap ikan dikerjakan oleh lelaki karena merupakan pekerjaan yang
penuh resiko, sehingga keluarga yang lain tidak dapat membantu secara penuh.
Kalaupun nelayan pekerja memiliki alat produksi sendiri ternyata alat tangkap ikan
yang dimiliki tersebut belum dilengkapi dengan alat teknologi tangkap ikan, dan
modal usaha, sehingga penghasilannya tidak seperti bila mereka menggunakan alat
teknologi tangkap ikan yang baik. Bagi para nelayan memang tidak ada pilihan lain,
karena pekerjaan yang berhadapan dengan ancaman gelombang laut, ombak, cuaca,
dan kemungkinan terjadi karam saat akan melaut ke tengah lautan untuk menangkap
ikan adalah pekerjaan turun temurun tanpa pernah belajar sebagai nelayan yang
modern. Dengan demikian sangat diharapkan sekali walaupun harapan tersebut
:...bagaikan kerakap tumbuh di batu, bahwa mereka perlu modal usaha untuk
perbaikan dan peningkatan kesejahteraan hidup.(Pangeman, Adrian P dkk. 2002).
Kenyataannya, pada usia meningkat remaja anak nelayan mulai diajak berlayar dan
ikut melaut, sehingga merka jarang yang sekolah. Kini harus dipahami bahwa
kehidupan nelayan memerlukan perhatian yang multi dimensi. Tantangan yang
terbesar adalah bagaimana membangun kehidupan nelayan menjadi meningkat
5
kesejahterannya. Besar kemungkinannya hal ini dapat dicapai melalui pendidikan
yang akan mengangkat harkat dan martabat kehidupan masyarakat nelayan maupun
masyarakat lainnya yang terkait dengan sumber daya kelautan dan pesisir.
Dengan demikian, masalah sosial budaya yang terdapat pada kehidupan nelayan
antara lain adalah: a) Rendahnya tingkat pendidikan, b) Miskin pengetahuan dan
teknologi untuk menunjang pekerjaannya, c) Kurangnya tersedia wadah pekerjaan
informal dan d) Kurangnya daya kreativitas, serta e) Belum adanya perlindungan
terhadap nelayan dari jeratan para tengkulak.
Melihat kondisi kehidupan nelayan yang tidak memungkinkan anak nelayan
memasuki sekolah formal karena keberadaan anak nelayan dimaksudkan untuk
membntu ayahnya mencari ikan ke laut. Kini dlpertanyakan bagaimanakah model
pendidikan bagi anak nelayan, apakah pendidikan anak nelayan memerlukan
pendidikan khusus sebagaimana halnya juga dengan anak petani miskin yang
membantu orang tuanya di sawah? Melihat kehadiran anak nelayan di sekolah formal
lebih banyak absennya karena ikut melaut membantu orang tuanya, apakah anak
nelayan perlu mendapat pendidikan khusus di sekolah formal? Ataukah anak nelayan
diberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan membantu orang tua kelaut?
Pemberdayaan anak nelayan ternyata tidak bisa diseragamkan, tetapi harus
disesuaikan dengan kondisi aktual masyarakat setempat. Misalnya saja pendidikan
manajemen keuangan yang diharapkan memungkinkan mereka terbebas dari jeratan
tengkulak, harus diberikan dengan memperhatikan budaya dan kondisi psikologis
mereka. Jika ini tidak diperhatikan, dipastikan program pemberdayaan pendidikan
akan gagal karena pemberdayaan pendidikan anak nelayan tidak terlepas dari
pemberdayaan masyarakat pesisir. Persoalan yang dihadapi adalah, sebagian
masyarakat pesisir masihberanggapan bahwa pendidikan itu tidak penting. Yang
perlu dilakukan adalah membalik paradigma nelayan selama ini, dengan menyatakan
bahwa pendidikan itu penting.
6
2.3 Kondisi Nelayan di Indonesia
Bank Dunia memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari
total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan
tersebut hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000,– per hari.
Badan Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan yang agak berbeda dari Bank dunia,
mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia ‘hanya’ sebesar 34,96 juta orang
(15,42 persen). Angka tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan
ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS. Namun, terlepas dari perbedaan angka-angka
tersebut, yang terpenting bagi kita adalah bukan memperdabatkan masalah banyaknya
jumlah orang miskin di Indonesia, tapi bagaimana menemukan solusi untuk
mengatasi masalah kemiskinan tersebut.
Dengan potensi yang demikian besar, kesejahteraan nelayan justru sangat
minim dan identik dengan kemiskinan. Sebagian besar (63,47 persen) penduduk
miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan
bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan)
hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan
upah nominal harian seorang buruh bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp.
48.301,- per hari. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat
antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir.
Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya angka
kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula memicu sebuah lingkaran
setan karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan
pesisir, namun penduduk miskin pulalah yang akan menanggung dampak dari
kerusakan lingkungan. Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik
perikanan yang merusak masih sering terjadi di wilayah pesisir. Pendapatan mereka
dari kegiatan pengeboman dan penangkapan ikan karang dengan cyanide masih jauh
lebih besar dari pendapatan mereka sebagai nelayan. Dengan besarnya perbedaan
pendapatan tersebut di atas, sulit untuk mengatasi masalah kerusakan ekosiste pesisir
tanpa memecahkan masalah kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri.
7
2.4 Penanggulangan Permasalahan Nelayan
8
Penentuan tujuan harus bersifat spesifik (objek, kegiatan, dibatasi waktu dan terukur),
sehingga pengentasan kemiskinan nelayan jelas siapa sasarannya dan jenis kegiatan
yang akan dilakukan, dan selanjutnya berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam
pencapaian tujuan dapat ditentukan dengan jelas.
Menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus disesuaikaan antara ketentuan yang
telah ditetapkan dengan realiatas yang ada dilapangan, dan apabila terjadi
permasalahan diluar dugaan, maka perlu segera dibuatkan stretegi dan tindakan baru
untuk menutup jurang perbedaan.
Pendampingan, monitoring dan evaluasi, pendampingan harus dilakukan awal
kegiatan dilaksanakan, sampai paca kegiatan, sehingga akan menjadi bahan evaluasi,
apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya melalui konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan
berbagai strategi pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja,
pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan
SDM, perlindungan sosial, dan penataan kemitraan global.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan di atas adalah Pelayaran
atau angkutan laut merupakan bagian dari transportasi yang tidak dapat dipisahkan
dengan bagian dari sarana transportasi lainnya dengan kemampuan untuk menghadapi
perubahan ke depan, mempunyai karakteristik karena mampu melakukan
pengangkutan secara massal. Dapat menghubungkan dan menjangkau wilayah satu
dengan yang lainnya melalui perairan, sehingga mempunyai potensi kuat untuk
dikembangkan dan peranannya baik nasional maupun internasional sehingga mampu
mendorong dan menunjang pembangunan nasional demi meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan mandat Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945.
3.2 Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.act.id/ini-pelayaran-nelayan/.html
http://document.tips.com/nelayan-indonesia-makalah.html
https://id.wikipedia.org/wiki/hukum-laut.html
http://kelautan-sman5.blogspot.com/2011/08/maritim-konvensi.html
11