NIT :22402008
PRODI :TEKNIKA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini walaupun secara sederhana,baik
bentuknya maupun isinya.
Tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan makalah ini. Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran
yang menbangun demi sempurnanya makalah ini. Saya juga mengharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
HALAMAN JUDUL................................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
B. Pengertian......................................................................................................................
A. Deinisi ............................................................................................................................
C. Pendaftaran kapal...........................................................................................................
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………
BAB I PENGHANTAR HUKUM MARITIME
PENGERTIAN MARTIME
Dari bahasa Inggris kata “maritime” telah kita adopsi ke dalam bahasa Indonesia “maritim”
yang mengandung pengertian hal-hal yang berhubungan dengan kelautan, pelayaran dan
kenavigasian.Tahun 1966 kita telah mempunyai Departemen Maritim dimana didalamnya
terdapat fungsi perhubungan laut, fungsi industri maritim dan fungsi pengelolaan sumber daya
kelautan, yang mengatur dan mengurus perhubungan laut, industri perkapalan dan industri
perikanan serta beberapa kegiatan yang terkait dengan kelautan. Negara kita sering disebut
negara maritim, karena secara geografis Indonesia mempunyai wilayah perairan lebih luas dari
wilayah daratan dan terletak pada posisi yang menghadap dua samudra yaitu samudra Hindia
dan samudra Pasifik.
Pernyataan tersebut sebenarnya kurang tepat, karena di dunia internasional pada umumnya
yang disebut negara maritim ( Maritime Countries ) adalah negara –negara yang sudah maju di
bidang pelayaran, berarti memiliki sebagian besar armada angkutan laut didunia dan
menguasai perdagangan melalui laut, sehingga unsur pendapatan neraca perdagangan berasal
dari jasa transportasi laut dan sumber daya kelautan. Jadi pengertian negara maritim lebih
condong pada aspek ekonomi dan bukan pada aspek kewilayahan. Sebagai contoh yang
merupakan negara maritim adalah Eropa Barat, Inggris, Amerika Serikat dan Jepang yang
menguasai dunia pelayaran melalui laut serta menguasai teknologi pengelolaan sumber daya
kelautan.
Hukum maritim (Maritime Law ) adalah hukum yang mengatur tentang pelayaran dalam arti
transportasi laut dan kegiatan yang terkait dengan pelayaran atau kenavigasian, baik yang
termasuk hukum perdata maupun hukum publik. Sesuai dengan kamus hukum “Black’s Law
Dictionary”, bahwa maritime law itu adalah the body of law governing marine commerce and
navigation, the transportation of persons ad property and marine affairs in general; the rules
governing contract, tort and workers’ compensation claims arising out of commerce on or over
water. Also termed admiralty law ( Black’s Law Dictionary, Seventh Edtion / Bryan A. Garner,
Editor In Chief halaman 982). Bahwa dalam pengertian ini tidak termasuk hukum laut dalam
arti tthe Law of the Sea.
Hukum Laut dalam arti the Law of the Sea sebagaimana tercantum dalam The United
Nation Convention On The Law Of The Sea 1982 , bahwa laut beserta potensi yang
terkandung didalamnya sebagai milik bersama umat manusia (common heritage of
mankind) dimana laut sebagai obyek yang ditaur oleh negara-nagara termasuk negara
tidak berpantai (landlock countries).
Hukum Laut dalam arti luas adalah hukum yang mengatur mengenai dunia pelayaran
dan ketentuan ketentuan yang mengatur laut dalam berbagai aspek dan fungsi baik
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Buku II KUHD maupun ketentuan-ketentuan
hukum yang terkait dengan beberapa konvensi Hukum Laut International. Seperti yang
tercantum didalam UNCLOS yang ditanda tangani di Montego Bay tahun 1982.
Hukum Laut Dalam arti sempit yaitu yang terbatas pada ketentuan ketentuan yang
tercantum dalam Buku II KUHD dengan judul Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang
terbit dari pelayaran , dengan penekanan dalam hukum yang mengatur mengenai
pengangkutan barang dan orang melalui laut. Jadi hukum laut ini adalah hukum laut
yang termasuk bidang hukum dagang sebagai lex spesialist yang merupakan bagian
dari hukum perdata sebagai lex generalist.
Hukum Laut adalah hukum yang mengatur laut sebagai obyek yang diatur dengan
mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan dan kepentingan seluruh negara
termasuk negara yang tidak berbatasan dengan laut secara fisik (Landlock Countries)
guna pemanfaatan laut dengan seluruh potensi yang terkandung didalamnya bagi umat
manusia sebagaimana yang tercantum dalam UNCLOS 1982, beserta konvensi-
konvensi Internatioanal yang terkait langsung dengan nya.
Kebiasaan internasional adalah sumber hukum laut yang paling penting. Kebiasaan
internasional ini lahir dari perbuatan yang sama dan dilakukan secara terus-menerus atas dasar
kesamaan kebutuhan di laut. Kebiasaan internasional juga merupakan kebiasaan umum yang
diterima sebagai hukum. Perlu diperingatkan bahwa kebiasaan
Sumber-sumber hukum laut yang sah adalah hasil konferensi PBB pada tahun 1958 di Jenewa.
Konferensi yang dilaksanakan pada 24 Februari sampai dengan 27 April 1958 itu dinamakan
Konferensi PBB I tentang Hukum Laut, berhasil menyepakati empat konvensi,sebagai berikut:
Convention on the Territorial Sea and the Contiguous Zone (Konvensi tentang Laut
Teritorial dan Zona Tambahan), mulai berlaku pada tanggal 10 September 1964;
Convention on the High Seas (Konvensi tentang Laut Lepas), mulai berlaku pada tanggal
30 September 1962;
Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Seas
(Konvensi tentang Perikanan dan Perlindungan Sumber-Sumber Daya Hayati Laut
Lepas), mulai berlaku pada tanggal 20 Maret 1966;
Convention on the Continental Shelf (Konvensi tentang Landas Kontinen), mulai berlaku
pada tanggal 10 Juni 1964.
DATA URUTAN HUKUM MARITIME DI INDONESIA
1. Perlengkapan kapal
2. Muatan kapal
3. Tumpahan minyak dilaut
Galangan kapal
Hukum Maritim jika ditinjau dari tempat berlakunya maka ada 2 penggolongan yaitu
Hukum Maritim Nasional dan Hukum Maritim Internasional.
Dari uraian tersebut diatas maka secara ringkas dapatlah dimengerti bahwa ruang
lingkup Hukum Maritim dalam arti luas itu meliputi beberapa hal sebagai berikut :
Sumber-sumber hukum laut yang sah adalah hasil konferensi PBB pada tahun 1958
di Jenewa. Konferensi yang dilaksanakan pada 24 Februari sampai dengan 27 April
1958 itu dinamakan Konferensi PBB I tentang Hukum Laut, berhasil menyepakati
empat konvensi, yaitu sebagai berikut:
Convention on the Territorial Sea and the Contiguous Zone (Konvensi tentang
Laut Teritorial dan Zona Tambahan), mulai berlaku pada tanggal 10 September
1964;
Convention on the High Seas (Konvensi tentang Laut Lepas), mulai berlaku
pada tanggal 30 September 1962;
Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High
Seas (Konvensi tentang Perikanan dan Perlindungan Sumber-Sumber Daya
Hayati Laut Lepas), mulai berlaku pada tanggal 20 Maret 1966;
Convention on the Continental Shelf (Konvensi tentang Landas Kontinen), mulai
berlaku pada tanggal 10 Juni 1964.
BAB II PENDAFTARAN KAPAL DAN AWAK KAPAL
DEFINISI
Perjanjian kerja sangat penting bagi awak kapal ketika yurisdiksi dari negara
bendera kapal berlaku, yaitu ketika mereka berada di negara bendera kapal dan
berada di laut lepas yang tentu saja diterapkan hukum yang berlaku di negara
bendera kapal. Sementara, tanggung jawab dari negara pelabuhan terlihat ketika
kapal penangkap ikan tempat AKP bekerja memasuki wilayah teritorial dari
negara pelabuhan, sehingga yurisdiksi negara pelabuhan berlaku terhadap kapal
dan para awaknya terlepas dari kebangsaan kapal dan awaknya.
Hal inilah yang harus dan perlu diperhatikan bersama karena data tahun 2005
sampai 2015 menunjukkan telah terjadi kasus yang dialami oleh AKP Indonesia
yang bekerja di kapal perikanan asing. Terdapat 92 persen persoalan yang
dialami oleh AKP yang bekerja di kapal perikanan tangkap dan hanya 8 persen
dialami oleh mereka yang bekerja di kapal niaga.
Selanjutnya, terdapat kasus perdata tahun 2012 dan 2013 masing-masing satu
kasus, keimigrasian tahun 2012 sebanyak 159 kasus, tahun 2013 sebanyak 64
kasus, 2014 sebanyak 87 kasus dan tahun 2015 sebanyak 7 kasus. Selain itu,
ketenagakerjaan tahun 2012 sebanyak 445 kasus, 2013 sebanyak 280 kasus,
2014 sebanyak 233 kasus, dan 2015 sebanyak 77 kasus.
Agar awak kapal dapat menjalankan tugas dengan baik, tentu harus didukung
dengan lingkungan kerja yang kondusif. Namun demikian, masih terjadi
permasalahan kesejahteraan awak kapal di kapal Indonesia, yaitu diantaranya
pengaturan gaji dan tunjangan masih bersifat umum, belum ada standar baku
tentang besaran gaji/upah minimum serta tunjangan kerja, juga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang tidak dapat diterapkan kepada mereka
ketika terjadi konflik hubungan industrial, serta belum diratifikasinya Maritime
Labour Convention oleh Pemerintah Indonesia.
PENDAFTARAN KAPAL
Pendaftaran sangat penting artinya bagi para pihak, karena jika suatu kapal hendak dijadikan
objek jaminan hutang maka kapal tersebut harus sudah terdaftar. Jika berat kapal 20 M³,
namun tidak didaftarkan, maka kapal tersebut dianggap benda bergerak sehingga
penjaminannya menggunakan lembaga fidusia atau gadai. Pengaturan mengenai pendaftaran
kapal awalnya ada dalam Staatsblad 1933-48 kemudian diganti oleh UU pelayaran Tahun 1992,
dan kini tahun 2008 telah diundangkan UU tentang Pelayaran yang baru menggantikan UU
tersebut di atas (UU no.17/2008).
Pendaftaran dapat dilakukan ditemapt yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, namun
setelah didaftarkan dan tercatat di suatu tempat, maka pendaftaran tersebut tidak dapat
dipindahkan ke tempat lain.
Pendaftaran tersebut dapat dicoret apabila:
1. Master / Nahkoda
UU. No.21 Th. 1992 dan juga pasal 341.b KUHD dengan tegas menyatakan bahwa Nakhoda adalah
pemimpin kapal, kemudian dengan menelaah pasal 341 KUHD dan pasal 1 ayat 12 UU. No.21
Th.1992, maka definisi dari Nakhoda adalah sebagai berikut:
“ Nakhoda kapal ialah seseorang yang sudah menanda tangani Perjanjian Kerja Laut (PKL) dengan
Pengusaha Kapal dimana dinyatakan sebagai Nakhoda, serta memenuhi syarat sebagai Nakhoda
dalam arti untuk memimpin kapal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku “ Pasal 342
KUHD secara ekplisit menyatakan bahwa tanggung jawab atas kapal hanya berada pada tangan
Nakhoda, tidak ada yang lain. Jadi apapun yang terjadi diatas kapal menjadi tanggung jawab
Nakhoda, kecuali perbuatan kriminal.
Misalkan seorang Mualim sedang bertugas dianjungan sewaktu kapal mengalami kekandasan.
Meskipun pada saat itu Nakhoda tidak berada di anjungan, akibat kekandasan itu tetap menjadi
tanggung jawab Nakhoda. Contoh yang lain seorang Masinis sedang bertugas di Kamar Mesin ketika
tiba-tiba terjadi kebakaran dari kamar mesin. Maka akibat yang terjadi karena kebakaran itu tetap
menjadi tanggung jawab Nakhoda. Dengan demikian secara ringkas tanggung jawab Nakhoda kapal
dapat dirinci antara lain :
Jabatan-jabatan Nakhoda diatas kapal yang diatur oleh peraturan dan perundang-undangan
yaitu :
Sebagai Pemegang Kewibawaan Umum di atas kapal. (pasal 384, 385 KUHD serta pasal 55
UU. No. 21 Th. 1992).
Sebagai Pemimpin Kapal. (pasal 341 KUHD, pasal 55 UU. No. 21 Th. 1992 serta pasal 1/1
(c) STCW 1978).
Sebagai Penegak Hukum. (pasal 387, 388, 390, 394 (a) KUHD, serta pasal 55 No. 21 Th.
1992).
Sebagai Pegawai Pencatatan Sipil. (Reglemen Pencatatan Sipil bagi Kelahiran dan Kematian,
serta pasal 55 UU. No. 21. Th. 1992).
Sebagai Notaris. (pasal 947 dan 952 KUHPerdata, serta pasal 55 UU. No. 21, Th. 1992).
Nakhoda bertanggung jawab dalam membawa kapal berlayar dari pelabuhan satu ke pelabuhan lain
atau dari tempat satu ke tempat lain dengan selamat, aman sampai tujuan terhadap penumpang dan
segala muatannya.
Nakhoda adalah sebagai penegak atau abdi hukum di atas kapal sehingga apabila diatas kapal terjadi
peristiwa pidana, maka Nakhoda berwenang bertindak selaku Polisi atau Jaksa. Dalam kaitannya
selaku penegak hukum, Nakhoda dapat mengambil tindakan antara lain :
Pemeriksaan (BAP) pada pihak Polisi atau Jaksa di pelabuhan pertama yang disinggahi.
Apabila diatas kapal terjadi peristiwa-peristiwa seperti kelahiran dan kematian maka Nakhoda
berwenang bertindak selaku Pegawai Catatan Sipil. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan
Nakhoda jika di dalam pelayaran terjadi kelahiran antara lain :
1. Membuat Berita Acara Kelahiran dengan 2 orang saksi (biasanya Perwira kapal)
2. Mencatat terjadinya kelahiran tersebut dalam Buku Harian Kapal
3. Menyerahkan Berita Acara Kelahiran tersebut pada Kantor Catatan Sipil di pelabuhan
pertama yang disinggahi Jikalau terjadi kematian :
1. Membuat Berita Acara Kematian dengan 2 orang saksi (biasanya Perwira kapal)
2. Mencatat terjadinya kematian tersebut dalam Buku Harian Kapal
3. Menyerahkan Berita Acara Kematian tersebut pada Kantor Catatan Sipil di
pelabuhan pertama yang disinggahi
4. Sebab-sebab kematian tidak boleh ditulis dalam Berita Acara
Kematian maupun Buku Harian Kapal, karena wewenang membuat visum ada pada
tangan dokter Apabila kelahiran maupun kematian terjadi di luar negeri, Berita
Acaranya diserahkan pada Kantor Kedutaan Besar R.I. yang berada di negara yang
bersangkutan.
Tugas seorang Master atau nahkoda adalah untuk mengatur seluruh Perwira dan ABK kapal agar
mereka bekerja sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan oleh ISM Code dari Perusahaaan
Perkapalan.
2. Tugas Mualim I
1. Mualim I adalah kepala dari dinas deck (geladak) dan pula membantu nahkoda dalam hal
mengatur pelayanan di kapal jika kapal tidak punya seorang penata usaha atau jenang kapal.
2. Dinas geladak
Pemeliharaan seluruh kapal kecuali kamar mesin dan ruangan-ruangan lainnya yang dipergunakan
untuk kebutuhan dinas kamar mesin.
Pekerjaan-pekerjaan administrasi yang berhubungan dengan pengangkutan muatan, bagasi pos dan
lain-lain.
1. Pengganti Nahkoda Pada waktu nahkoda berhalang maka Mualim I memimpin kapal atas
perintahnya.
2. Mualim I harus mengetahui benar peraturan-peraturan dinas perusahaan dan semua instruksi-
instruksi mengenai tugas perwakilan, pengangkutan dan lain-lain.
3. Tugas Mualim II
1. Bertanggung jawab atas pemeliharaan dan kelengkapan life boats, liferafts, lifebuoys serta
lifejackets, serta administrasi.
2. Bertanggung jawab pemeliharaan, kelengkapan dan bekerjanya dengan baik dari botol-botol
pemadam kebakaran, alat-alat pelempar tali, alat-alat semboyan bahaya (parachute signal,
dsb), alat-alat pernafasan, dll, serta administrasinya.
3. Membuat sijil-sijil kebakaran, sekoci dan orang jatuh kelaut, dan memasangnya ditempat-
tempat yang telah ditentukan.
4. Memelihara dan menjaga kelengkapan bendera-bendera (kebangsaan, bendera-bendera
semboyan internasional, serta bendera perusahaan).
5. Mengawasi pendugaan tanki-tanki air tawar/ballast dan got-got palka serta mencatatnya
dengan journal.
6. Membantu mualim II dalam menentukan noon position.
5. Tugas Mualim IV
1. 6. Markonis/Radio Officer/Spark
1. 8. Chief Engineer (C / E)
Chief Engineer (C/E) adalah di-charge dari departemen mesin, dia melaporkan ke Master (sehari-
hari kegiatan) dan Technical Manager-Comapany (kegiatan teknis). Tanggung
Jawabnya adalah :
1. Memastikan bahwa semua personil departemen mesin dibiasakan dengan prosedur yang
relevan.
2. Mengeluarkan perintah yang jelas dan ringkas untuk insinyur dan lain-lain di departemen
mesin.
3. Sesuaikan jam tangan ruang mesin untuk memastikan bahwa semua menonton penjaga
cukup beristirahat dan cocok untuk tugas.
4. Pastikan bahwa awak departemen mesin menjaga disiplin, kebersihan dan mengikuti praktek
kerja yang aman.
5. Evaluasi junior dan laporan kinerja kepada Master.
6. Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan operasi mesin dan bertindak
sesuai untuk menghilangkan mereka.
7. Selidiki ketidaksesuaian dan menerapkan tindakan korektif dan preventif.
8. Menjaga stand by peralatan dan sistem dalam ‘Selalu-Siap-Untuk-Gunakan’ negara.
9. Uji stand by peralatan dan sistem secara teratur dan sesuai dengan prosedur Perusahaan.
10. Pastikan mesin yang kapal dan peralatan dipelihara sesuai jadwal.
11. Jadilah pada tugas dan mengendalikan engine selama manuver dan selama memasuki /
meninggalkan pelabuhan.
12. Jika pesawat Insinyur Keempat adalah tidak memegang sertifikat kompetensi yang
diperlukan, menjaga 08:00-0:00 menonton ruang mesin.
13. Mencoba untuk memperbaiki semua kerusakan mungkin menggunakan kru dan fasilitas
onboard, jika permintaan tidak yg dpt diperbaiki untuk bantuan pantai.
14. Setiap bulan, melaporkan semua cacat (diperbaiki / tidak diperbaiki) kepada Perusahaan
(melalui Guru).
15. Guru menyarankan sebelum semua persyaratan toko mesin dan suku cadang.
16. Mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh workshop pada mesin dan peralatan.
17. Pastikan bahwa buku catatan mesin dipelihara dengan baik.
18. Efisien mengoperasikan dan memelihara semua mesin dan peralatan kapal, terutama yang
berkaitan dengan pencegahan keselamatan dan polusi.
19. Efisien mengoperasikan mesin utama selama perjalanan.
20. Pastikan bahwa langkah-langkah yang diambil untuk mencegah / mengurangi emisi asap dari
kapal.
21. Terus memantau dan mengevaluasi penggerak utama dan mesin bantu, membandingkan
mereka dengan catatan percobaan dan menginformasikan Perusahaan dari setiap
penyimpangan besar.
22. Pastikan bahwa semua peralatan keselamatan dalam keadaan baik.
23. Memelihara catatan dari semua rutin dan pemeliharaan tak terjadwal sesuai dengan
persyaratan kode dan prosedur Perusahaan.
24. Order dan batang bungker, dan mengawasi operasi pengisian bahan bakar.
25. Efektif mengontrol pemanfaatan dan toko suku cadang dan mempertahankan persediaan
yang tepat dari semua item.
26. Orde suku cadang dan toko (termasuk minyak pelumas) untuk departemen mesin.
27. Pribadi langsung pemeliharaan crane kargo, penyejuk udara, tanaman pendingin dan pemisah
minyak-air.
28. Memantau pemeliharaan kamar dingin, AC dan mesin terkait lainnya.
29. Segera memberitahukan kepada Guru cacat yang dapat mempengaruhi keselamatan kapal
atau menempatkan lingkungan laut beresiko.
1. 9. Tugas Masinis I
Dalam ketiadaan dari 1 / E, 2 / E mungkin diperlukan untuk memimpin sebagai 1 / E, tunduk pada
persetujuan terlebih dahulu dari DPA. Tanggung Jawabnya yaitu :
1. 11. Tugas Masinis 3 (3 / E)
truktur organisasi kapal terdiri dari seorang Nakhoda selaku pimpinan umum di atas kapal
dan Anak Buah kapal yang terdiri dari para perwira kapal dan non
perwira/bawahan (subordinate crew).
Struktur organisasi kapal diatas bukanlah struktur yang baku, karena tiap kapal bisa berbeda
struktur organisaninya tergantung jenis, fungsi dan kondisi kapal tersebut. Selain jabatan-
jabatan tersebut dalam contoh struktur organisasi kapal diatas, masih banyak lagi jenis jabatan
di kapal, diluar jabatan Nakhoda.
LPG
II. Tugas Nakhoda kapal yang diatur oleh
peraturan dan perundang-undangan
di Indonesia yaitu :
1. Sebagai Pemegang Kewibawaan Umum
di atas kapal. (pasal 384, 385 KUHD
serta pasal 55 UU. No. 21 Th. 1992).
2. Sebagai Pemimpin Kapal. (pasal 341
KUHD, pasal 55 UU. No. 21 Th. 1992
serta pasal 1/1 (c) STCW 1978).
3. Sebagai Penegak Hukum. (pasal 387,
388, 390, 394 (a) KUHD, serta pasal 55
No. 21 Th. 1992).
4. Sebagai Pegawai Pencatatan Sipil.
(Reglemen Pencatatan Sipil bagi
Kelahiran dan Kematian, serta pasal 55
UU. No. 21. Th. 1992).
5. Sebagai Notaris. (pasal 947 dan 952
KUHP perdata, serta pasal 55 UU. No.
21, Th. 1992).
LNG
Uraian Tugas Nakhoda/ Capten Kapal.
1. Sebagai pemimpin kapal:
a. Mampu membawa kapal dengan
selamat ke pelabuhan tujuan.
b. Mampu mengurus kapal,penumpang
dan muatan.
c. Mampu memelihara kapal agar tetap
laik laut.
d. Mampu mengelola tertib administrasi
kapal.
2. Sebagai pemegang kewibawaan umum
berarti:
a. Berwibawa terhadap semua orang
diatas kapal demi keselamatan kapal.
b. Berwibawa menegakkan disiplin diatas
kapal.
3. Sebagai pegawai kepolisian diatas kapal:
a. Mengumpulkan bahan-bahan untuk
proses verbal.
b. Menyita barang-barang bukti.
c. Mendengar dari tertuduh dan saksi
serta dicatat dalam Berita Acara.
d. Mengamankan tertuduh.
Menyerahkan berkas pemeriksaan
,barang bukti dan tertuduh kepada
polisi setibanya kapal di pelabuhan.
4. Selaku pejabat pencatatan sipil diatas
kapal:
a. Membuat akte kelahiran dan mencatat
dalam buku harian kapal. Dalam waktu
24 jam dengan 2 orang saksi.
b. Membuat akte kematian dalam jangka
waktu 24 jam bila ada yang meninggal
dikapal.
5. Sebagai Notaris dikapal:
a. Membuat akte wasiat seseorang diatas
kapal dengan disaksikan 2 orang
saksi.Surat wasiat tersebut hanya
berlaku selama 6 bulan.
b. Membuat akte perjanjian antara
pelayar yang berada dikapal. Juga
dengan 2 orang saksi.
Container
III. Kewajiban-kewajiban Nakhoda.
1. Kewajiban terhadap Pengusaha Kapal.
2. Kewajiban terhadap Kapal dan Awak
Kapal.
3. Kewajiban terhadap umum.
Passenger
Uraian kewajiban Nahkoda / Capten Kapal.
1. Kewajiban terhadap Pengusaha Kapal.
Hubungan antara Nakhoda dan
Pengusaha Kapal ditetapkan dalam
Perjanjian Kerja Laut dan ketentuan lain
yang diatur dalam perundang-undangan.
Contohnya :
a. Nakhoda wajib mengatur awak
kapal,melaksanakan dinas awak kapal
dan mengurus segala sesuatu
mengenai muat bongkar.
b. Ditempat dimana pengusaha kapal
tidak memiliki perwakilan Nakhoda
berwenang untuk memperlengkapi
kapalnya.
c. Selama dalam playaran nakhoda wajib
terus menerus memberitahukan
tentang segala hal mengenai kapalnya
dan muatannya.
d. Nakhoda tidak boleh melampaui batas
kekuasaannya.Jika hal ini terjadi,maka
dia pribadi terikat oleh
tindakannya,segala kerugian yang
derita orang lain sebagai akibat
tindakannya harus diganti olehnya
sendiri.
Car Roro
Diluar wilayah Indonesia:
a. Nakhoda berwenang mewakili
pengusaha kapal,selaku penggugat
ataupun tergugat dimuka pengadilan
tentang segala urusan yang
menyangkut kapalnya.
b. Nakhoda mewakili pengusaha kapal
untuk perbaikan-perbaikan dalam
keadaan memaksa.
c. Nakhoda mempertanggung jawabkan
keuangan diatas kapal/ uang kas kapal, apabila perlu dapat meminjam demi
kelancaran pelayaran.
Cargo
2. Kewajiban terhadap kapal dan awak
kapalnya.
a. Terhadap kapal:
* Nakhoda bertanggung jawab terhadap
laik laut kapalnya.
* Pemeliharaan dan kelancaran
oprasional kapalnya.
b. Terhadap awak kapal/Crew kapal.
* Selama pelayaran Nakhoda mewakili
pengusaha / Owner kapal membuat
Perjanjian Kerja Laut (PKL) dengan
anak buah kapal( Crew Kapal) yang
bekerja padanya.
* Nakhoda menentukan peraturan-
peraturan mengenai hubungan kerja
antara Perwira yang satu dengan
lainnya atau antara awak kapal
lainnya.
dredger
3. Kewajiban terhadap umum.
Yang dimaksud umum disini berarti:
1. Syahbandar
2. Pemilik muatan
3. Penumpang
4. Bea Cukai
5. Kesehatan Pelabuhan
6. Immigrasi
7. Perwakilan atau keagenan
8. Biro Klassifikasi
9. Keamanan Pelabuhan d.l.l
Presiden di laut
Jika kapal diibaratkan sebuah negara mini di laut, maka Nakhoda adalah presidennya. Untuk
dapat menjalankan pemerintahan dengan baik, dia dibantu oleh menteri-menteri: Menteri
urusan deck ada Mualim 1/Chief Officer. Menteri urusan mesin ada KKM/Chief Engineer.
Sesuai aturan dan perundang-undangan di Indonesia Nakhoda kapal adalah
o keselamatan crew
o keselamatan kapal dan muatannya, dan
o keselamatan lingkungan.
Personil:
Sering juga disebut bahwa Nakhoda adalah wakil perusahaan. Maksudnya Nakhoda adalah
jembatan yang menghubungkan crew/kapal dengan perusahan atau sebaliknya.
Perlindungan hukum terhadap Awak Kapal Perikanan (AKP) adalah tanggung jawab negara.
Credit: Shutterstock
Hal inilah yang harus dan perlu diperhatikan bersama karena data tahun 2005
sampai 2015 menunjukkan telah terjadi kasus yang dialami oleh AKP Indonesia
yang bekerja di kapal perikanan asing. Terdapat 92 persen persoalan yang
dialami oleh AKP yang bekerja di kapal perikanan tangkap dan hanya 8 persen
dialami oleh mereka yang bekerja di kapal niaga.
Agar awak kapal dapat menjalankan tugas dengan baik, tentu harus didukung
dengan lingkungan kerja yang kondusif. Namun demikian, masih terjadi
permasalahan kesejahteraan awak kapal di kapal Indonesia, yaitu diantaranya
pengaturan gaji dan tunjangan masih bersifat umum, belum ada standar baku
tentang besaran gaji/upah minimum serta tunjangan kerja, juga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang tidak dapat diterapkan kepada mereka
ketika terjadi konflik hubungan industrial, serta belum diratifikasinya Maritime
Labour Convention oleh Pemerintah Indonesia.
BAB IV PENUTUP
1. KESIMPULAN
Saya menyimpulkan bahwa:Hukum maritim (Maritime Law) adalah hukum yang mengatur
tentang pelayaran dalam arti transportasi laut dan kegiatan yang terkait dengan pelayaran atau
kenavigasian, baik yang termasuk hukum perdata maupun hukum publik.
Bahwa menjadi nahkoda itu tidak gampang ,selain harus memiliki skil pelayaran/ilmu navigasi
Nahkoda juga harus mempunyai tanggung jawab yang sangat besar di atas kapal.Jika nahkoda
tidak memiliki tanggung jawab maka nahkoda tersebut harus menerima sanksi sesuai UUD yang
berlaku.
2. SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswa akan lebih mengetahui
Administrasi Kebijakan Kesehatan Masyarakat, maka dari itu apabila di dalam
makalah kami masih banyak kekurangan mohon kiranya pembaca memberikan kritik
dan sarannya secara kompeten sesuai tata peraturan yang berlaku dalam
masyarakat, karena kiranya makalah kami masih jauh dari kata kesempurnaan
DAFTAR PUSTAKA