Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST INSERSI CHEST TUBE ATAS
INDIKASI TUMOR MAMMAE SINISTRA + CAP DI RUANG ICU TULIP INSTALASI
RAWAT INTENSIF RSUP DR. M DJAMIL PADANG

Disusun Oleh :
Utari Sari Rahmah, S.Kep
Nim : 2214901083

Preseptor Akademik Preseptor Klinik


Preseptor Akademik Preceptor Klinik

( ) ( )

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pendarahan intra cerebral


1. Pengertian Tumor Cerebellum
Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak
ganas. tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan
menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari
bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Tumor ganas otak yang paling sering terjadi merupakan penyebaran dari kanker yang
berasal dari bagian tubuh yang lain. Kanker payudara dan kanker paru-paru, melanoma
maligna dan kanker sel darah (misalnya leukemia dan limfoma) bisa menyebar ke otak.
Penyebaran ini bisa terjadi pada satu area atau beberapa bagian otak yang berbeda.
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intracranial yang menempati ruang
di dalam tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk
bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk ke dalam jaringan. Neoplasma terjadi akibat
dari kompresi dan infiltrasi jaringan. Akibat perubahan fisik bervariasi, yang menyebabkan
beberapa atau semua kejadian patofisiologis sebagao berikut :
Peningkatan tekanan intracranial (TIK) dan edema serebral Aktivitas kejang dan tanda-
tanda neurologist fokal Hidrosefalus Gangguanfungsihipofisis
Tumor-tumor otak primer menunjukkan kira-kira 20% dari semua penyebab kematian
karena kanker, dimana sekitar 20% sampai 40% dari semua kanker pasien mengalami
metastase ke otak dari tempat-tempat lain. Tumor-tumor otak jarang bermetastase keluar
system saraf pusat tetapi jejas metastase ke otak biasanya dari paru-paru, payudara, saluran
gastrointestinal bagian bawah, pancreas, ginjal dan kulit (melanoma).
Pada usia dewasa, tumor otak banyak dimulai dari sel glia (sel glia membuat struktur dan
mendukung system otak dan medulla spinalis) dan merupakan supratentorial (terletak diatas
penutup serebelum). Jejas neoplastik didalam otak akhirnya menyebabkan kematian yang
menganggu fungsi vital seperti pernafasan atau adanya peningkatan tekanan intracranial.

B. TANDA DAN GEJALA


Tumor intra kranialmenyebabkangangguanfungsifokaldanpeningkatantekanan intra kranial
(TIK).Manifestasi tumor tergantungdarilokasi, displacement otak, danherniasi.Gejalaumum yang
timbulantara lain: sakitkepala, mualmuntah, perubahan mental, papilledema, gangguan visual
(diplopia), kerusakan fungsisensorik dan motorik, sertakejang.
Gejala peningkatan tekanan intrkranial
Disebabkan oleh tekanan yang berangsur-angsur terhadap otak akibat pertumbuhan tumor.
Gejala yang biasanya banyak terjadi adalah sakit kepala, muntah, papiledema (“choken disc”
atau edema saraf optic), perubahan kepribadian dan adanya variasi penurunan fokal motorik,
sensorik dan disfungsi saraf cranial.
a. Sakit kepal
b. Mual muntah
c. Papilledema
d. Kejang
e. Pening dan vertigo
f. Gejala terlokalisasi
Lokasigejala-gejalaterjadispesifiksesuaidengangangguandaerahotak yang terkena,
menyebabkantanda-tanda yang ditunjukkan local,
sepertipadaketidaknormalansensoridanmotorik, perubahanpenglihatandankejang.
Karena fungsi-fungsi otak berbeda-beda di setiap bagiannya maka untuk
mengindentifikasi lokasi tumor dapat ditentukan dari perubahan yang terjadi, seperti :
Tumor korteks motorik memanifestasikan diri dengan menyebabkan gerakan seperti
kejang yang terletak pada satu sisi tubuh, yang disebut kejang Jacksonian.
Tumor lobus oksipital menimbulkan manisfestasi visual, hemianopsia homonimus
kontralateral (hilangnya penglihatan pada setengah lapang pandangan, pada sisi yang berlawanan
dari tumor) dan halusinasi penglihatan.
Tumor serebellum menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya
berjalan sempoyongan dengan kecenderungan jatuh ke sisi yang lesi, otot-otot tidak
terkoordinasi dan nistagmus (gerakan mata berirama tidak disengaja) biasanya menunjukkan
gerakan horisontal.
Tumor lobus frontal sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status
emosional dan tingkah laku, dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrem
yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
Tumor sudut serebopontin biasanya diawali pada sarung saraf akustik dan memberi
rangkaian gejal yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.
Pertama, tinnitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yang
mengarah terjadinya tuli (gangguan saraf cranial ke-8).
Berikutnya, kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (b.d saraf cranial ke-5).
Selanjutnya, terjadi kelemahan atau paralysis (keterlibatan saraf cranial ke-7).
Akhirnya, karena pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada fungsi
motorik.
Tumor intracranial dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi
bicara dan gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang paling sering
adalah meningioma, glioblastoma dan metastase serebral dari bagian lain.
Beberapa tumor tidak selalu mudah ditemukan lokasinya, karena tumor-tumor tersebut
berada pada daerah tersembunyi (silent areas) dari otak (daerah yang di dalam fungsinya tidak
dapat ditentukan dengan pasti).
Perkembangan tanda dan gejala adalah menentukan apakah tumor berkembang atau
menyebar. Berdasarkan tipe tumor maka gejala dapat berupa:
a. Gliomas
b. Terjadipadahemisfer cerebral
c. Sakit kepala
d. Muntah
e. Perubahan kepribadian ; pekarangsang, apatis
f. Neuroma Akustik
g. Vertigo
h. Ataksia
i. Parestesia dan kelemahan wajah ( saraf cranial V, VII)
j. Kehilanganreflekskornea
k. Penurunan sensitiv itasterhadap sentuhan ( Saraf cranial V, XI)
l. Kehilangan pendengaran unilateral
m. Meningiom
n. Kejang
o. Eksoftalmus unilateral
p. Palsiototek straokuler
q. Gangguan pandangan
r. GangguanOlfaktorius
s. Paresis
t. Adenoma Hipofisis
u. Akromegali
v. Hipopituitari
w. Sindrom Cushing
x. Wanita : Amenorea, sterilisasi
y. Pria : kehilangan libido, impotensi
z. Gangguan penglihatan
aa. DM
bb. Hipotiroidisme
cc. Hipoadrenalisme
dd. Diabetes Insipidus
ee. IADH

C. PATOFISIOLOGI
Tumor otak primer dianggap berasal dari sel atau koloni stem sel tunggal dengan DNA
abnormal. DNA abnormal menyebabkan pembelahan mitosis sel yang tidak terkontrol.
Sistem imun tidak mampu membatasi dan menghentikan aberrant, pertumbuhan sel baru.
Pada saat tumor meluas, kompresi dan infiltrsi menyebabkan kematian jaringan otak. Tumor
otak tidak hanya menyebabkan lesi pada otak, tetapi juga menyebabkan edema otak.
Tengkorak bersifat rigid dan hanya memiliki sedikit tempat untuk ekspansi isinya. Jika
perawatan tidak berhasil, tumor otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial
secara progresif yang akan menyebabkan displacement struktur stem otak (herniasi).
Tekanan pada stem otak menyebabkan kerusakan pusat vital signs kritis yang mengontrol
tekanan darah, nadi, dan respirasi, yang akan memicu kematian.
Glioma merupakan tipe tumor yang paling banyak, menginfiltrasi beberapa bagian otak.
Glikoma malignan neoplasma otak yang paling banyak terjadi, kurang lebih 45 % dari
seluruh tumor otak. Glioma dibagi dalam beberapa derajad I hingga IV, mengindikasikan
derajad malignansi. Derajad tergantung pada densisitas seluler, mitosis sel, dan penampakan.
Biasanya tumor menyebar dengan menginfiltrasi sekitar jaringan saraf sehingga sulit
diangkat secara total tanpa menimbulkan kerusakan pada struktur vital.
Astrositomasmerupakantipeglikoma yang paling banyak.
D. WOC

2 ecara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah di dalam
parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang.
Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. 9iasanya disertai dengan
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya
tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal
terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan
adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan
prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan
tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus
yang disertai dengan sakit kepal sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya
sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat
mendukung diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke oklusif
disertai gejala tersebut. 2ejang jarang dijumpai pada saat onset PIS. Intracerebral hemorrhage
mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala
berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan
ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk
sebagaimana peluasan pendarahaan.
Manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
a Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
b Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal
c respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
d Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium
e Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat
f Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intra kranium.
E. Klasifikasi
a Putaminal Hemorrhage
b Thalamic Hemorrhage
c Perdarahan Pons
d Perdarahan Serebelum
e Perdarahan Lober
f Perdarahan intraserebral akibat trauma
F. Komplikasi
a Stroke hemoragik
b Kehilangan fungsi otak permanen
c Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi
G. Pemeriksaan penunjang
a Pemeriksaan radiologi
1) CT scan / didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebarke permukaan otak.
2) MRI / untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
3) Angiografi serebral / untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
4) Pemeriksaan foto thorax / dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakansalah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
b Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal / pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah / pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai +8& mg dalajm serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap / unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
H. Penalataksanaan medis
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic.
Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang
mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami
pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya
kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu,
kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang. Pengobatan pada
pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan
warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak
diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan
antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan
pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
a Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
b Transfusi atau platelet
c Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet
(plasma segar yang dibekukan).
d Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah
yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
e Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan
karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.
Penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut /
a Observasi dan tirah baring terlalu lama
b Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah
c Mungkin diperlukan ventilasi mekanis ntuk cedera terbuka diperlukan
antibiotiok
d Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi
e Pemeriksaan Laboratorium seperti / CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.
I. Konsep Craniotomy
1. Pengertian

Craniotomy merupakan tindakan pembedahan yang membuka tengkorak


(tempurungkepala) bertujuan untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan pada otak.
Pembedahan intrakranial ini biasa disebut dengan craniotomy merupakan tindakan untuk
mengatasi masalah-masalah pada intra kranial seperti hematoma atau perdarahan otak,
pembenahan letak anatomi intrakranial, pengambilan sel atau jaringan intra kranial yang
dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia, mengobati hidrosefalus
dan mengatasi peningkatan tekanan intrakranial yang tidak terkontrol.( Widagdo, W.,
2018).
Post op craniotomy merupakan suatu keadaan individu yang terjadi setelahproses
pembedahan untuk mengetahui dan/atau memperbaiki abnormalitasdidalam kranium
untuk mengetahui kerusakanotak.
2. Indikasi

Indikasi dilakukannya kraniotomi yaitu trauma kepala dan non trauma

kepala.Indikasi terbanyak dilakukannya kraniotomi adalah non trauma dengan etiologi

berupa tumor otak, hidrosefalus, dan aneurisma serebral. Berikut ini merupakan indikasi

dasar dilakukannya kraniotomi (Gracia, 2017):

a. Clipping cerebral aneurism

b. Reseksi dari arteri venous malformation (AVM)

c. Reseksi dari tumor otak

d. Biopsi dari jaringan otak yang abnormal

e. Mengangkat abses otak

f. Evakuasi bekuan darah (contohnya: epidural, subdural dan intraserebral)

g. Insersi alat implan (contohnya ventrikuloperitoneal shunt/VP shunt, deep brain

stimulator/DBS, elektroda subdural).


h. Dekompresi mikrovaskular (contohnya pada kasus trigeminal neuralgia)

i. Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi (kraniektomi)

3. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien post operasi kraniotomi yaitu

sebagai berikut (Laurent dkk., 2017):

a. Peningkatan tekanan intrakranial

b. Perdarahan dan syok hipovolemik

c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

d. Infeksi

Radang selaput otak terjadi pada sekitar 0,8-1,5% dari beberapa individu yang

dilakukan kraniotomi. Organisme yang paling sering timbul adalah staphylococus

auereus yang dapat menyebabkan pernanahan.Pencegahan yang dapat dilakukan

untuk menghindari infeksi pada luka yaitu dengan perawatan luka yang

memperhatikan aseptik dan antiseptik.

e. Kejang

Pasien diberikan obat anti kejang selama tujuh hari post operasi

kraniotomi. Biasanya obat yang diberikan adalah Phenytoin, tetapi penggunaan

Levetiracetam semakin meningkat karena risiko interaksi obat yang lebih rendah.

f. Nyeri

Nyeri post operasi kraniotomi sering terjadi dan derajat nyerinya mulai

dari sedang sampai berat. Kebocoran cairan serebrospinal menyebabkan hipotensi

intratekal yang mengakibatkan traksi pada meningen dan saraf kranial.Jika pasien

mengalami nyeri kepala yang signifikan setelah drainase, jumlah CSF yang

terkuras dapat dikurangi atau drainase dapat dihentikan karena hal ini dapat

mengindikasikan hipotensi intrakranial yang signifikan.

g. Kematian

Risiko kematian pasien post operasi kraniotomi dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain diagnosis penyakit atau cedera yang menjadi indikasi

dilakukannya kraniotomi, faktor usia, skor GCS (Glasgow Coma Scale),

komplikasi post operasi dan beberapa faktor medis lainnya (Johans et al., 2017).
AsuhanKeperawatanTeoritis

1. Pengkajian
Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang tahapan dalam proses

keperawatan, tahap dimulai dengan: tahap pengkajian, tahap diagnosa keperawatan,

tahap perencanaan, tahap pelaksanaan serta tahap evaluasi. (Budiono, 2016).

2. Pengkajian Primary Survey


Pengkajian yang perlu dilakukan yakni pengkajian primer yang meliputi airway,

breathing, circulation, disability, dan exposure. Pengkajian primer yang dilakukan

pada pasien dengan cedera kepala menurut Fitriana (2018) sebagaimana dijelaskan

sebagai berikut.:

a) Airway

1) Mengkaji bagaimana kondisi jalan nafas pasien dimana dilakukan dengan

memeriksa apakah adanya obstruksi jalan nafas akibat dari adanya benda

asing, oedema, darah, muntahan, lidah, cairan.Jika pasien saat diberikan

pertolongan tidak responsif, stabilkan kepala dan leher dan gunakan

manuver dorong rahang untuk memastikan jalan napas terbuka. Jika tidak

dicurigai adanya cedera tulang belakang, gunakan head tilt, chin lift

manuver.

2) Mengkaji bagaimana suara nafas pasien dan amati apakah terdapat

snoring, gurgling, maupun crowning.

b) Breathing

1) Mengkaji apakah pasien dapat bernafas dengan spontan atau tidak

2) Memperhatikan gerakan dada pasien apakah simetris atau tidak

3) Mengkaji irama nafas apakah cepat, dangkal atau normal

4) Mengkaji keteraturan pola nafas

5) Mendengarkan, mengamati, serta mengkaji suara paru apakah terdapat

wheezing, vesikuler, maupun ronchi

6) Mengkaji apakah pasien mengalami sesak nafas

7) Mengkaji respiratory rate pasien


c) Circulation

1) Mengkaji nadi pasien apakah teraba atau tidak, jika teraba hitung berapa

denyut nadi permenit

2) Mengkaji tekanan darah pasien

3) Mengamati apakah pasien pucat atau tidak

4) Menghitung CRT pasien perdetik

5) Menghitung suhu tubuh pasien dan rasakan akral pasien apakah teraba

dingin atau hangat

6) Mengamati apakah terdapat perdarahan pada pasien, dan kaji lokasinya

serta jumlah perdarahan

7) Mengkaji turgor pasien

8) Mengkaji adanya diaphoresis

9) Mengkaji riwayat kehilangan cairan berlebihan

d) Disability

1) Mengkaji tingkat kesadaran pasien

2) Mengkaji nilai GCS pasien yang meliputi mata, verbal, dan motoriknya

3) Mengkaji pupil pasien apakah isokor, unisokor, pinpoint, atau medriasis

4) Mengkaji adanya reflek cahaya

e) Esposure

Mengkaji adanya cedera lain yang dapat mempengaruhi kondisi pasien, seperti

ada tidaknya laserasi, edema dan lainnya

f) Foley Chatete

Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra jika ada tidak

dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter dipasang untuk memantau produksi

urin yang keluar.

g) Gastric tube

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi

resiko muntah.

h) Monitor EKG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut jantung.
3. Pengkajian Secondary

Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat trauma

pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai.

a. Identitas pasien

b. Riwayat Penyakit

1) Keluhan Utama

Cedera kepala berat mempunyai keluhan atau gejala utama yang

berbeda-beda tergantung letak lesi dan luas lesi.Keluhan utama yang

timbul seperti nyeri, rasa bebal, kekakuan pada leher atau punggung dan

kelemahan pada ekstremitas atas maupun bawah.

2) Riwayat Penyakit

Saat Ini Pengkajian ini sangat penting dalam menentukan derajat

kerusakan dan adanya kehilangan fungsi neurologik. Medulla spinalis

dapat mengalami cedera melalui beberapa mekanisme, cedera primer

meliputi satu atau lebih proses berikut dan gaya : kompresi akut,

benturan, destruksi, laserasi dan trauma tembak.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Klien dengan cedera medulla spinalis bias disebabkan oleh beberapa

penyakit seperti Reumatoid Artritis, pseudohipoparatiroid, Spondilitis,

Ankilosis, Osteoporosis maupun tumor ganas.

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan riwayat penyakit keluarga yang dapat memperberat

cedera medulla spinalis.

c. Pengkajian11pola fungsional Gordon

1) Pola Persepsi-ManajerKesehatan

Merupakan persepsi pasien tentang status kesehatan umum.

Mengambarkan persepsi keluarga terhadap kesehatan dan upaya

preventif kesehatan lingkungan.

2) Pola Nutrisi

Pada pola ini, masukan nutrisi, keseimbangan cairan dan

elektrolit,Asupanmakanan (kebiasaan makan,jenis dan banyaknya,


kesukaan dan pantangan, kemampuan mengunyah, menelan, makan

sendiri gigi, membran mukosa nafsu makan, pola makan, diet,

perubahan Bb dalam 6 bulan terakhir, kesulitan diambil, mual/muntah,

Kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/manfaat kulit, makanan kesukaan.

Asupan cairan (banyaknya perhari, mual dan muntah)

3) Pola Eliminasi

Pada penderita biasanya tidak terjadi perubahan pola pembuangan

dan persepsi klien. BAB (kaji pola defiksi, jumlah, karakteristik,

frekuensi/hari ,warna, bau dan faktor yang mempengaruhi BAB).BAK (

kaji pola miksi, jumlah jumlah, karakteristik, frekuensi/hari ,warna, bau

dan faktor yang mempengaruhi pola eliminasi seperti diit, obat,

tindakan.

4) Pola Latihan-Aktivitas

Pola latihan, aktifitas, bersenang-senang, dan rekreasi dan

kegiatan sehari-hari, mobilisasi (kajimassa/tonus otot, tremor, rentan

gerak, kekuatan, deformitas). Faktor yang mempengaruhi gerakan dan

latihan sakit, pembatasan, tindakandan pengaturan posisi.

5) Pola Kognitif Perseptual

Keadekuatan alat sensori, persepsi nyeri, fungsional kognitif dan

observasi tingkat nyeri lokasi, intensitas,frekuensi kualitas dan durasi

(PQRST)

6) Pola Istirahat -Tidur

Pola tidur, periode istirahat-relaksasi selama 24 jam serta kualitas

dan kuantitas dan persepasi tentang energi. Jumlah jam tidur pada siang

dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi buruk,

penggunaan obat, mengeluh letih. post operasi biasanya sulit untuk tidur

dan beristirahat karena merasa tidak nyaman.

7) Pola Konsep Diri-persepsi Diri

Polainimenggambarkansikaptentangdirisendiridanpersepsiterhada

p kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga

diri,peran, identitas dan ide diri sendiri. Pada umumnya memecahkan


gangguan konsep diri, merasa cemas dan takut jika ditinggal

pasangan.Merasa tidakberdayadan bergunalagi.

8) Pola Peran dan Hubungan

Pola ini menggambarkan dan mengetahui hubungan dan

peranterba dapanggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal

pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang

pasif/agresif teradat orang lain, masalah keuangan dll.

9) Pola Reproduksi /Seksual

Pada pola ini menggambarkan kepuasan dan ketidak puasanyang

dirasakan dgn seksualtas atau masalah yang aktual atau

dirasakandengan seksualitas, dampak sakit berpikir terhadap

seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan mana riwayat penyakit hub seks,

pemeriksaangenital.

10) Pola Pertahanan Diri(Coping-ToleransiStres)

Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stres dan

penggunaan system pendukung. Penggunaan obat untuk menangani

stres, Interaksi dengan orangterdekat, menangis, kontak mata, metode

koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stres.

11) Pola Keyakinan DanNilai

Menggambarkan dan jelaskan pola nilai, keyakinan termasuk

spiritual, menerangkan sikup dan keyakinan dalam melakuanakan

agama yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan

dan budaya, berbagi dengan orang lain, membuktikan nilaidan

kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam agama

selamas akit.

d. PemeriksaanFisik

Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada

kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih

sempit tetapi lebih mendalam.

1) GambaranUmum

Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah

tanda-tanda,seperti:

b) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma,gelisah,

komposmentistergantungpadakeadaanklien.

c) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,

berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

d) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik

fungsi maupunbentuk.

e) SistemIntegumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,

bengkak, oedema, nyeri tekan.

f) Kepala

Adanya bekas post-op, simetris, ada nyeri kepala.

g) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,

reflek menelan ada.

h) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan

fungsi maupun bentuk.Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

i) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis

(karena tidak terjadi perdarahan).

j) Telinga

Tesbisikatauwebermasihdalamkeadaannormal.Tidak ada

lesi atau nyeritekan.

k) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

l) Mulut danFaring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,

mukosa mulut tidak pucat.

m) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

n) Paru

- Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung

pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan

paru.

- Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

- Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan

lainnya.

- Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara

tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

o) Jantung

- Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.

- Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

- Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

p) Abdomen

- Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

- Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak

teraba.

- Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

- Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kali/menit.


q) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada


kesulitan BAB.
4. Diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif(D.0001) berhubungan dengan


hipersekresi

2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan kelemahan


otot pernafasan

3. Resiko perfusi serebral tidak efektif(D.0017) berhubungan dengan


cedera kepala

4. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)berhubungan dengan gangguan


neuromuskular

5. Nyeri akut (D.0077)berhubungan dengan cedera traumatis

6. Defisit perawatan diri(D.0109)berhubungan dengan gangguan


neuromuscular, kelemahan

7. Resiko infeksi (D.0142) berhubungan dengan efek prosedur invasif


5. RencanaAsuhanKeperawatan
SDKI SLKI SIKI

Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas


tidak efektif keperawatan 3 x 24 jam, maka Observasi
diharapkan kebersihan jalan a. Monitor pola napas
napas meningkat dengan (frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil : usaha napas)
a. Produksi sputum b. Monitor bunyi napas
meningkat tambahan (mis. gurgling,
b. Whwzing meningkat mengi, wheezing, ronkhi
c. Frekuensi napas kering)
membaik c. Monitor sputum (jumlah,
d. Pola napas membaik warna, aroma)
Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head
tilt dan chin lift (jaw
thrust) jika curiga trauma
servikal
b. Posisikan semi fowler atau
fowler
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
e. Berikan oksigen
Edukasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
Terapi Oksigen
Observasi
a. Monitor kecepatan aliran
oksigen
b. Monitor posisi alat terapi
oksigen
c. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
d. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
a. Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
b. Pertahankan kepatenan jalan
napas
c. Siapkan danatur peralatan
pemberian oksigen
d. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan
atau tidur
Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan intervensi Manajemen peningkatan tekanan
tidak efektif keperawatan selama 3x24 jam intrakranial
maka diharapkan perfusi Observasi:
serebral meningkat dengan a. monitor tanda/gejala
kriteria hasil: peningkatan TIK ( tekanan
1. tingkat kesadaran meningkat darah dan nadi, kesadaran)
2. demam menurun b. monitor intake output cairan
3. gelisah menurun Terapeutik:
a. berikan posisi semifowler
b. pertahankan suhu tubuh
normal
Resiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
keperawatan selama 3x24 jam Observasi
maka diharapkan tingkat a. karakteristik luka
infeksi menurun dengan b. monitor tanda-tanda
kriteria hasil: infeksi
1. bengkak menurun Terapeutik
2. demam menurun a. lepaskan balutan dan
3. kemerahan menurun plester secara perlahan
4. nyeri menurun b. bersihkan dengan cairan
NaCl
c. bersihkan jaringan
nekrotik
d. berikan salep sesuai resep
dokter
e. pasang balutan sesuai luka
Edukasi
a. jelaskan tanda dan gejal
infeksi
b. ajarkan perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian
analgetik

6. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukanoleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalamproses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang
dihadapipasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan.
7. Evaluasi
Evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimanaevaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metodeevaluasi ini
menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2010. Intracerebral Hemorrhage. The Internet Journal
of Advanced Nursing Practice.
Harsono, 2010, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke 2007. Jakarta.
Rochani, Siti, 2009, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf
Indonesia, Surabaya.
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD
ArifiAchmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Susilo, Hendro, 2009 Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai