TRANSPORTASI LAUT
NAMA :
NIT :
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur, kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala nikmat sehat
dan kesempatan serta rahmat dan hidayahnya yang senantiasa tercurahkan kepada kita yang tak
terhingga ini.
Saya menyampaikan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang telah membimbing dalam
pembuatan makalah ini dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini,
sehingga saya dapat menyelesaikannya makalah ini dengan tepat waktu.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh
karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................................2
BAB I...............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..........................................................................................................................3
BAB III.........................................................................................................................................14
KESIMPULAN............................................................................................................................14
3.1UMUM.................................................................................................................................14
3.2 SARAN................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau-pulau di Indonesia hanya bisa tersambung melalui laut-laut di antara pulau-
pulaunya. Laut bukan pemisah, tetapi pemersatu berbagai pulau, daerah dan kawasan Indonesia.
Hanya melalui perhubungan antar pulau , antar pantai, kesatuan Indonesia dapat terwujud.
Pelayaran yang menghubungkan pulau-pulau, adalah urat nadi kehidupan sekaligus pemersatu
bangsa dan Negara Indonesia. Sejarah kebesaran Sriwijaya atau Majapahit menjadi bukti nyata
bahwa kejayaan suatu Negara di nusantara hanya bisa dicapai melalui keunggulan Laut.
Karenanya, pembangunan industry pelayaran nasional sebagai sektor strategis, perlu
diprioritaskan agar dapat meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Karena nyaris
seluruh komoditi untuk perdagangan internasional diangkut dengan menggunakan sarana dan
prasarana transportasi Laut, dan menyeimbangkan pembangunan kawasan (antara kawasan timur
Indonesia dan barat) demi kesatuan Indonesia, karena daerah terpencil dan kurang berkembang
(yang mayoritas berada dikawasan Indonesia timur yang kaya sumber daya alam) membutuhkan
akses ke pasar dan mendapat layanan, yang seringkali hanya bisa dilakukan dengan transportasi
Laut. Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan diperaiaran,
kepelabuhan, serta keamanan dan keselamatannya. Secara garis besar pelayaran dibagi menjadi
dua yaitu pelayaran niaga (yang terkait dengan kegiatan komersial) dan pelayaran Non Niaga
(yang terkait dengan kegiatan non komersil seperti pemerintahan dan bela Negara).
Angkutan diperairan (dalam makalah ini disepadankan dengan transportasi Laut) adalah
kegiata pengangkutan penumpang, dan atau barang, dan atau hewan, melalui suatu wilayah
perairan (laut, sungai, dan danau penyeberangan) dan teritori tertentu (dalam negeri atau luar
negeri), dengan menggunakan kapal, untuk layanan khusus dan umum. Wilayah perairan terbagi
menjadi :
2. Perairan sungai dan danau : wilayah perairan pedalaman, yaitu : sungai, danau, waduk,
rawa, banjir, kanal dan terusan.
3. Perairan penyeberangan : wilayah perairan yang memutuskan jaringan jalan atau jalur
kereta api. Angkutan penyeberangan berfungsi sebagai jembatan penggerak, penghubung jalur.
1. Dalam negeri : untuk angkutan domestik, dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di wilayah
Indonesia.
2. Luar negeri : untuk angkutan internasional (ekspor/import), dari pelabuhan Indonesia (yang
terbuka untuk perdagangan luar negeri ) ke pelabuhan luar negeri, dan sebaliknya.
Angkutan Dalam Negeri diselenggarakan dengan kapal berbendera Indonesia, dalam bentuk :
Pelayaran Nasional, oleh badan hukum yang didirikan khusus untuk usaha pelayaran, dan yang
memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia jenis non tradisional, beroperasi di semua
jenis wilayah perairan (laut, sungai dan danau, penyeberangan) dan teritori (dalam negeri dan
luar negeri). Pelayaran perintis yang diselenggarakan oleh pemerintah di semua wilayah perairan
(laut, sungai dan danau, penyeberangan) dalam negeri untuk melayani daerah terpencil (yang
belum dilayani oleh jasa pelayaran yang beroperasi tetap dan teratur atau yang moda transportasi
lainnya belum memadai) atau daerah belum berkembang (tingkat pendapatan sangat rendah),
atau yang secara komersial belum menguntungkan bagi angkutan laut.Angkutan luar negeri
diselenggarakan dengan kapal berbendera Indonesia dan asing, oleh : perusahaan pelayaran
nasional yang memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 175GT; perusahaan
pelayaran patungan, antara perusahaan asing dengan perusahaan nasional yang memiliki minimal
satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 5,000GT; dan perusahaan pelayaran asing, yang
harus diageni oleh perusahaan nasional dengan kepemilikan minimal satu kapal berbendera
Indonesia, berukuran 5,000GT untuk pelayaran internasional atau minimal satu kapal berbendera
Indonesia, berukuran 175GT untuk pelayaran lintas batas.
Bukti-bukti yang menunjukan bahwa bangsa Indonesia telah memanfaatkan kapal-kapal sebagai
sarana penting dalam transportasi laut, seperti yang tergambar pada relief-relief Candi Borobudur
dalam bentuk perahu bercadik yang telah mampu berlayar sampai ke Pulau madagaskar
(Afrika). Juga pembuatan perahu Pinisi yang dilakuan oleh bangsa Makassar di Sulawesi
Selatan.
Teknologi pembuatan kapal di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat setelah
mendapat pengaruh asing. Dari para pelaut asing itulah bangsa Indonesia memperoleh tambahan
pengetahuan teknologi navigasi dan pelayaran, sehingga akhirnya Indonesia memiliki Idustri
kapal yang modern.
Industri perkapalan berawal dari sebuah bengkel tempat mereparasi kapal. Kemudian bengkel itu
berkembang menjadi industri yang merancang dan membangun kapal sebagai sarana transportasi
laut, dan dioperasikan oleh PT. Pelayaran laut Nasional Indonesia (PT. PELNI). Industri kapal
Indonesia dimotori oleh PT. PAL Indonesia. Perusahaan ini merupakan sebuah BUMN. Pendiri
perusahaan kapal ini telah dirintis sejak tahun 1823, yaitu pada masa pemerintahan Hindia
Belanda. Ide pendirian bengkel reparasi kapal laut ini dimunculkan oleh Gubernur General
Hindia belanda V.D. Capellen. Nama perusahan itu adalah NV. Nederlandsch Indische Industrie.
Pada tahun 1849, sarana perbaikan dan pemeliharaan kapal mulai terwujud di daerah Ujung,
surabaya. namun pada tahun 193 pemerintah Hindia Belanda mengganti nama menjadi Marine
Establishment (ME). ME berfungsi sebagai sebuah pabrik pemeliharaan dan perbaikan kapal.
Pada masa pendudukan jepang, ME tidak berubah fungsi dan tetap menjadi bengkel reparasi dan
perbaikan kapal-kapal angkatan laut tentara Jepang dibawah pengawasan Kaigun. Tetapi pada
masa perang kemerdekaan, ME kembali dikuasai Belanda dan baru diserahkan pada Indonesia
pada tanggal 27 Desember 1949. Sejak saat itu nama perusahaan kapal laut tersebut diubah
menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL).
Pada athun 1978, status PT. PAL diubah menjadi perusahaan umum (Perum) PAL. 3 tahun
kemudian, yaitu pada tahun 1981 bentuk badan usaha Perum PAL diubah menjadi perseroan
dengan pimpinan Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie (saat itu menjabat sebagai menristek). PT. PAL
memproduksi berbagai jenis kapal, mulai dari kapal ikan, kapal niaga, kapal perang, tugboat,
tanker, kapal penumpang dan kapalriset.Kapal riset buatan PT. PAL adalah kapal Baruna Jaya
VIII milik LIPI.
Sementara itu upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam bidang trasportasi laut antara
lain merehabilitasi dan meningkatkan kapasitas infrastruktur yang ada, seperti pengadaan kapal
Feri dan kapal pengangkut barang, perbaikan pelabuhan-pelabuhan laut, terminal peti kemas dan
dermaga-dermaga. hal itu bertujuan untuk lebih memperlancar lalu lintas antar pulau,
meningkatkan perdangangan Indonesia.
Perkembangan trasportasi laut pada dewasa ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi tersebut
telah membuat bangsa Indonesia dapat memproduksi kapal angkut penumpang yaitu Palindo
jaya 500. kapal tersebut diluncurkan pertama kali pada bulan Agustus 1995. Kapal tersebut
dibuat untuk menunjang sarana trasportasi laut yang lebih cepat dan aman. Dengan demikian,
kegiatan trasportasi laut akan berdampak dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
BAB II
ISI
1. Usaha bongkar muat barang, yaitu kegiatan usaha pembongkaran dan barang dan atau
hewan dari dan ke kapal.
2. Usaha jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), yaitu kegiatan usaha untuk
pengiriman dan penerimaan barang dan hewan melalui angkutan darat, laut, dan udara.
3. Usaha ekspedisi muatan kapal laut, yaitu kegiatan usaha pengurusan dokumen dan
pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penyerahan muatan yang diangkut melalui
laut.
4. Usaha angkutan di perairan pelabuhan, yaitu kegiatan usaha pemindahan penumpang dan
atau barang atau hewan dari dermaga ke kapal atau sebaliknya dan dari kapal ke kapal, di
perairan pelabuhan.
5. Usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau alat apung, yaitu kegiatan usaha
menyediakan dan penyewaan peralatan penunjang angkutan laut dan atau alat apung untuk
pelayanan kapal.
7. Usaha depo peti kemas, yaitu kegiatan usaha penyimpanan, penumpukan, pembersihan,
perbaikan, dan kegiatan lain yang terkait dengan pengurusan peti kemas.
Pada tahun ini pula diberlakukan keharusan men-scrap kapal tua dan pengadaan kapal dari
galangan dalam negeri. Undang-undang pelayaran nomor 21 tahun 1992, semakin memperkuat
pelonggaran perlindungan tersebut. Berdasarkan UU 21/92 perusahaan asing dapat melakukan
usaha patungan dengan perusahaan pelayaran nasional untuk pelayaran domestic. Melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 1999, pemerintah berupaya mengubah kebijakan yang
terlalu longgar, dengan menetapkan kebijakan sebagai berikut:
1. Perusahanaan pelayaran nasional Indonesia harus memiliki minimal satu kapal berbendera
Indonesia, berukuran 175 GT.
2. Kapal berbendera asing diperbolehkan beroperasi pada pelayaran domestic hanya dalam
jangka waktu terbatas (3 bulan).
3. Agen perusahaan pelayaran asing kapal harus memiliki satu kapal berbendera Indonesia,
berukuran 5,000 GT.
4. Di dalam perusahaan patungan, perusahaan nasional harus memiliki minimal satu kapal
berbendera Indonesia, berukuran 5,000 GT (berlipat dua dari syarat deregulasi 1988 yang 2,500).
Pengusaha agen kapal asing memprotes keras, sehingga pemberlakuan ketentuan ini diundur
hingga Oktober 2003.
5. Jaringan pelayaran domestic dibagi menjadi 3 jenis trayek, yaitu utama (main route),
pengumpan (feeder route) dan perintis (pioneer route). Jenis ijin operasi pelayaran dibagi
menurut jenis trayek tersebut dan jenis muatan (penumpang, kargo umum, dan
kontener).Rangkaian regulasi dan deregulasi tersebut di atas menjadi salah satu faktor terhadap
kondisi dan masalah yang dihadapi sector transportasi Laut Indonesia, dari waktu ke waktu.
2.3 Profil Armada Transportasi Laut Di Indonesia
Dari sisi besaran DWT, kapasitas kapal konvesional dan tanker mendominasi armada
pelayaran yang uzur (umur rata-rata kapal di Indonesia 21 tahun, 2001, dibandingkan dengan
Malaysia yang 16 tahun, 2000, atau singapura yang 11 tahun, 2000). Meskipun demikian, justru
pada kapasitas muatan dry-bulk dan liquid bulk pangsa pasar domestic armada nasional paling
kecil. Pada umunya, kapal Indonesia mengankut kargo umum, tapi sekitar setengah muatan dry-
bulk dan liquid-bulk diangkut oleh kapal asing atau kapal sewa berbendera asing. Secara
keseluruhan armada nasional meraup 50% pangsa pasar domestic. Sekitar 80% liquid-bulk
berasal dari PT Pertamina. Penumpang angkutan laut bukan feri terutama dilayani oleh PT Pelni
yang mengoperasikan 29 kapal (dalam lima tahun terakhir, PT Pelni menambah 10 kapal).
Perusahaan swasta juga membesarkan armada dari 430 (1997) menjadi 521 unit (2001).
HubLa). Armada Pelayaran Rakyat, yang terdiri dari kapal kayu (misalnya jenis Pinisi,
seperti yang banyak berlabuh dipelabuhan Sunda Kelapa) membentuk mekanisme industry
transportasi laut yang unik. Kapal-kapal yang berukuran relatif kecil (tapi sangat banyak)
melayani pasar yang tidak diakses oleh kapal berukuran besar, baik karena alasa financial
(kurang menguntungkan) atau fisik (pelabuhan dangkal). Industri Pelayaran Rakyat berperan
sangat penting dalam distribusi barang dan dari pelosok Indonesia. Armada pelayaan rakyat
mengangkut 1.6 juta penumpang(sekitar 8% penumpang bukan feri) dan 7.3 juta Metric Ton
barang (sekitar 16% kargo umum). Tapi kekuatan armada ini cenderung melemah, terlihat dari
kapasitas 397,000 GRT pada tahun 1997 menjadi 306,000 GRT pada tahun 2001. (sumber data:
Stramindo, berdasarkan statistic DitJen
Walhasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk. Perusahaan pelayaran nasional
kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional, karena kelemahan di semua aspek,
seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal. Di bidang muatan internasional
(ekspor/import) pangsa perusahaan pelayaran nasional hanya sekitar 3% to 5%, dengan
kecenderungan menurun. Proporsi ini sangat tidak seimbang dan tidak sehat bagi pertumbuhan
kekuatan armada pelayaran nasional.
Data tahun 2002 menunjukan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia semakin
terpuruk dipasar muatan domestic. Penguasaan pangsanya menciut 19% menjadi hanya 50%
(2000:69%). Sementara untuk muatan internasional tetap dikisaran 5%. Dari sisi financial,
Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4 Milyar, hanya dari transportasi
laut untuk muatan ekspor/ import saja. Alih-alih memperoleh manfaat dari penerapan
prinsip cabotage (yang tidak ketat) industri pelayaran Indonesia malah sangat bergantung pada
kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi banyak masalah, seperti :
banyak kapal, terutama jenis konvensional, menganggur Karena waktu tunggu kargo yang
berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang memicu perang harga yang
tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tetapi hanya sedikit yang mampu memberikan
pelayanan memuaskan; tingkat produktivitas armada dry cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-
miles/ DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan armada sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles /
DWT.
Situasi pelayaran sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing terjadi
bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestic. Situasi bagai lingkaran tak berujung itu
disebabkan lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif. Banyak perusahaan pelayaran
ingin meremajakan armadanya, tapi sulit memperoleh pinjaman di pasar uang domestic. Dan
disisi lain lebih mudah memperoleh pinjaman dari sumber-sumber luar negeri. Beberapa
perusahaan besar cenderung mendaftarkan kapalnya di luar negeri (flagged-out). Tapi
perusahaan kecil dan menengah tidak mampu melakukannya, sehingga tak ada alternative
kecuali menggunakan kapal berharga murah, tapi tua dan scrappy. Akibatnya terjadi
ketergantungan yang semakin besar pada kapal sewa asing dan pemrosotan produktivitas
armada.
2. Tingkat suku bunga pinjaman domestic 15-17% p.a untuk jangka waktu pinjaman 5 tahun.
3. Jangka waktu pinjaman yang hanya 5 tahun terlalu singkat untuk industri pelayaran.
4. Saat ini kapal yang dibeli tidak bisa dijadikan sebagai kolateral.
5. Tidak ada program kredit untuk kapal feeder termasuk pelayaran rakyat, kecuali pinjaman
jangka pendek berjumlah sangat kecil dari bank nasional.
Sebagai akibatnya pertumbuhan volume angkutan liquid kargo (yang didominasi minyak)
tidak sepesat dry cargo. Pertumbuhan volume penumpang (transportasi Laut maupun udara) akan
sejalan dengan pertumbuhan GDP. Tapi GDP yang semakin tinggi hanya berpengaruh positif
pada transportasi udara, dan berpengaruh negative pada transportasi laut. Karena itu diprediksi
proporsi laut-udara akan berubah 60-40 (2001) menjadi 51-49 (2024) dengan tingkat
pertumbuhan rendah 1.5 kali lipat. Proyeksi pertumbuhan volume muatan barang dan
penumpang domestic yang menggunakan transportasi Laut.
BAB III
KESIMPULAN
3.1UMUM
Industri pelayaran, bahkan transportasi Laut yang merupakan salah satu bagiannya memiliki
banyak aspek yang saling terkait. Karena itu, upaya peningkatan daya saing pada aspek yang
relevan perlu dilakukan secara simultan. Aspek relevan tersebut meliputi : Pembenahan
administrasi dan manajemen pemerintahan di laut, termasuk keselamatan dan keamanan Laut
serta perlindungan laut.
3.2 SARAN
Industri transportasi laut menghadapai situasi pelik, yaitu timbulnya masalah ketergantungan
pada kapal sewa asing dan kelebihan kapasitas armada secara bersamaan. Pangkal pelik situasi
tersebut berasala dari lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif. Perusahaan
pelayaran yang ingin meremajakan armadanya , sulit memperoleh dukungan dana. Jika
dibiarkan, kepelikan tersebut akan seperti spiral yang menyeret perusahaan pelayaran kearah
keterpurukan yang semakin dalam. Hanya ada satu persyaratan yang dibutuhkan, agar
perusahaan pelayaran nasional dapat keluar dari keterpurukan tersebut, yaitu iklim investasi yang
kondusif. Kondusivitas tersebut diperlukan untuk memberdayakan perusahaan pelayaran,
sehingga perusahaan pelayaran tersebut memiliki beberapa karakteristik kemampuan dalam hal:
mengakses sumber dana keuangan untuk pengadaan kapal yang dibutuhkan menikmati laba
bisnis yang stabil menghindari kemrosotan asset kapal dalam jangka menengah dan panjang
melakukan reinvestasi pada armada yang lebih berdaya saing.
DAFTAR PUSTAKA
Buntoro Kresno, 2012, “Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Prospek dan Kendala”, Jakarta
Selatan: SEKOAL. Hlm 59
Didik Mohammad Sodik, 2011, “Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia”,
Relika Aditama, Jakarta.
Etty R. Agoes, 1991, “Konvensi Hukum Laut 1982 Masalah Pengaturan Hak Lintas Kapal
Asing”, Penerbit Abardi, Jakarta.
Forum Strategi TNI-AL ke empat Tahun 1991 tema Penetapan dan Pengaturan “SEA LANES”
Sebagai Tindak Lanjut UU RI No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang
Hukum Laut, Jakarta.