Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH WAWASAN KEMARITIMAN

Transportasi Laut
Dosen Pengampu
Wa Ode Reni, S.Pd., M.H.

Disusun Oleh
KELOMPOK 3

1) ANNISA IKLIMA (A1I122038) 10) ELMALIA PUTRI (A1I122047)


2) ASTIN SAMLA (A1I222039) 11) ELMAYANTI (A1I122048)
3) CITAN ADLINA NUR (A1I122040) 12) GHISANI SALZABILA P. (A1I122049)
4) DAVINA PUTRI MUHLISA (A1I122041) 13) INRY RIEZKIANTI PUHI (A1I122050)
5) DELA (A1I122042) 14) IRMA RONDENG (A1I122051)
6) DESI ARIANI (A1I122043) 15) IRSYAD HARI W. (A1I122052)
7) DEVI SULISTIAWATI N. (A1I122044) 16) KALSUM NURHIDAYAH (A1I122053)
8) DIMAN (A1I122045) 17) KATRINA DAMBA L. (A1I122054)
9) DINAH DIYANAH (A1I122046) 18) LUSIANI (A1I122055)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITRAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt. atas Rahmat dan Hidayahnya sehingga
kami dapat menyelesaikan Makalah Wawasan Kemaritiman ini dengan baik yaitu mengenai
“Transportasi Laut”.
Dengan selesainya Makalah ini tentunya tidak terlepas dari unjuk ajar dosen pembimbing
bidang studi serta bantuan dari semua pihak yang turut serta dalam pembuatan Makalah ini.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih, juga kepada kedua orang tua yang selalu memberi
semangat maupun material yang sangat menunjang keberhasilan Makalah ini.
Kami menyadari bahwa pembuatan dan penyusunan makalah ini belum sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk dapat menyempurnakan
Makalah ini. Akhirnya semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan juga kepada semua
pembaca yang budiman.

Kendari, 04 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ..................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 1

1.3. Tujuan ........................................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3

2.1. Tata Kelola Pelabuhan Amburadul ......................................................................................... 3

2.2. Pelayanan Nasional Terpuruk .................................................................................................. 7

2.3. Sistem Navigasi Laut Mengkhawatirkan ............................................................................. 10

2.4 Sistem Logistik Nasional Masih Lemah .............................................................................. 11

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 14

3.1. Kesimpulan .............................................................................................................................. 14

3.2. Saran ......................................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan wilayah geografis terdiri dari
17.504 pulau, Indonesia sangat membutuhkan sistem transportasi laut yang berpihak pada
kepentingan ekonomi maritim. Atas tantangan dan potensi laut yang demikian besar, sudah
sepatutnya pembangunan di sector maritim menjadi prioritas utama dalam pembangunan
nasional. Sehingga, ciri keunggulan dan kekuatan Indonesia sebagai bangsa bahari tercermin
dari kemajuan ekonomi dan iptek di bidang maritim. Salah satu sub-sektor utama di bidang
kemaritiman adalah transportasi laut. Sub-sektor ini memberikan andil besar dalam
menunjang urat nadi perekonomian nasional.
Sarana transportasi merupakan sesuatu yang penting dalam rangka meningkatkan
kinerja pembangunan dan investasi. Jika di wilayah tersebut memiliki sarana transportasi
laut yang baik, maka investor tidak akan segan menanamkan modalnya untuk
pengembangan budidaya rumput laut di Maluku Utara atau wilayah lain yang memiliki
potensi sumber daya kelautan dan perikanan.
Tujuan pembangunan kansportasi (terutama transportasi laut) antar pulau-pulau bagi
bangsa Indonesia adalah untuk mewujudkan perhubungan laut sebagai urat nadi kehidupan
ekonomi, politik,sosial budaya, pertahanan keamanan, sarana untuk memperkokoh persatuan
dan kesatuan, serta sebagai penyedia lapangan kerja dan penghasil davisa negara.

1.2. Rumusan Masalah


a) Bagaimana Tata Kelola Pelabuhan Amburadul?
b) Apa Saja Yang Menyebabkan Pelayaran Nasional Terpuruk?
c) Mengapa Sistem Navigasi Laut Mengkhawatirkan?
d) Mengapa Sistem Logistik Nasional Masih Lemah?

1
1.3. Tujuan
a) Untuk Mengetahui Tata Kelola Pelabuhan Amburadul
b) Untuk Mengetahui Yang Menyebabkan Pelayaran Nasional Terpuruk
c) Untuk Mengetahui Sistem Navigasi Laut Mengkhawatirkan
d) Untuk Mengetahui Sistem Logistik Nasional Masih Lemah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Tata Kelola Pelabuhan Amburadul


Komplesitas permasalahan yang terjadi pada Pelabuhan Indonesia, baik Pelabuhan
Umum maupun Pelabuhan Khusus, dari yang kecil tradisional hingga Pelabuhan besar yang
berskala lokal, regional, nasional dan internasional, adalah persoalan-persoalan yang terkait
denganinfrastuktur dan fasilitas Pelabuhan yang tidak memadai, keterbatasan fasilitas dan
tumpang tindih pengelolaan Pelabuhan, sistem konektivitas antar moda transportasi
terhambat, kualitas manajemen Pelabuhan belum baik, sampai kepada standar pelabuhan
yang belum mengacukepada konvensi Internasional. Peranan pelabuhan sangat vital dalam
perekonomian Indonesia, kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam
menunjang mobilitas barang dan manusia di negeri ini.
Pelabuhan menjadi sarana paling penting untuk menghubungkan antar pulau maupun
antarnegara. Namun, ironisnya, kondisi pelabuhan di Indonesia sangat memprihatinkan.
A. Negara Maritim Tanpa International Hub Port
Di luar masalah amburadulnya pengelolaan pelabuhan di Indonesi pasca
implementasi Undang-Undang No.17/2008 & tentang Pelayaran, kini terbuka persaingan
dalam memberikan pelayanan jasa ke pelabuhanan. rencana pembangunan pelabuhan hub
port pun mencuat. Hal ini menjadi pertanyaan besar,mampukah Pelindo,sebagai operator
pelabuhan Indonesia, bersaing dengan pelabuhan di luar negeri yang lebih baik?
Wacana membangun lnternational Hub Port atau Hub Transhhipment Port (IHP) di
Indonesia telah berkembang cukup lama. Namun tidak banyak yarg mergetahui seberapa
vital dan stategis pembangunan internationol Hub Port bagi perkembangan sektor riil di
bidang ekonomidan industri bila konsep tersebut dikembangkan di tanah air.
Secara geografis lndonesia sangat diuntungkan dalam sistem perdagangan
internasional melalui laut (sea borne traffic) karena meniadi lintasan kapal niaga dari
mancanegara. Namun keuntungan itu tidak dapat dioptimalkan sebagai sebuah peluang
karena kebijakan yang keliru.

3
Sudah saatnya Indonesia mempunyai IHP. Di samping untuk mengurangi
ketergantungan pada pelabuhan di Singapura dan Malaysia, juga kepentingan negara jauh
lebih besar. Yaitu penghematan devisa negara. Misalkan setiap tahun ada sekitar 4,5 juta
teus per tahun kontainer Indonesia yang mampir di Singapura atau Malaysia, maka devisa
yang bisa dihemat negara sekitar minimal Rp3,24 triliun sampai dengan Rp3,64 triliun
per tahun (tarif CHC US$ 90/teus). Sungguh angka yang besar.
Namun, mernbangun IHP di Indonesia tidak mudah, diperlukan pendekatan logistik
(logistic approach) dalam menentukan posisi di mana sebaiknya Hub Transhipment Port
tersebut dibangun.
B. Pelabuhan dan Logistik Tak Sinkron
Indonesia kalah bersaing dari Singapura yang telah berhasil mengoptimalkan posisi
strategis negaranya menjadi perlintasan perdagangan dunia (crossroads of world trade)
dengan menjadikan Port of Singapore Authority (PSA) menjadi pelabuhan tersibuk di
dunia. PSA mempunyai akses lebih dari 750 pelabuhan dari seluruh dunia dan tidak
kurang dari 800 shipping lines dilayani di sana.
Pada 2006 tercatat container throughput lebih dari 24,7 juta teus dan total
cargothroughput lebih dari 448,5 juta ton. Sementara untuk handling container secara
keseluruhan (termasuk empty container) PSA menghandle lebih dari 51,29 juta teus
selama 2006. Dalam hal bunkering industry PSA juga meraih gelar sebagai worlds top
bunkering port dengan mensuplai lebih dari 23,6 juta bahan bakar untuk keperluan kapal
di pelabuhan. Angka ini jauh melebihi konsumsi BBM PT PLN untuk menghidupi
generator seluruh Indonesia yang berjumlah hanya 10 iuta kilo liter.
Dari contoh dua pelabuhan di atas, yaitu Ceres Terminal di Port of Amsterdam dan
PSA Singapura Indonesia belajar banyak hal.
Untuk membangun pelabuhan perlu mempertimbangkan pendekatan logistik. PSA
menjadi besar saperti sekarang, juga karerra dibangun tepat di center of grafity
perdagangan dunia. selat Malaka merupakan center Graoity dari PerdaganrganDunia
lewat laut (sea bome traffic). Beberapa waktu lalu telah berkembang wacana bahwa
Indonesia akan membangun 4 (empat) hub port di Tanjung Priok, Tanjung Perak, Bitung
dan Kupang.

4
C. Kisruh Otonomi Pelabuhan
Pemerintah Daerah menuntut pengelolaan pelabuhan diserahkan pemda setempat.
Sebagaimana sesuai Undang-undang Otonomi Daerah No.32/2004. Sampai saat ini belum
ada pemda Kabupaten/Kota yang memiliki kewenangan mengelola pelabuhan,
kewenangan mereka hanya sebatas membangun dan mengoperasikan pelabuhan.
Padahal, peran Pemda dalam bidang pelabuhan laut, diatur dalam UU No.17/2008,
tentang Pelayaran. Disebutkan, pemerintah daerah tidak hanya sebagai pelaksana
(membangun dan mengoperasikan), tetapi berkewenangan mengelola pelabuhan laut,
yaitu jenis pelabuhan pengumpan dan pelabuhan sungai/danau. Adapun tujuan otonomi
daerah, yakni mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, peran serta masyarakat, dan peningkatan daya saing daerah.
Hal itu diwujudkan dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan keadilan, serta
prinsip dalam otonomi/desentralisasi karena itu tidak adil apabila pemerintah daerah tidak
diberdayakan dengan adanya kewenangan pengelola pelabuhan, khususnya perikanan.
Sebenarnya ada peluang bagi pemda mendapatkan kewenangan mengelola pelabuhan
ditinjau dari tujuan otonomi daerah di Indonesia dan prinsip keadilan yaitu
pemberdayaan.
Di sisi lain, karena desentralisasi sudah menjadi komitmen nasional, maka upaya
revisi UU No. 22/1999 yang mengarah pada resentralisasi tidak dapat dibenarkan. Dalam
konteks sengketa kepelabuhanan ini, hanya ada dua altematif kebijakan yang pantas
dikembangkan, yakni revisi LU No.22/1999 secara tulus dengan prinsip win-win
solution; atau melanjutkan proses desentralisasi dan menyerahkan pengelolaan pelabuhan
kepada daerah, disertai dengan pembinaan teknis. Di antara kedua alternatif di atas, opsi
kedua menjadi pilihan yang paling rasional.
Aspek negatif sejak digulirkannya kebijakan desentralisasi, telah tampak dengan
upaya daerah yang menjurus pada terbangunnya local kingdom atau bossism. Kasus
sengketa kepelabuhan ini hanyalah salah satu cermin dari kekuasaan daerah yang
semakin menguat. Namun di sisi lain, harus diakui pula bahwa UU No.22/1999 terlalu
gegabah dalam mendesain format otonomi, sehingga memberi dasar yang sah bagi daerah
untuk melakukan pengambilalihan aset maupun kewenangan tertentu yang selama ini
dimiliki dan dijalankan pemerintah pusat.
5
D. Perebutan Kewenangan Pelabuhan
Secara legal formal kewenangan pelabuhan telah didesentralisasikan terhadap
daerah. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 119 UU No.22/1999 yang menyatakan,
"Kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota.. sebagaimana dimaksud Pasal 11,
berlaku juga di kawasan otorita yang terletak dalam daerah otonom, meliputi badan
otorita, kawasan pelabuhan, ka.wasan bandar udara, kawasan perumahan, kawasan
industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan
pariwisata, kawasan jalan bebas hambatan, dan kawasan lain sejenis" .
Ketentuan tersebut diperkuat Pasal 7 yang mengatur kewenangan daerah mencakup
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal serta agama.
Meski demikian Pasal 10 UU ini mengatur secara lebih khusus (lex specialis) tentang
kewenangan daerah di wilayah laut, yang meliputi lima rincian kewenangan, 1)
eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; 2) pengaturan
kepentingan administratif; 3) pengaturan tata ruang; 4) penegakan hukum terhadap
peratulan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh
Pemerintah; dan 5) bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Pelaksanaan
kelima kewenangan itu sendiri dibatasi hanya empat mil laut, atau sepertiga dari batas
laut provinsi sepanjang 12 mil laut.
Atas kondisi tersebut, semestinya tidak perlu terjadi konflik pengelolaan pelabuhan
yang berlarut-larut. Pemerintah tinggal melakukan pengaturan ulang tentang klasifikasi
pelabuhan beserta kriteria-kriteria yang jelas. Kemudian menetapkan jenis pelabuhan
mana yang didesentralisasikan atau yang didekonsentrasikan, atau yang masih
disentralisasikan. Agar tidak menimbulkan interpretasi yang beragam serta potensi
konflik di kemudian hari, maka penetapan pola pengelolaan pelabuhan harus disertai
rincian kewenangan secara detil.
E. Tumpang Tindih Peraturan Pelabuhan
Diberlakunya UU No 22/1999, pada dasamya tidak secara otomatis membatalkan
atau rnenghapuskan peraturan organik di sektor lain. Pasal 133 UU ini hanya
menyatakan, Ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dan/atau tidak
sesuai dengan undang-undang ini, diadlakan penyesuaian. Ini berarti,
6
UUI/PP/Keppres/permen tentang pelabuhan, kehutanan, pertanahan, dan sebagainya
masih terus berlaku sepanjang belum diganti.
Meski demikian, jika berbagai peraturan tersebut dianggap bertentangan dengan UU
No.22/1999, maka wajib segera diadakan penyesuaian dengan semangat desentralisasi
luas kepada daerah. Masalahnya hingga saat ini belum ada kajian yang komprehensif
tentang daftar peraturan perundangan yang bertentangan dengan UU itu.
Dari situasi tersebut persoalan direduksi menjadi konflik kepentingan. Artinya yang
dipermasalahkan hanyalah siapa yang berhak mengelola pelabuhan. Bukan pada
pertanyaan tentang siapa yang lebih mampu rnengelola pelabuhan demi kemajuan
pembangunan dan pelayanan umum di daerah atau mekanisme apa yang paling efektif
untuk mengelola pelabuhan. Padahal manajemen pemerintahan yang ideal adalah sebuah
proses yang mengkompromikan antara kepentingan demokratisasi dan pemberdayaan.
Desentralisasi luas wajib didukung sepanjang mampu menghadirkan pemerintan daerah
yang lebih efektif dalam bekerja dan lebih prima dalam kinerja.

2.2. Pelayanan Nasional Terpuruk


Kompleksitas permasalahan yang dihadapi armada pelayaran nasional menyebabkan
perkembangannya memprihatinkan. Sungguh ironis jika dibandingkan kenyataan Indonesia
sebagai negara kepulauan. Semboyan Indonesia "Nenek moyang ku seorang pelaut" kini
tinggal menjadi slogan saja.
Padahal, selama berabad-abad nenek moyang bangsa Indonesia telah menggunakan laut
sebagai sarana perniagaan dan sumber penghidupan, bahkan menjadi sumber kejayaan dari
kerajaan nusantara, dimana berbagai suku bangsa di wilayah nusantara pada saat itu telah
memanfaatkan keberadaan laut dengan teknologi yang sangat sederhana dalam dunia
pelayaran dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup dengan jalan mengadakan perdagangan
antar pulau secara efektif, efisien, cepat nyaman dan terjangkau serta sesuai dengan
kepentingan nasional.
Bila dilihat dari segi kapasitas armada nasional yang ada pada sebuah negara dengan
luas lautnya 75 persen dari luas keseluruhan wilayahnya, Indonesia berjumlah cukup
meunjukkan sebagai negara maritirn, ditingkat ASEAN-pun kekuatan armada pelayaran
nasional menempati urutan terendah, berada di bawah Malaysia dan Filipina.

7
A. Pelayaran Nasional Dikuasai Asing
Pemberlakuan asas cabotage belum efektif, muncul gagasan untuk melakukan
perubahan atau revisi terhadap UU Nomor 17 tahun 2008 khusunya tentang asas
cabotage. Rancangan revisi UU No 17/2008 sudah diserahkan pemerintah ke DPR, dan
masuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2011. Saat ini, Komisi V
DPR dalam tahap pembahasan serta meminta tanggapan dan masukan beberapa pihak
mengenai revisi UU tersebut.
Implementasi asas cabotage merupakan pertaruhan harga diri kedaulatan bangsa,
guna menjadikan industri pelayaran sebagai tuan rumah di negeri sendiri sesuai amanat
Instruksi Presiden No.5/2005 dan UU No 17/2008. Semangat cabotage dan merah-putih
pasti bisa jika ada keberpihakan pada potensi dalam negeri. Selama kurun waktu 5 tahun
sejak Inpres No 5/2005 dikeluarkan, potensi dalam negeri telah mampu menjadikan
angkutan laut nasional Indonesia hampir berdaulat dengan mendominasi 90,2 Persen dari
angkutan muatan antar pulau dan pelabuhan dalam negeri lndonesia.
Kendala yang dihadapi dalam menerapkan asas cabotage adalah perusahaan
pelayaran nasional tidak sepenuhnya memiliki kapal Mereka hanya menggantungkan
usahanya pada kegiatan keagenan kapal. Kualitas dan perusahaan pelayaran membengkak
tanpa kontrol. Sebagai contoh, pada September 1993 terdapat 1.045 perusahaan pelayaran
dan 389 perusahaan non pelayaran. Pertambahan jumlah perusahaan pelayaran yang
demikian cepat tidak seimbang dengan pertambahan jumlah tonase kapal-kapal niaga.
Sampai tahun 2001, tercatat ada1.762 perusahaan pelayaran.
Terungkap, kondisi ini terjadi karena beban biaya yang harus dipikul perusahaan
pelayaran nasional sangat besar. Beban pajak yang berlapis-lapis dan ti.ggi menghambat
pertubuhan usaha angkutan kapal dalam negeri. Masalah ini tidak dialami perusahaan
kapal asing di negaranya. Mereka justru banyak diberikan kemudahan baik dari segi
permodalan maupun regulasinya. Alhasil, persaingan antara kapal Indonesia dengan
kapal asing menjadi tidak adil.
Dari sisi pertahanan dan keamanan negara, armada angkutan nasional dapat menjadi
komponen pertahanan Negara Kesatuan Republik lrdonesia (NKRI) dan dapat
dimobilisasikan sebagai pendukung pertahanan negara di laut. Ini dapat dilakukan apabila
negara dalarn keadaan bahaya.
8
B. Kecelakaan Kapal Laut Membunuh Rakyat
Transportasi laut mmjadi urat nadi bagi sebuah negara kepulauan. Indonesia yang
memiliki jumlah pulau tersebar luas membutuhkan sarana transportasi laut memadai.
Ironisnya, sebagai negara maritim sistem transportasi laut Indonesia amburadul. Ini
terbukti dengan banyaknya jumlah kasus kecelakaan di laut.
Kecelakaan kapal laut menyebabkan ratusan nyawa rakyat Indonesia melayang.
Penyebab kecelakaan beragam, mulai dari kebakaran, kelebihan muatan sampai dengan
usia kapal yang dimanipulasi. Kondisi ini diperparah oleh lemahnya tingkat Pengawasan
dari para pemangku kebijakan.
Kesalahan pemerintah dalam kebijakan pembangunan nasionalnya saat ini adalah
lebih mengedepankan land base oriented. Sehingga strategi yang terkait dengan urusan
laut tidak mendapatkan prioritas. Akibat dari strategi yang keliru, maka kebijakan dan
implementasi di bidang transportasi laut amburadul. Konsekuensinya, transportasi laut
yang seharusnya jadi andalan masyarakat justru menjadi angkutan yang menakutkan.
Maraknya kecelakaan kapal akhir-akhir ini merupakan akumulasi dari kegagalan
sistem transportasi laut Indonesia. Kita terlalu bangga dengan kebijakan pembangunan
berbasis land base oriented. Selain itu, pada kasus kebakaran kapal Ro-Ro hampir semua
disimpulkan disebabkan karena kendaraan roda empat yang diangkut terbakar. Hal ini
menimbulkan kecurigaan banyak pihak.
Secara logika, pada saat melaju di darat dengan beban mesin yang tinggi dan mesin
panas, truk tidak terbakar. Pada saat naik di kapal dalam keadaan mati mesin justru
terbakar. Ini di luar logika jangan-jangan ini hanya 'kambing hitam' yang disuarakan para
pemilik kapal dan oknum pejabat berwenang.
C. Keiahatan Manipulasi Umur Kapal
Bobroknya sistern trasportasi laut di Indonesia hingga kini belum diselesaikan
pemerintah. Tak heran, jika sering terjadi kapal penumpang yang mengalami kecelakaan.
Ini karena rata-rata usia kapal yang beroperasi di tanah air sudah tua. Kondisi tersebut
diperparah banyaknya usia kapal yang dipalsukan. Berdasarkan data yang didapat
lndonesia Maritime Magazine (IMM), dari 31 kapal RO-RO yang beroperasi di jalur
Merak-Bakauheni, 13 di antaranya umur kapal tercabut palsu.

9
Sebagai contoh kapal ]atra III yang sudah berusia 26 tahun. Dari data tahun
pembuatan yang terdaftar di DEPERLA, Kapal bennomer Imo 8503694, dengan nama
galangan Shisima Dockyard, jepang, milik PT ASDP tercatat buatan 1985. Padahal
sebenarmya adalah produksi 1980. Selanjutnya, kapal Bahuga Pratarna yang berusia 38
tahun. Dalam daftar DEPERLA kapal itu tertulis buatan 1993. Padahal kapal itu dibuat
1973, dengan nama galangan Oshima Dock Yard Co.Ltd, Jepang, milik perusahaan PT
Pel Atosim Lampung.
Kapal Bahuga Jaya yang baru saja mengalami mesin mati saat melakukan perjalanan
dari Bakauheni menuju Merak. Kapal dengan No. Imo 7206392 tersebut saat ini berusia
39 tahun. Tetapi dalam DEPERLA tahun pembuatannya tercatat 1992.

2.3. Sistem Navigasi Laut Mengkhawatirkan


Sistem Navigasi Laut yang menghawatirkan Sistem navigasi laut sangat dibutuhkan
bagi keselamatan jalur pelayaran di Indonesia. Namun, sarana dan prasarana navigasi di
negeri ini sangat minim. Jika dibiarkan, hal tersebut bisa rnengganggu keselamatan kapal
dan keamanan wilayah nusantara. Navigasi laut didefinisikan sebagai proses mengendalikan
gerakan alat angkutan laut dari satu pulau atau daerah ke pulau lain agar perjalanan
berlangsung aman dan efisien.
Seiring dengan perkembangan zaman, modernisasi peralatan navigasi sangat membantu
akurasi penentuan posisi kapal di permukaan bumi,sehingga dapat menjamin terciptanya
aspek-aspek ekonomis dalam asas "Bussines to Bussines".Sistem navigasi laut merupakan
perpaduan antara teknologi dan seni yang mencakup beberapa aktivitas.
1. Menentukan posisi kapal di permukaan bumi.
2. Mempelajari rute yang harus ditempuh agar kapal sampai ke tujuan dengan aman.
3. Menentukan haluan antara tempat tolak dan tiba, sehingga jarak tempuh dapat ditentukan.
4. Menentukan tempat tiba dari titik tolak haluan.
Adapun pengaturan navigasi yang menyangkut keamanan, kornunikasi peralatan
navigasi diatur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam IMO (lnternational Maritime
Organization). Untuk mendukung semua aturan-aturan yang berlaku baik .

10
Hukum Internasional maupun Hukum Negara Republik Indonesia yaitu :
1. Larangan yaitu tindakan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan atau hambatan pada
sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran, dan fasilitas alur pelayaran.
2. Kewajiban yaitu kewajiban memperbaiki dan atau mengganti sarana bantu navigasi
pelayaran, telekomunikasi pelayaran, dan fasilitas alur pelayaran.
3. Sanksi, yaitu akibat dari kelalaian yang menyebabkan tidak berfungsinya sarana bantu
navigasi dan fasilitas alur pelayaran.
Sarana bantu navigasi meliputi peta laut yaitu katalog dari peta-peta laut dan foto peta,
almanac nauticadigunakan menentukan tempat kedudukan kapal dengan benda-benda
angkasa, buku-buku kepanduan bahari digunakan untuk membantu seorang navigator
menemukan keterangan-keterangan terinci berbagai aspek dalam rute pelayaran di berbagai
tempat di dunia.
Terkait dengan lemahnya sistem navigasi Indonesia saat ini, tentunya bertentangan
dengan kondisi Indonesia yang 75 persen adalah lautan, jika kita kaitkan dengan bebasnya
kapal-kapal asing yang melakukan kegiatan di laut Indonesia dengan sistem navigasi yang
kita punya tentunya ini sangat ironis.
Pemerintah perlu membuat kebijakan yang tegas terkait dengan sistem navigasi yang
ada. Karena, jika tidak ada aturan yang tegas, maka laut Indonesia akan habis dinikmati
oleh negara-negara asing.

2.4 Sistem Logistik Nasional Masih Lemah


Dalam upaya meningkatkan pembangunan nasional di bidangmaritim, sektor logistik
memiliki peran sangat penting. Perbaikan kinerja logistik berguna dalam menurunkan
biaya transportasi barang dan meningkatkan daya saing.
Sistem logistik juga menjadi penentu utama daya saing yang membutuhkan pengiriman
cepat. Secara sederhana, keberhasilan dalam perdagangan global dapat tercapai jika sebuah
perusahaan memiliki kemampuan untuk bergerak melewati lintas batas dengan cepat.
Namun, sungguh disayangkan sistem logistik Indonesia saat ini, tergolong lemah dan
belum efisien.
Padahal negara ini memiliki kondisi geografis relatif sama denganwilayah nusantara,
bahklan lebih luas. Tetapt sistem logistic transportasi laut Indonesia amburadul. Dalam
sistem logistik kapal laut pengembangan teknologi dan manajemen transportasi merupakan
11
salah satu fokus yang harus mendapat perhatian serius dari semua pihak. Hal ini bukan saja
karena fakta masih terbatasnya pasokan teknologi transportasi, tetapr juga adanya
kenyataan masih buruknya manajemen transportasi dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Masalah ini muncul seiring bertambahnya jumlah populasi sehingga kebutuhan terhadap
transportasi meningkat. Namun, hal ini tidak diantisipasi oleh para pemangku jabatan
dengan kebijakan transportasi laut yang berpihak kepada rakyat, sesuai dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Perlu diingat pula transporlasi laut merupakan komponen pentingbagi pencapaian tujuan
pembangunan nasional masa kini dan mendatang. Berbagai studi telah menuniukkan
bahwa negara-negara yang berhasil dalam pencapaian tujuan pembangunan adalah negara-
negara yang memiliki sistem transportasi yang memadai dalam memenuhi kebutuhan
penduduknya, vice versa.
Permasalahan mendasar dari sistem logistik tranportasi laut Indonesiaadalah masih
kurang memadainya sarana dan prasarana dibandingkan dengan permintaan pelayanan jasa
transportasi. Penyediaan, kepemilikan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan
sarana transportasi selama ini masih didominasi pemerintah dan BUMN, yang tarif
pelayanannya cenclerung dibawah harga(under priced). Hal tersebut terjadi karena
kebiiakan tarif yang diambil masih lebih menekankan pertimbangan politis daripada
pertimbangan finansial.
Akibabrya kinerja dan pelayanan transportasi di Indonesia pada umumnya masih sangat
buruk. Hal itu diperparah dengan ketidakmampuan pendanaan pemerintah untuk
melakukan pemeliharaan dan rehabilitasi terhadap aset yang sudah dibanguo serta
ketidakmampuan melakukan investasi baru (un derinoestment) untuk memenuhi
pertambahan permintaan pelayanan. Sementara partisipasi investor swasta masih sangat
rendah. Implikasinya adalah terjadi excess demnnd yang dicirikan dengan overcrowded
dan kemacetan transportasi.
Ketidakefisienan sistem logistik nasional juga mengakibatkan daya saing produk
domestik masih lemah. Ini menjadi masalah krusial karena sistem operasi logistik yang
kompetitif merupakan kunci sukses dalam ekonomi global. Bahkan komoditas impor bisa
jauh lebih murah daripada produk lokal.
12
Lukman mencontohkan, harga beras di satu provinsi bisa mencapai 64% lebih tinggi
dibanding provinsi lainnya. Bahkan harga satu kantong semen di wilayah Papua bisa 20
kali lipatnya. Menurut dia, selain arus barang dan uang, aliran informasi harus dikelola
secara hati-hati karena merupakan pendukung dalam sistem logistik nasional.

13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi nasional perlu
dikembangkan dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara yang mempersatukan
seluruh wilayah Indonesia, termasuk lautan nusantara sebagai kesatuan wilayah nasional.
Pengembangan transportasi laut harus mampu menggerakkan pembangunan Indonesia.
Mengingat keadaan geografis Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia
dan dua pertiga wilayahnya merupakan perairan, Indonesia membutuhkan angkutan laut
masal dalam jumlah yang cukup besar untuk mendukung distribusi barang serta untuk
mobilisasi penumpang. Sistem transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu
antar moda transportasi, merupakan hal yang penting untuk menciptakan pola
distribusi nasional yang handal dan dinamis. Tidak dapat dipungkiri bahwa sarana
transportasi laut di Negara kepulauan seperti Indonesia telah menjadi tulang punggung
utama pergerakan distribusi barang dalam skala besar dengan menggunakan kapal laut.

3.2. Saran
Akhir dari penulisan makalah ini yakni besar harapan penulis agar makalah yang
berjudul “Transportasi Laut ” ini berguna untuk menambah pemahaman dan wawasan bagi
pembaca. Selain itu juga diharapkan selalu berusaha untuk memenuhi rasa ingin tahu hasil
dari kegiatan yang telah dilakukan. Kepada seluruh pembaca kiranya memberikan kritikan
yang bersifat membangun sehingga apa yang kita harapkan dari isi tulisan ini dapat
berguna bagi masyarakat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Habibi. 2018. Kegagalan Sistem Keselamatan Transportasi Laut di Indonesia, jurnal Aplikasi
Pelayaran dan Kepelabuhanan, 8(2), 99-100. Yang diakses pada 4 Maret 2023,
https://pdpjournal.hangtuah.ac.id/index.php/jurnal/article/download/46/40/156

Muharti, Anovianti. 2012. Sistem Logistik Nasional Tak Efisien, Daya Saing Produk Lokal
Semakin Lemah. Yang diakses pada 4 Maret 2023,
https://www.neraca.co.id/article/13532/sistem-logistik-nasional-tak-efisien-daya-
saing-produk-lokal-semakin-lemah

Tentowi, A. R., T. S. Sumadikara, dan R. Panggabean., Politik Hukum Kelola Kepelabuhan


Nasional . Bandung: CV. Warta Bagja, 2016. Yang diakses pada 4 Maret 2023,
https://www.academia.edu/37674659/9_PERSPEKTIF_MENUJU_MASA_DEPAN_
MARITIM_INDONESIA_BAB_1_2_3

15

Anda mungkin juga menyukai