Anda di halaman 1dari 15

PORTOFOLIO SEJARAH WAJIB

PERAN INDONESIA DALAM PERDAMAIAN


DEKLARASI DJUANDA
Peneitian dibuat sebagai syarat kelulusan

Disusun oleh:
Alyssa Izz Zayani
XII MIPA-5

Guru Pembimbing:
Dwi Anggawati, S.Pd

SMA NEGERI 1 BABELAN

JALAN TAMAN KEBALEN INDAH BABELAN BEKASI

Desa Kelurahan Kebalen, kec. Babelan, Kab. Bekasi, Jawa Barat


TAHUN AJARAN 2023/2024

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, tak lupa juga shalawat
beriring salam kita haturkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW sehingga
dapat menyelesaikan portofolio sejarah wajib tentang materi Peran Indonesia dalam
Perdamaian yang berjudul “Deklarasi Djuanda”.

Dengan maksud penyelesaian portofolio ini adalah untuk memenuhi tugas


akhir semester mata pelajaran sejarah wajib. Terima kasih saya ucapkan kepada yang
terhormat Ibu Dwi Anggawati, S.Pd selaku pembimbing materi pembuatan portofolio
dan tak lupa untuk semua pihak yang mendukung di dalam penyusunan portofolio ini.

Harapan saya semoga portofolio ini dapat bermanfaat, khususnya bagi


pembaca untuk menambah wawasan baru atau pengetahuan seputar materi Peran
Indonesia dalam Perdamaian. Saya menyadari bahwa portofolio ini masih memiliki
banyak kekurangan yang mungkin tidak disadari dan dengan keterbatasan yang saya
miliki. Kritik dan saran akan diterima dengan terbuka demi perbaikan dan
kesempurnaan portofolio ini.

Bekasi, 04 Februari
2024

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laut sepanjang sejarah merupakan salah satu akses perdagangan dunia dimana
lalu lintas kapal dari berbagai negara. Sejak zaman kerajaan-kerajaan Jawa hingga
saat ini laut menjadi akses penting pelayaran maupun perdagangan dunia serta
sumber daya alam hayati dan non hayati yang terkandung di dalamnya. Laut
cenderung tidak lagi dipandang sebagai pemersatu wilayah, tetapi kepanjangan
wilayah kekuasaan daerah untuk menarik retribusinya, Hal ini demikian itu rawan
terhadap konflik antar daerah dalam perikanan, pertambangan dan pariwisata.

Laut juga menjadi permasalahan dimana setelah terbentuknya negara-negara di


dunia muncul perselisihan terkait sengketa batas laut antar negara yang saling
mengklaim batas negara masing masing. Sengketa batas laut ini juga menjadi
semacam perlombaan bagi negara-negara untuk memperluas wilayahnya dengan
tujuan selain kekayaan sumber daya alam bawah lautnya juga kepentingan kekayaan
lainnya yang ada di dalam laut tersebut seperti Ikan, minyak bumi, maupun lainnya.

Wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan luas yang didalamnya terdapat


beribu pulau dengan sumber daya yang melimpah. Wilayah perairan yang luas
menjadikan kekayaan alam Indonesia yang melimpah harus tetap dipelihara dan
dijaga kelestariannya. Selain itu, wilayah perairan yang luas juga merupakan asset
berharga bagi kedaulatan Indonesia. Wilayah laut seringkali juga memunculkan
masalah dalam ruang lingkup internasional mulai darri sengketa perbatasan sampai
dengan pencurian kekayaan laut Indonesia.

Indonesia merupakan negara dengan julukan negara Maritim dikarenakan


jumlah pulaunya yang sangat luas hingga tiga kali lipat dari luas daratannya.
Indonesia sebagai suatu negara kepulauan baiknya diartikan dengan bijak oleh setiap
warga negaranya berpendapat bahwa kesadaran akan wilayah laut yang merupakan
wilayah Indonesia yang utama harus ditingkatkan, karena sebagian besar wilayah
Indonesia merupakan lautan bukan daratan.

Kondisi geografis laut yang sangat strategis menjadi hal menarik untuk
pengembangan potensi Indonesia disegala lini. Luasnya wilayah lautan dan
banyaknya pulau inilah yang membuat negara Indonesia harus menyediakan
transportasi laut dengan keselamatan yang tinggi, fasilitas yang memadai, yang juga
diiringi dengan aturan yang tepat agar dapat menjamin mobilitas barang dan juga
manusia terpenuhi dengan baik.

Hingga tuntutan dari pimpinan Departemen Pertahanan & Keamanan Republik


Indonesia tahun 1956, yang merasa hokum laut Indonesia saat itu tidak
menguntungkan kepentingan wilayah Indonesia. Hukum laut Indonesia saat itu
adalah Zee En Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939 dari Belanda. Kebijakan
tersebut membuat kapal-kapal asing masuk ke wilayah Indonesia dan mengambil
SDA-Nya.

Pada deklarasi Djuanda, Pemerintah Indonesia menegaskan prinsip negara


kepulauan (Archiplagic State Principles), yang menjadikan darat dan laut sebagai
kesatuan yang utuh. Konsepsi ini berasal dari konsepsi Archipelago yang memiliki
arti laut dan terdapat banyak pulau. Dalam konsep ini rasio laut lebih besar daripada
daratan. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis mengenai peran
Indonesia dalam perdamaian dengan judul penulisan "DEKLARASI DJUANDA".

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun rumusan masalah dari portofolio
ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana sejarah awal terbentuknya Deklarasi Djuanda?


2. Siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat dalam Deklarasi Djuanda?
3. Bagaimana isi dan tujuan dari Deklarasi Djuanda?
4. Apa saja hasil dan dampak dari Deklarasi Djuanda?
1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari portofolio ini


adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui sejarah awal terbentuknya Deklarasi Djuanda


2. Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat dalam Deklarasi Djuanda
3. Mengetahui isi dan tujuan dari Deklarasi Djuanda
4. Mengetahui hasil dan dampak dari Deklarasi Djuanda
1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan tersebut, beberapa manfaat yang dapat diperoleh


diantaranya yaitu untuk memberi pengetahuan yang lebih luas lagi bagi penulis
maupun pembaca mengenai sejarah peran bangsa Indonesia dalam membuat
perdamaian dunia dalam "Deklarasi Djuanda".
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Deklarasi Djuanda

Sejarah Deklarasi Djuanda terjadi pada tanggal 13 Desember 1957. Deklarasi


ini dicetuskan oleh tokoh yang menjabat Perdana Menteri indonesia kala itu, Djuanda
Kartawidjaja. Deklarasi Djuanda pada intinya menyatakan tentang wilayah negara
Republik Indonesia. Sebelum ada deklarasi ini, wilayah negara Indonesia masih
mengacu kepada peraturan zaman kolonial Hindia Belanda yaitu Teritoriale Zeeën en
Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam TZMKO 1939, tertulis.
bahwa wilayah perairan Indonesia hanya selebar 3 mil laut yang mengelilingi tiap
pulau. Dengan demikian, kapal-kapal asing diperbolehkan melintasi perairan yang
memisahkan pulau-pulau itu.

2.2 Latar Belakang Deklarasi Djuanda

Deklarasi Djuanda yang dilaksanakan pada 13 Desember 1957 menjadi


momen penting bagi kejayaan dan kedaulatan laut Indonesia. Oleh karena itu, pada
masa Presiden Megawati, melalui Keppres No 126/2001 ditetapkan tanggal 13
Desember sebagai Hari Nusantara yang diperingati setiap tahun.
Sebelum adanya Deklarasi Djuanda, wilayah laut Indonesia masih mengacu
pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Territoriale Zeeën en Maritieme Kringen
Ordonantie (TZMKO). Dalam peraturan tersebut, ditetapkan wilayah laut Indonesia
sejauh tiga mil dari garis pantai yang mengelilingi pulau. Dengan aturan ini, kapal-
kapal asing bebas berlayar di Laut Jawa, Laut Banda, dan Laut Makassar yang
berada di dalam wilayah Republik Indonesia (RI).

TZMKO 1939 membuat wilayah Indonesia terpecah-belah dan tidak berada


dalam satu kesatuan. Pulau-pulau yang ada di dalam wilayah Indonesia tidak saling
terhubung dan dipisahkan oleh perairan internasional. Perairan internasional adalah
zona yang bebas untuk dilayari oleh kapal-kapal negara asing. Tiap negara boleh
untuk melaksanakan kegiatan apa pun, baik yang menguntungkan atau merugikan
kedaulatan Indonesia. Indonesia keberatan dengan peraturan tersebut karena TZMKO
1939 tidak memperhatikan sifat khusus negara Indonesia sebagai negara kepulauan
(archipelago). Padahal, Indonesia memiliki 17 ribu pulau yang harus dijaga kesatuan
dan pertahanannya.

Atas jasa Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja yang dengan keberaniannya


menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia tidaklah sebatas zona yang diatur
dalam TZMKO 1939. Melainkan, Indonesia menganut prinsip negara kepulauan atau
archipelagic state, dimana wilayah lautnya adalah termasuk laut di sekitar, di antara,
dan di dalam kepulauan Indonesia.

Deklarasi Djuanda membutuhkan perjalanan panjang sebelum diakui oleh


dunia. Berbagai penentangan dari negara adidaya, Amerika Serikat, serta Negara
Australia menjadi rintangan yang harus dihadapi. Beruntung, perjuangan diplomasi
ini tetap diteruskan oleh Dr Hasyim Djalal dan Prof Dr Mochtar Kusumaatmadja.
Hingga akhirnya, Deklarasi Djuanda diakui dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum
Laut PBB atau United Nation Convention on Law of the Sea.

Menurut pakar ekonomi maritim, Rokhmin Dahuri, potensi total ekonomi


sektor kelautan Indonesia mencapai 800 miliar dolar AS atau sekitar Rp. 7.200 triliun
per tahun. Sedangkan kesempatan kerja yang dapat dibangkitkan sekitar empat puluh
juta orang. Kini, Indonesia harus mereorientasikan pembangunan nasional dari yang
berbasis darat ke laut.

Kuncinya ada pada optimalisasi pemanfaatan potensi laut dan penciptaan


pusat pertumbuhan ekonomi yang menyebar di seluruh wilayah nusantara. Melalui
hal tersebut, diharapkan tercipta strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional. Dengan kemampuan Indonesia dalam mendayagunakan potensi ekonomi
kelautan secara produktif, masalah pengangguran dan kemiskinan secara otomatis
akan terpecahkan.

Oleh karena itu, dibutuhkan peraturan yang mampu untuk melindungi wilayah
Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, dan Deklarasi Djuanda menjadi pembuka
jalan untuk melawan TZMKO 1939 dan usaha untuk mendapatkan pengakuan
intemasional. Deklarasi Djuanda merupakan akar dari Pasal 25 Undang-Undang
Dasar (UUD 1945). Dalam pasal tersebut, Indonesia mengesahkan identitasnya
sebagai "negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas
dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang." Merujuk pada modul Sejarah
Indonesia (2020:8) yang diterbitkan oleh Kemendikbud, tujuan dari Deklarasi
Djuanda adalah untuk mewujudkan wilayah negara Indonesia yang utuh, menentukan
batas wilayah Indonesia yang sesuai dengan asas kepulauan, dan untuk mengatur lalu
lintas pelayaran.

2.3 Tokoh dan Isi Deklarasi Djuanda

Tanggal 13 Desember 1957, Ir. H. Djuanda Kartawidjaja selaku Perdana


Menteri Republik Indonesia kala itu mendeklarasikan "Pengumuman Pemerintah
mengenai Perairan Negara Republik Indonesia" atau yang kemudian disebut sebagai
Deklarasi Djuanda. Inti dari Deklarasi Djuanda adalah bahwa Indonesia berdaulat
secara mutlak atas seluruh wilayah perairan di sekitarnya.

Rinciannya adalah sebagai berikut: "Segala perairan di sekitar, di antara dan


yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan
Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah
bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan
dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah
kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indonesia. Lalu-lintas yang damai di
perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekadar tidak
bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia."

Dapat disimpulkan, isi Deklarasi Juanda adalah sebagai berikut:

a. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai


corak tersendiri
b. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu
kesatuan
c. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan
wilayah Indonesia".

Deklarasi Djuanda ditetapkan secara konstitusional melalui Peraturan


Pemerintah Nomor 4 tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Dalam peraturan.
tersebut, lebar laut Indonesia yang awalnya hanya 3 mil berganti menjadi seluruh
"laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia.

2.4 Tujuan Deklarasi Djuanda

Tujuan dari dibuatnya Deklarasi Djuanda adalah sebagai berikut:

a. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara
kepulauan.
c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan
dan keselamatan NKRI.

2.5 Hasil dan Dampak Deklarasi Djuanda


Dengan adanya Deklarasi Djuanda, Indonesia memiliki kedaulatan untuk
menjaga dan mengelola keamanan seluruh wilayah kelautannya. Dampak lain yang
dirasakan adalah penambaban luas wilayah laut Indonesia yang awalnya 2.027.087
km² meringkai 2,5 kali lipat menjadi 5.193.250 km², dan berdasarkan perhitungan
196 garis batas lurus dari titik pulau terluar Indonesia setidaknya memiliki garis laut
maya sepanjang 8.069,8 mil.

Bagi negara asing, Deklarasi Djuanda membuat kapal-kapal yang biasanya


mencari ikan di perairan Indonesia tidak dapat melakukan mobilisasi secara bebas
karena seluruh sumber daya laut telah menjadi milik Indonesia. Lebih lanjut, dampak
Deklarasi Djuanda secara internasional bahkan mengubah peraturan batas laut secara
internasional.

Awalnya, Deklarasi Djuanda tidak dapat diterima secara internasional. Deklarasi


ini dikhawatirkan oleh sejumlah negara tetangga akan membatasi pergerakan akses
perairan ke daerah penangkapan ikan. Indonesia juga dikecam karena telah berpotensi
mengganggu mobilitas perairan internasional. Selain itu, Indonesia dianggap telah
melanggar TZMKO 1939 terkait batas wilayah laut.

Ada banyak potensi yang dapat dikembangakan dalam wilayah kemaritiman


Indonesia. Luas wilayah laut mencapai 5,8 juta km2 dan merupakan tiga per empat
dari total wilayah negara. Selain itu, terdapat lebih dari 17 ribu pulau dan dikelilingi
pantai terpanjang kedua setelah Kanada, sejauh 95,2 ribu km.

Agar kedaulatan mutlak atas perairan negara diakui, Indonesia terus


mengupayakan adanya peraturan perairan baru melalui forum-forum internasional.
Perjuangan Indonesia berhasil. Melalui Konvensi Hukum Laut PBB di Montego Bay,
Jamaika, kedaulatan Indonesia sebagai negara. kepulauan dan peraturan tentang batas
laut diakui dunia. Selanjutnya. Indonesia meneguhkan konvensi tersebut melalui
Undang-Undang nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang
Hukum Laut.

2.6 Proses Pembuatan Video Pembelajaran


Berikut langkah-langkah pembuatan video pelajaran.

1. Membuat materi pembelajaran terlebih dahulu

2. Edit materi pembelajaran di canva semenarik mungkin

3. Mempresentasikan materi kemudian di record

4. Edit hasil record presentasi di Capcut, dan unduh dengan kualitas terbaik

5. Upload hasil presentasi di YouTube


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peraturan mengenai negaraa Indonesia pada masa colonial Belanda, yang


diatur melalui TZMKO telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Djuanda 13
Desember 1957, karena di pandang tidak sesuai dengan identitas bangsa Indonesia.
Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang memiliki corak khas tersendiri.
Perairan Indonesia berdasarkan Deklarasi Djuanda merupakan bagian wilayah
Indonesia yang terdiri dari laut teritorial. Batas teritorial laut Indonesia sepanjang 12
mil diukur dari titik terluar pulau.

Indonesia sempat mengupayakan untuk membuat rancanngan ALKI dengan


tujuan untuk memenuhi tanggapan dari negara-negara pelintas. Agar diakui dunia,
Deklarasi Djuanda diperjuangkan dalam forum internasional UNCLOS yang
diadakan oleh PBB. Setelah 25 tahun, akhirnyapada 16 November 1994 dengan
persetujuan 60 negara, hukum laut Indonesia diakui dunia Internasional.

3.2 Saran

Agar tercapainya tujuan negara indonesia maka perlu dan penting sekali untuk
mengetahui, menjaga, dan melindungi segenap wilayah dan lingkungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu juga agar terciptanya rasa persatuan dan
kesatuan wilayah serta terselenggaranya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Endarto, Danang, dan Sarwono, 2009. Geografi. Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional.

Ernawati, Imtam Rus. 2009. Sejarah Indonesia. Jakarta: Departemen


Pendidikan Indonesia.

Fitria, Asnawati dan Rosidi, Achmad. 2014. Mereka Membicarakan Wawasan


Kebangsaan. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.

Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia.

Hamzah, A. 1984. Laut, Territorial dan Perairan Indonesia: Himpunan


Ordonansi, Undang-Undang dan Peraturan Lainnya. Jakarta: Akademika Pressindo.
Kementrian Penerangan RI. 1970. Susunan dan Program Kabinet Selama 25
Tahun. Jakarta: Pradjna Paramitha.

https://id.scribd.com/document/628739579/MAKALAH-SEJARAH di akses
pada tanggal 11 Februari 2024 pukul 15.34 WIB

Anda mungkin juga menyukai