MAKALAH
OLEH:
NRP : 195710027
KELAS : KPN – A
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Peran hukum laut dalam
transportasi pengangkutan laut di Indonesia” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Dr.
Eko Budi S, S.H, M.H. pada mata kuliah Hukum Laut.Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang hukum laut dalam transportasi laut di
Indonesia bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Eko Budi S, S.H, M.H. selaku Dosen
Pembimbing mata kuliah Hukum Lautyang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua sumber yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
ARMAN NURFAIZI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………… 3
A. Latar Belakang………………………………………………………….. 3
B. Permasalahan……………………………………………………………. 5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………. 6
A. Kesimpulan……………………………………………………………….. 14
B. Saran………………………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………. 17
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Hukum sebagai gejala sosial mengandung berbagai aspek, faset, ciri, dimensi waktu
dan ruang, serta tatanan abstraksi yang majemuk. Karena itu, hukum dapat dikaji dan
dipelajari secara rasional-sistematikal-metodikal dari berbagai sudut pandang dan
pendekatan.Dari pengkajian tersebut terbentuklah sebuah disiplin ilmiah yang
objeknya adalah hukum. Keseluruhan disiplin ilmiah tersebut dapat disebut dengan
istilah, yaitu Disiplin Ilmiah tentang Hukum (sciences concerned with law,
Radbruch), atau Ilmu-ilmu Hukum (Mochtar Kusumaatmadja) atau Pengembanan
Hukum Teoritikal (theoretische rechtsbeofening, Meuwissen). Istilah-istilah tersebut
menunjukkan pada kegiatan akal budi untuk secara ilmiah rasional-sistematikal-
metodikal dan terus menerus) berupaya untuk memperoleh pengetahuan tentang
hukum dan penguasaan intelektual atas hukum.[1]
Pengangkutan laut terjadi karena adanya suatu perjanjian antara kedua pihak, yaitu
pihak pemberi jasa pengangkutan dengan pemakai jasa. Dengan adanya perjanjian
tersebut menyebabkan suatu tanggung jawab bagi pengangkut yang terletak pada
keamanan dan keselamatan kapal serta muatannya terutama pada saat pelayaran atau
selama dalam pengangkutan sebagaimana yang tercantum pada pasal 468 KUHD
Salah satu aturan yang menjadi sumber hukum internasional mengenai tanggung
jawab pengangkutan laut dapat dilihat dari United Nation Convention The Carriage of
Goods by Sea (The 1978 Hamburg Rules), khusus mengenai pertangung jawaban
terdapat dalam pasal 4 sampai pasal 8. Pasal 4 ayat 1 The 1978 Hamburg Rules
memberikan aturan mengenai pihak yang bertanggung jawab atas barang dalam
pengangkutan laut serta masa bertanggung jawab atas barang dalam pengangkutan
tersebut
Salah satu perselisihan yang sering timbul dalam pengangkutan laut adalah adanya
kerusakan barang yang menimbulkan hak tuntutan ganti rugi dari pemilik barang
kepada pengangkut. Timbulnya claim-claim dari pemilik barang berupa kerusakan
barang, penting di perhatikan oleh para pihak yang terlibat dalam proses
pengangkutan untuk dapat menentukan pihak mana yang benar-benar bertanggung
jawab terhadap tuntutan ganti rugi atas kerusakan barang tersebut.
B.Permasalahan
PEMBAHASAN
3. Tanggung jawab pengangkut bila terjadi kerusakan yang timbul akibat dari
pengangkutan
2. Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan
angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.
The Hamburg Rules 1978 yang ditemukan didalam article 4, menyatakan bahwa
pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang berada
dibawahpenguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama berlangsungnya
pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran. Dengan ketentuan demikian
sangat jelas bahwa masa pertanggungjawaban pengangkut (period of responsiblity of
the carrier) dalam The Hamburg Rules 1978 adalah lebih tegas, nyata dan memberi
tanggung jawab yang besar bagi pengangkut. 4 Akan tetapi, pengangkut dapat
10 | M a k a l a h H u k u m L a u t
terbebas dari sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya dengan membuktikan
bahwa kerugian atas musnah, hilang atau rusaknya barang bukan merupakan
kesalahannya yang juga diatur dalam KUHD Pasal 477
a. Pengangkut (Carrier)
c. Penumpang (Passanger)
d. Penerima (Consignee)
Pihak penerima barang yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim
dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak
pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut di
tempat tujuan. Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri,
mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima adalah
pengirim, maka penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam
penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam
perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas
barang kiriman, tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan. Adapun
kriteria penerima menrut perjanjian, yaitu :
1. perusahaan atau perorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang;
2. dibuktikan dengan penguasaan dokumen pengangkutan;
3. membayar atau tanpa membayar biaya pengangkutan.
e. Ekspeditur
Untuk mendukung kelancaran kegiatan angkutan barang dari dan ke suatu pelabuhan,
maka kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal mempunyai kedudukan yang
penting. Di samping itu keselamatan dan keamanan barang yang dibongkar muat dari
dan ke pelabuhan sangat erat kaitannya dengan kegiatan bongkar muat tersebut.
Menurut Pasal 1 butir 16 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 pengusaha
muat bongkar adalah ”kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat
barang dan/atau hewan dari dan ke kapal”. Perusahaan ini memiliki tenaga ahli yang
pandai menempatkan barang di dalam ruang kapal yang terbatas itu sesuai dengan
14 | M a k a l a h H u k u m L a u t
sifat barang, ventilasi yang diperlukan, dan tidak mudah bergerak/bergeser. Demikian
juga ketika membongkar barang dari kapal diperlukan keahlian sehingga barang yang
dapat dibongkar dengan mudah, efisien, dan tidak menimbulkan kerusakan.
Menurut Pasal 1 alinea kedua Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1969, pengusaha
pergudangan adalah ”perusahaan yang bergerak di bidang jenis jasa penyimpanan
barang di dalam gudang pelabuhan selama barang yang bersangkutan menunggu
pemuatan ke dalam kapal atau penunggu pemuatan ke dalam kapal atau menunggu
pengeluarannya dari gudang pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Dinas Bea
dan Cukai”.
15 | M a k a l a h H u k u m L a u t
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa peran
hukum dalam transportasi pengangkutan laut sangatlah berperan penting, contohnya
didalam tanggung jawab pengangkut atas kerusakan barang tersebut diwujudkan
melalui pemberian ganti rugi sesuai dengan pasal 472 KUHD, merupakan bentuk
perlindungan hukun secara normatif untuk melindungi pengirim atau penerima barang
dalam pengangkutan laut. Proses tuntutan ganti rugi dilakukan di pelabuhan
pembongkaran dengan menyertakan Bill of Ladingserta Notice of Claim yang
diperoleh dari pihak pengangkut.
16 | M a k a l a h H u k u m L a u t
b. Saran
Berdasarkan dai hasil pembahasan diatas, saran saya pada prinsipnya pengangkutan
merupakan perjanjian yang tidak tertulis. Para pihak mempunyai kebebasan
menentukan kewajiban dan hak yang harus dipenuhi dalam pengangkutan. Undang-
undang hanya berlaku sepanjang pihak-pihak tidak menentukan hal lain dalam
perjanjian yang mereka buat dan sepanjang tidak merugikan kepentingan umum.
untuk memperbaiki keadaan tersebut, maka untuk Memperjelas hukum perjanjian
yang disepakati oleh pihak pemilik barang dengan pengangkut yang berkaitan dengan
klausul pengajuan klaim dan tuntutan ganti rugi yang memperjelas jenis-jenis
kerusakan seperti apa yang bisa dituntut dan dipertanggungjawabkan oleh pemilik
barang kepada pengangkut
DAFTAR PUSTAKA
• Purba, Radiks. 1997. Angkatan Muatan Laut 2. Jakarta : Rineka Cipta
• Purba, Hasim. 2011. Modul Kuliah Hukum Pengangkutan Di Laut. Medan :
Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara
• https://hukumlautdanpengangkutan.blogspot.com/2013/10/hukum-laut-dan-
pengangkutan_3067.html
• https://media.neliti.com/media/publications/19496-ID-pengangkutan-melalui-
laut.pdf
• https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1203005259-3-BAB%20II.pdf
• http://sigitbudhiarto.blogspot.com/2012/04/pengangkutan-laut-di-
indonesia.html
• http://vickysurya99.blogspot.com/p/hukum.html
17 | M a k a l a h H u k u m L a u t