Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PROBLEMATIKA HUKUM TRANSPORTASI

DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU :

Andrew Shandy Utama, SH., MH

DISUSUN OLEH :

Albert Harmoko Laia

MATA KULIAH

HUKUM TRANSPORTASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

FAKULTAS HUKUM

ILMU HUKUM

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah yang

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Transportasi, dengan judul “Problematika Hukum Transportasi Di Indonesia”

dapat diselesaikan.

Masih banyak kekurangan dalam makalah ini baik dari bentuk penyusunan maupun materinya, maka dari itu saya mengharapkan

kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah saya selanjutnya.

Terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah yang telah membantu saya dalam memamhami pengantar Hukum

Transportasi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan digunakan sebaik-baiknya.

Pekanbaru, 22 Juli 2022

Albert Harmoko Laia

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................. i

Kata Pengantar………………………………………........... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................ 1

B. Rumusan Masalah....................................................... 4

C. Tujuan.......................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Umum Darat….........................................................................

B. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Transportasi Udara Niaga………….............................................................

C. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Transportasi Laut……………………………………………………

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................. 13

B. Saran............................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi yang ada di Indonesia terdiri dari transportasi darat, laut dan udara. Kebijakan pembangunan transportasi nasional

pertama-tama tercermin dalam kebijakan pengembangan sektor transportasi dalam kesisteman yang dikenal sebagai SISTRANAS (sistem

transportasi nasional) yang telah lama dipersiapkan, dilaksanakan dan dikembangkan oleh pemerintah nasional.

Hukum adalah keseluruhan norma, yang oleh penguasa negara atau penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum,

dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan

suatu tatanan yang dikehendaki oleh penguasa tersebut. Pengertian transportasi berasal dari kata Latin yaitu Transportare, dimana transberarti

seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atatu membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya.

Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Peraturan hukum

pengangkutan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan. Hukum Transportasi adalah sekumpulan

norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemilik jasa angkutan dan pengguna jasa angkutan.

Transportasi merupakan unsur yang penting dan berfungsi sebagai urat nadi kehidupan dan perkembangan ekonomi, sosial,

politik dan mobilitas penduduk yang tumbuh bersamaan dan mengikuti perkembangan yang terjadi dalam berbagai bidang dan sektor tersebut.

Peran penting di semua sektor tersebut mengharuskan adanya hukum yang mengatur masalah transportasi agar tercipta keselarasan dan

transportasi yang baik yang mampu menjadi alat untuk digunakan sebagaimana mestinya. Transportasi atau pengangkutan di Indonesia juga

tidak terlepas dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) pada Buku Ketiga tentang Perikatan dan Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang Buku Kedua titel Kelima.

Transportasi di Indonesia merupakan sebuah kebutuhan yang harus terpenuhi.Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri

dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau

seluruh wilayah Indonesia.

Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan

kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan

pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektorindustri, perdagangan,

pariwisata, dan pendidikan. Ada tiga macam pengangkutan yaitu: Pengangkutan Darat, Pengangkutan Laut atau Perairan dan Pengangkutan

Udara. Aspek hukum publik pada pengangkutan diatur dengan Undang-Undang, sedangkan aspek hukum perdata pada pengangkutan di atur

1
dengan perjanjian yang dibuat oleh para pihak serta kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Sumber hukum bagi ketiga macam

pengangkutan tersebut diatur di dalam KUHD maupun di luar KUHD (yaitu undang-undang tentang pengangkutan).

Pengangkutan di sini dapat dilakukan oleh orang, kendaraan yang ditarik oleh binatang, kendaraan bermotor, kereta api, kapal

laut, kapal sungai, pesawat udara dan lain-lain. Masalah yang ada sekarang adalah terkait dengan penyediaan alat transportasi masal yang

memadai, nyaman, aman, murah, serta tepat waktu. Dengan terpenuhinya hal tersebut maka sudah pasti akan turut meningkatkan

kemakmuran masyarakat. Karena dengan hal tersebut, jasa pengangkutan menjadi lebih efisien dan menghemat waktu. pembangunan aspek

hukum transportasi tidak terlepas dari efektivitas hukum pengangkutan itu sendiri. Pengangkutan di Indonesia diatur dalam Kitab Undang –

Undang Hukum Perdata pada Buku Ketiga tentang perikatan, kemudian dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang pada Buku II titel ke

V. Selain itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya Undang - Undang Nomor. 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Pengganti Undang – Undang Nomor. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah Nomor. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun Peraturan

Pemerintah No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang - Undang Nomor 14 Tahun 1992 dikarenakan disebutkan

dalam Pasal 324 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009.

Dalam menentukan pertanggungjawaban perusahaan penerbangan tentunya harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang

berlaku, sehingga dapat ditentukan pihak- pihak yang bertanggung jawab, hal-hal yang dapat dipertanggungjawabkan, bentuk- bentuk

pertanggungjawaban, besar ganti kerugian dan lain-lain.

Mengingat pentingnya angkutan laut maka perlunya hukum untuk mengatur sistem keselamatan pengangkutan laut yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam hal keselamatan pelayaran harus menjadi perhatian oleh Perusahaan

yang bergerak di bidang pelayaran hal ini ditegaskan dalam Pasal 40 ayat (1) yang intinya menegaskan bahwa Perusahaan angkutan di

perairan pertanggungjawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.Walaupun terkadang

pengangkutan dengan menggunakan kapal laut seringkali menimbulkan suatu permasalahan bagi pelayaran penumpang. Salah satunya adalah

tidak terpenuhinya persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan. Sehingga tidak sedikit

penumpang mengalami kerugian baik materil maupun non materil.Berdasarkan realitas tersebut menunjukan perlindungan keselamatan

penumpang harus mendapat jaminan keselamatan dan keamanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang

dengan jelas menyebutkan bahwa penumpang berhak mendapat perlindungan untuk keselamatannya

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap penumpang angkutan umum darat ?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga ?

3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi laut ?

2
C. Tujuan

1. Untuk dapat mengetahui perlindungan hukum terhadap penumpang angkutan umum darat.

2. Untuk dapat mengetahui perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga.

3. Untuk dapat mengetahui perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi laut.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PERLINDUNGAN HUKUM TERAHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT

Didalam perjanjian angkutan orang termasuk perjanjian angkutan umum ada dua subyek yang tersebut yaitu pihak pengangkut

dan penumpang. Pengangkut sebagai salah satu subyek hukum dalam perjanjian tersebut memiliki hak dan kawajiban yang harus dipenuhi

perikatan tersebut. Hak dan kewajiban pengangkut dapat dilihat dalam peraturan perundang-undangan dan beberapa pendapat sarjana.

Perlindungan terhadap penumpang merupakan kewajiban utama bagi pengangkut itu sendiri, kewajiban pengangkut adalah

mengangkut penumpang atau barang serta menerbitkan dokumen pengangkutan, sebagai imbalan haknya memperoleh biaya pengangkutan

dari penumpang. Adapun beberapa bentuk – bentuk perlindungan yang dijamin dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap

penumpang yakni dalam pasal 186 disebutkan Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati

3
perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh Penumpang dan/atau pengirim barang. Dan dalam pasal 191

disebutkan pula perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang

dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam pasal 192 disebutkan Perusahaan

Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan

angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang. Adanya azas

bahwa pengangkut berkewajiban untuk mengangkut orang atau penumpang dengan selamat sampai di tempat tujuan (Pasal 522 KUHD),

sehingga dia bertanggung jawab atas segala kerugian atau luka-luka yang diderita oleh penumpang, yang disebabkan karena atau berhubung

dengan pengangkutan yang diselenggarakan itu, kecuali bila pengangkut dapat mendiskulpir dirinya (Pasal 1339 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, Pasal 522 ayat (2) KUHD). Di samping pendapat bahwa kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang sampai di

tempat tujuan dengan selamat atau dengan cara yang aman.

Bila seorang penumpang mengajukan tuntutan ganti rugi karena luka atau lain- lainnya kepada pengangkut, cukuplah bila dia

mendalilkan bahwa dia menderita luka disebabkan pengangkutan itu. Jika tuntutan itu dibantah oleh pengangkut, maka pengangkut harus

membuktikan bahwa kelalaian atau kesalahan tidak ada padanya. Bila pembuktian pengangkut ini berhasil, maka giliran penumpang yang

harus membuktikan adanya kelalaian atau kesalahan pada pengangkut.

B. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA NIAGA

Dalam menentukan tanggung jawab pengangkut tentunya harus mengacu pada peraturan perundang-undangan sehingga terdapat

kepastian hukum, apa bentuk tanggung jawabnya, apa persyaratan untuk dapat bertanggung jawab, berapa besar kerugian yang harus dibayar

dan lain-lain. Penentuan tanggung jawab perusahaan penerbangan dalam perspektif hukum merupakan sarana bagi perlindungan hukum bagi

konsumen pengguna jasa transportasi udara. di dalam tata hukum positif nasional terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain

sebagai berikut:

1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan;

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;

3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara;

4) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang keamanan dan keselamatan Penerbangan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, selain menentukan hak dan kewajiban pelaku usaha,

hak dan kewajiban konsumen, juga mengatur tentang upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen yang mengalami kerugian akibat

perbuatan pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, seperti yang di atur dalam Pasal 45

yang menyatakan, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Penyelesaian sengketa konsumen dapat

4
ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar

pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila

upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Upaya hukum yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen di atas juga dapat

diterapkan atau digunakan oleh konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha penerbangan. Dalam praktik penerbangan komersil kerugian-

kerugian yang dialami penumpang antara lain adanya keterlambatan penerbangan (delay), kehilangan barang, dan adanya kecelakaan pesawat

yang berakibat kematian atau luka-luka. Timbulnya kerugian-kerugian konsumen tersebut diakibatkan oleh perbuatan-perbuatan pelaku usaha

penerbangan dalam hal ini maskapai penerbangan.

C. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMGPANG TRANSPORTASI LAUT

1. Perlindungan Hukum terhadap Penunpang Kapal Laut Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang

Pelayaran di Indonesia

Sebagai negara kepulauan transportasi laut menjadi vital dan strategis untuk menghubungkan satu pulau ke pulau lainnya.

Transportasi laut sebagai salah satu unsur transportasi yang ada di Indonesia dilihat dari segi geografis peranannya sangat besar. Hal ini

disebabkan transportasi laut merupakan sarana yang sangat penting dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan

serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara.

Sebagai sarana utama yang banyak digunakan masyarakat, pengangkutan melalui transportasi laut terus mengalami

perkembangan. Salah satu alasannya adalah biaya transportasi laut cukup terjangkau oleh masyarakat, akses mendapatkan tiket dengan

mudah, maka wajar jika tiap tahunnya animo masyarakat menggunakan transportasi laut terus mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Dengan kondisi penumpang yang terus mengalami peningkatan, maka PT ASDP sebagai perusahaan nasional dan Pihak

Pengelola Pelabuhan (UPP) dalam menyelenggarakan pengangkutan harus benar-benar memberikan perlindungan hukum sebagaimana

yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomnor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Jo Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010

Tentang Angkutan Perairan. Perlindungan hukum merupakan identik dengan jaminan hak dan kewajiban dalam suatu perjanjian antara

kedua belah pihak. Perlindungan hukum digunakan dalam upaya melindungi kepentingan pihak-pihak dalam suatu perjanjian yang sah

secara hukum. Adapun bentuk perlindungan hukum terhadap penumpang angkutan laut dibagi atas dua yaitu perlindungan hukum

preventif dan perlindungan hukum represif.

Perlindungan hukum preventif merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak pengangkutan laut sebelum penyimpangan sosial

terjadi agar suatu tindak pelanggaran dapat diredam atau dicegah, misalnya sosialisasi dalam bentuk pengarahan kepada penumpang

agar membeli tiket pada tempat yang disediakan tidak melalui calo karena bersifat ilegal. Selain itu, memberikan bimbingan kepada

penumpang dalam hal mendapatkan keselamatan sebelum kapal diberangkatkan, diantaranya arahan dalam penggunaan pelambung dan

5
sekoci agar dapat digunakan sebagaimana mestinya jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat melakukan perjalanan laut.

Namun, realitasnya masih ditemukan petugas sendiri yang bertindak selaku calo dan bahkan sering terjadi kerjasama yang saling

menguntungkan antara calo dan petugas. Perlindungan hukum represif adalah suatu tindakan aktif yang dapat dilakukan oleh pihak

pengangkutan laut pada saat penyimpangan sosial terjadi, agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat dihentikan, yang meliputi

tanggung jawab atas keselamatan penumpang sebagai obyek dalam perjalanan laut. Hal yang paling utama yang harus diperhatikan

pada pengangkut angkutan laut yang diberikan sejak naik di atas kapal sampai penumpang turun di tempat tujuan. Sistem tersebut

dirancang untuk menjamin terselenggaranya perlindungan yang efektif dari kemungkinan risiko dan bahaya yang dapat diperkirakan

dan diantisipasi sebagai penyebab korban luka, kematian, gangguan kesehatan, harta benda dan pengrusakan lingkungan yang tidak

seharusnya terjadi. Bentuk perlindungan hukum represif belum berjalan secara maksimal terutama masih didapatkan sekoci, baju

pelampung dan alat penolong lainnya kurang berfungsi sebagaimana mestinya serta kurangnya kebersihan dalam kapal sehingga

penumpang merasa tidak nyaman.

Bentuk perlindungan hukum represif lainnya adalah memberikan jaminan keselamatan penumpang dalam bentuk asuransi yang

sudah diperjanjikan sebelumnya dalam hal terjadi suatu transaksi antara penumpang dan jasa pengangkutan yang dituangkan dalam

bentuk perikatan. Melalui program asuransi, maka ada jaminan keselamatan penumpang berupa ganti kerugian apabila dikemudian hari

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, perlindungan hukum berkaitan dengan jaminan ganti kerugian bagi penumpang yang

mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti mengalami kerugian. Apabila tidak menemukan titik temu perihal jaminan

keselamatan dan ganti kerugian, maka penumpang dapat menempuh jalur hukum, apabila pihak perusahan pengangkutan laut tidak

menghiraukan keluhan yang dialami penumpang. Upaya hukum yang ditempuh bisa melalui pengadilan (litigasi) atau diluar pengadilan

(non litigasi) atas kesepakatan bersama mereka, misalnya konsiliasi, mediasi, negosiasi dan arbitrase.

Banyaknya masalah-masalah yang terjadi di masyarakat dalam hal pengangkutan laut, diantaranya yang sering dikeluhkan oleh

penumpang kapal laut adalah :

a) Ruang tunggu penumpang masih dirasa tidak nyaman dengan alasan penumpang menunggu keberangkatan terlalu

lama sehingga penumpang bedesak-desakan di ruang tunggu.

b) Kebersihan dalam kapal tekadang tidak diperhatikan oleh pihak pemilik kapal.

c) Masih adanya preman di ruang tunggu, sehingga mengganggu kenyamanan penumpang.

d) Terkadang penumnpang tidak memperoleh tempat duduk sehingga harus melantai dan asap rook masih dirasakan

dimana-mana

e) Masih banyaknya pedagang asongan dan calo.

f) Penumpang masih merasa tidak aman apabila banyak orang tidak berkepentingan di atas kapal

g) Penumpang mengeluhkan masih adanya kehilangan barang di atas kapal

h) Terkadang jadwal keberangkatan tidak tepat waktu sehingga penumpang harus menunggu lama.

6
Dari beberapa permasalahan di atas, maka harus benar-benar mendapatkan suatu jaminan perlindungan hukum. Melalui

perlindungan hukum represif dan preventif maka permasalahan di atas dapat diatasi, untuk itu sangat penting dilakukan oleh

perusahaan pengangkutan laut mengimplementasikan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Jo Peraturan

Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Perairan.

2. Upaya yang ditempuh dalam memaksimalkan perlindungan hukum terhadap penumpang kapal laut berdasarkan Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran di Indonesia

Penumpang merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sebuah pengangkutan baik pengangkutan darat, laut maupun

udara. Meskipun terkadang paling rentan mengalami perlakuan yang kurang menyenangkan. Untuk itu, perlunya jaminan perlindungan

hukum bagi penumpang, khsusnya penumpang angkutan laut.

Adapun upaya yang bisa dilakukan dalam memaksimalkan perlindungan hukum terhadap penumnpang adalah memperbaiki

sistem hukum dalam bidang pelayaran diantaranya subtansi ketentuan mengenai pelayaran lebih ditingkatkan bentuk sanksinya kepada

perusahaan, terutama pada bidang perlindungan hukum terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang, terkadang pihak perusahaan

pengangkutan kurang perhatian pada penumpang yang mengalami kerugian. Apalagi saat ini, animo masyarakat untuk perjalanan laut

masih tinggi, maka tentu saja risiko pun siap ditanggung oleh penumpang. Tidak ada penumpang yang menginginkan sebuah musibah

pada transportasi laut, udara maupun transportasi darat. Tapi terlepas dari itu, ada juga penumpang yang mengalami kerugian dan

memiliki kendala saat menuntut haknya sebagai penumpang.

Selain itu, upaya lain yang ditempuh adalah penyediaan sarana dan prasarana yang layak dan nyaman bagi penumpang,

diantaranya penyediaan fasilitis ruang tunggu yang luas, tersedianya kantor-kantor cabang dimana-mana bagi perusahaan pengangkutan

terutama memudahkan bagi penumpang kapal laut apabila akan melakukan pengaduan atau permohonan tuntutan ganti rugi apabila

terjadi penyalahgunaan wewenang oleh perusahaan pengangkutan.

Selain itu, yang terpenting adalah perbaikan kultur (budaya hukum) baik penumpang maupun perusahaan pengangkutan dengan

membudayakan slogan kepuasan penumpang harus selalu diperhatikan, sehingga penumpang merasa nyaman dan aman dalam

menggunakan jasa penrusahaan pengangkutan tersebut. Selain itu tidak ada beban psikologis bagi penumpang yang mengalami masalah

dalam perjalanan karena para kru dan petugas siap memberi informasi atau penjelasan kepada penumpang sebagaimana yang

ditegaskan dalam pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomnor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Didalam perjanjian angkutan orang termasuk perjanjian angkutan umum ada dua subyek yang tersebut yaitu pihak pengangkut

dan penumpang. Perlindungan terhadap penumpang merupakan kewajiban utama bagi pengangkut itu sendiri. Beberapa bentuk – bentuk

perlindungan yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap penumpang

yakni dalam pasal 186 dan pasal 191 yang menyebutkan perlindungan perlindungan baik dalam bentuk orang dan/atau barang. Dan apabila

terjadi kecelakaan dan menimbulkan luka – luka ataupun hingga meninggal, akibat hukum bagi perusahaan angkutan umum diatur Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam pasal 192 yang menyebutkan Perusahaan Angkutan Umum

bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali

disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang.

Pengaturan hukum mengenai perlindungan hukum perlindungan hukum terhadap penumpang pada transportasi udara niaga yaitu

terdapat pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan

Udara, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang keamanan dan keselamatan Penerbangan, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Upaya hukum bagi penumpang yang mengalami kerugian pada transportasi udara niaga yaitu dapat

menggunakan Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, karena alam praktik penerbangan komersil kerugian- kerugian

yang dialami penumpang antara lain adanya keterlambatan penerbangan (delay), kehilangan barang, dan adanya kecelakaan pesawat yang

berakibat kematian atau luka-luka. Timbulnya kerugian-kerugian konsumen tersebut diakibatkan oleh perbuatan-perbuatan pelaku usaha

penerbangan dalam hal ini maskapai penerbangan.

Perlindungan hukum terhadap penumpang kapal laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

adalah menjadi hak penumpang, dan perusahaan pengangkutaan berkewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap penumpang.

Adapun bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap penumpang adalah pelrindungan hukum preventif meliputi sosialisasi dan bimbingan

kepada penumpang kapal laut baik sebelum naik kapal dan sampai ke tujuan. Perlindungan hukum represif meliputi jaminan keselamatan

penumpang, pemberian ganti kerugian yang layak kepada penumpang yang mengalami kerugian ataupun kecelakaan serta proses hukum yang

dilakukan penumpang untuk mendapatkan suatu bentuk perlindungan melalui pengaduan ke pihak PT ASDP dan melaporkan kepada pihak

yang berwajib apabila penumpang tidak mendapatkan bentuk perlindungan hukum baik perlindungan hukum preventif maupun represif.

8
Upaya yang ditempuh dalam memaksimalkan pelindungan hukum terhadap penumpang kapal laut adalah perlunya ketegasan

dari pemerintah dalam memberi sanksi kepada perusahaan pengangkutan agar lebih serius dan memnperhatikan hak-hak penumpang terutama

dalam hal pelindungan jaminan ganti rugi yang layak, aksebilitas dalam mengajukan klaim dan tuntutan dengan kemudahan melaporkan

pengaduan yang diajukan di kantor-kantor cabang yang tersedia. Serta yang lebih terpenting adalah pelayanan yang baik dan menyenangkan

dengan berdasar pada prinsip memprioritaskan kepuasaan dan kenyamanan penumpang.

B. SARAN

Adapun saran bagi pembaca, hendaknya setalah membaca makalah ini, kita dapat mengetahui dan memahami mengenai

problematika hukum transportasi di Indonesia, terutama dalam perlindungan hukum penumpang angkutan umum darat, transportasi udara,

dan transportasi laut. Penulis menyadari adanya bahwa pembuatan makalah ini tak lepas dari kesalahan. Oleh karenanya, saya sebagai penulis

sangat membuka apabila ada yang ingin menyampaikan saran atau pendapat untuk memperbaiki makalah saya ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhamad,1994, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Udara, Bandung, PT. Cipta Bakti.

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

H. M. N. Purwosutjipto, 2008, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan, Jakarta, Djambatan.

Ibrahim dan Jhonny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I, Cet ke-V, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Sution Usman Adji, 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta.

Soerjono Soekanto dan H. Abdurahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Rieneka Cipta, Jakarta.

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Abdul Kadir Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, PT. Citra Aditya, Bandung

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/download/33607/20332/

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/download/33212/20061/

https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/aladalah/article/download/194/121

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/7041/05.1%20bab%201.pdf?sequence=5&isAllowed=y

10

Anda mungkin juga menyukai