DI INDONESIA
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
MATA KULIAH
HUKUM TRANSPORTASI
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah yang
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Transportasi, dengan judul “Problematika Hukum Transportasi Di Indonesia”
dapat diselesaikan.
Masih banyak kekurangan dalam makalah ini baik dari bentuk penyusunan maupun materinya, maka dari itu saya mengharapkan
kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah saya selanjutnya.
Terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah yang telah membantu saya dalam memamhami pengantar Hukum
Transportasi.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………........... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................... 4
C. Tujuan.......................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................. 13
B. Saran............................................................................. 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transportasi yang ada di Indonesia terdiri dari transportasi darat, laut dan udara. Kebijakan pembangunan transportasi nasional
pertama-tama tercermin dalam kebijakan pengembangan sektor transportasi dalam kesisteman yang dikenal sebagai SISTRANAS (sistem
transportasi nasional) yang telah lama dipersiapkan, dilaksanakan dan dikembangkan oleh pemerintah nasional.
Hukum adalah keseluruhan norma, yang oleh penguasa negara atau penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum,
dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan
suatu tatanan yang dikehendaki oleh penguasa tersebut. Pengertian transportasi berasal dari kata Latin yaitu Transportare, dimana transberarti
seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atatu membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Peraturan hukum
pengangkutan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan. Hukum Transportasi adalah sekumpulan
norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemilik jasa angkutan dan pengguna jasa angkutan.
Transportasi merupakan unsur yang penting dan berfungsi sebagai urat nadi kehidupan dan perkembangan ekonomi, sosial,
politik dan mobilitas penduduk yang tumbuh bersamaan dan mengikuti perkembangan yang terjadi dalam berbagai bidang dan sektor tersebut.
Peran penting di semua sektor tersebut mengharuskan adanya hukum yang mengatur masalah transportasi agar tercipta keselarasan dan
transportasi yang baik yang mampu menjadi alat untuk digunakan sebagaimana mestinya. Transportasi atau pengangkutan di Indonesia juga
tidak terlepas dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) pada Buku Ketiga tentang Perikatan dan Kitab Undang-Undang Hukum
Transportasi di Indonesia merupakan sebuah kebutuhan yang harus terpenuhi.Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri
dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau
Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan
kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan
pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektorindustri, perdagangan,
pariwisata, dan pendidikan. Ada tiga macam pengangkutan yaitu: Pengangkutan Darat, Pengangkutan Laut atau Perairan dan Pengangkutan
Udara. Aspek hukum publik pada pengangkutan diatur dengan Undang-Undang, sedangkan aspek hukum perdata pada pengangkutan di atur
1
dengan perjanjian yang dibuat oleh para pihak serta kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Sumber hukum bagi ketiga macam
pengangkutan tersebut diatur di dalam KUHD maupun di luar KUHD (yaitu undang-undang tentang pengangkutan).
Pengangkutan di sini dapat dilakukan oleh orang, kendaraan yang ditarik oleh binatang, kendaraan bermotor, kereta api, kapal
laut, kapal sungai, pesawat udara dan lain-lain. Masalah yang ada sekarang adalah terkait dengan penyediaan alat transportasi masal yang
memadai, nyaman, aman, murah, serta tepat waktu. Dengan terpenuhinya hal tersebut maka sudah pasti akan turut meningkatkan
kemakmuran masyarakat. Karena dengan hal tersebut, jasa pengangkutan menjadi lebih efisien dan menghemat waktu. pembangunan aspek
hukum transportasi tidak terlepas dari efektivitas hukum pengangkutan itu sendiri. Pengangkutan di Indonesia diatur dalam Kitab Undang –
Undang Hukum Perdata pada Buku Ketiga tentang perikatan, kemudian dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang pada Buku II titel ke
V. Selain itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya Undang - Undang Nomor. 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Pengganti Undang – Undang Nomor. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah Nomor. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang - Undang Nomor 14 Tahun 1992 dikarenakan disebutkan
Dalam menentukan pertanggungjawaban perusahaan penerbangan tentunya harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang
berlaku, sehingga dapat ditentukan pihak- pihak yang bertanggung jawab, hal-hal yang dapat dipertanggungjawabkan, bentuk- bentuk
Mengingat pentingnya angkutan laut maka perlunya hukum untuk mengatur sistem keselamatan pengangkutan laut yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam hal keselamatan pelayaran harus menjadi perhatian oleh Perusahaan
yang bergerak di bidang pelayaran hal ini ditegaskan dalam Pasal 40 ayat (1) yang intinya menegaskan bahwa Perusahaan angkutan di
perairan pertanggungjawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.Walaupun terkadang
pengangkutan dengan menggunakan kapal laut seringkali menimbulkan suatu permasalahan bagi pelayaran penumpang. Salah satunya adalah
tidak terpenuhinya persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan. Sehingga tidak sedikit
penumpang mengalami kerugian baik materil maupun non materil.Berdasarkan realitas tersebut menunjukan perlindungan keselamatan
penumpang harus mendapat jaminan keselamatan dan keamanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang
dengan jelas menyebutkan bahwa penumpang berhak mendapat perlindungan untuk keselamatannya
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui perlindungan hukum terhadap penumpang angkutan umum darat.
2. Untuk dapat mengetahui perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga.
BAB II
PEMBAHASAN
Didalam perjanjian angkutan orang termasuk perjanjian angkutan umum ada dua subyek yang tersebut yaitu pihak pengangkut
dan penumpang. Pengangkut sebagai salah satu subyek hukum dalam perjanjian tersebut memiliki hak dan kawajiban yang harus dipenuhi
perikatan tersebut. Hak dan kewajiban pengangkut dapat dilihat dalam peraturan perundang-undangan dan beberapa pendapat sarjana.
Perlindungan terhadap penumpang merupakan kewajiban utama bagi pengangkut itu sendiri, kewajiban pengangkut adalah
mengangkut penumpang atau barang serta menerbitkan dokumen pengangkutan, sebagai imbalan haknya memperoleh biaya pengangkutan
dari penumpang. Adapun beberapa bentuk – bentuk perlindungan yang dijamin dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap
penumpang yakni dalam pasal 186 disebutkan Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati
3
perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh Penumpang dan/atau pengirim barang. Dan dalam pasal 191
disebutkan pula perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang
Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam pasal 192 disebutkan Perusahaan
Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan
angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang. Adanya azas
bahwa pengangkut berkewajiban untuk mengangkut orang atau penumpang dengan selamat sampai di tempat tujuan (Pasal 522 KUHD),
sehingga dia bertanggung jawab atas segala kerugian atau luka-luka yang diderita oleh penumpang, yang disebabkan karena atau berhubung
dengan pengangkutan yang diselenggarakan itu, kecuali bila pengangkut dapat mendiskulpir dirinya (Pasal 1339 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Pasal 522 ayat (2) KUHD). Di samping pendapat bahwa kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang sampai di
Bila seorang penumpang mengajukan tuntutan ganti rugi karena luka atau lain- lainnya kepada pengangkut, cukuplah bila dia
mendalilkan bahwa dia menderita luka disebabkan pengangkutan itu. Jika tuntutan itu dibantah oleh pengangkut, maka pengangkut harus
membuktikan bahwa kelalaian atau kesalahan tidak ada padanya. Bila pembuktian pengangkut ini berhasil, maka giliran penumpang yang
Dalam menentukan tanggung jawab pengangkut tentunya harus mengacu pada peraturan perundang-undangan sehingga terdapat
kepastian hukum, apa bentuk tanggung jawabnya, apa persyaratan untuk dapat bertanggung jawab, berapa besar kerugian yang harus dibayar
dan lain-lain. Penentuan tanggung jawab perusahaan penerbangan dalam perspektif hukum merupakan sarana bagi perlindungan hukum bagi
konsumen pengguna jasa transportasi udara. di dalam tata hukum positif nasional terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain
sebagai berikut:
4) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang keamanan dan keselamatan Penerbangan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, selain menentukan hak dan kewajiban pelaku usaha,
hak dan kewajiban konsumen, juga mengatur tentang upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen yang mengalami kerugian akibat
perbuatan pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, seperti yang di atur dalam Pasal 45
yang menyatakan, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Penyelesaian sengketa konsumen dapat
4
ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar
pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila
upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Upaya hukum yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen di atas juga dapat
diterapkan atau digunakan oleh konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha penerbangan. Dalam praktik penerbangan komersil kerugian-
kerugian yang dialami penumpang antara lain adanya keterlambatan penerbangan (delay), kehilangan barang, dan adanya kecelakaan pesawat
yang berakibat kematian atau luka-luka. Timbulnya kerugian-kerugian konsumen tersebut diakibatkan oleh perbuatan-perbuatan pelaku usaha
1. Perlindungan Hukum terhadap Penunpang Kapal Laut Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran di Indonesia
Sebagai negara kepulauan transportasi laut menjadi vital dan strategis untuk menghubungkan satu pulau ke pulau lainnya.
Transportasi laut sebagai salah satu unsur transportasi yang ada di Indonesia dilihat dari segi geografis peranannya sangat besar. Hal ini
disebabkan transportasi laut merupakan sarana yang sangat penting dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan
Sebagai sarana utama yang banyak digunakan masyarakat, pengangkutan melalui transportasi laut terus mengalami
perkembangan. Salah satu alasannya adalah biaya transportasi laut cukup terjangkau oleh masyarakat, akses mendapatkan tiket dengan
mudah, maka wajar jika tiap tahunnya animo masyarakat menggunakan transportasi laut terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Dengan kondisi penumpang yang terus mengalami peningkatan, maka PT ASDP sebagai perusahaan nasional dan Pihak
Pengelola Pelabuhan (UPP) dalam menyelenggarakan pengangkutan harus benar-benar memberikan perlindungan hukum sebagaimana
yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomnor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Jo Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010
Tentang Angkutan Perairan. Perlindungan hukum merupakan identik dengan jaminan hak dan kewajiban dalam suatu perjanjian antara
kedua belah pihak. Perlindungan hukum digunakan dalam upaya melindungi kepentingan pihak-pihak dalam suatu perjanjian yang sah
secara hukum. Adapun bentuk perlindungan hukum terhadap penumpang angkutan laut dibagi atas dua yaitu perlindungan hukum
Perlindungan hukum preventif merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak pengangkutan laut sebelum penyimpangan sosial
terjadi agar suatu tindak pelanggaran dapat diredam atau dicegah, misalnya sosialisasi dalam bentuk pengarahan kepada penumpang
agar membeli tiket pada tempat yang disediakan tidak melalui calo karena bersifat ilegal. Selain itu, memberikan bimbingan kepada
penumpang dalam hal mendapatkan keselamatan sebelum kapal diberangkatkan, diantaranya arahan dalam penggunaan pelambung dan
5
sekoci agar dapat digunakan sebagaimana mestinya jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat melakukan perjalanan laut.
Namun, realitasnya masih ditemukan petugas sendiri yang bertindak selaku calo dan bahkan sering terjadi kerjasama yang saling
menguntungkan antara calo dan petugas. Perlindungan hukum represif adalah suatu tindakan aktif yang dapat dilakukan oleh pihak
pengangkutan laut pada saat penyimpangan sosial terjadi, agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat dihentikan, yang meliputi
tanggung jawab atas keselamatan penumpang sebagai obyek dalam perjalanan laut. Hal yang paling utama yang harus diperhatikan
pada pengangkut angkutan laut yang diberikan sejak naik di atas kapal sampai penumpang turun di tempat tujuan. Sistem tersebut
dirancang untuk menjamin terselenggaranya perlindungan yang efektif dari kemungkinan risiko dan bahaya yang dapat diperkirakan
dan diantisipasi sebagai penyebab korban luka, kematian, gangguan kesehatan, harta benda dan pengrusakan lingkungan yang tidak
seharusnya terjadi. Bentuk perlindungan hukum represif belum berjalan secara maksimal terutama masih didapatkan sekoci, baju
pelampung dan alat penolong lainnya kurang berfungsi sebagaimana mestinya serta kurangnya kebersihan dalam kapal sehingga
Bentuk perlindungan hukum represif lainnya adalah memberikan jaminan keselamatan penumpang dalam bentuk asuransi yang
sudah diperjanjikan sebelumnya dalam hal terjadi suatu transaksi antara penumpang dan jasa pengangkutan yang dituangkan dalam
bentuk perikatan. Melalui program asuransi, maka ada jaminan keselamatan penumpang berupa ganti kerugian apabila dikemudian hari
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, perlindungan hukum berkaitan dengan jaminan ganti kerugian bagi penumpang yang
mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti mengalami kerugian. Apabila tidak menemukan titik temu perihal jaminan
keselamatan dan ganti kerugian, maka penumpang dapat menempuh jalur hukum, apabila pihak perusahan pengangkutan laut tidak
menghiraukan keluhan yang dialami penumpang. Upaya hukum yang ditempuh bisa melalui pengadilan (litigasi) atau diluar pengadilan
(non litigasi) atas kesepakatan bersama mereka, misalnya konsiliasi, mediasi, negosiasi dan arbitrase.
Banyaknya masalah-masalah yang terjadi di masyarakat dalam hal pengangkutan laut, diantaranya yang sering dikeluhkan oleh
a) Ruang tunggu penumpang masih dirasa tidak nyaman dengan alasan penumpang menunggu keberangkatan terlalu
b) Kebersihan dalam kapal tekadang tidak diperhatikan oleh pihak pemilik kapal.
d) Terkadang penumnpang tidak memperoleh tempat duduk sehingga harus melantai dan asap rook masih dirasakan
dimana-mana
f) Penumpang masih merasa tidak aman apabila banyak orang tidak berkepentingan di atas kapal
h) Terkadang jadwal keberangkatan tidak tepat waktu sehingga penumpang harus menunggu lama.
6
Dari beberapa permasalahan di atas, maka harus benar-benar mendapatkan suatu jaminan perlindungan hukum. Melalui
perlindungan hukum represif dan preventif maka permasalahan di atas dapat diatasi, untuk itu sangat penting dilakukan oleh
perusahaan pengangkutan laut mengimplementasikan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Jo Peraturan
2. Upaya yang ditempuh dalam memaksimalkan perlindungan hukum terhadap penumpang kapal laut berdasarkan Undang-
Penumpang merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sebuah pengangkutan baik pengangkutan darat, laut maupun
udara. Meskipun terkadang paling rentan mengalami perlakuan yang kurang menyenangkan. Untuk itu, perlunya jaminan perlindungan
Adapun upaya yang bisa dilakukan dalam memaksimalkan perlindungan hukum terhadap penumnpang adalah memperbaiki
sistem hukum dalam bidang pelayaran diantaranya subtansi ketentuan mengenai pelayaran lebih ditingkatkan bentuk sanksinya kepada
perusahaan, terutama pada bidang perlindungan hukum terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang, terkadang pihak perusahaan
pengangkutan kurang perhatian pada penumpang yang mengalami kerugian. Apalagi saat ini, animo masyarakat untuk perjalanan laut
masih tinggi, maka tentu saja risiko pun siap ditanggung oleh penumpang. Tidak ada penumpang yang menginginkan sebuah musibah
pada transportasi laut, udara maupun transportasi darat. Tapi terlepas dari itu, ada juga penumpang yang mengalami kerugian dan
Selain itu, upaya lain yang ditempuh adalah penyediaan sarana dan prasarana yang layak dan nyaman bagi penumpang,
diantaranya penyediaan fasilitis ruang tunggu yang luas, tersedianya kantor-kantor cabang dimana-mana bagi perusahaan pengangkutan
terutama memudahkan bagi penumpang kapal laut apabila akan melakukan pengaduan atau permohonan tuntutan ganti rugi apabila
Selain itu, yang terpenting adalah perbaikan kultur (budaya hukum) baik penumpang maupun perusahaan pengangkutan dengan
membudayakan slogan kepuasan penumpang harus selalu diperhatikan, sehingga penumpang merasa nyaman dan aman dalam
menggunakan jasa penrusahaan pengangkutan tersebut. Selain itu tidak ada beban psikologis bagi penumpang yang mengalami masalah
dalam perjalanan karena para kru dan petugas siap memberi informasi atau penjelasan kepada penumpang sebagaimana yang
ditegaskan dalam pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomnor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Didalam perjanjian angkutan orang termasuk perjanjian angkutan umum ada dua subyek yang tersebut yaitu pihak pengangkut
dan penumpang. Perlindungan terhadap penumpang merupakan kewajiban utama bagi pengangkut itu sendiri. Beberapa bentuk – bentuk
perlindungan yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap penumpang
yakni dalam pasal 186 dan pasal 191 yang menyebutkan perlindungan perlindungan baik dalam bentuk orang dan/atau barang. Dan apabila
terjadi kecelakaan dan menimbulkan luka – luka ataupun hingga meninggal, akibat hukum bagi perusahaan angkutan umum diatur Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam pasal 192 yang menyebutkan Perusahaan Angkutan Umum
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali
disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang.
Pengaturan hukum mengenai perlindungan hukum perlindungan hukum terhadap penumpang pada transportasi udara niaga yaitu
terdapat pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan
Udara, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang keamanan dan keselamatan Penerbangan, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Upaya hukum bagi penumpang yang mengalami kerugian pada transportasi udara niaga yaitu dapat
menggunakan Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, karena alam praktik penerbangan komersil kerugian- kerugian
yang dialami penumpang antara lain adanya keterlambatan penerbangan (delay), kehilangan barang, dan adanya kecelakaan pesawat yang
berakibat kematian atau luka-luka. Timbulnya kerugian-kerugian konsumen tersebut diakibatkan oleh perbuatan-perbuatan pelaku usaha
Perlindungan hukum terhadap penumpang kapal laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
adalah menjadi hak penumpang, dan perusahaan pengangkutaan berkewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap penumpang.
Adapun bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap penumpang adalah pelrindungan hukum preventif meliputi sosialisasi dan bimbingan
kepada penumpang kapal laut baik sebelum naik kapal dan sampai ke tujuan. Perlindungan hukum represif meliputi jaminan keselamatan
penumpang, pemberian ganti kerugian yang layak kepada penumpang yang mengalami kerugian ataupun kecelakaan serta proses hukum yang
dilakukan penumpang untuk mendapatkan suatu bentuk perlindungan melalui pengaduan ke pihak PT ASDP dan melaporkan kepada pihak
yang berwajib apabila penumpang tidak mendapatkan bentuk perlindungan hukum baik perlindungan hukum preventif maupun represif.
8
Upaya yang ditempuh dalam memaksimalkan pelindungan hukum terhadap penumpang kapal laut adalah perlunya ketegasan
dari pemerintah dalam memberi sanksi kepada perusahaan pengangkutan agar lebih serius dan memnperhatikan hak-hak penumpang terutama
dalam hal pelindungan jaminan ganti rugi yang layak, aksebilitas dalam mengajukan klaim dan tuntutan dengan kemudahan melaporkan
pengaduan yang diajukan di kantor-kantor cabang yang tersedia. Serta yang lebih terpenting adalah pelayanan yang baik dan menyenangkan
B. SARAN
Adapun saran bagi pembaca, hendaknya setalah membaca makalah ini, kita dapat mengetahui dan memahami mengenai
problematika hukum transportasi di Indonesia, terutama dalam perlindungan hukum penumpang angkutan umum darat, transportasi udara,
dan transportasi laut. Penulis menyadari adanya bahwa pembuatan makalah ini tak lepas dari kesalahan. Oleh karenanya, saya sebagai penulis
sangat membuka apabila ada yang ingin menyampaikan saran atau pendapat untuk memperbaiki makalah saya ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhamad,1994, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Udara, Bandung, PT. Cipta Bakti.
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.
H. M. N. Purwosutjipto, 2008, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan, Jakarta, Djambatan.
Ibrahim dan Jhonny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I, Cet ke-V, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Sution Usman Adji, 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta.
Soerjono Soekanto dan H. Abdurahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Rieneka Cipta, Jakarta.
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Abdul Kadir Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, PT. Citra Aditya, Bandung
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/download/33607/20332/
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/download/33212/20061/
https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/aladalah/article/download/194/121
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/7041/05.1%20bab%201.pdf?sequence=5&isAllowed=y
10