Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TENTANG HUKUM

PENGANGKUTAN UDARA

Disusun Oleh

Nama : Mariati
NIM : 17.00.05592
Mata Kuliah : Hukum Angkutan
Dosen Pengajar : Novita, S.H,M.H

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM TAMBUN BUNGAI


PALANGKARAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
anugerah-Nya, sehingga makalah dengan judul “Hukum Pengangkutan Udara”
dapat diselesaikan dengan baik tanpa suatu halangan apapun.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat matakuliah. Selain itu
makalah ini juga dibuat untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa
tentang kewajiban dan peraturan tentang pengankutan udara yang merupakan
bagian Hukum Pengankutan Udara.
Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan baru kepada mahasiswa tentang hukum pengangkutan udara. Dan
semoga bermanfaat bagi kita semua, khususnya dibidang ilmu hukum.
.

Palangkaraya, 07 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

SAMPUL DEPAN...............................................................................................iii

KATA PENGANTAR.........................................................................................iv

DAFTAR ISI........................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang..............................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah........................................................................................2

1.3. Tujuan..........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hukum Dan Pengertian Pengangkutan Udara.............................................4

2.2 Perjanjian Pengangkutan Udara...................................................................5

2.3 Hak Dan Kewajiban Pihak Pengangkut Khususnya Pengangkut

Udara Serta Hak Dan Kewajiban Pihak Pemakai Jasa................................6

A. Hak dan Kewajiban Pihak Pengangkut Khususnya

Pengangkut Udara.................................................................................6

B. Kewajiban Pengangkutan Udara dalam Ordinansi Pengangkutan


Udara.....................................................................................................7
C. Hak dan Kewajiban Pihak Pemakai Jasa..............................................8

D. Fungsi dan Peranan Pengangkutan Udara.............................................8

iii
E. Tanggung Jawab Pengangkutan Menurut Ordinansi

Pengankutan Udara (OPU)...................................................................9

F. Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa

Pengankutan Udara...............................................................................10

G. Prinsip – Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut

Udara Terhadapt Penumpang................................................................11

H. Penggunaan Prinsip Tanggung Jawab..................................................13

2.4 Contoh Analisa Terhadap Pelayanan Pengangkutan Udara

(MASKAPAI PT. SRIWIJAYA AIR).........................................................14

A. Hukum-1................................................................................................14

B. Hukum-2................................................................................................14

C. Hukum-3................................................................................................18

D. Konsekuensi Hukum yang dilakukan Ketika Terjadi

Suatu Pelanggaran..................................................................................19

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..................................................................................................20

3.2 Penutup.........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan yang sangat


penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan
pengangkutan memegang peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan
perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang
tidak hanya tergantung dari barang itu sendiri, tetapi juga tergantung pada
tempat dimana barang itu berada, sehingga dengan pengangkutan nilai suatu
barang akan meningkat.

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan


penumpang/pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat
ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan
diri untuk membayar angkutan. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa
pihak dalam perjanjian pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat
dari perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-
masing pihak mempunyai kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak
pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau
orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan.

Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk memindahkan barang


atau orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan
daya guna dan nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan
perpindahan barang-barang dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang
berguna ketempat dimana barang –barang tadi dirasakan akan lebih
bermanfaat.

1
Pengangkutan tidak hanya meliputi pengangkutan barang, namun juga
manusia/orang yang mendapat pelayanan pengangkutan. Semisal seseorang
dapat bepergian menggunakan jasa pengangkutan yang ada di masyarakat.
Pengangkutan terbagi menjadi tiga yaitu pengangkutan darat,
pengangkutan laut, dan pengangkutan udara. Selanjutnya kami akan
menuntaskan dan membahas tentang pengangkutan udara.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah


dalam makalah ini , yaitu :
a. Apa dasar hukum yang digunakan di Indonesia dalam jasa pengangkutan
udara?
b. Bagaimana perjanjian pengangkutan ini dibuat?

c. Bagaimana kewajiban pengangkut khususnya angkutan udara ?

d. Apa bentuk tertulis yang diakui di mata hukum bahwa seseorang telah
melakukan suatu perjanjian pengangkutan?
e. Bagaimana bentuk perlindungan jasa terhadap pengguna jasa
pengangkutan udara?
f. Bagaimana bentuk tanggung jawab oleh pihak pengangkut terhadap
pengguna jasa?
g. Bagaimana penggunaan prinsip tanggung jawab oleh pihak pengangkut
terhadap suatu kerugian?
h. Apa yang membuat pengangkut tidak menanggung suatu kerugian
terhadap kerugian tertentu dalam proses pengangkutan?

2
1.3. Tujuan

a. Dapat memehami bagaimana system pelayanan jasa pengangkutan udara.

b. Mampu memahami sejauh mana Undang-undang berperan dalam memuat


aturan-aturan dalam perjanjian khususnya perjanjian pengankutan udara.
c. Memahami hak dan kewajiban masing-masing pihak , disini yaitu pihak
pengangkut dan pihak terangkut, yang sama-sama memiliki kekuatan
hukum yang dilindungi.
d. Mengetahui berbagai resiko dan bentuk tanggung jawab apabila terjadi
kerugian atas keuda pihak.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hukum Dan Pengertian Pengangkutan Udara

Pengaturan pengangkutan udara terdapat dalam Undang-undang


No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Pengangkutan udara adalah orang
atau badan hukum yang mengadakan perjanjian angkutan untuk
mengangkut penumpang dengan pesawat terbang dan dengan menerima
suatu imbalan.
Pengaturan pengangkutan udara terdapat dalam Undang-undang No.1
tahun 2009 tentang Penerbangan. Selain itu juga terdapat dalam Ordonansi
Pengangkutan Udara (OPU) S.100 tahun 1939 yang sebagian besar aturan-
aturan tersebut mengacu pada Konvensi Warsawa tahun 1929.
Berbicara mengenai perlindungan hukum, maka berbicara sejauh
mana hukum serta aturan yang ada menegaskan dilaksanakannya tanggung
jawab masing-masing pihak. Oleh karenannya secara teoritis terdapat aturan
yang mengatur mengenai batasan tanggung jawab khususnya bagi pelaku
usaha pengangkutan udara, namun bukan berarti mengesampingkan hak
mereka sebagai pelaku usaha. Dalam hal ini tetap mengutamakan
keseimbangan hak dan kewajiban antara pelaku usaha dan pengguna jasa
sesuai dengan Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan yang tersebut
dalam UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

4
Mengingat perjanjian bersifat knsensuil, maka pencatatan dokumen
pengangkutan sama sekali tidak ada hubungannya dengan lahirnya
pengangkutan. Namun dokumen pengangkutan ini berfungsi sebagai alat
bukti yang mempunyai kekuatan hukum serta penjelasan atas hak dan
kewajiban pihak. Dokumen pengangkutan diatur dalam Ordonansi
Pengangkutan Udara 1939.
Dokumen pengangkutan dalam pengangkutan udara terdiri dari : (Pasal
150 UU No. 1/09)
a. tiket penumpang pesawat udara;

b. pas masuk pesawat udara (boarding pass);

c. tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag); dan

d. surat muatan udara (airway bill).

2.2 Perjanjian Pengangkutan Udara

Perjanjian pengangkutan merujuk pada syarat-syarat sahnya


perjanjian pengangkutan, dengan demikian perjanjian pengangkutan udara
mempunyai sifat consensus artinya adanya kata sepakat antara para pihak
perjanjian pengangkutan dianggap ada dan lahir.
Perjanjian ini mengikat pihak pengangkut (misal; maskapai
penerbangan) dan pihak terangkut (penumpang maupun benda). Biasanya
perjanjian pengangkutan udara berupa standart contract, dimana klausula
atau aturan-aturan telah dibuat oleh pihak pengangkut.

5
2.3 Hak Dan Kewajiban Pihak Pengangkut Khususnya Pengangkut Udara
Serta Hak Dan Kewajiban Pihak Pemakai Jasa

A. Hak dan Kewajiban Pihak Pengangkut Khususnya Pengangkut


Udara
Timbulnya kewajiban antara kedua belah pihak dalam hal ini
pemakai jasa angkutan dan pengusaha angkutan udara adalah, didahului
dengan adanya perjanjian yang dilakukan dan disetujui sebelumnya,
walaupun perjanjian yang disepakati bersama ini bersifat standar dalam
arti berasal dari pihak pengusaha angkutan yang sudah dirumuskan
sedemikian rupa sehingga para pemakai jasa tinggal menyetujuinya baik
secara diam-diam maupun secara terang-terangan.

a. Hak pengangkut yang terdapat pula dalam Ordonansi Pengangkutan


Udara antara lain adalah sebagai berikut
1. Di dalam pasal 7 ayat (1), disebutkan bahwa pengangkut berhak
untuk meminta kepada pengirim barang atau untuk membuat
surat muatan udara.
2. Di dalam pasal 9, disebutkan bahwa pengangkut berhak
meminta kepada pengirim barang untuk membuat surat muatan
udara, jika ada beberapa barang.
3. Pengangkut juga berhak menolak pengangkutan penumpang jika
ternyata identitas penumpang tidak jelas.
4. Hak pengangkut yang dicantumkan dalam tiket penumpang
yaitu hak untuk menyelenggarakan angkutan kepada perusahaan

6
pengangkutan lain, serta pengubah tempat--tempat
pemberhentian yang telah disetujui, semuanya tetap ada
ditangan pengangkut udara.
5. Hak untuk pembayaran kepada penumpang atau pengirim
barang atas barang yang telah diangkutnya serta mengadakan
peraturan yang perlu untuk pengangkutan dalam batas-batas
yang dicantumkan Undang-undang.

B. Kewajiban pengangkutan Udara dalam Ordonansi Pengangkutan


Udara
Kewajiban pengangkutan Udara dalam Ordonansi Pengangkutan
Udara adalah sebagai berikut
1. Pengangkut harus menandatangani surat muatan udara segera setelah
muatan barang-barang diterimanya ( Pasal 8 ayat 2 ).
2. Bila pengangkut tidak mungkin melaksanakan perintah--perintah
dari pengirim, pengangkut harus segera memberitahukan Kepada
pengirim ( Pasal 15 ayat 3 )

Sedangkan kewajiban-kewajiban pengangkut pada umumnya antara


lain adalah :
a) Mengangkut penumpang atau barang-barang ketempat tujuan yang
telah ditentukan.
b) Menjaga keselamatan, keamanan penumpang, bagasi barang dengan

7
sebaik-baiknya.

8
c) Memberi tiket untuk pengangkutan penumpang dan tiket bagasi.

d) Menjamin pengangkutan tepat pada, waktunya.

e) Mentaati ketentuan-ketentuan penerbangan yang berlaku

C. Hak dan Kewajiban Pihak Pemakai Jasa

Adapun hak dari pemakai jasa angkutan penumpang udara


pada umumnya adalah :
1. Penumpang atau pemakai jasa angkutan dapat naik pesawat terbang
atau udara sampai ke tujuan yang dikehendaki.
2. Penumpang atau ahli waris dapat menuntut ganti rugi apabila is
mendapat kerugian yang diakibatkan kecelakaan pesawat terbang
dalam penerbangan, dan kelalaian pengangkutan.

Sedangkan kewajiban pemakai jasa angkutan penumpang


pada umumnya adalah sebagai berikut :
a) Penumpang wajib membayar biaya angkutan udara atau tiket.

b) Penumpang wajib memberitahu kepada pengangkut mengenai


barang-barang yang dibawainya.
c) Penumpang berkewajiban mentaati peraturan-peraturan
pengangkutan udara serta syarat-syarat perjanjian pengangkutan

D. Fungsi dan Peranan Pengangkutan Udara

Pengangkutan udara yang diselenggarakan oleh PT. Garuda


Indonesia berfungsi sebagai sarana perhubungan antar pulau yang tidak,
atau belum terjangkau oleh perhubungan darat dan laut juga berfungsi
sebagai alat pembinaan bagi tumbuh dan berkembangnya perusahaan
pengangkutan udara di Indonesia. Ditinjau dari sudut perannya
pengangkutan udara merupakan tatanan dari perhubungan, yang
merupakan keterpaduan kegiatan transportasi darat, laut dan udara,

9
yang meliputi pengangkutan penumpang, barang dan bagasi.
Perpaduan tersebut menentukan karakteristik dari pengangkutan-
pengangkutan udara sebagai suatu mata rantai dari tatanan

10
perhubungan. Pada hakekatnya pembagian tugas masing-masing
peranan pengangkutan tidak mungkin dilakukan mengingat antara
pengangkutan darat, laut dan udara saling terkait. Peranan utama dari
pengangkutan udara adalah melayani kebutuhan perhubungan nasional
dan internasional dan menyediakan fasilitas transit penumpang untuk
tempat tujuan tertentu.

E. Tanggung Jawab Pengangkutan Menurut Ordonansi


Pengangkutan Udara (Opu) Staatblad 1939-100
Pasal pokok dari Ordonansi Pengangkutan Udara mengenai
tanggung jawab pengangkutan udara dalarn hal pengangkutan
penumpang adalah pasal 24 ayat (1) yang berbunyi :
“Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian sebagai akibat dari
luka-luka atau jelas-jelas lain pada tubuh yang diderita oleh
penumpang, bila kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada
hubungannya, dengan pengangkutan udara dan terjadi di atas pesawat
terbang atau selama melakukan suatu tindakan dalam hubungan dengan
naik ke atau turun dari pesawat terbang”.
Dan pasal tersebut ternyata bahwa pengangkut udara dianggap
selalu bertanggung jawab, asal dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan
dalam pasal itu, syarat-syarat itu adalah sebagai berikut :
1. Adanya kecelakaan yang terjadi,

2. Kecelakaan ini harus ada hubungannya dengan pengangkutan


udara,
3. Kecelakaan ini harus terjadi di atas pesawat terbang atau selama
melakukan suatu tindakan yang berhubungan dengan naik ke atau
turun dari pesawat terbang

Sedangkan menurut Undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang


penerbangan, pasal yang mengatur tentang tanggung jawab diatur
dalam pasal 43 ayat (1) yang berbunyi :

11
“Perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan angkutan
bertanggung jawab atas
a) Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut.

b) Musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut.

c) Keterlambatan angkutan penumpang dan atau barang yang


diangkut apabila terkait hal tersebut merupakan kesalahan
pengangkut

F. Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Pengankutan Udara

Berbicara mengenai perlindungan hukum, maka berbicara


sejauh mana hukum serta aturan yang ada menegaskan
dilaksanakannya tanggung jawab masing-masing pihak. Oleh
karenannya secara teoritis terdapat aturan yang mengatur mengenai
batasan tanggung jawab khususnya bagi pelaku usaha pengangkutan
udara, namun bukan berarti mengesampingkan hak mereka sebagai
pelaku usaha. Dalam hal ini tetap mengutamakan keseimbangan hak
dan kewajiban antara pelaku usaha dan pengguna jasa sesuai dengan
Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan yang tersebut dalam
UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

G. Prinsip - Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Udara Terhadap


Penumpang
Prinsip-prinsip tanggung jawab khususnya untuk
penumpang yang dapat disimpulkan dari ketentuan-ketentuan dalam
Konvensi Warsawa dan dalam Ordonansi Pengangkutan Udara
adalah :

1. Prinsip Presumption of Liability

Bahwa seseorang pengangkut dianggap perlu bertanggung

12
jawab untuk kerugian yang ditimbulkan pada penumpang, barang
atau bagasi dan pengangkut udara tidak bertanggung jawab

13
hanya bila la dapat membuktikan bahwa ia tidak mungkin dapat
menghindarkan kerugian itu.

2. Prinsip Limitation of Liability

Bahwa setiap pengangkut dianggap selalu bertanggung


jawab, namun bertanggung jawab itu terbatas sampai jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam
Ordonansi Pengangkutan, Udara maupun Konvensi Warsawa.
Pembatasan tanggung jawab pengangkut udara dalam ordonansi
dimaksudkan pembatasan dalam jumlah ganti rugi yang akan
dibayarkan. Ordonansi Pengangkutan Udara, pasal yang
mengatur pembatasan tanggung jawab untuk penumpang adalah
pusal 30 ayat (1), yaitu :
”Pada pengangkutan penumpang, tanggung jawab
pengangkut terhadap fiap–tiap penumpang atau terhadap
keluarganya yang, disebutkan dalam pasal 24 ayat (2) bersama-
sama dibatasi sampai jumlah dua belas ribu lima ratus (Rp.
12.500,-). Jika ganti kerugian ditetapkan sebagai suatu bunga,
maka jumlah uang pokok,yang dibungakan tidak boleh melebihi
jumlah di alas”.

Dari dua prinsip pokok tersebut di atas ada dua penyimpangan


yaitu: Pengangkutan bertanggung jawab sampai jumlah yang dituntut
tadi tidak terikat pada batas maksimum yang ditentukan, apabila :
14
 Ada kesalahan berat dari pengangkut

 Ada perubahan sengaja dari pengangkut untuk menimbulkan


kerugian

Pengangkutan bebas sama sekali dari tanggung jawabnya.


apabila Pengangkut telah mengambil semua tindakan yang diperlukan
untuk menghindarkan kerugian yang timbul. Pengangkut tidak
mungkin mengambil tindakan yang disebut diatas. Kerugian timbul
karena kesalahan pada pengemudian, handling pesawat atau navigasi
dan semua tindakan yang perlu untuk mencegah timbulnya kerugian.

Secara teoritis sebagaimana yang telah dirumuskan dalam


forum-forum internasional yang menghasilkan konvensi-konvensi
acuan pengangkutan udara dunia, dikenal adanya prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a) Liability Based on Fault Principle

Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan, dalam hal ini


penggugatlah yang harus membuktikan gugatannya.
b) Rebuttable Presumption of Liability Principle

Tanggung jawab atas dasar praduga, berlaku asas pembuktian


terbalik, dimana pihak yang tergugatlah yang harus membuktikan
bahwa dirinya tidak bersalah
c) Strict Liability

Prinsip tanggung jawab mutlak, pihak yang menimbulkan


kerugian selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada atau
tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah

15
H. Penggunaan Prinsip Tanggung Jawab

Pertanyaan selanjutnya yang muncul ialah “Apakah aturan tentang


pengangkutan udara di Indonesia menggunakan prinsip-prinsip tersebut
diatas? ”.
Pada Undang-undang No 1 tahun 2009 pengaturan mengenai tanggung
jawab pengangkut dapat dilihat pada pasal 141 – 147.

Pasal 141 :

(1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang


meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian
angkutan udara di dalam pesawat atau naik turun pesawat udara.
(2)Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena
tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang
dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang
timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang
ini untuk membatasi tanggung jawabnya.

Aturan ini menggunakan Prinsip Tanggung jawab Mutlak (Strict


Liability) , dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa pengangkut
dikenai tanggung jawab tanpa melihat ada tau tidaknya kesalahan yang
dari pengangkut.

Pada Ordonansi Pengangkutan Udara 1939, pengangkut masih


dapat menyangkal keharusan bertanggung jawab asal dapat membuktikan
bahwa pengangkut telah mengambil tindakan untuk menghindarkan
kerugian atau bahwa pengangkut tidak mungkin untuk mengambil
tindakan tersebut. Hal ini menggambarkan prinsip atas dasar Praduga,
seperti yang disebut dalam pasal 24 ayat (1), 25 ayat (1), 28 dan 29
Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU).

16
2.4 Contoh Analisa Terhadap Pelayanan Pengangkutan Udara
(MASKAPAI PT. SRIWIJAYA AIR)

A. Hukum-1 : Jika dalam pelaksanaan terjadi kesalahan baik


disengaja maupun tidak
Dalam BW 1243 : Pihak berutang adalah wajib memberikan
biaya ganti rugi dan bunga kepada pihak berpiutang, apabila ia telah
membawa dirinya dalam keadaan tak mampu menyerahkan
kebendaannya, atau tidak merawat sepatutnya guna
menyelamatkannya.
Dalam setiap perjanjian pasti ada konsekuensi di setiap adanya
kesalahan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal ini dapat
dilihat dari subjek yang melakukan wanprestasi. Konsekuensi dari
Kesalahan yang dilakukan oleh debitur berbeda dengan kesalahan
yang dibuat oleh kreditur. Semisal kesalahan yang dibuat oleh
maskapai sriwijaya air adalah dengan melakukan ketidak hati-hatian
dalam penerbangannya hingga mengakibatkan kecelakaan dengan
meninggalnya penumpang. Kesalahan yang dibuat oleh penumpang
misalnya dengan memalsukan identitas, membawa barang yang
dilarang dalam pesawat.

B. Hukum-2 : Ganti Rugi Terhadap Kesalahan Pengangkutan

Dalam BW : 1243 penggantian biaya rugi dan bunga karena tak


dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila pihak
berhutang dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap
melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuatnya dalam tenggang
waktu yang telah dilampaukannya 1249. Jika dalam suatu perikatan
ditentukannya, bahwa pihak lalai yang memenuhinya, sebagai ganti
rugi harus membayar sejumlah uang tertentu. Maka kepada pihak
yang lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih, maupun yang
kurang pada jumlah itu.
17
Dalam perjanjian baku tersebut telah tegas dijelaskan kesalahan-
kesalahan yang dibuat oleh pihak penumpang dan pihak P.T
Sriwijaya Air. Kesalahan-kesalan dari masing-masing pihak memili
konsekuensi sendiri-sendiri.
Apabila kesalahan terjadi pada pihak penumpang, seperti
yang disebutkan dalam tiket penumpang point.
 Tiket Hilang :

1. Ticket hilang atau rusak menjadi tanggung jawab pihak


pemilik ticket sendiri.
2. SRIWIJAYA AIR tidak akan memberikan ganti rugi atas
kehilangan ticket penumpang baik dalam bentuk uang atau
penggantian ticket baku.
Hal ini terlihat bahwa kesalahan ada pada pihak penumpang,
yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja telah mengghilangkan
tiket pesawat yang merupakan bukti otentik. Penumpang wajib
menanggung resikonya sendiri. P.T Sriwijaya Air tidak akan
menanggung rugi atas hilangnya tiket penumpang.

Contoh lain kesalahan yang dibuat oleh pihak penumpang, pada


point PEMBATALAN TICKET:
1. Untuk menghindari terkena biaya karena adanya pembatalan,
diharuskan agar pembatalan dilaksanakan selambat-lambatnya
jam 12.00 satu hari sebelum ytanggal/hari keberangkatan.
2. Calon penumpang dengan status konfirm (OK), jika tidak jadi
berangkat tanpa membatalkan pembukuannya dan atau
melaporkan setelah jam 12.00 , akan dikenakan biaya
pembatalan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
perusahaan (SRIWIJAYA AIR).

Hal ini terlihat bahwa kesalahan pada pihak penumpang yang


membatalkan pemberangkatan dengan tidak melapor, atau melapor

18
setelah jam 12.00. pihak penumpang akan mengganti rugi dengan
dikenai biaya pembatalan oleh SRIWIJAYA AIR.

Contoh lain yang dibuat oleh pihak penumpang pada point


PENTING:
1. Bagi penumpang yang memiliki tiket dengan status konfirm
diwajibkan memastikan pembukuannya paling lambat jam
12.00 waktu setempat satu hari sebelum tanggal
keberangkatan.
2. Apabila penumpang dalam perjalanan domestic singgah
di suatu kota lebih dari 24 jam, diwajibkan memastikan
pembukuannya untuk perjalanan lanjutan/kembali dengan
menghubungi kantor SRIWIJAYA AIR di kota yang
disinggahi paling lambat jam 12.00 waktu setempat.
3. Apabila penumpang tidak melakukan kepastian
pembukuan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan
dapat berakibat terkena pembatalan pembukuan.

Hal ini terlihat bahwa kesalahan ada pada pihak


penumpang yang tidak memastikan pembukuannya terhadap P.T
Sriwijaya Air setempat pada waktu yang telah ditentukan, ma
puihak penumpang dianggap telah membatalkan pembukuan.
Resiko ada pada pihak penumpang.

Apabila terjadi kesalahan pada pihak maskapai


penerbangan P.T Sriwijaya Air, seperti yang dijelaskan dengan
tegas dalam tiket penumpang yaitu dalam syarat perjanjian
peraturan dalam negeri point 6:

1. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian-kerugian yang


timbul pada penumpang da n bagasi dengan mengingat pada
syarat-syarat dan batas-batas yang ditentukan dalam

19
Ordonansi Pengangkutan Udara Indonesia (Sbtl. 1939/100)
dan syarat-syarat umum pengangkutan dari pengangkut..
2. Bila penumpang saat penerimaan bagasi tidak mengajukan
protes, maka dianggap bagasi itu telah diterima dalam
keadaan baik dan lengkap.
3. Semua tuntutn ganti-kerugian harus dapat dibuktikan
besarnya kerugian yang diderita. Tanggung jawab terbatas
untuk kehilangan dan kerusakan bagasi ditetapkan sejumlah
maksimum Rp.20.000,00 perkilogram

Hal ini terlihat bahwa kesalahan ada pada pihak


pengangkut, yang dengan tidak sengakja membuat kerusakan
terhadap bagasi yang dimiliki oleh penumpang. P.T Sriwijaya
Air mengganti kerusakan bagasi sejumlah Rp.20.000,00
perkilogramnya sebagai bentuk ganti rugi kepada pihak
penumpang.

Dalam point 4 dan 5 dalam syarat perjanjian peraturan


dalam negeri:
4. Pengangkut udara tidak bertanggung jawab terhadap
kerusakan barang-barang pecah belah/ cepat busuk dan
binatang hidup jika diangkut sebagai bagasi.
5. Pengangkut udara tidak bertanggung jawab terhadap uang,
perhiasan dokumen-dokumen serta surat berharga atau
sejenisnya jika dimasukkan dalam bagasi.
Hal ini terlihat bahwa kesalahan dilakukan oleh P.T
Sriwijaya Air dengan ketidak sengajaan atas rusaknya barang-
barang didalam bagasi penumpang. Namun dalam hal ini pihak
maskapai penerbangan tidak akan mengganti rugi atas akibat
yang dibuat oleh maskapai penerbangan dan resiko akan
dikembalikan ke penumpang. Penumpang tidak dapat menuntut
ganti rugi atas kesalahan tersebut.

20
C. Hukum-3 Klausula Tambahan

Dalam BW : 1263. Suatu perikatan dengan suatu syarat


tangguh adalah suatu perikatan yang bergantung pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan tyang masih belum tentuakan
terjadi, atau yang bergantung pada suatu hal yang sudah terjadi tapi
tidak diketahui oleh kedua belah pihak.
Dalam hal yang sama perikatan tidak dapat dilaksanakan
sebelum peristiwa telah terjadi; dalam hal yang ke dua perikatan
mulai berlaku sejak hari ia dilahirkan
Klausula yang ditambahkan dalam tiket penumpang Sriwijaya
Air adalah:
“Penumpang yang namanya tercantum dalam tiket ini
dipertanggung jawabkan pada P.T Asuransi Kerugian Jasa Raharja
berdasarkan Undang-undang No. 33/1964, Juncto peraturan –
peraturan pelaksanaanya.”
Hal ini memberikan kepastian pada penumpang, bahwa pihak
ansuransi yang mempertanggung jawabkan keselamatan penumpang
penerbangan Sriwijaya Air adalah P.T Jasa Raharja.

21
D. KENSEKUENSI HUKUM YANG DILAKUKAN KETIKA
TERJADI SUATU PELANGGARAN

Dalam BW : 1239. Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu


atau tidak untuk berbuat sesuatu, apabila sesuatu, apabila pihak
berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaian
dalam kewajiban dalam memberikan penggantian biaya, rugi, dan
bunga.

Pihak maskapai penerbangan telah menyebutkan dengan tegas


dan jelas dalam tiket penumpang bentuk-bentuk kesalahan yang
dilanggar dan konsekuensi atas ganti rugi dalam kesalahan tersebut.
Kesalahan yang dibuat oleh penumpang, resiko akan ditanggung
oleh penumpang. Dan apabila kesalahan dibuat oleh P.T Sriwijaya
Air akan ditanggung oleh P.T Sriwijaya Air dengan ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam tiket pesawat atau ditanggung oleh
penumpang sendiri, yang dilihat dalam bentuk kesalahannya.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan Peraturan Pengangkutan Udara yang telah diatur


oleh Undang-undang , bahwa setiap pihak memiliki hak, kewajiban dan
tanggung jawab masing-masing yang dilindungi dan diakui dimata
hukum apabila terdapat bukti tertulis. Resiko akan ditanggung oleh
pihak yang dimana kriterianya dikategorikan melalui prinsip tanggung
jawab, hak, kewajiban dan tanggung jawab memiliki kekuatan hukum,
dimana apabila ada salah satu pihak yang wan prestasi, maka pihk yang
lain berhak mengklaim atau menuntut dengan ganti rugi. Perjanjian
memang perjanjian privat yang dibuat oleh pihak pengangkut dan disetujui
opeh pengguna jasa angkut, namun terdapat pihak ketiga yaitu pemerintah
yang menjembatani hubungan diantara keduanya dengan membentuk
Undang-undang tentang pengangkutan udara, agar terjadi hubungan
keseimbangan antara pihak pengangkut dan pengguna jasa pengangkutan.
Disini terbukti dengan adanya klausula yang terdapat dalam dokumen
pengangkutan adalah bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum
Perdata.
3.2 Penutup

Demikian makalah dari saya yang mengulas tentang “Hukum


Pengangkutan Udara”. Dalam menulis makalah ini masih banyak
kekurangan dalam penyelesaian makalah karena keterbatasan
referensi. Untuk itu kritik dan saran dosen sangatlah dibutuhkan, agar
dalam penulisan berikutnya dapat berguna dan bermanfaaat bagi
menambah ilmu bagi semua orang.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.academia.edu/10696735/Pertanggungjawaban_Pengangkutan

_Udara_Komersial_dalam_Perspektif_Hukum_Penerbangan_di_Indonesia

2. https://www.academia.edu/28288302/Tanggung_jawab_pengangkutan_ud
ara
3. https://www.scribd.com/doc/305762603/hukum-pengangkutan-udara

4. http://kelempokpelajarterpelajar.blogspot.co.id/2017/11/makalah-
pengangkutan-udara.html
5. http://ilmutentanghidup.blogspot.co.id/2011/04/contoh-makalah-hukum-
pengangkutan-udara.html
6. https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukum-
pengangkutan/pengangkutan-udara-dengan-asuransi/
7. http://argawahyu.blogspot.co.id/2011/06/hukum-pengangkutan.html

24

Anda mungkin juga menyukai