Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUKUM TRANSPORTASI

KEPASTIAN HUKUM KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG


DISEBABKAN OLEH BEKAS PEMBONGKARAN SEPARATOR JALAN
YANG BERLUBANG
Dosen Pengampu: Dr. Dodi Sugianto, A.Md., S.Pel., SH., MH., M.Kn., M.Tr.M.

Disusun Oleh:

MANDU HAEIRONI (221010201917)


MUHAMMAD NUR ADLI (221010202142)
FIERI LASARUS NALUK (221010202144)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang
“KEPASTIAN HUKUM KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG
DISEBABKAN OLEH BEKAS PEMBONGKARAN SEPARATOR JALAN
YANG BERLUBANG”.
Tidak lupa, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi, dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentu saja,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari masih terdapat kekurangan. Baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari
pembaca. Sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga
makalah yang kami susun memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Tangerang, 29 November 2023

Penulis

Hukum Delik Adat |i


DAFTAR ISI

HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian hukum delik adat..................................................................3
B. Lahirnya Delik Adat...............................................................................5
C. Perlindungan Hukum dan Korban Kecelakaan Lalu Lintas.................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

Hukum Delik Adat | ii


BAB I
PENDAHULUAN

A. .Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UULLAJ), definisi Jalan adalah seluruh
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Hal ini dipertegas oleh
Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan, bahwa jalan sebagai
bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama
dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan
dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai
keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan
memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan
keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka
mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Jalan merupakan fasilitas
transportasi yang paling penting bagi masyarakat karena sangat berpengaruh
pada kegiatan dan aktivitas sehari-hari. Jalan sebagai prasarana transportasi
yang mampu memberikan pelayanan pendukung dalam bidang pendidikan,
perdagangan, pekerjaan, dan lain-lain.
Akhir-akhir ini sering terlihat banyak kendaraan yang berlalu-lalang di
jalan raya. Bertambahnya jumlah kendaraan, khususnya kendaraan bermotor
tiap tahunnya, tidak diimbangi dengan perkembangan sarana dan prasarana
pembangunan jalan atau fasilitas untuk mendukung perkembangan
masyarakat.
Padahal pembangunan infrastruktur transportasi dalam bentuk jalan
merupakan
bukti nyata tingginya komitmen pemerintah dalam meningkatkan kegiatan
ekonomi masyarakat. Di samping dapat memperlancar arus barang dan jasa

Hukum Delik Adat |1


dalam perekonomian, ketersediaan infrastruktur jalan juga diharapkan dapat
meningkatkan mobilitas penduduk dalam melaksanakan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah melalui penyediaan infrastruktur jalan
merupakan faktor penting dalam upaya meningkatkan perekonomian daerah.
Pengembangan di sektor transportasi ini ditujukan untuk mendukung
pengembangan wilayah provinsi dan kabupaten atau kota yang nantinya
diharapkan mendorong pemangkasan kemiskinan
Jalan yang mengalami kerusakan akibat berbagai macam faktor terlebih
karena kendaraan angkutan barang yang muatannya lebih dapat menimbulkan
masalah-masalah yang kompleks dan kerugian yang ditimbulkan tidak sedikit
terutama bagi pengguna jalan. Kerusakan jalan mengakibatkan waktu tempuh
yang lama dalam pengiriman barang, kemacetan, kecelakaan lalu lintas dan
lain-lain.
Fenomena jalan rusak memang telah banyak terjadi di berbagai
daerah. Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang kepastian
hukum korban kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh bekas
pembongkaran separator jalan yang berlubang.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pemenuhan hak korban kecelakaan lalu lintas akibat
pembongkaran bekas separator jalan?
2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi korban terkait pemenuhan hak-
hak korban kecelakaan?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemenuhan hak korban kecelakaan lalu lintas akibat
pembongkaran bekas separator jalan.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi korban terkait
pemenuhan hak-hak korban kecelakaan.

Hukum Delik Adat |2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Delik Adat


Konsep delik merupakan teori yang selalu berkembang sesuai tempat dan
waktu. Sehingga setiap komunitas atau masyarakat adat mempunyai
persepsi sendiri mengenai delik atau hukum delik. Beberapa ahli
berpendapat mengenai hukum adat antara lain:
1. Ter Haar
Ter Haar berpendapat bahwa yang dimaksud delik atau pelanggaran
adalah adanya perbuatan sepihak yang oleh pihak lain dengan tegas atau
secara diam-diam dinyatakan sebagai perbuatan yang mengganggu
keseimbangan.
Dari pernyataan Ter Haar tersebut, Hilman Hadikusuma berpendapat
bahwa hukum delik adat adalah hukum yang menunjukkan peristiwa dan
perbuatan yang harus diselesaikan (dihukum) karena peristiwa dan
perbuatan itu telah mengganggu keseimbangan masyarakat.
Jadi Ter Haar berasumsi bahwa yang dianggap suatu pelanggaran
(delict) ialah setiap gangguan segi satu (eenzijding) terhadap
keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada barang-barang
kehidupan materiil dan imateriil orang seorang atau dari orang-
orang banyak yang merupakan suatu kesatuan (gerombolan).Tindakan
sedemikian itu menimbulkan suatu reaksi yang sifatnya dan besar
kecilnya ditetapkan oleh hukum adat (adat reactie), karena reaksi mana
keseimbangan dapat dan harus dipulihkan kembali (kebanyakan dengan
jalan pembayaran pelanggaran berupa barang-barang atau uang).
Untuk dapat disebut tindak delik adat, perbuatan itu harus
mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan masyarakat.
Keguncangan itu tidak hanya terdapat apabila peraturan hukum dalam
suatu masyarakat dilanggar, tetapi juga apabila norma-norma
kesusilaan, keagamaan, dan sopan santun dalam masyarakat dilanggar.

Hukum Delik Adat |3


Berbeda dengan hukum delik positif yang berlaku di Indonesia sekarang
ini, peristiwa dan perbuatan itu dihukum karena adanya hukum
tertulis yang mengaturnya. Selama peristiwa dan perbuatan itu tidak
diatur dalam undang-undang, maka tidak dapat dikatakan delik. Hal ini
disebut dengan asas legalitas yang tertuang dalam pasal 1 ayat (1) Kitab
Undang- Undang Hukum Delik (KUHP), yang berbunyi: “Suatu
perbuatan tidak dapat didelik, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan delik yang telah ada.
Sementara hukum delik adat menitikberatkan pada “keseimbangan
yang terganggu”. Selama keseimbangan suatu masyarakat adat itu
terganggu, maka akan mendapat sanksi. Hukum delik adat tidak mengenal
asas legalitas sebagaimana hukum positif karena selain ketentuan
hukumnya masih sederhana, hukum delik adat tidak mengenal kodifikasi.
Dengan kata lain, hukum delik adat tidak mengenal hukum tertulis
meskipun beberapa masyarakat adat di Indonesia sudah mengenal
kodifikasi hukum adat.
Misalnya kitab Kuntara Raja Niti (Lampung), Manawa Dharmasastra,
Catur Agama, Awig-Awig (Bali), kitab Babad Jawa (Jawa kuno), dan lain
sebagainya. Jadi, selama perbuatan itu menyebabkan kegoncangan pada
keseimbangan dalam suatu masyarakat adat yang sudah mapan, maka
perbuatan itu dapat dikatakan melanggar hukum.
2. Soepomo
Menjabarkan lebih rinci bahwa antara perbuatan yang dapat
didelik dan perbuatan yang hanya mempunyai akibat di wilayah
perdata tidak ada perbedaan struktur. Artinya, antara “hukum delik” dan
“hukum perdata” yang perbedaan strukturnya dibedakan wilayahnya
dalam hukum positif, dalam hukum delik adat tidak membedakan
struktur itu. Apakah itu masuk dalam wilayah delik atau perdata, selama
“mengganggu keseimbangan” masyarakat, maka ia dikategorikan sebagai
delik atau tindak delik.

Hukum Delik Adat |4


B. Lahirnya Delik Adat
Lahirnya delik adat seperti halnya lahir peraturan hukum yang tidak
tertulis, dimana peraturan mengenai tingkah laku manusia pada suatu waktu
mendapat sifat hukum, apabila suatu ketika petugas hukum yang
bersangkutan mempetahankannya terhadap orang yang melanggar peraturan
itu atau pada suatu ketika petugas hukum yang bersangkutan bertindak untuk
mencegah pelanggaran itu. Bersamaan dengan saat peraturan itu memperoleh
sifat hukum, maka pelanggarannya menjadi pelanggaran hukum adat serta
pencegahannya menjadi pencegahan pelanggaran hukum adat. Timbulnya
pelanggaran hakum adat adalah sekaligus lahirlah delik adat, sehingga
pencegahannya menjadi pencegahan delik adat. Seperti menurut teori
Beslissingen Leer atau disebut teori keputusan bahwa, suatu peraturan
mengenai tingkah laku manusia akan bersifat hukum manakala diputuskan
dan dipertahankan oleh petugas hukum. Manusia melakukan sebuah tindakan
yang dianggap salah, sehingga dibuatlah hukuman bagi orang yang
melakukan tindakan tersebut. Keadaan inilah lahirnya sebuah delik adat
adalah bersamaan dengan lahirnya hukum adat. Berbeda dengan teori
Logemen, yang mengatakan keputusan hakim tidak menjadi adat istiadat
sebagai hukum. Suatu putusan hakim dibutuhkan perlakuan yang sama di
dalam keputusan hakim selanjutnya. Adat istiadat yang dipergunakanoleh
hakim sebelumnya untuk menyelesaikan suatu perkara, lalu diulangi kembali
dan diikuti oleh hakim yang lain, sehingga sudah merupakan kebiasaan yang
kemudian adat istiadat menjadi hukum adat.
1. Jenis dan Objek Delik Adat
Jenis-jenis Delik Adat Jenis-jenis delik adat adalah:
a. Delik yang paling berat adalah segala pelanggaran yang memperkosa
perimbangan antara dunia lahirdan dunia gaib serta segala
pelanggaran yang memperkosa susunan masyarakat.
b. Delik terhadap diri sendiri, kepala adat juga masyarakat seluruhnya,
karena kepala adat merupakan penjelmaan masyarakat.
c. Delik yang menyangkut perbuatan sihir atau tenung.

Hukum Delik Adat |5


d. Segala perbutan dan kekuatan yang menggangu batin masyarakat, dan
mencemarkan suasana batin masyarakat.
e. Delik yang merusak dasar susunan masyaarkat, misalnya incest
(kawin dengan saudara sedarah).
f. Delik yang menentang kepentingan umum masyarakatdan menentang
kepentingan hukum suatu golongan famili.
g. Delik yang melanggar kehormatan keluarga serta melanggar
kepentingan hukum seorang sebagai suami.
h. Delik mengeani badan seseorang misalnya, melukai.
2. Obyek Delik Adat
Reaksi masyarakat terhadap perilaku yang dianggap menyeleweng
yang diwakili oleh pemimpin-pemimpinnya, untuk menangani perihal
yang menjadi objek delik adat, yaitu:
a. Merumuskan pedoman bagaiman warga masyarakat seharusnya
berperilaku, sehingga terjadi integrasi dalam masyarakat
b. Menetralisasikan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat sehingga
dapat dimanfaatkan untuk mengadakan ketertiban.
c. Mengatasi persengketaan, agar keadaan semula pulih kembali
d. Merumuskan kembali pedoman-pedoman yang mengatur hubungan
antara warga-warga masyarakat dan kelompokkelompok apabila
terjadi perubahan-perubahan.
Perilaku yang melanggar akan pula mendapat reaksi yang negatif dari
masyarakat dalam pemulihan keadaan yang dianggap telah rusak. Akan
tetapi, dalam praktek kehidupan sehari-hari sulit untuk memisahkan
antara reaksi adat dengan koreksi. Secara teoritis, reaksi merupakan suatu
perilaku serta merta terhadap perilaku tertentu, yang kemudian diikuti
dengan usaha untuk memperbaiki keadaan (koreksi yang mungkin
berwujud sanksi negatif).
Reaksi adat merupakan suatu perilaku untuk memberikan klasifikasi
tertentu pada perilaku tertentu, sedangkan koreksi merupakan usaha untuk

Hukum Delik Adat |6


memulihkan perimbangan antara dunia lahir dengan gaib. Seperti yang
dinyatakan oleh Soepomo, yaitu:
a. Pengganti kerugian “immateriel” dalam pelbagai rupa seperti paksaan
menikah gadis yang telah dicemarkan.
b. Bayaran “uang adat” kepada orang yang terkena, yang berupa benda
yang sakti sebagai pengganti kerugian rohani.
c. Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dari segala
kotoran gaib.
d. Penutup malu, permintaan maaf.
e. Pelbagai rupa hukuman badan.
f. Pengasingan dari masyarakat dan mengucilkan dari pergaulan
masyarakat.
Dengan demikian, reaksi adat dan koreksi sama-sama bertujuan untuk
memulihkan keseimbangan kosmis, akibat pada warga masyarakat yang
melakukan penyelewengan.
3. Posisi Hukum Delik Adat dalam Hukum Nasional
Hukum adat dapat menjadi sumber hukum positif dalam arti hukum
delik adat dapat menjadi dasar hukum pemeriksaan di Pengadilan dan
juga sebagai sumber hukum negatif yaitu ketentuan-ketentuan hukum
adat dapat menjadi alasan pembenar, alasan memperingan delik atau
memperberat delik. Apabila kita memperhatikan bahwa hukum tidak
dapat dipisahkan dengan masyarakat, maka ada alasan pula untuk
mengatakan bahwa sumber hukum dalam kaitan ini adalah hukum delik
adat maka sumber hukum tersebut adalah masyarakat.
Sebagai dasar problematika substantif hukum delik adat dan hukum
delik nasional, dengan sendirinya akan teratasi karena hukum yang
nantinya akan terbangun adalah hukum yang benar-benar berasal dari
masyarakat dan hukum tersebut memang bersubstansikan langsung dari
nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Dengan demikian hukum akan
selalu linier dengan tuntutan keadilan bagi seluruh masyarakat, serta

Hukum Delik Adat |7


hukum delik adat di masa yang datang akan menjadi sumber hukum dan
menjadi dasar dalam pembentukan hukum delik nasional.
4. Perbedaan Delik Nasional dan Delik Adat.
Perbedaan tersebut antara lain:
a. Dalam Hukum Delik Nasional atau KUHP yang dapat di delik hanya
pribadi yang bersangkutan SEMENTARA dalam Hukum Adat Delik
yang dapat didelik termasuk juga adalah Desa, Kerabat atau
Familinya.
b. Dalam KUHP seseorang dapat di delik bila ada unsur kesalahan
SEMENTARA dalam Hukum Adat Delik unsur kesalahan tidak
menjadi syarat mutlak.
c. Dalam KUHP dibedakan “Membantu perbuatan delik”, “Membujuk”
dan “Ikut berbuat.” SEMENTARA Dalam Hukum Adat semua orang
yang ikut serta membantu dalik harus ikut bertanggung jawab.
d. Dalam KUHP dikenal “Percobaan sebagai tindak delik.”
SEMENTARA Dalam Hukum Adat tidak dikenal “Percobaan”
e. Dalam KUHP dikenal Asas Pelanggaran Hukum ditetapkan terlebih
dahulu, SEMENTARA dalam Hukum Adat bisa saja perbuatan terjadi
sebelum ada peraturannya.
Hukum Pengadilan Adat tidak boleh menghukum suatu perbuatan
yang pada saat perbuatan itu dilakukan tidak ada anggapan rakyat bahwa
perbuatan itu menentang hukum. Fungsi Hakim dalam memeriksa dan
mempertimbangkan perkara menurut Hukum Adat tidak dibatasi UU,
Hakim juga tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan ttg Pembuktian
menurut Reglement Indonesia Baru (RIB).
Bagi Hakim yang penting adalah memperhatikan apakah hukum adat
itu masih hidup dan dipertahankan masyarakat adat tsb. Untuk dapat
mengukur sejauh mana aturan-aturan hukum adat itu masih mempunyai
kekuatan material dan dapat diperhatikan dari hal-hal sbb
a. Apakah struktur masyarakat adatnya masih tetap dipertahankan
ataukah sudah berubah.

Hukum Delik Adat |8


b. Apakah kepala adat dan perangkat hukum adatnya masih tetap
berperanan sebagai petugas hukum adat.
c. Apakah masih sering terjadi penyelesaian perkara dengan keputusan-
keputusan yang serupa.
d. Apakah kaidah-kaidah hukum adat yang formal masih dipertahankan
ataukah sudah bergeser dan berubah.
e. Apakah kaidah-kaidah hukum adat itu tidak bertentangan dengan
Pancasila dan UUD’45 serta Politik Hukum Nasional. Jadi, bila dari
atas telah diputuskan untuk mempertahankan hukum adat padahal
hukum itu sudah mati, maka peraturan-peraturan yang ada tidak
dipergunakan. Sebaliknya jika dari atas diputuskan bahwa hukum
adat itu harus diganti, padahal dusun-dusun, desa-desa dan
masyarakat, hukum adat masih kuat, maka putusan hakim yang
bertentangan dengan apa yang ada dimasyarakat itu akan sia-sia
belaka.
5. Dasar Hukum Berlakunya Hukum Delik Adat.
Ada beberapa dasar hukum yang dapat dijadikan dasar dalam
Berlakunya Hukum Adat di Indonesia pada saat ini antara lain :
a. Ketentuan UUD 1945. Dalam pasal 18 B ayat (2) Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945: Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-
hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”
b. UU Drt. No. 1 tahun 1951 14 tentang tindakan sementara untuk
menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara
pengadilan sipil
c. UU No. 5 tahun 1960 tentang UUPA Pasal 2 ayat (4) UUPA mengatur
tentang pelimpahan wewenang kembali kepada masyrakat hukum
adat untuk melaksanakan hak menguasai atas tanah, sehingga
Masyrakat Hukum Adat merupakan aparat pelaksana dari hak

Hukum Delik Adat |9


menguasai negara atas untuk mengelola tanah yang ada di
wilayahnya.
d. UU No. 4 tahun 2004 yang menggantikan UU No. 14 tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman;
e. Undang-Undang No.39 tahun 1999 tentang HAM; UU ini boleh
dibilang sebagai operasionalisasi dari TAP MPR XVII/1998 yang
menegaskan bahwa hak-hak masyarakat hukum adat sebagai bagian
dari Hak Asazi Manusia
f. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, lebih tertuju pada
penegasan hak-hak masyarakat hukum adat untuk mengelola sistem
politik dan pemerintahannya sesuai dengan ketentuanketentuan
hukum adat setempat.

C. Perlindungan Hukum dan Korban Kecelakaan Lalu Lintas


Perlindungan hukum dalam bahasa Inggris dikenal dengan Legal
Protection, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan
Rechtsbescherming. Pengertian perlindungan diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban pasal 1 ayat (6) adalah “Segala upaya pemenuhan hak dan pemberian
bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang
wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini”.
Sedangkan pengertian korban berarti “orang atau binatang yang
menderita atau mati akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya”.
Menurut pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban, korban adalah “orang yang mengalami penderitaan fisik,
mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak
pidana”.
Sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa korban
kecelakaan

Hukum Delik Adat | 10


lalu lintas menderita akibat peristiwa merugikan secara fisik atau mental,
emosional, ekonomi, atau gangguan substansial yang telah dialaminya
sehingga menyebabkan gangguan-gangguan untuk melanjutkan
kehidupannya. Akibat dari kerugian-kerugian yang dialami korban kecelakaan
lalu lintas maka diperlukan hak-hak yang menjamin keselamatan, keamanan,
perlindungan dan pertolongan korban. Adapun beberapa hak umum yang
diperuntukkan kepada korban atau keluarga korban, antara lain:
1. Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang
dialaminya, pemberian ganti kerugian ini dapat diberikan oleh pelaku
atas pihak lainnya, seperti negara atau lembaga khusus yang dibentuk
untuk menangani masalah ganti kerugian korban kejahatan.
2. Hak untuk memperoleh pembinaan dan rehabilitasi.
3. Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku.
4. Hak untuk memperoleh bantuan hukum.
5. Hak untuk memperoleh kembali hak (harta) miliknya.
6. Hak untuk memperoleh akses pelayanan medis.
7. Hak untuk diberi tahu bila pelaku kejahatan akan dikeluarkan dari
tahanan sementara, atau apabila buron dari tahanan.
8. Hak untuk memperoleh informasi dari penyelidikan polisi berkaitan
dengan kejahatan yang memimpin korban.
9. Hak atas kebebasan pribadi / kerahasiaan pribadi, seperti merahasiakan
nomor telepon atau identitas korban lainnya.
Berdasarkan UULLAJ, hak korban kecelakaan lalu lintas diatur dalam
pasal 240 yang menyatakan bahwa Korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak
mendapatkan:
1. Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas
terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah;
2. ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya
Kecelakaan Lalu Lintas; dan
3. santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.

Hukum Delik Adat | 11


Dalam pasal 241 UULLAJ menyatakan bahwa “Setiap korban
Kecelakaan
Lalu Lintas berhak memperoleh pengutamaan pertolongan pertama dan
perawatan pada rumah sakit terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Makalah ini telah menggambarkan kontradiksi konflik dan kedudukan
hukum adat di Indonesia serta berbagai dampaknya terhadap individu,
masyarakat, dan negara. Delik dalam Hukum Adat telah menjadi perhatian
global karena sering kali menghadirkan dilema yang rumit dalam perumusan
kebijakan dan tindakan pemerintah. Penting untuk mencari keseimbangan
yang tepat antara perlindungan terhadap masyarakat adat dengan hukum yang
berlaku nasional.
Delik adat adalah sebuah perbuatan yang melanggar norma-norma sosial
dan budaya sebuah masyarakat. Mempelajari delik adat adalah penting
karena:
1. Menjaga Harmoni Sosial: Delik adat dapat menyebabkan kerugian dan
kehilaban di masyarakat. Memahami delik adat dan cara menghadapinya
dapat membantu menjaga harmoni sosial dan meminimalkan kerugian.
2. Membantu Pemerintah: Pemerintah dapat menggunakan pengetahuan
tentang delik adat untuk mengurangi delik adat dan melindungi
masyarakat. Pengetahuan tentang delik adat juga dapat membantu
pemerintah dalam menggambarkan politik dan program yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
3. Membantu Pengembangan Masyarakat: Memahami delik adat dapat
membantu masyarakat dalam mengembangkan kewajiban dan ketertiban

Hukum Delik Adat | 12


sosial. Masyarakat dapat menggunakan pengetahuan tentang delik adat
untuk mengembangkan program pengembangan sosial dan kesehatan.
4. Membantu Pengembangan Pemerintahan: Pengetahuan tentang delik adat
dapat membantu pengembangan pemerintahan dalam mengembangkan
sistem hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah
dapat menggunakan pengetahuan tentang delik adat untuk
mengembangkan sistem hukum yang lebih efektif dan efisien.
5. Membantu Pengembangan Kebijakan: Pengetahuan tentang delik adat
dapat membantu pengembangan kebijakan dalam mengembangkan
program-program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah
dapat menggunakan pengetahuan tentang delik adat untuk
mengembangkan program-program yang lebih efektif dan efisien.
6.

Hukum Delik Adat | 13


DAFTAR PUSTAKA

Istia, H. A. A. J. Perlindungan Hukum Bagi Korban Kecelakaan Lalu Lintas


Akibat Jalan Rusak Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Doctoral dissertation, Fakultas Hukum).
Jeddawi, M., & Rahman, A. (2020). Identifikasi Hukum Adat yang Masih Berlaku
dalam Penyelesaian Persoalan Sosial di Desa Kawo Kabupaten Lombok
Tengah. Jurnal Konstituen, 2(2), 89-100.
Raden, A. (2023). Delik Adat Silariang dalam Perspektif Budaya Siri' pada
Masyarakat Bugis Bone (Analisis Yuridis Empirik) (Doctoral dissertation,
Universitas Hasanuddin).
Siti Rukmini, R. (2019). Perlindungan Hukum terhadap Korban Kecelakaan Lalu
Lintas Akibat Adanya Jalan Rusak di Jalan Provinsi Kabupaten Penajam
Paser Utara (Doctoral dissertation, Universitas Balikpapan).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Hukum Delik Adat | 14

Anda mungkin juga menyukai