Dosen Pengampu:
Dr. Elviandri, S.HI., M.Hum
Oleh:
NAMA: WAHYUDIANTO
NIM:2311102432034
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr.Elviandri, S.HI.,M.Humm
sebagai dosen pengampu mata kuliah ilmu negara yang telah membantu memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Wahyudianto
Abstrak
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Tahun 2023/2024
Abstrak.......................................................................................................................................... 1
A. PENDAHULUAN......................................................................................................................... 3
B. PERMASALAHAN........................................................................................................................ 4
Ketidakberdayaan Hukum
Modern...........................................................................................................................................
D. PENUTUP................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 10
PENDAHULUAN
Kehadiran hukum modern saat ini dilatar belakangi oleh sejarah masa lalu
yang melibatkan hubungan timbal balik antara hukum dengan masyarakat dan
perkembangan negara modern. Modernitas ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a) Mempunyai bentuk tertulis.
b) Hukum itu berlaku untuk seluruh wilayah negara.
c) Hukum merupakan instrumen yang dipakai secara sadar untuk mewujudkan
keputusan- keputusan politik masyarakatnya.
Hukum dengan ciri khasnya yang harus tertulis memang menjadi kebutuhan
Negara modern yang semakin kompleks dan bidang yang beragam. Meskipun
demikian, hukum tertulis kemudian menjadikan hukum harus formal, kaku, tidak
fleksibel, dibuat oleh penguasa yang berwenang dan tidak terkait sama sekali dengan
kualitas kepastian hukum dan keadilan. Kemudian keberlakuan hukum di zona negara
menunjukkan hukum modern sebagai hukum nasional yang didasari oleh teori
kedaulatan negara atas teritorialnya. Terakhir, hukum tidak hanya menjadi instrumen
legitimasi, tetapi juga social engineering. Sebagai social engineering, hukum
merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk mengubah perikelakuan warga
masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kalau
hukum merupakan sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka
prosesnya tidak hanya berhenti pada pemilihan hukum sebagai sarana saja. Selain
pengetahuan yang mantap tentang sifat hakikat hukum, juga perlu diketahui adalah
batas-batas di dalam penggunaan hukum sebagai sarana (untuk mengubah ataupun
mengatur perikelakuan warga masyarakat). Harapannya hukum dapat melayani
kebutuhan masyarakat modern yang semakin kompleks dan beragam. Namun hukum
ternyata tidak serta merta dapat seiring sejalan dengan perkembangan masyarakat dan
teknologi yang mengikutinya.
Hukum mungkin dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change atau
pelopor perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Suatu perubahan sosial yang dikehendaki atau direncanakan, selalu
berada di bawah pengendalian serta pengawasan prlopor perubahan tersebut. Cara-
cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan
terlebih dahulu, dinamakan social engineering atau social planning.
Hukum mempunyai pengaruh langsung atau pengaruh tidak langsung di dalam
mendorong terjadinya perubahan sosial. Misalnya, suatu peraturan yang menentukan
sistem pendidikan tertentu bagi warga negara mempunyai pengaruh secara tidak
langsung yang sangat penting bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial.
Dikatakan demikian, oleh karena di situ tidak hanya terjadi pertemuan antara
dua bentuk atau format hukum yang berbeda, melainkan juga pertemuan antara dua
cara 1hidup atau kultur yang sangat kontras. Inilah yang menyebabkan pertemuan itu
1
4 FX. Adji Samekto, 2008, Justice Not For All “Kritik Terhadap Hukum Modern dalam Perspektif studi Hukum
Kritis”, ctk.Pertama, Yogyakarta, Genta Press, hlm. 40.
seringkali terlihat sangat dramatis.
Hukum modern yang melalui berbagai macam cara atau jalan, kemudian
menyebar ke berbagai penjuru dunia, adalah suatu tipe hukum yang mencapai puncak
perkembangannya pada abad ke-19 di Eropa. Sejak semua itu berlangsung di Eropa
daratan, maka perkembangan hukum juga harus berbagi (sharing) dengan
perkembangan sosial-budaya yang sama. Artinya, perkembangan hukum itu tidak
terlepas dari perkembangan kultur di bagian dunia tersebut.
Akan tetapi dalam kesempatan yang sama, tidak jarang kita melihat pengaruh
dari hukum modern dapat membuat hukum setempat dengan segala kearifan lokalnya
menjadi terasing di rumahnya sendiri. Hal tersebut dilakukan dengan sebuah proses
penaklukan.
Salah contoh yang terjadi di tanah air, ketidakberdayaan sekelompok ”suku
anak dalam” yang menolak bagian dari warganya untuk tidak diadili menurut hukum
positif (hukum negara), mereka melakukan ritual adat di depan kantor Pengadilan
Sarolangun di Jambi, hal ini merupakan cermin marginalisasi terhadap hukum adat
setempat. Apa yang terjadi terhadap suku anak dalam di SarolangunJambi adalah
contoh kecil saja dari apa yang terjadi di banyak bagian belahan dunia.
Fakta ini menunjukkan, bahwa tidak semua negara dan bangsa di dunia
memiliki kosmologi seperti bangsa-bangsa di Eropa yang nota-bene sebagai
pengekspor hukum modern. Bangsa-bangsa di kawasan Asia Timur, di mana
Indonesia berada, tentunya memiliki kosmologi yang berbeda. Nilai-nilai dan tradisi
mereka lebih bersifat kontekstual daripada individual. Dengan demikian hukum
modern yang sangat Eropa-sentris berkorespondensi dengan dinamika kultur di
bagian dunia tersebut, sehingga sistem hukumnya juga memiliki muatan kultur Eropa
yang sangat kuat.
Watak liberal dari hukum modern, yaitu adanya spirit hegemoni yang tidak
akan membiarkan adanya bentuk tatanan lain (hukum) kecuali yang dibuat dan
dikeluarkan oleh negara. Karena hukum modern sangat identik dengan hukum negara.
Dengan begitu hukum harus dibuat oleh badan khusus, dirumuskan secara tertulis,
dan diumumkan kepada publik. Akibatnya yang tidak memenuhi kualifikasi tersebut
tidak bisa disebut sebagai hukum.
Perubahan tersebut sangat revolusioner karena secara radikal telah
menghilangkan tatanan yang lama digantikan dengan yang baru dan berbeda sama
sekali. Sejak saat itu, hukum tidak lagi muncul dari dalam proses interaksi antara
anggota masyarakat itu sendiri, melainkan merupakan sesuatu yang artifisial karena
dibuat secara sengaja oleh badan tertentu yang diberi wewenang khusus oleh negara
untuk itu.
Sejak saat itulah negara menghendaki dalam mengoperasikan hukum dengan
logika yang rasional. Dengan begitu hukum tidak lagi sematamata tempat untuk
mencari keadilan, melainkan juga menerapkan undang-undang berdasarkan prinsip
kepastian hukum.
Disinilah hukum modern berada di persimpangan, sebab antara keadilan dan
hukum yang diterapkan terdapat perbedaan yang sangat besar. Wilayah keadilan tidak
persis sama dengan wilayah hukum positif. Keadaan yang menunjukkan adanya jarak
persimpangan tersebut, juga memunculkan pengertian-pengertian seperti keadilan
prosedural di satu pihak dan keadilan subtantif di pihak lain.
Dapat dikatakan bahwa, saintifikasi hukum modern sangat di pengaruhi oleh
kemunculan paradigma positivisme di dalam ilmu pengetahuan modern. Watak liberal
hukum modern yang mengajarkan untuk menerapkan hukum secara rasional.8
Rasionalitas ini ditandai oleh sifat peraturan hukum yang prosedural.
Sebagaimana Max Weber menyatakan:
“Bahwa prosedur penyelenggaraan hukum yang semakin berteknik rasional dan
menggunakan metode deduksi yang semakin ketat, merupakan tahapan dalam
perkembangan hukum sehingga hukum dapat disebut sebagai hukum modern”.
Bahwa prosedur penyelenggaraan hukum yang semakin berteknik rasional dan
menggunakan metode deduksi yang semakin ketat, merupakan tahapan dalam
perkembangan hukum sehingga hukum dapat disebut sebagai hukum modern.
Tidak heran kemudian paradigma postivisme menjadi bagian dari hadirnya
hukum modern tersebut. Sehingga hukum modern beserta implikasinya dapat
menimbulkan kekakuan dalam pencarian kebenaran dan keadilan, akan menjadi tidak
tercapai karena terhalang oleh ”tembok-tembok” prosedural.
Dapat dikatakan, bahwa tidak mudah untuk mewujudkan keadilan subtantif karena
terkadang kita dihadapkan oleh prosedur hukum yang sangat ketat dalam memenuhi
legalitas sistem hukum modern. Hal ini disebabkan paradigma positivisme telah
menyebarkan pengaruhnya dan bermetamorfosa menjadi postivisme hukum.
259
http://en.wikipedia.org/wiki/Jean- Fran%C3%A7ois Lyotard, diakses pada tanggal 25 April 2016.
60
Budi Agus Riswandi, Hukum dan Internet Di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2003, hal. 15-21.
61
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan Sosiologis), Genta,
Yogyakarta, 2009, hal. 146.
62
Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru,
Bandung, 1983, hal. 104.
63
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana mayantara “Perkembangan Kajian
Cyber Crime Di Indonesia”, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 1-2.
yang selama ini dilakukan, termasuk menjadikannya sebagai media kejahatan.
Typoowriter merupakan mesin tik pertama yang dibuat pada tahun 1829
menjadi alat tercanggih di zamannya. Namun pada tahun 2010, muncul teknologi
IPAD yang jauh lebih canggih. Perubahan yang begitu cepat dan sangat berbeda ini
menggeser pula perilaku manusia dalam bersosialisasi dan berinteraksi. Dahulu pada
awalnya, transaksi jual beli, kontrak, perjanjian,sewa menyewa dilakukan secara fisik
dan terjadi suatu transaksi pertukaran uang dan barang. Namun di ruang cyberspace
saat ini, semua transaksi jual beli, serta promosinya melalui iklan dilakukan secara
on-line dan mengabaikan semua kewajiban administrasi, pajak dan hukum
keperdataan yang diatur oleh negara. Melalui e-commerce, menjadikan proses rumit
dalam perdagangan antar provinsi bahkan antar negara menjadi lebih sederhana, cepat
dan efisien. Beberapa di antaranya tidak perlu memiliki perusahaan resmi, namun
cukup memiliki blog termasuk juga dalam melakukan transaksi jual beli barang.
Permasalahan yang sama juga terjadi pada perlindungan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HaKI) yang sulit dijaga oleh negara melalui produk hukumnya. Semua
dapat dicopy, diperbanyak dan dibajak tanpa izin pemegang hak cipta, apalagi untuk
membayar royaltinya. Banyak ditemukan mulai dari buku, lagu, film, sampai dengan
berbagai software bebas saja diakses antar negara untuk kemudian diperbanyak,
disebarkan dan diperjual belikan.
Di bidang yang berkaitan dengan kesusilaan, berbagai bentuk kejahatan dan
pelanggaran kesusilaan juga sering terjadi. Berbagai bentuk fitnah, pencemaran nama
baik sampai dengan perbuatan asusila juga sering terjadi. Fenomena cyberporn,
cybersex dan cyberprostitution telah merubah konstruksi hukum bahwa zina dan
prostitusi juga dapat dilakukan via dunia maya, tanpa harus melakukan hubungan
fisik.
Berbagai dampak prkembangan teknologi telematika di atas menjadi tantangan
bagaimana kita berhukum di era digital yang tidak mengenal batas negara. Bagaimana
hukum modern fleksibel untuk dapat terus beradaptasi terhadap perkembangannya
yang begitu cepat? Hukum dituntut untuk dapat melindungi hak-hak warga negaranya
dalam aktivitas dunia maya, seperti penipuan dalam e- commerce, jaminan
perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual dan terhindar dari segala bentuk konten
yang menyesatkan dan berbau pornografi.
Arief, Barda Nawawi. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya
Bakti.2006. Tindak Pidana Mayantara “Perkembangan Kajian Cyber Crime Di
Indonesia”.Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Hamzah, Andi. 1992. Aspek-Aspek Pidana Di Bidang Komputer. Jakarta: Sinar
Grafika.
http://www.bogor.net/idkt- 2/public.space.
http://en.wikipedia.org/wiki/Jean- Fran%C3%A7ois
Riswandi, Budi Agus. 2003. Hukum Dan Internet Di Indonesia. Yogyakarta: UII
Press.
Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009.
Penegakan Hukum (Tinjauan Sosiologis). Yogyakarta: Genta.
Sudarto, 1983. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat. Bandung: Sinar Baru.
Wahid, Abdul dan Mohammad Labib. 2005. Kejahatan Mayantara (Cybercrime).
Bandung: Refika Aditama, Bandung.
Wignjosoebroto, Sutandyo. 2008. “Hukum Dalam Masyarakat, Perkembangan dan
Masalah”. Malang:Bayumedia Publishing.
4 FX. Adji Samekto, 2008, Justice Not For All “Kritik Terhadap Hukum Modern
dalam Perspektif studi Hukum Kritis”, ctk.Pertama, Yogyakarta, Genta Press, hlm.
40.
Faisal Jurnal Hukum Progresif: Volume X/No.2/Desember 2016