Anda di halaman 1dari 22

CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu pada Mata Kuliah Fikih Kontemporer
Program Studi Dirasah Islamiyah Konsentrasi Syariah dan Hukum Islam Pascasarjana, UIN
AlauddinMakassar

Oleh:

MUH FAUZI ASHARY

NIM : 80100220037

Dosen Pengampu:

Dr. H. A. Abd. Rauf Amin, M.A

Dr. H. Abdul Wahid Haddade, Lc., M.HI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAMNEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR

2021
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan berkat, rahmat, taufik,

serta hidayah-Nya sehingga kdapat menyelesaikan makalah dengan judul “CYBER

CRIME DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM” ini dengan waktu yang

direncanakan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan


Nabi Muhammad s.a.w. yang telah membimbing kami dari jalan kegelapan menuju

jalan yang terang yakni agama Islam.

Makalah ini memuat pendahuluan, pembahasan, penutup, dan daftar pustaka.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Kontemporer.

Penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan mencapai tingkat kesempurnaan,


untuk itu kritik dan saran tentu dibutuhkan. Mohon maaf apabila ada kesalahan cetak

atau kutipan-kutipan yang kurang berkenan. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Aamiin.

Makassar, 25 Desember2021

Penulis :

MUH FAUZI ASHARY

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................................... iii


BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................................... 1
A. Rumusan Masalah ..................................................................................................................................... 3
B. Tujuan Penulisan ....................................................................................................................................... 3
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................................................................ 4
A. Pengertian Cyber Crime ............................................................................................................................ 4
B. Pengaturan Hukum Cyber Crime di Indonesia .......................................................................................... 5
C. Cyber Crime dalam Perspektif Hukum Islam .......................................................................................... 11
BAB 3 PENUTUP ............................................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan .............................................................................................................................................. 17
B. Saran ........................................................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................................... 18

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Internet adalah jaringan komputer terbersar di dunia, jaringan ini

menghubungkan semua jaringan komputer (termasuk juga komputer itu sendiri) yang

ada di setiap wilayah di dunia ini, baik yang menggunakan media kabel (wired) maupun

nirkabel (Wireless). Hal ini menandakan bahwa di dalam internet terdapat banyak sekali

komputer di seluruh dunia yang saling terhubung satu sama lain. Mengingat bahwa di

zaman teknologi saat ini komputer memiliki bentuk yang beragam.

Sebagai sebuah jaringan dunia yang kompleks, maka di dalamnya juga

terdapat banyak sekali protokol, aplikasi, routergateway yang membentuk layanan

internet itu sendiri.1

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa pengaruh positif

dan negatif ibarat pedang bermata dua. Pemanfaatan teknologi informasi

dan komunikasi disatu pihak memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan

dan peradaban manusia. 2

Dilain pihak kemajuan teknologi tersebut dapat dimanfaatkan untuk melalukan

perbuatan-perbuatan yang bersifat melawan hukum yang menyerang berbagai

kepentingan hukum orang, masyarakat dan negara.

Perbuatan-perbuatan yang menyerang kepentingan hukum orang pribadi,

masyarakat atau kepentingan hukum negara (cybercrime) dengan memanfaatkan

kemajuan teknologi adalah merupakan sisi buruk dari kemajuan teknologi.3

1
Sudarmawan, S., & Marco, R. (2011). Penerapan Network Policy Di Instansi Pendidikan Untuk Remaja Guna
Penerapan Internet Sehat. Data Manajemen dan Teknologi Informasi (DASI), 12(1), 35.
2
Zamroni, M. (2009). Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Dampaknya Terhadap Kehidupan. Jurnal
Dakwah, 10(2), 195
3
Sari, E. O. (2018). Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Cybercrime Dalam Perspektif Hukum Pidana. Jurnal
Cakrawala Hukum, 13(2), 13
1
Secara kriminologis cybercrime dalam pandangan agama islam pada hakikatnya

merupakan kejahatan yang dihasilkan oleh masyarakat dan merupakan gejala umum.4

Dalam rangka menanggulangi kejahatan tersebut diperlukan kajian

kriminologis terhadap karakteristik kejahatan dan pelaku kejahatan tersebut. Richard

Quiney berpendapat, bahwa kejahatan disebabkan oleh beberapa faktor yang

kompleks, sehingga dalam memahami dan menanggulangi diperlukan pendekatan yang

terpadu antara ilmu hukum pidana dengan ilmu-ilmu yang lain. Pengkajian terhadap

kejahatan melibatkan suatu kejelian penyelidikan bahkan terkait dengan struktur

masyarakat kapitalis. Kejahatan tersebut merupakan akibat dari pertentangan

kapitalisme misalnya pengasingan, ketidaksamaan, kemiskinan, pengangguran,

kemunduran akhlak dan krisis ekonomi dan masyarakat kapitalis.5

Berdasarkan pada fakta bahwa cybercrime merupakan fenomena baru yang

terus berkembang, maka pelaku kejahatan pun mempunyai karakteristik yang kadang

berbeda dengan karakteristik penjahat konvensional. Kenjahatan konvensional dalam

konteks ini adalah pelaku kejahatan yang dalam melakukan perbuatan hanya

menggunakan peralatan manual dan terhadap obyek yang berwujud (dapat disentuh).

Berdasarkan uraian dari Sue Titus Reid cybercrimeini tergolong dalam kejahatan

terhadap harta kekayaan. Berdasarkan jabaran tentang cybercrime dapat dipahami

bahwa secara kriminologis cybercrime merupakan efek negatif dari perkembangan

teknologi di bidang informasi dan komunikasi yang canggih. Terjadinya kejahatan

tersebut terjadi dipicu oleh banyak faktor, baik faktor masyarakat, faktor individu

4
Djanggih, H., & Qamar, N. (2018). Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam Penanggulangan Kejahatan Siber
(Cyber Crime). Pandecta: Jurnal Penelitian Ilmu Hukum (Research Law Journal), 13(1), 23
5
Djanggih, H. (2018). The Phenomenon Of Cyber Crimes Which Impact Children As Victims In Indonesia.
Yuridika, 33(2), 212
2
pelaku, faktor hukum. Karakteristik cybercrime dan cybercriminal sangat unik sehingga

dalam memeranginya diperlukan strategi khusus agar dapat efisien dan efektif

Hukum Islam merupakan komponen sistem sosial yang dianggap lebih efektif

menyelesaikan problem sosial berupa kejahatan yang terjadi di masyarakat. Perubahan

masyarakat dapat memicu perubahan kejahatan yang notabenya mengikuti

perkembangan masyarakat tersebut.6 Oleh karena itulah, hukum dalam masyarakat pun

harus berubah mengikuti perkembangan masyarakat. Dialog antara perkembangan

hukum dan perkembangan masyarakat yang dikaitkan dengan agama islam dapat

menjadi nilai pijakan perkembangan penanggulangan kejahatan di dalam

berkembangnya masyarakat. Sehubungan dengan kejahatan tersebut, maka harus

melibatkan semua pihak dan instansi serta memerlukan kajian dan riset tersendiri.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengangkat judul tulisan kejahatan dunia maya

(Cyber Crime) dalam perspektif hukum Islam

A. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Cybercrime ?

2. Bagaimana Pengaturan Hukum Cyber Crime di Indonesia ?

3. Bagaimana Cyber Crime dalam Perspektif Hukum Islam ?

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahu maksud Cybercrime


2. Untuk mengetahui pengaturan hukum Cyber Crime di Indonesia
3. Untuk mengetahui Cyber Crime dalam Perspektif Hukum Islam

6
Flora, H. S. (2018). Keadilan Restoratif Sebagai Alternatif Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Dan Pengaruhnya
Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. University Of Bengkulu Law Journal, 3(2), 142
3
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Cyber Crime

Cybercrime berasal dari kata cyber yang berarti dunia maya atau internet dan

crime yang berarti kejahatan. 7 Dengan kata lain, cybercrime adalah segala bentuk

kejahatan yang terjadi di dunia maya atau internet.

Cybercrime merupakan tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan

teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. 8 Cybercrime yaitu kejahatan yang

memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Cybercrime

didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi

komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.9

Dalam beberapa literatur, cybercrime sering diidentikkan sebagai computer

crime. Andi Hamzah dalam buku Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer (1989)

mengartikan: “kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai

penggunaan komputer secara illegal.” Cybercrime adalah perbuatan kriminal yang

dilakukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama.

Dengan kata lain, Cybercrime yaitu kejahatan yang memanfaatkan perkembangan

teknologi komputer khususnya internet. Dengan demikian Cybercrime didefinisikan

sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer berbasasis

pada kecanggihan dan perkembangan teknologi internet.

Dari beberapa pengertian di atas, computer crime dirumuskan sebagai perbuatan

melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/alat atau

komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan

7
Agus Rahardjo, Cybercrime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2002). Hlm. 23-24
8
Ibid
9
Budi Raharjo, Memahami Teknologi Informasi. (Jakarta: Elexmedia Komputindo, 2002). hlm 23
4
merugikan pihak lain. Secara ringkas computer crime didefinisikan sebagai perbuatan

melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer yang

canggih.

Aktivitas cyber yaitu kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata, meskipun

alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subyek pelakunya harus dikualifikasi

sebagai orang yang melakukan perbuatan hukum secara nyata.10 Polri dalam hal ini unit

cybercrime menggunakan parameter berdasarkan dokumen kongres PBB:The Prevention

of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di

Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah Cyber Crime:11 pertama, cyber

crime in a narrow sense (dalam arti sempit) disebut computer crime: any illegal

behaviour directed by means of electronic operation that target the security of computer

system and the data processed by them. Kedua, cyber crime in a broader sense (dalam

arti luas) disebut computer related crime: any illegal behaviour committed by means on

relation to, a computer system offering or system or network, including such crime as

illegal possession in, offering or distributing information by means of computer system

or network.

B. Pengaturan Hukum Cyber Crime di Indonesia

Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus/cyber law yang mengatur

mengenai cybercrime Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum

dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang

menggunakan komputer sebagai sarana, diantaranya:12

10
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),
Kementerian Komunikasi dan Informasi RI
11
Eoghan Casey, Digital Evidence and Komputer Crime, (London : A Harcourt Science and Technology
Company, 2001). page 16
12
Deris Setiawan, Sistem Keamanan Komputer, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005),.hlm. 40
5
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal-pasal didalam KUHP biasanya

digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus

pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada cybercrime yaitu:

1. Pasal 362 KUHP

Yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor

kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor

kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di

Internet untuk melakukan transaksi di ecommerce. Setelah dilakukan transaksi

dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di

bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan

transaksi.

2. Pasal 378 KUHP

Dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan

menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website

sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada

pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal

tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak

datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.

3. Pasal 335 KUHP

Dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang

dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban

melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika

tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini

biasanya dilakukan karena pelaku mengetahui rahasia korban.

6
4. Pasal 311 KUHP

Dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan

menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan email

kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau

mengirimkan email ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui

cerita tersebut.

5. Pasal 303 KUHP

Dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara

online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.

6. Pasal 282 KUHP

Dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno

yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa

Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka

melakukan pendaftaran domain tersebut di luar negeri dimana pornografi yang

menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang terlarang atau illegal.

7. Pasal 282 dan 311 KUHP

Dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi

seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus-kasus video porno para

mahasiswa, pekerja atau pejabat publik.

8. Pasal 378 dan 262 KUHP

Dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan

penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu

kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.

7
9. Pasal 406 KUHP

Dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem

milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau

dapat digunakan sebagaimana mestinya.

b. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang

Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan

dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila

digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu

membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk

mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-

intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun

(Pasal 30). Harga program komputer/ software yang sangat mahal bagi warga

negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku

bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang

sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan

harga Rp 20.000,00.

Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software

asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab

modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 per keping. Maraknya

pembajakan software di Indonesia yang terkesan dimaklumi tentunya sangat

merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer tersebut

juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu

“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk

kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara

8
paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).”

c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi atau

UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi

Elektronik.

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang - Undang No 36 Tahun 1999,

Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan

dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara,

dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik

lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang

dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat

mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara

maupun film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan Internet yang

mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan

menggunakan Undang- Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke

sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap

orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:

1. Akses ke jaringan telekomunikasi

2. Akses ke jasa telekomunikasi

3. Akses ke jaringan telekomunikasi khusus Apabila anda melakukan hal

tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU www.kpu.go.id,11 maka

dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

9
d. Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 merupakan Undang-Undang

yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi

mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak

memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama,

sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam

pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada

bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan

yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan

yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam Undang-Undang

Perbankan identitas dan data perbankan merupakan bagian dari kerahasiaan

bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data tersebut,

prosedur yang harus dilakukan adalah mengirimkan surat dari Kapolda ke

Kapolri untuk diteruskan ke Gubernur Bank Indonesia. Prosedur tersebut

memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi yang

diinginkan.13

Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat

karena Kapolda cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di

daerah tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank

Indonesia, sehingga data dan informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan

memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan

oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan

keluar serta kapan dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat

menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan data-data tersebut. Undang-Undang

13
Buletin Hukum Perbankan Dan KeBanksentralan Volume 4 Nomor 2, Agustus 2006
10
ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai

dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau

yang serupa dengan itu.

C. Cyber Crime dalam Perspektif Hukum Islam

Hukum pidana islam merupakan syariat Allah SWT yang mengandung

kemaslahatan dalam kehidupan manusia di dunia dan akhirat, syariat yang dimaksud

secara materil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia untuk

melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syariat, yaitu menempatkan Allah SWT

sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada

pada orang lain. Setiap orang hanya sebagai pelaksana yang berkewajiban memenuhi

perintah Allah SWT. Perintah Allah SWT dimaksud harus dituntaskan untuk

kemaslahatan dirinya dan orang lain. (Ali, 2008)

Al Qur’an merupakan penjelasan Allah SWT,tentang syariat sehingga disebut

al-bayan (penjelasan). Penjelasan yang dimaksud secara garis besar mempunyai 4

(empat) cara dan salah satunya adalah Allah SWT,memberikan penjelasan dalam

bentuk nash (tekstual) tentang syariat, misalnya orang mengambil barang milik orang

lain di tempat penyimpanan dengan cara yang tidak benar yang melebihi batas nisabnya

harus dipotong tangannya atas adanya putusan dari pengadilan. Dipahami dari

pengertian cyber crime, cyber crime merupakan bentuk kejahatan yang muncul di era

modern sekarang ini. Dengan demikian, perbuatan kejahatan cyber crime menurut

analisa hukum Islam (jinayat) dapat dihukum dengan ta’zir. Ta’zîr menurut pengertian

bahasa berarti pencegahan (al-man’u). Adapun menurut istilah ta’zîr merupakan

hukuman edukatif (ta’dîb) dalam arti mengantisipasi dengan cara menakut-nakuti

(tankîf). Adapun secara syar’î, ta’zîr dimaksudkan sebagai sanksi yang dijatuhkan atas

11
dasar kemaksiatan, karena secara tegas tidak termasuk kejahatan yang termaktub

dalam Al Quran dan Hadis, sebagaimana had, Qisas, atau kafârat.14

Cyber crime merupakan aktivitas kejahatan dengan menggunakan fasilitas

komputer atau jaringan komputer tanpa ijin dan melawan hukum, baik cara

mengubahnya atau tanpa perubahan (kerusakan) pada fasilitas komputer yang dimasuki

atau digunakan atau kejahatan yang dengan menggunakan sarana media elektronik

internet karena dikategorikan sebagai kejahatan dunia maya, atau kejahatan di

bidang komputer dengan cara illegal. Dapat pula dikategorikan sebagai kejahatan

komputer yang ditujukan kepada system atau jaringan komputer, yang mencakup

segala bentuk kejahatan baru yang menggunakan bantuan sarana media elektronik

internet. Sanksi bagi para para pelaku cyber crime menurut syariat islam adalah ta’zir

melalui proses peradilan dengan vonis hakim dengan ancaman hukuman berupa

kurungan penjara, pengasingan, cambuk, sampai pada hukuman mati sesuai dengan

tingkat mudharat yang telah dilakukannya.15

Dilihat dari sudut pandang hukum pidana islam yang menjadi landasan pokok

terhadap aspek yuridis, teori maqasid al-syariah meletakkan prinsip-prinsip yang

menjadi pertimbangan pokok dari tujuan hukum, yaitu terwujudnya dan terpeliharanya

al-masalih al-khamsah atau lima kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang

mencakup pemeliharaan agama (hifz al-nafs), keturunan atau kehormatan (hifz al-

nash),harta (hifz al-mal) dan akal (hifz al-aql)

Mengenai cyber crime dan relevansinya dengan jarimah, Sebaiknya perlu

dijelaskan kata jarimah dengan jinayah, karena kedua kata tersebut memiliki

14
Suharyadi, Said Sampara & Kamri Ahmad, Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime) Dalam Prespektif Hukum
Islam Journal of Lex Generalis (JLG) Vol.1,No.5,Oktober 2021, 765
15
Ibid
12
pengertian yang mengandung kesamaan dan perbedaan. Oleh sebab tersebut , perlu

dipahami lebih lanjut untuk memperoleh gambaran secara jelas. Selain itu pun, kata

Jarimah dan Jinayah tersebut seringkali menjebak substansi permasalahan yang ada,

sehingga perlu kedua kata tersebut didudukkan pengertiannya secara proporsional.

Rahmat Hakim, menjelaskan kesamaan dan perbedaan dari kata jinayah dan

jarimah sebagai dua kata yang memiliki pengertian, arti dan arah yang sama secara

etimologis. Selain itu,istilah yang satu menjadi muradif (sinonim) bagi istilah lainnya

atau keduanya bermakna tunggal. Meskipun demikian, kedua istilah tersebut harus

diperhatikan dan dipahami agar penggunaannya tidak keliru.16

Menurut hukum Islam, tindak pidana identik dengan perkataan “jinayat” yang

mempunyai bentuk jamak dari kata “jinayah” yang berarti perbuatan dosa, perbuatan

salah atau jahat. Jinayah adalah masdar (kata asal) dari kata kerja (fi’il madhi) jaana

yang mengandung arti suatu kejahatan yang diperuntukkan bagi satuan laki-laki yang

telah berbuat dosa atau salah. Pelaku kejahatan itu sendiri disebut dengan jaani. Adapun

pelaku kejahatan wanita adalah jaaniah, yang artinya wanita yang berbuat dosa. Orang

yang menjadi sasaran atau objek perbuatan si pelaku dinamai mujna ‘alaih atau

korban.17

Abdul Qadir Audah dalam kitabnya At-Tasyri Al Jina’i Al Islamy menjelaskan

arti kata jinayah : Jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan. Perbuatan yang

diharamkan adalah tidakan yang dilarang dan dicegah oleh syara’ (hukum Islam).

Apabila dilakukan perbuatan tersebut mempunyai konsekuensi membahayakan agama,

jiwa, akal, kehormatan, dan harta benda. Istilah jinayah secara harfiah artinya sama

halnya dengan jarimah. Jarimah berasal dari kata jarama yang sinonimnya kasaba wa

16
Hakim, R. (2000). Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), CV. Pustaka Setia, Bandung., 25.
17
Djazuli, 2000, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), Pustaka Setia, Bandung.,12
13
qatha’a artinya : usaha dan bekerja. Hanya saja pengertian usaha disini khusus untuk

usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia.18

Sehingga pengertian jinayah dapat diartikan merupakan semua perbuatan yang

diharamkan. Perbuatan yang diharamkan adalah tindakan yang dilarang atau dicegah

oleh syara’ (hukum islam). Apabila dilakukan perbuatan tersebut mempunyai

konsekuensi membahayakan agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta benda.

Adapun pengertian jarimah sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir

Audah dalam kitab al-Jina’y al-Islami, menjelaskan kata Jarimah sebagai berikut19:

‫الجريمة هو مخظورات شرعية زجرهللاا عنها بحد او تعزير‬

Artinya : “Jarimah adalah larangan-larangan syara’ yang diancam oleh Allah dengan

hukum hadd atau ta’zir”.

Dalam hal ini, sebagaimana halnya kata jinayah, kata jarimah pun mencakup

perbuatan ataupun tidak berbuat, mengerjakan atau meninggalkan aktif atau pasif. Oleh

karena itu perbuatan jarimah tidak saja dianggap sebagai jarimah kalau seseorang

meninggalkan perbuatan yang menurut peraturan harus dia kerjakan.

Kata jarimah sering digunakan sebagai perbuatan dosa, bentuk, macam atau

sifat dari perbuatan dosa besar tersebut. Misalnya pencurian,pembunuhan, perkosaan

atau perbuatan yang berkaitan dengan politik. Keseluruhan itu dapat disebut dengan

istilah jarimah yang kemudian dirangkaikan dengan satuan atau sifat perbuatan

tersebut. Oleh karena itu, menggunakan istilah jarimah pencurian, jarimah

pembunuhan, jarimah perkosaan dan jarimah politik dan tidak menggunakan istilah

jinayah pencurian, jinayah pembunuhan, jinayah perkosaan dan jinayah politik. Dari

18
Muhammad Abu Zahrah, Al Jarimah wa Al ‘Uqubah fi Al Fiqh Al Islamy, (Kairo: Maktabah Al Angelo Al
Mishriyah., 22
19
Abdul Qadir Audah, 1992, al-Tasyri, al-Jina’y al-Islami, Beirut: Muasasah al-Risalah., 65.
14
uraian tersebut dapat diambil pengertian bahwa kata jarimah identik dengan pengertian

yang disebut dalam hukum positif sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Hal tersebut

maksudnya adalah satuan atau sifat dari suatu pelanggaran hukum. Dalam hukum

positif, contoh-contoh jarimah di atas diistilahkan dengan tindak pidana pencurian,

tindak pidana pembunuhan. Jadi dalam hukum positif jarimah diistilahkan dengan delik

atau tindak pidana. Dalam hukum positif juga dikenal dengan istilah perbuatan pidana,

peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum yang artinya

sama dengan delik.

Penjelasan diatas memberikan gambaran, bahwa jarimah sebagaimana yang

dimaksud dalam hukum pidana islam adalah delik atau tindak pidana. Hal ini apabila

dikaitkan dengan tindak pidana cyber crime, maka cyber crime menjadi bagian dari

obyek yang sama dari jarimah, hanya cyber crime merupakan tindak pidana yang

dilakukan melalui media elektronik dan sejenisnya, sementara jarimah dilakukan dalam

dunia real (dunia nyata) sebagaimana dalam hukum konvensional. Cyber crime tentu

memiliki relevansi dengan jarimah karena dalam sebuah Negara yang menerapkan

hukum islam tentu cyber crime menjadi obyek dari jarimah itu sendiri. Rumusan dalam

cyber crime tidak jauh berbeda dengan jarimah yang membedakan diantara keduanya

terletak pada modus operandinya. Selain itu, hukum pidana juga dapat menggali

melalui tekhnik dan cara yang sudah dirumuskan oleh para ulama fikih, khususnya fikih

jinayah.20

Suatu perbuatan dinamakan jarimah (tindak pidana, peristiwa pidana atau delik

apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau masyarakat

baik jasad (anggota badan atau jiwa), harta benda, keamanan, tata aturan masyarakat,

nama baik, perasaan ataupun hal-hal lain yang harus dipelihara dan dijunjung tinggi

20
Op.cit Suharyadi, Said Sampara & Kamri Ahmad, 768
15
keberadaannya. Cyber crime sampai hari ini terjadi dalam jumlah yang sulit untuk

dihitung, karena lajunya lalu lintas di dunia cyber berdampak terhadap perilaku dari

pengguna layanan internet. Hal ini tentu mengakibatkan jumlah kerugian terhadap harta

benda dan keamanan yang sangat besar.21

Sehingga jelas bahwa yang menjadi tolak ukur suatu perbuatan tersebut

dianggap sebagai suatu jarimah ialah berdasarkan dampak dari perilaku tersebut yang

menyebabkan kerugian kepada pihak lain, baik dalam bentuk material (jasad, nyawa

atau harta benda) maupun non materi atau gangguan non fisik seperti ketenangan,

ketentraman, harga diri, adat istiadat dan sebagainya.

Cyber crime merupakan bentuk kejahatan yang muncul di era modern sekarang

ini. Dengan demikian, perbuatan kejahatan Cyber Crime menurut analisa hukum Islam

(jinayat) dapat dihukum dengan ta’zir. Ta’zîr menurut pengertian bahasa berarti

pencegahan (al-man’u). Adapun menurut istilah ta’zîr merupakan hukuman edukatif

(ta’dîb) dalam arti mengantisipasi dengan cara menakut-nakuti (tankîf). Adapun secara

syar’î, ta’zîr dimaksudkan sebagai sanksi yang dijatuhkan atas dasar kemaksiatan,

karena secara tegas tidak termasuk kejahatan yang termaktub dalam Al Quran dan

Hadis, sebagaimana had, Qisas, atau kafârat.

Hukuman Ta’zîr macamnya dapat berupa sangsi dalam bentuk22 :

(1) hukuman mati;


(2) jilid atau cambuk tidak melebihi 10 kali;
(3) pengasingan, pemboikotan,atau penjara;
(4) salib;
(5) ganti rugi (ghuramah) atau dengan cara penyitaan;
(6) peringatan atau nasihat

21
ibid
22
https://media.neliti.com/media/publications/42565-ID-penegakan-hukum-cyber-crime-ditinjau-dari-hukum-
positif-dan-hukum-islam.pdf
16
(7) pencabutan sebagian hak kekayaan (hurmân);
(8) pencelaan (taubîkh);
(9) pewartaan (tasyhîr).
Bentuk sanksi ta‘zîr hanya terbatas pada bentuk-bentuk tersebut. Khalifah atau

yang mewakilinya yaitu qâdhî (hakim) diberikan hak oleh syariat untuk memilih di

antara bentuk-bentuk sanksi tersebut dan menentukan kadarnya; ia tidak boleh

menjatuhkan sanksi di luar itu. Kasus ta‘zîr secara umum terbagi menjadi23:

(1) pelanggaran terhadap kehormatan;


(2) pelanggaran terhadap kemuliaan;
(3) perbuatan yang merusak akal;
(4) pelanggaran terhadap harta
(5) gangguan keamanan;
(6) subversi;
(7) pelanggaran yang berhubungan dengan agama.

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan

23
Ibid
17
Cyber crime merupakan tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan

teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. Cyber crime yaitu kejahatan yang

memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Cyber crime

didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi

komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.

Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus/cyber law yang mengatur

mengenai cybercrime Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum

dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasuskasus yang

menggunakan komputer sebagai sarana, diantaranya: KUHP, Undang-Undang No 19

Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi atau UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet &

Transaksi Elektronik, Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang.

Sanksi bagi para para pelaku cyber crime menurut syariat islam adalah ta’zir

melalui proses peradilan dengan vonis hakim dengan ancaman hukuman berupa

kurungan penjara, pengasingan, cambuk, sampai pada hukuman mati sesuai dengan

tingkat mudharat yang telah dilakukannya.

B. Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Sebagai manusia biasa kami

menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan

kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan

demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

18
Buku dan Karya Tulis Ilmiah :

Abdul Qadir Audah, 1992, al-Tasyri, al-Jina’y al-Islami, Beirut: Muasasah al-
Risalah.
Djanggih,H.(2018). The Phenomenon Of Cyber Crimes Which Impact Children
As Victims In Indonesia.Yuridika,33(2), 212-231.
Djanggih,H.,& Qamar,N.(2018). Penerapan Teori-Teori Kriminologi dalam
Penanggulangan Kejahatan Siber (Cyber Crime).Pandecta: Jurnal Penelitian Ilmu
Hukum (Research Law Journal),13(1), 10-23
Djazuli, 2000, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), Pustaka Setia, Bandung.
Flora,H.S.(2018). Keadilan Restoratif Sebagai Alternatif Dalam Penyelesaian
Tindak Pidana dan Pengaruhnya Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia.
University Of Bengkulu Law Journal,3(2), 142-158.
Hakim, R. (2000). Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), CV. Pustaka Setia,
Bandung.
Hakim, R. (2000). Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), CV.Pustaka Setia,
Bandung
Muhammad Abu Zahrah, Al Jarimah wa Al ‘Uqubah fi Al Fiqh Al Islamy,
(Kairo: Maktabah Al Angelo Al Mishriyah.
Sari, E. O. (2018), Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Cybercrime Dalam
Perspektif Hukum Pidana. Jurnal Cakrawala Hukum,132), 13-27
Sudarmawan, S., & Marco, R. (2011). Penerapan Network Policy Di
Instansi Pendidikan Untuk Remaja Guna Penerapan InternetSehat.Data Manajemen
dan Teknologi Informasi (DASI),12(1), 35.
Suharyadi, Said Sampara & Kamri Ahmad, Kejahatan Dunia Maya (Cyber
Crime) Dalam Prespektif Hukum Islam Journal of Lex Generalis (JLG)
Vol.1,No.5,Oktober 2021
Zamroni, M. (2009). Perkembangan Teknologi Komunikasi dan
Dampaknya Terhadap Kehidupan Jurnal Dakwah.
Website :
https://media.neliti.com/media/publications/42565-ID-penegakan-hukum-
cyber-crime-ditinjau-dari-hukum-positif-dan-hukum-islam.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai