Anda di halaman 1dari 16

PERUBAHAN SISTEM HUKUM KELUARGA ISLAM AKIBAT

CYBERSPACE
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Cyberspace Dalam Hukum
Keluarga Islam
Disusun Oleh:

Muhammad Yusuf Nasution 2250300002


Muhammad Sarkawi Siagian 225030008

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Ibrahim Siregar, MCL

HUKUM KELUARGA ISLAM

PASCA SARJANA PROGRAM MAGISTER


UNIVERSITAS SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya,
dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini penulis buat untuk melengkapi tugas mata Cyberspace


Dalam Hukum Keluarga Islam. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan Makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak


kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha
Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Hormat Kami

i
DAFTAR ISI

Cover Sampul
Kata Pengantar ........................................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
2. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
BAB II Pembahasan
1. Pengertian Cyberspace ................................................................... 3
2. Contoh Perubahan Hukum Keluarga Islam Akibat Cyberspace .... 4
BAB III Penutup
1. Kesimpulan .................................................................................... 12
2. Saran .............................................................................................. 12
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman menuju era digital yang disebut Revolusi
Industri 4.0 membawa dampak yang sangat pesat bagi kehidupan manusia
itu sendiri. Menghadapi tantangan tersebut, dunia hukum saat ini juga
telah dituntut untuk melakukan perubahan-perubahan yang signifikan
dalam melakukan tindakan hukum. Pembangunan hukum acara tidak bisa
dipisahkan dari perkembangan masyarakat, dimana pada saat ini muncul
berbagai fenomena baru yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi dan
informasi yang ditandai dengan era teknologi informatika di dunia maya
(cyberspace) dengan hadirnya interconnected network (internet) yang
menggunakan komunikasi tanpa kertas (paperless document).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan
transaksi elektronik menyebutkan bahwa teknologi informasi adalah
suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi.
Teknologi informasi dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum,
manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau
netral teknologi. Salah satu tujuan pelaksanaannya untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.
Sebagai salah satu dari beberapa bidang peradila, peradilan mau tidak
mau harus mengikuti perkembangan zaman. Sepanjang sejarahnya,
peradilan selalu bergerak mengikuti perkembangan zaman. Perubahan
tersebut umumnya didukung oleh Peraturan Mahkamah Agung itu
sendiri: Peraturan Mahkamah Agung (PERMA), Keputusan Mahkamah
Agung (KMA), dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Sedangkan
selain Mahkamah Agung badan hukum yang lain juga dipaksa beradaptasi
dengan teknologi seperti Kantor Urusan Agama.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Cyberspace Secara Umum?
2. Apa Saja Perubahan Sistem Hukum Keluarga Islam Akibat Adanya
Cyberspace?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Cyberspace
Dunia maya atau cyberspace merupakan media elektronik dalam
jaringan komputer yang banyak dipakai untuk keperluan komunikasi satu
arah maupun timbal-balik secara online (terhubung langsung). Dunia
maya atau cyberspace ini merupakan integrase dari berbagai peralatan
teknologi komunikasi dan jaringan computer (sensor, tranduser, koneksi,
transmisi, prosesor, signal, kontroler) yang dapat menghubungkan
peralatan komunikasi (computer, telepon genggam, instrumentasi,
elektronik dan lain-lain) yang tersebar diseluruh penjuru dunia secara
interaktif yang termediasi oleh internet. Dalam hal ini bisa dibilang bahwa
dunia maya atau cyberspace merupakan media yang tetap mengandalkan
control penuh dari user atau penggunanya. Di dalam dunia maya sendiri
terdapat bentuk komunikasi yaitu komunikasi antara mechine-mechine,
people-mechine, people-people. Hal ini selaras dengan aspek komunikasi
yang dijelaskan dalam teori CMC (Computer mediated communications),
bahwa computer mampu menjadi media dalam proses komunikasi, Marc
smith mengatakan bahwa jarak tidak mempengaruhi proses komunikasi
dan interaksi,sebab interaksi yang terjadi melalui jaringan computer pada
dasarnya dapat diwakilkan dengan teks. Pesatnya perkembangan
teknologi dan kecanggihan internet saat ini, telah menjadi suatu bagian
penting di kehidupan masyrakat.1
Dengan munculnya internet ini banyak yang berharap akan
munculnya orang-orang cerdas,berani dan kreatif yang mampu
memanfaatkan dunia maya sebagai wadah untuk membangun kesadaran
publik untuk masa depan yang lebih baik. Bagi individu yang sadar diri,
mereka menggangap dunia maya yang disediakan internet jelas bisa
digunakan sebagai medan pertempuran virtual bahkan dapat menjadi
sesuatu yang individu inginkan.

1
Wasisto Raharjo Jati, Cyberspace, Internet, Dan Ruang Publik Baru: Aktivisme
Online Politik Kelas Menengah Indonesia, Jurnal Pemikiran Sosiologi, Volume 3, Nomor
1, Januari 2016, Hlm. 29.

3
Semakin berkembang pesatnya bidang teknologi, semakin
berkembang pula informasi-informasi baru yang bermuncul. Teknologi
internet menyebabkan munculnya media-media sosial yang memudahkan
khalayak dalam berinteraksi. Komunikasi yang biasanya secara tatap
muka kini dapat dilakukan di mana pun dan kapan pun.2
Popularitas dunia Maya dan teknologi merambah ke ranah hukum
khususnya peradilan yang ada di Indonesia. Cyberspace menuntut agar
peradilan harus beradaptasi dengan teknologi yang ada. Maka Mahkamah
Agung sebagai acuan peradilan di Indonesia mengeluarkan beberapa
PERMA, SEMA, KMA dan lainnya sebagai acuan penggunaan teknologi
dalam setiap acara peradilan seperti administrasi online(e court), sidang
elektronik (e litigasi), mediasi elektronik, dan lain sebagainya. Bukan
hanya di sistem peradilan saja cyberspace masuk, akan tetapi
dipernikahan pun cyberspace merambah. Waktu munculnya covid 19
seluruh elemen masyarakat harus dipaksa memasuki digital seperti halnya
dalam kegiatan sehari-hari. Maka kegiatan yang bersifat khusus pun wajib
dilakukan dengan sistem digital seperti contoh pernikahan yang biasanya
dilakukan secara langsung tetapi dengan adanya wabah covid 19
dilakukan secara online maka munculah istilah nikah online.
B. Contoh Perubahan Hukum Keluarga Islam Akibat Cyberspace
1. Administrasi Online (E Court)
Menurut Soepardi mengakatakan “Administrasi adalah
keseluruhan proses kegiatan-kegiatan kerja sama yang dilakukan oleh
sekelompok atau lebih oarang-orang secara bersama-sama dan
simultan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Pengertian
administrasi adalah sebuah bentuk usaha serta aktivitas yang
berhubungan dengan pengaturan kebijakan ada yang mencapai target
atau tujuan organisasi. Jadi bisa diartikan bahwa administrasi punya
peranan krusial dalam semua aktivitas sebuah organisasi. Dari definisi

2
Yasraf Amir Piliang, Masyarakat Informasi Digital: Teknologi Informasi Dan
Perubahan Sosial, Jurnal Sosioteknologi, Edisi 27, Nomor 11, Tahun 2012, Hlm. 146.

4
administrasi tersebut kita dapat mengetahui 2 hal yang penting berikut
ini :
a. Administrasi adalah sebuah seni sekaligus proses. Sebagai
proses, sebagai seni, administrasi membutuhkan sesuatu yang
khusus yang sifatnya kondisional dan stuasional karena selalu
terkait dengan situasi, kondisi, waktu dan tempat.
b. Administrasi muncul secara bersamaan dengan peradaban
manusia dimana administrasi tersebut mencapai tujuan bersama.

E-Court dapat diartikan sebagai aplikasi yang digunakan


untuk memproses, gugatan atau permohonan, pembayaran perkara
secara elektronik, serta melakukan panggilan sidang yang bersifat
elektronik, latar belakang MA menggunakan e-court untuk
mengembangkan kemudahan yang lebih sederhana guna untuk
mengajukan gugatan atau permohonon. Karena selama ini orang
berpekara selalu datang sedangkan wilayah perkara ini sangat jauh
dan luas yang akan memakan waktu dan biaya, untuk pembayaran
digunakan untuk memanggil lawan penggugat, kemudian munculah
aplikasi E Court hasil dari inovasi MA. Dahulu yang hanya bisa
mengakses E Court sendiri adalah seorang advokat (pengacara) yang
wajib mempunyai akun yang terdaftar. selanjutnya di kembangkan
sehingga bisa diakses oleh semua masyarakat yang akan melakukan
pengaduan secara online.3

E Court adalah sebuah instrumen pengadilan sebagai bentuk


pelayanan terhadap masyarakat dalam hal pendaftaran perkara secara
online, pembayaran secara online, mengirim dokumen persidangan
(replik, duplik, kesimpulan, jawaban) dan pemanggilan secara online.
Aplikasi E Court ini diharapkan mampu meningkatkan pelayanan
dalam fungsinya menerima pendaftaran perkara secara online dimana
masyarakat akan menghemat waktu dan biaya saat melakukan

3
Akhmad Sodikin, Efektivitas Penerapan Sistem E-Court Pengadilan Agama
Dalam Perkara Perceraian, Jurnal Mediasas: Media Ilmu Syari'ah Dan Akhwal Al
Syakhsiyah, Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2021, Hlm.139.

5
pendaftaran perkara. E Court merupakan aplikasi yang digunakan
untuk memproses, gugatan atau permohonan dan pembayaran perkara
secara elektronik. E Court ini juga bisa dikatakan sebagai sebuah
instrument pengadilan sebagai bentuk pelayanan kepada masyrakat.

Aplikasi E Court perkara diharapkan mampu meningkatkan


pelayanan dalam fungsinya menerima pendaftaran perkara secara
online dimana masyrakat akan menghemat waktu dan biaya saat
melakukan pendaftaran perkara. Didalam E Court, tahapan yang
dilakukan meliputi pendaftaran secara online dengan cara
mencantumkan email yang digunakan pada saat pemanggilan tanpa
harus mendatangkan surat kerumah, pembayaran secara online,
kemudian pelaksanaan persidangan jika dipersetujui dilakukan online
oleh kedua belah pihak jawaban bisa dilakukan secara online (jawab
menjawab) yang disebut elitigasi, selanjutnya tahap pembuktian di
dilakukan dipersidangan tidak boleh secara online karena bukti
penggugat maupun tergugat harus secara nyata harus diperlihatkan
dan sanksi di sumpah secara langsung.

Sehingga dengan adanya E Court, proses pengaduan pekara


dan persidangan dapat dilakukan secara online tanpa harus datang ke
pengadilan, akan tetapi saat proses pembuktian tidak bisa dilakukan
secara online harus dilakukan secara langsung karena bukti penggugat
maupun tergugat harus diperlihatkan secara nyata. Dalam beberapa
lembaga peradilan E Court sudah menjadi hal yang umum. khususnya
lembaga peradilan islam yang menangani perkara di bidang hukum
keluarga islam dan ekonomi syariah. Sehingga setiap perkara yang
masuk harus melalui E Court yang disediakan oleh setiap lembaga
pengadilan agama.4

2. Mediasi Elektronik

4
Mumtazah Azzahiroh, Implementasi Aplikasi E- Court Dalam Mewujudkan
Pelayanan Publik Yang Baik Di Pengadilan Negeri Kota Malang, Jurnal Teknologi Dan
Komunikasi Pemerintahan, Volume 2, Nomor 2, November 2020, Hlm. 66.

6
Mediasi yaitu suatu proses negosiasi untuk memecahkan
masalah melalui pihak luar yang tidak memihak dan netral yang akan
bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu
mendapatkan solusi dalam menyelesaikan persengketaan tersebut
secara memuaskan bagi kedua belah pihak. Mediasi adalah salah satu
alternatif penyelesaian sengketa para pihak untuk mencapai sebuah
kesepakatan dibantu oleh mediator agar terlaksananya kejujuran,
keterbukaan dan bertukar pendapat antar pihak agar tercapainya
mufakat. Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan: “Mediasi
adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.”
Mediasi dilakukan dengan bantuan mediator yang pada Pasal
1 ayat 2 menyebutkan “Mediator adalah hakim atau pihak lain yang
memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para
pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian.” Di lingkungan Peradilan Agama,
upaya mendamaikan para pihak dipandang sebagai cara yang
menunjukkan adanya rasa adil dalam mengakhiri suatu masalah,
sebab mendamaikan para pihak itu tidak terdapat siapa yang menang
dan siapa yang kalah. Dalam pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa
“Semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan, termasuk
perkara perlawanan atas putusan verstek dan perlawanan pihak
berperkara maupun pihak ketiga terhadap pelaksanaan putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan
penyelesaian melalui mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan
PERMA ini”.5
Peraturan mediasi seperti yang sudah disebutkan di atas
bahwasanya proses mediasi itu tidak dapat di tinggal dalam proses

5
Yusna Zaidah, Mediasi Online Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian Di Era
Pandemi, Jurnal Of Islamic And Law Studies, Volume 5, Nomor 3, Tahun 2021, Hlm.338.

7
berperkara perdata di pengadilan. Pada ketentuan PERMA tersebut
mengatur bahwa setiap sengketa perkara perdata yang masuk di
pengadilan, mewajibkan para pihak untuk mengikuti prosedur
penyelesaian sengketa melalui mediasi.
Mediasi idealnya memang harus dilakukan dengan cara
melakukan pertemuan secara langsung antara mediator dengan para
pihak yang bersengketa. Hal ini agar memudahkan komunikasi, yang
tidak hanya dalam bentuk dialog lisan, namun juga adanya pendekatan
secara pribadi sehingga bahasa tubuh diharapkan mampu membantu
kelancaran upaya mediasi tersebut. Namun pada saat ini dunia sedang
menghadapi pandemi yang biasa disebut dengan Covid-19.
Pandemi ini mempengaruhi berbagai perubahan yang ada pada
masyarakat, segala bentuk aktivitas masyarakat yang dilakukan pada
masa pandemi kini harus dipaksa disesuaikan dengan standar protokol
kesehatan. Termasuk dalam proses berperkara di pengadilan, mediasi
selama ini dilaksanakan secara tatap muka dan dalam satu ruangan
yang tertutup, terpaksa dilakukan secara online. Dengan adanya
perkembangan teknologi, maka pertemuan mediasi secara langsung
tidak diharuskan tatap muka akan tetapi bisa juga dilaksanakan
melalui mediasi komunikasi audio visual.6
Berdasarkan pada PERMA Nomor 1 Tahun 2016 pada Pasal 5
ayat 3 yang menyebutkan bahwasanya “Pertemuan Mediasi dapat
dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang
memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara
langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan”. Pelaksanaan mediasi
online dalam beberapa perkara yang dilakukan oleh hakim mediator
dengan para pihak menggunakan komunikasi audio visual yang
berupa zoom, google meet dan whatsapp.
Banyak kendala yang ditemui dalam proses mediasi online ini
sehingga diperlukan peran mediator dalam melakukan proses mediasi

6
Zil Aidi, Mediasi Elektronik Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di
Pengadilan Negeri Pada Era Pandemi Covid 19, Jurnal Hukum Magnum Opus, Volume 5,
Nomor 1, Februari 2022, Hlm.140.

8
seperti memberikan motivasi kepada para pihak, mampu menciptakan
kreasi dari berbagai pendekatan, dan melakukan inovasi dalam proses
mediasi yakni dengan membimbing para pihak untuk melakukan
negosiasi sampai terdapat kesepakatan yang mengikat para pihak.
Tidak terkecuali bagi perkara yang ditangani oleh lembaga
peradilan islam seperti pengadilan agama boleh menggunakan
mediasi elektronik seperti yang telah dijelaskan diatas. Sehingga
setiap perkara yang membutuhkan perdamaian seperti: sengketa
warisan, sengketa ekonomi syriah, perceraian, dan lain sebagainya.
Khususnya yang berkaitan dengan Hukum Keluarga Islam.
3. Sidang Elektronik (E Litigasi)
Persidangan secara elektronik (e-litigasi) merupakan upaya
pengadilan untuk memberikan kemudahan layanan bagi perangkat
pengadilan dan para pihak yang berperkara di pengadilan melalui
pemanfaatan teknologi informasi. Investasi di bidang teknologi
informasi memberikan kontribusi terhadap kinerja dan produktivitas
suatu organisasi. Penerapan teknologi informasi dapat memberikan
berbagai keuntungan yaitu kecepatan (speed), konsistensi
(consistency), ketepatan (precision), dan keandalan (reliability). Hal
tersebut sejalan dengan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya
ringan.7
Adapun manfaat perisdangan elektronik (e-litigasi), diantaranya:
a. Jadwal dan agenda sidang menjadi lebih pasti,
b. Dokumen jawaban, replik, duplik, kesimpulan dapat dikirim
secara elektronik, sehingga tidak perlu ke pengadilan,
c. Bukti-bukti tertulis dikirim secara elektronik dan dibolehkan
tanda tangan digital,
d. Pemeriksaan saksi dan ahli dapat dilakukan dengan teleconfrence,

7
Riyan Ramdani, Urgensi Persidangan Secara Elektronik( E Litigasi ) Dalam
Perspektif Hukum Acara Peradilan Agama Di Era Digitalisasi, Jurnal Al Akhwal Al
Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga Dan Peradilan Islam, Volume 2, Nomor 2, September
2021, Hlm. 222.

9
e. Pembacaan putusan secara elektronik tanpa harus di hadiri
langsung oleh pihak,
f. Salinan putusan dikirim secara elektronik dan memiliki kekuatan
hukum yang sama dengan fisiknya.

Dapat disimpulkan bahwa persidangan elektronik (e-litigasi)


di pengadilan agama dapat menjawab tantangan pada era digital 4.0
dengan memanfaatkan teknologi informasi berupa inovasi waktu
sidang yang lebih pasti, pemberian dokumen hukum elektronik
kepada majelis hakim, pemeriksaan saksi dengan audio visual, pihak
tidak perlu datang ke pengadilan, dan panggilan melalui media
elektronik (e-summons), hemat, waktu, biaya dan energi sehingga bisa
mencipatkan peradilan yang efektif dan efisien yang berdampak
positif untuk memberikan kemudahan bagi perangkat pengadilan
maupun bagi para pihak yang berperkara di pengadilan. Selanjutnya
PERMA No. 1 Tahun 2019 yang mengatur mengenai persidangan
elektronik telah menyederhanakan proses acara persidangan, dan
tidak ditemukan adanya pertentangan hukum antara PERMA No.1
Tahun 2019 dengan ketentuan hukum acara yang berlaku di peradilan
agama yang menangani perkara hukum keluarga islam dan sengketa
ekonomi syariah.8

4. Pernikahan Via Internet


Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan, pada pasal 2 ayat disebutkan bahwa tiap-
tiap perkawinan yang dilangsungkan maka harus dicatat sesuai
dengan perundangan-undangan yang berlaku. Peraturan yang lain
yang mengatur tentang perkawinan di Indonesia menetapkan bahwa
pelaksanaan pencatatan dilakukan melalui pegawai pencatat nikah,
oleh karena itu menurut hemat penulis bahwa selaku warga negara
indonesia yang baik haruslah mengikuti atau menaati aturan–aturang

8
Fatin Hamamah, E- Litigasi Dalam Mewujudkan Asas Peradilan Sederhana,
Cepat, Biaya Ringan, Jurnal Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam, Volume 7, Nomor 2,
Desember 2022, Hlm. 243.

10
yang berlaku.
Berkaitan dengan pelaksanaan akad nikah melalui Via Internet
yang berkembang di era modern ini dipastikan tidak terlepas (wajib)
dari aturan-aturan berlaku sebagaimana yang dijelaskan di atas, arti
wajib disini adalah menjadi syarat untuk dapat dilangsungkan akad
nikah tersebut. Maka dari itu sebelum akad nikah dilangsungkan
dipastikan bahwa semua data yang berkaitan dengan proses akad
nikah haruslah dicatat oleh pegawai pencatat nikah di tempat dimana
dilangsungkannya akad nikah atau dimana domisili si calon istri.
Data bagi calon istri, wali dan dua orang saksi yang akan
menyaksikan di tempat dilaksanakannya akad nikah (Ijab dan Qabul)
jika ijab itu dilaksanakan di Indonesia, hendaknya sudah dicatat
sebagai mana yang pada peraturan tersebut. Adapun data yang
berkaitan dengan pihak calon pengantin laki-laki yang berdomisili di
luar negeri yaitu, data calon laki-laki dan dua orang saksi dipastikan
udah dicatat oleh pencatat perkawinan dengan melalui atau
memindahkan peraturan yang lain berkaitan dengan prisedur dan
status warga negara yang berbeda di luar negeri.
Ringkasnya adalah semua peraturan pemerintah yang dapat
terkait dengan pelaksanaan akad nikah Via Internet yang melibatkan
pihak-pihak yang berdomisili pada negara yang berlainan wajib
ditaati.9

9
Miftah Farid, Nikah Online Dalam Perspektif Hukum, Jurnal Jurisprudentie,
Volume 5, Nomor 1, Juni 2018, Hlm. 180.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Cyberspace adalah media elektronik dalam jaringan komputer yang
banyak dipakai untuk keperluan komunikasi satu arah maupun timbal-
balik secara online (terhubung langsung). Dan dapat disimpulkan
cyberspace merupakan bagian dari teknologi.
2. Perubahan hukum keluarga islam akibat adanya cyberspace sebagai
berikut: Administrasi Online (E Court), Mediasi Elektronik, Sidang
Elektronik (E Litigasi), Pernikahan Via Internet.
B. Saran
1. Mahasiswa dapat diharapkan untuk menambah khazanah bacaan
selain dari yang di makalah ini.
2. Mahasiswa diharapkan memahami cyberspace dalam lingkup
peradilan islam dan hukum keluarga islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sodikin, Efektivitas Penerapan Sistem E-Court Pengadilan Agama


Dalam Perkara Perceraian, Jurnal Mediasas: Media Ilmu Syari'ah Dan
Akhwal Al Syakhsiyah, Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2021.

Fatin Hamamah, E- Litigasi Dalam Mewujudkan Asas Peradilan Sederhana,


Cepat, Biaya Ringan, Jurnal Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam,
Volume 7, Nomor 2, Desember 2022.

Miftah Farid, Nikah Online Dalam Perspektif Hukum, Jurnal Jurisprudentie,


Volume 5, Nomor 1, Juni 2018.

Mumtazah Azzahiroh, Implementasi Aplikasi E- Court Dalam Mewujudkan


Pelayanan Publik Yang Baik Di Pengadilan Negeri Kota Malang, Jurnal
Teknologi Dan Komunikasi Pemerintahan, Volume 2, Nomor 2,
November 2020.

Riyan Ramdani, Urgensi Persidangan Secara Elektronik( E Litigasi ) Dalam


Perspektif Hukum Acara Peradilan Agama Di Era Digitalisasi, Jurnal Al
Akhwal Al Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga Dan Peradilan Islam,
Volume 2, Nomor 2, September 2021.

Wasisto Raharjo Jati, Cyberspace, Internet, Dan Ruang Publik Baru:


Aktivisme Online Politik Kelas Menengah Indonesia, Jurnal Pemikiran
Sosiologi, Volume 3, Nomor 1, Januari 2016.

Yusna Zaidah, Mediasi Online Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian Di


Era Pandemi, Jurnal Of Islamic And Law Studies, Volume 5, Nomor 3,
Tahun 2021.

Yasraf Amir Piliang, Masyarakat Informasi Digital: Teknologi Informasi Dan


Perubahan Sosial, Jurnal Sosioteknologi, Volume 27, Nomor 11, Tahun
2012.

Zil Aidi, Mediasi Elektronik Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa


Perdata Di Pengadilan Negeri Pada Era Pandemi Covid 19, Jurnal Hukum
Magnum Opus, Volume 5, Nomor 1, Februari 2022.

13

Anda mungkin juga menyukai