Anda di halaman 1dari 19

CYBERCRIME fKEJAHATAN MAYANTARA)

DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH HUKUM


TELEMATIKA

DOSEN PENGAMPU
Irvan Syahputra

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5 :

 Bagas Dwi Prayoga (20111028)


 Chamami (20111045)
 Indah Purnama Sari (20111047)
 Meilina Ayu Lestari (20111038)
 Monica Elsintya (20111050)
 Rafli Wira Hardi (20111904)
 Rakha Adli (22113054)
 Rizky Putra Zulfina (22113057)

UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN

FAKULTAS HUKUM

2022/2023

i
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatu


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT berkat segala rahmat, karunia serta
taufik dan hidayah-Nya, kami telah mampu menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul CYBERCRIME yang disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah
HUKUM TELEMATIKA. Dengan dosen pengampu kami, Bapak Dian Irvan Sahputra
sebagai syarat untuk mendapatkan nilai di mata kuliah ini.
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, Oleh karena itu,
kami mengucapkan banyak terima kasih ke seluruh pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu
persatu semua yang telah membantu termasuk Kelompok ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai kata
sempurna sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dari
berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini, Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya,
sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini. Amin.

Medan, 9 Desember 2022

Penyusun
Indah Purnama Sari

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………….…………………………….. I


KATA PENGANTAR……………………………………………………………………... ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………… 1
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN HAK PATEN …………………………..………………………………. 4
2.2 ISTILAH-ISTILAH DALAM HAK PATEN ……………………………………… …….. 4
2.3 DASAR HUKUM HAK PATEN ………………………………………………………. 5
2.4 JENIS-JENIS PATEN DAN CONTOHNYA ……………………………………….. ….. 5
2.4.1 Paten fbiasa) ……………………………………………………………...….. 5
2.4.2 Paten sederhana …………………………………………………………..
……6
2.4.3 Perbedaan Paten dengan Paten Sederhana …………………………..……… 6
2.5 SYARAT SYARAT INVENSI YANG DAPAT DIPATENKAN …………………………… 6
2.6 INVENSI YANG TIDAK DAPAT DIPATENKAN ………………………………………. 7
2.7 PERMOHONAN PATEN ………………………………………………………………...7
2.8 PENGALIHAN HAK PATEN ………………………………………………………...... 10
2.9 PENYELESAIAN SENGKETA PATEN ……………………………………………… 11
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN …………………………………………………………………………. 13
3.2 SARAN………………………………………………………………………………….. 14
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Globalisasi dan segala perkembangannya menawarkan janji-janji yang sangat menarik
manusia. Hal ini dikarenakan globalisasi yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang amat membantu manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan sarana
prasarana, piranti-piranti dan alat-alat yang mempermudah manusia dalam berbagai
aktifitasnya. Pada intinya ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan sesuatu yang
memiliki nilai guna kepada manusia.
Perkembangan globalisasi dan era teknologi saat ini membuat segala sesuatunya yang
dahulu amat sulit dilakukan menjadi mudah dan serba otomatis. Globalisasi dalam bidang
teknologi telekomunikasi telah mempersempit wilayah dunia dan memperpendek jarak
komunikasi. Sebagai contoh bahwa media elektronika komputer dengan jejaring internet
membuat komunikasi menjadi tanpa batas dan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun.
Kemajuan teknologi yang merupakan hasil budaya manusia disamping membawa dampak
positif, dalam arti dapat didayagunakan untuk kepentingan umat manusia juga membawa
dampak negatif terhadap perkembangan manusia dan peradabannya. Dampak negatif yang
dimaksud adalah yang berkaitan dengan dunia kejahatan. J.E Sahetapy menyatakan bahwa
kejahatan erat kaitannya dan bahkan menjadi sebagian dari hasil budaya itu sendiri. Ini berarti
semakin tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin modern pula
kejahatan itu dalam bentuk, sifat dan cara pelaksanaannya1.
Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan
pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil
kemungkinan melakukan kesalahan, mengakibatkan masyarakat semakin mengalami
ketergantungan kepada komputer. Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan
yang ditimbulkan oleh peralatan komputer yang akan mengakibatkan kerugian besar bagi
pemakai fuser) atau pihak-pihak yang berkepentingan. Kesalahan yang disengaja mengarah
kepada penyalahgunaan computer2.
Seiring dengan perkembangan teknologi internet, kebutuhan akan teknologi jaringan
komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui internet pula
kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan tercepat pertumbuhannya serta
menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa
diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet, apapun dapat dilakukan. Segi positif dunia
maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia sebagai segala bentuk
kreatifitas manusia.3
Perkembangan internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-
hal yang postif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek sampingannya antara lain adalah
kejahatan di dunia cybercrime. Hilangnya batas ruang dan waktu di internet mengubah

1
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005, Kejahatan Mayantara fcyber crime), Refika
Aditama, Bandung, hal 26.
2
A. Rahmah dan Amiruddin Pabbu, Kapita Selekta Hukum Pidana, Mitra Wacana Media,
Jakarta, 2015, hlm. 1
3
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Rajagrafindo Perkasa, Jakarta, 2005, hlm. 31

1
banyak hal. fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak
berbedadengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal
batas teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban
kejahatan. bisa dipastikan dengan sifat global internet semua negara yang melakukan
kegiatan internet hampir pasti akan terkena imbas perkembangan cybercrime ini.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa pengertian hak paten ?
 Apa saja istilah-istilah dalam hak paten ?
 Apa yang menjadi dasar hukum hak paten ?
 Apa saja jenis-jenis paten dan contohnya ?
 Bagaimana syarat-syarat invensi agar dapat dipatenkan ?
 Apa saja bentuk-bentuk invensi yang tidak dapat dipatenkan ?
 Bagaimana prosedur permohonan paten ?
 Bagaimana pengalihan hak paten ?
 Bagaimana penyelesaian sengketa paten ?

1.3 Tujuan Penulisan


 Untuk mengetahui pengertian hak paten.
 Untuk mengetahui istilah-istilah apa saja di dalam hak paten.
 Untuk memahami dasar hukum apa yang menjadi dasar paten.
 Untuk mengetahui jenis-jenis apa saja yang ada pada paten.
 Untuk mengetahui contoh-contoh apa saja dari masing-masing jenis paten.
 Untuk mengetahui syarat-syarat invensi yang dapat dipatenkan.
 Untuk memahami bentuk-bentuk invensi yang tidak dapat dipatenkan.
 Untuk mengetahui prodesur permohonan paten.
 Untuk mengetahui bagaimana terjadinya pengalihan hak paten..
 Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian sengketa hak paten.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN CYBERCRIME


Salah satu bentuk kejahatan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan kemajuan
teknologi informasi atau telekomunikasi adalah kejahatan yang berkaitan dengan aplikasi
internet. Kejahatan ini dalam istilah asing disebut Cybercrime. Barda Nawawi Arief
menggunakan istilah tindak pidana mayantara untuk menunjuk jenis kejahatan ini atau
identik dengan “tindak pidana siber” fcyberspace)4.
Cyber crime adalah sebuah bentuk kriminal yang mana menggunakan internet dan
komputer sebagai alat atau cara untuk melakukan tindakan kriminal. Masalah yang berkaitan
dengan kejahatan jenis ini misalnya hacking, pelanggaran hak cipta, pornografi anak,
eksploitasi anak, carding dan masih banyak kejahatan melalui media internet. Juga termasuk
pelanggaran terhadap privasi ketika informasi rahasia hilang atau dicuri, dan lainnya.
Dalam definisi lain, kejahatan dunia maya adalah istilah yang mengacu kepada
aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau
tempat terjadinya kejahatan. Kejahatan cyber merupakan kejahatan yang dilakukan secara
virtual melalui internet onlin5e. cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana> alat atau komputer
sebagai objek baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak dengan merugikan pihak
lain.
Cyber crime adalah sebuah perbuatan yang tecela dan melanggar kepatutan di dalam
kehidupan mayarakat serta melanggar hukum, sekalipun sampai sekarang sukar untuk
menemukan norma hukum yang secara khusus mengatur cyber crime. Oleh karena itu peran
masyarakat dalam upaya menegakan hukum terhadap cyber crime adalah penting untuk
menentukan sifat dapat dicela dan melanggar kepatutan masyarakat dari suatu perbuatan
cyber crime5
Namun, dalam berbagai bacaan, istilah cybercrime juga dipadankan dengan
‘’kejahatan siber, kejahatan dunia maya, atau kejahatan mayantara’’. Kegiatan siber
meskipun bersifat virtual tetapi dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang
nyata. Secara yuridis, untuk ruang siber sudah tidak ada pada tempatnya lagi untuk
mengategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi konvensional agar dapat dijadikan
objek dan perbuatan, sebab jika car aini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-
hal yang lolos dari jerat hukum.6
Kegiatan siber adalah kegiatan virtual tetapi berdampak sangat nyata meskipun alat
buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula
sebagai telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Terdapat tiga pendekatan untuk
mempertahankan keamanan di ruang siber :
1) Pendekatan teknologi
4
Barda Nawawi Arief, 2010, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 253.
5
Dikdik M. Arief Mansur, dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, fBandung Pt.
Grafika Aditama 2005), h. 89
6
Sugeng, 2022, Hukum Telematika Indonesia, Prenadamedia Group, Jakarta, hal 100.

3
2) Pendekatan social-budaya
3) Pendekatan hukum
Untuk mengatasi gangguan keamanan pendekatan teknologi memang mutlak
dilakukan, mengingat tanpa pendekatan teknologi memang mutlak dilakukan, mengingat
tanpa pendekatan teknologi suatu jaringan akan sangat mudah disusupi, diintersepsi, atau
diakses secara illegal dan tanpa hak7.
Dalam tulisannya Andi Hamzah f1989) berkata bahwa, “Aspek-aspek Pidana di
Bidang komputer”, mengartikan kejahatan komputer sebagai: ”Kejahatan di bidang komputer
secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”. Definisi tersebut
identik dengan yang diberikan Organization of European Community Development, yang
mendefinisikan computer crime sebagai: “any illegal, unehtical or unauthorized behavior
relating to the automatic processing and/or the transmission of data”.
Menurut kepolisian Inggris, Cyber Crime adalah segala macam penggunaan jaringan
komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan
menyalahgunakan kemudahan teknologi digital. Kejahatan dunia maya merupakan istilah
yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi
alat, sasaran, atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya,
antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu
kredit/carding,confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dan sebagainya. Namun
istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional di mana komputer digunakan
untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi8.
Dari beberapa definisi di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa cybercrime dapat
didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
internet sebagai media utama yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan
telekomunikasi. Dalam kasus ini tentunya kita akan sulit melacak untuk menemukan siapa
orang yang melakukan kejahatan tersebut, tetapi bukan tidak mungkin pelakunya dapat
ditemukan

7
Ahmad M.Ramli, Cyber Law dan Haki dalam Sistim Hukum Indonesia, fBandung:Refika Aditama, 2004). hal 2-4
8
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqih Jinayah, Jakarta: Amzah 2013, h. 185

4
2.2 SEJARAH MUNCULNYA CYBER CRIME
Sejarah Cyber Crime muncul pada penyerangan di dunia Cyber pada tahun 1988 yang
lebih dikenal dengan istilah Cyber Attack.Pada saat itu ada seorang mahasiswa yang berhasil
menciptakan sebuah worm atau virus yang menyerang program computer dan mematikan
sekitar 10i dari seluruh jumlah komputer di dunia yang terhubung ke internet Pada tahun
1994 seorang anak sekolah musik yang berusia 16 tahun yang bernama Richard Pryce, atau
yang lebih dikenal sebagai “the hacker” alias “Datastream Cowboy”faliran data cowboy),
ditahan lantaran masuk secara ilegal ke dalam ratusan sistem komputer rahasia termasuk
pusat data dari Griffits AirForce, NASA fNational Aeronautics and Space Administration)
dan Korean Atomic Research Institute atau badan penelitian atom Korea Dalam interogasinya
dengan FBI, ia mengaku belajar hacking dan cracking dari seseorang yang dikenalnya lewat
internet dan menjadikannya seorang mentor, yang memiliki julukan “Kuji”. Hebatnya, hingga
saat ini sang mentor pun tidak pernah diketahui keberadaannya.Hingga akhirnya, pada bulan
Februari 1995,
giliran Kevin Mitnick diganjar hukuman penjara untukyang kedua kalinya. Dia dituntut
dengan tuduhan telah mencuri sekitar 20.000 nomor kartu kredit. Bahkan, ketika ia bebas, ia
menceritakan kondisinya di penjara yang tidak boleh menyentuh komputer atau telepon.

2.3 DASAR HUKUM CYBERCRIME


Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi Elektronik
fITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008,
atas perubahan UU No. 16 tahun 2016. walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah
PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah
undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak
bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi
informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.
a. Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Ancaman pidana pasal 45f1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 fenam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 fsatu miliar rupiah). Diatur pula dalam KUHP
pasal 282 mengenaikejahatan terhadap kesusilaan.
b. Pasal 28 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik.
c. Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasaan atau
menakut-nakuti yang dutujukkan secara pribadi fCyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45
f3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana
denganpidana penjara paling lama 12 fdua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,00 fdua miliar rupiah).
d. Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan

5
melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman fcracking, hacking,
illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure
sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
fdelapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 fdelapan ratus juta rupiah).
e. Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya system elektronik dan/atau
mengakibatkan system elektronik menjadi tidak bekerja sebagaiman mestinya.
f. Pasal 34 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,
menyediakan atau memiliki.
g. Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik fPhising = penipuan situs).
2. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
a. Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding.
b. Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.
c. Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang
dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan
sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
d. Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama
baik dengan menggunakan media Internet.
e. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi.yang dilakukan
secaraonline di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia
f. Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi.
g. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi
seseorang.
h. Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem
milik orang lain.
3. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut Pasal 1 angka f8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program
komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema
ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan
komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus
atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-
intruksi tersebut.
4. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Menurut Pasal 1 angka f1)
Undang – Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran,
pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya.
5. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Undang-Undang No. 8
Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha

6
untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya falat penyimpan informasi yang
bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen
yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only Memory fCD –
ROM), danWrite – Once -Read – Many fWORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-
Undang tersebutsebagai alat bukti yang sah.
6. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jenis tindak pidana yang termasuk dalam
pencucian uang fPasal 2 Ayat f1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang
menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh
tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan.
7. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
TerorismeUndang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal
27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence
atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. karena saat
ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya
dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau
menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap
Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering
digunakan adalah e-mail dan chat roomselain mencari informasi dengan menggunakan search
engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.

2.4 BENTUK-BENTUK CYBERCRIME


Cyber crime merupakan suatu bentuk kejahatan yang relatife baru apabila
dibandingkan dengan bentuk-bentuk kejahatan lainnya yang bersifat konvensional fstreet
crime). Kejahatan dalam dunia maya fCyber Crime) secara sederhana dapat diartikan sebagai
jenis kejahatan yang dilakukan dengan mempengaruhi media internet sebagai alat bentuknya.
Semakin berkembangnya teknologi dapat dilakukan berbagai macam tindak kejahatan, karena
disebabkan oleh berbagai faktor sebagaimana dijelaskan di atas. Adapun macam-macam
kejahatan berteknologi dari laporan pihak korban maupun hasil dari identifikasi pakar hukum
disesuaikan dan diklasifikasikan dengan undang-undang yang berlaku.9
Bahkan beberapa sarjana berpendapat, baik kejahatan computer, kejahat siber,
maupun kejahatan telematika adalah jenis kejahatan yang sama dengan penamaan yang
berbeda10. Berdasarkan bentuk aktivitas yang dilakukannya, cyber crime dapat digolongkan
menjadi beberapa bentuk sebagai berikut:
1. Unauthorized Acces
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup
kedalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa
sepengatahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan
port merupakan contoh kejahatan ini.
9
Dikdik M. Arief Mansur, dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi,.. h. 26
10
Maskun, Kejahatan Siber, Cyber Crime, Suatu Pengantar, fJakarta: Kencana PrenadaMedia Group, 2013), hal.
46

7
2. Illegal Contens
Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukan data atau informasi ke
internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap dapat
melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum, contoh nya adalah :
a) penyebar pornografi. Contohnya pemuatan suatu berita bohong atau fitnah
yang akan menghancurkan martabat atau harga dir ipihak lain.
b) pemuatan hal-hal yang berhubungan dengan pornografi.
c) pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia Negara, agitasi, dan
propaganda untuk melawan pemerintah yang sah, dan sebagainya.
3. Penyebar virus secara sengaja
Penyeber virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali
orang yang emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian
dikirim ketempat lain memalui emailnya.
4. Data forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data ke dokumen-dokumen
penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi
atau lembaga yang memiliki situs berbasis web data base.
5. Cyberterorism
Suatu tindakan cyber crime termasuk cyber terrorism, jika mengancam pemerintah
atau warga Negara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.11
6. Political hacker
Aktivitas politik yang kadang-kadang dengan hacktivis merupakan situs web dalam
usaha menempelkan pesan atau mendiskreditkan lawannya. Tahun 1998 hacker ini
dapat mengubah ratusan situs web untuk menyampaikan pesan dan kampanye tentang
anti nuklir.
7. Perjudian fgambling)
Bentuk judi kasino virtual saat ini telah banyak beroperasi di internet. Kegiatan ini
biasanya akan terhindar dari hukum positif yang berlaku dikebanyakan Negara. Selain
itu, hal ini dapat memberikan peluang bagi penjahat terorganisasi untuk melakukan
praktik pencurian uang fmoney laundry) dimana mana.12
8. Cyber espionage
Cyber espionage yaitu kejahatan yang memanfaatkan kejahatan interne untuk
melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan
computer fcomputer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya
ditujukkan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya
tersimpan didalam suatu sistem komputerisasi.
9. Infringements of Privacy Infringements of Privacy
yaitu kejahtan yang ditujukkan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal
yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahtan ini biasanya ditujukkan terhadap
keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang
tersimpan secara komputerisasi, yang apabila diketahui oleh orang lain, maka dapat
merugikan orang secara material maupun immaterial, seperti nomor kartu kredit,

11
Aep S. Hamidin, Tips dan Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola Resiko Kartu Kredit… h.
83-86
12
Soemarno Partodihadjo, Tanya Jawab Seputar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronoik. fJakarta: Gramedia Pustaka Utama Kompas, 2008), h. 150-152

8
nomor pin ATM, keterangan tentang catatan atau penyakit tersembunyi dan
sebagainya.
10. Offence against intellectual property
Offence against intellectual property yaitu kekayaan yang ditujukkan terhadap hak
kekayaan intelektual yang dimiliki seseorang di internet. Sebagai contoh adalah
peniruan tampilan web page suatu situs milik orang lain secara illegal, penyiaran
suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan
sebagainya.13
Cyber crime merupakan sebuah tindak pidana dengan cara mengakses berbagai
jaringan internet dan bentuk dari kejahatan di dunia maya, cyber crime juga memilki berbagai
bentuk-bentuk sebagai ciri klarifikasi kejahatan didunia maya. Dari bentuk-betuk criber crime
ada 10 bentuk kejatan dunia maya salah satunya: Unauthorized Acces, Illegal Contens, dan
lain sebagaiannya seperti yang tertera di atas.
2.5 JENIS KEJAHATAN CYBER DI INDONESIA
. Ada beberapa contoh fakta kasus cyber crime yang sering terjadi di Indonesia
diantaranya adalah :
1. Pencurian Account User internet
merupakan salah satu dari kategori identity Theft and fraud (pencurian identitas dan
penipuan) hal ini dapat terjadi karena pemilik user kurang sigap terhadap keamanan di
dunia maya, dengan membuat user dan password yangidentik atau gampang ditebak
memudahkan para pelaku kejahatan dunia maya ini melakukan aksinya.
2. Deface (membajak situs web)
metode kejahatan deface adalah mengubah tampilan sesuai keinginan pelaku
kejahatan. bisa menampilkan tulisan-tulisan provokative atau gambar-gambar lucu.
merupakan salah satu jenis kejahatan dunia maya yang paling favorit karena hasil
kejahatan dapat dilihat secara langsung oleh masyarakat.
3. Probing dan Port Scanning
Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk keserver yang ditargetkan
adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan ‘’port
scanning” atau ‘’probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia diserver
target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target
menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya.
Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah
anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar
terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya.
4. Girus dan Trojan.
Girus komputer merupakan program komputer yang dapatmenggandakan atau
menyalin dirinya sendiri dan menyebar dengan cara menyisipkansalinan dirinya ke
dalam program atau dokumen lain. Trojan adalah sebuah bentuk perangkat lunak yang
mencurigakan (malicious software) yang dapat merusak sebuah sistem atau jaringan.
Tujuan dari Trojan adalah memperoleh informasi dari target (password, kebiasaan
user yang tercatat dalam system log, data dan lain-lain). Dan mengendalikan target
(memperoleh hak akses pada target).
5. denial of Service (doS attack)
13
Maskun, Kejahatan Siber Cyber Crime, Jakarta: Kencana 2013, h. 53-54.

9
adalah jenis serangan terhadap sebuah komputer atau server di dalam jaringan internet
dengan cara menghabiskan sumber (resource) yang dimiliki oleh komputer tersebut
sampai komputer tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar sehingga
secara tidak langsung mencegah pengguna lain untuk memperoleh akses layanan dari
komputer yang diserang tersebut.
6. Carding
adalah aktifitas pembelian barang di internet menggunakan kartu kredit bajakan.
Kartu kredit tersebut diperoleh dengan cara meminta dari carder lain (dengan catatan
harus tergabung dalam komunitas carder pada server IRC tertentu). ataupun dengan
menggunakan kemampuan social engineering yang dimiliki oleh carder.

2.6 FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA CYBERCRIME

Kejahatan dunia maya (cyber crime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas
kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi perantara, sasaran atau tempat
terjadinya kejahatan. Seperti kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara
online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas,
pornografi anak, dan lain-lain. Adapun yang menjadi penyebab terjadinya cyber crime antara
lain :

1. Akses internet yang tidak terbatas.


2. Kelalaian pengguna komputer. Hal ini merupakan salah satu penyebab utama
kejahatan komputer.
3. Mudah dilakukan dengan alasan keamanan yang kecil dan tidak diperlukan peralatan
yang super modern. Walaupun kejahatan komputer mudah untuk dilakukan tetapi
akan sulit untuk melacaknya, sehingga ini mendorong para pelaku kejahatan untuk
terus melakukan hal ini.
4. Para pelaku merupakan orang yang pada umumnya cerdas,mempunyai rasa ingin tahu
yang besar dan fanatik akan teknologi komputer. Pengetahuan pelaku kejahatan
komputer tentang cara kerja sebuah komputer jauh diatas operator computer.
5. Sistem keamanan jaringan yang lemah.
6. Kurangnya perhatian masyarakat. Masyarakat dan penegak hukum saat ini masih
memberi perhatian sangat besar terhadap kejahatan konvensional. Pada kenyataanya
pelaku kejahatan komputer masih terus melakukan aksi kejahatannya.

Bahwasaya aktivitas internrt walaupun dianggap sebagai suatu aktivitas maya, dalam
pengaturannya tidak dapat dilepaskan dari manusia dalam mengoprasikannya. Manusia dalam
alam nyatalah yang bertanggung jawab atas akibat dari perbuatannya. Dengan demikian
aktivitas dalam Cyber Space tidak dapat dipisahkan dari alam nyata. Regulasi yang berkaitan
dengan internet tidak lepas dari aktivitas manusia pada dunia maya14. Cyber Crime
merupakan kegiatan kriminal yang memang sudah direncanakan sebelumnya namun, ada
beberapa faktor pendorong terjadinya tindak kejatan tersebut salah satunya ialah akses
internet yang tidak terbatas. Akses internet yang tidak terbatas ini menimbukan tidak terbatas
dalam mengakses berbagai macam situs, dari sinilah kejatan didunia ini mulai terjadi karena
tidak ada batasan dalam mengases berbagai jaringan.

14
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantra (Cyber Crime),… h.113

10
2.7 FAKTOR PENDORONG PERTUMBUHAN LAJU CYBERCRIME
Kejahatan mayantara tidak terlepas dari yang Namanya alat dan sarana. Apabila alat
dan sarana tidak dipergunakan sebagaimana fungsinya, hal tersebut bisa mendorong
perkembangan dan berjamurnya kejahatan cyber yang tanpa batas ini. Beberapa faktor
pendorong laju pertumbuhan cyber crime yaitu:
1. Kesadaran hukum masyarakat
Proses penggunaan hukum pada dasarnya adalah upaya mewujudkan keadilan dan
ketertiban di dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui sistem peradilan pidana dan sistem
pemidanaan. Pada dasarnya hak-hak warga Negara yang terganggu akibat perbuatan melawan
hukum seseorang akan diseimbangkan kembali. Mengenai kendala proses penataan terhadap
hukum, jika masayarakat di Indonesia memiliki pemahaman yang benar akan tindak pidana
cyber crime baik secara langsung mapun tidak langsung masayarakatakan membentuk suatu
pola penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena akan ketentuan akan ancaman
pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime atau pola penataan itu tumbuh
atas kesadaran mereka sediri sebagai masyarakat hukum.
Faktor keamanan Rasa aman tentunya akan dirasakan oleh pelaku kejahtan (cyber
crime) pada saat sedang menjalakan “aksinya”. Hal ini tidak lain karena Internet lazim
dipergunakan di tempat-tempat yang relative tutup, seperti di rumah, kamar, tempat kerja,
perpustakan bahkan di warung internet (warnet). Begitu pula, ketika perlu sedang beraksi di
tempat terbuka, tidak mudah orang lain mengetahui “aksinya”. Karena di warnet tidak
mempunyai penyekat ruangan, sangat suli bagi orang awam untuk menegtahui bahwa
seseorang sedang melakukan tindak pidana. Disamping itu, apabila pelaku telah melakukan
tindak pidana, maka dengan mudah pelaku dapat menghapus semua jejak kejahatan yang
telah di lakukan mengingat internet menyediakan fasilitas untuk meghapus data/fail yang ada.
Akibatnya saat pelaku tertangkap sukar bagi aparat penegak hukum untuk menemukan bukti-
bukti kejahatan.
2. Faktor penegakan hukum
Faktor penegak hukum sering menjadi penyebab maraknya kejahatan siber (cyber
crime). Karena masih sedikit aparat penegak hukum yang memahami sebeluk beluk teknologi
(internet), sehingga pada saat pelaku tindak kejahatan pidana ditangkap, aparat penegak
hukum mengalami kesulitan alat bukti yang dapat dipakai untuk menjerat pelaku, terlebih
dahulu apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem pengoprasian yang sangat rumit.
3. Faktor Alat dan Sistrm Keamanan Jaringan Komputer yang lemah
Serangan terhadap keamanan sistem informasi (security attack) dewasa ini seringkali
terjadi. Kejahatan computer (cyber crime)pada dunia maya seringkali dilakukan oleh
sekelompok orang yang ingin menembus suatu keamanan sebuah sistem. Aktivitas ini
bertujuan untuk mencari, mendapatkan, mengubah, dan bahkan menghapus informasi yang
ada pada sistem tersebut jika memang benar-benar dibutuhkan. pemerintah tengah berjuang
keras untuk memperkuat sistem keamanan informasi dalam negeri. dengan kecanggihan
teknologi yang kian berkembang pesat maka bukan tak mungkin semua sektor menjadi
terancam.
2.8 PERMASALAHAN DAN HAMBATAN PENANGANAN CYBERCRIME

11
Perangkat hukum yg tentunya belum memadai para penyidik membuat rentannya
penanganan dalam kasus-kasus kejahatan cyber di Indonesia. Adapaun hambatan-hambatan
yg membuat penanganan tersebut menjadi sulit, yaitu :
1. Kemampuan penyidik
Secara umum penyidik Polri masih sangat minim dalam penguasaan operasional
komputer dan pemahaman terhadap hacking komputer serta kemampuan melakukan
penyidikan terhadap kasus-kasus itu. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh
(determinan) adalah: Kurangnya pengetahuan tentang komputerdan pengetahuan teknis
dan pengalaman para penyidik dalam menangani kasus-kasus cybercrime masih terbatas.
Tidak ada satu orang pun yang pernah mendapat pendidikan khusus untuk melakukan
penyidikan terhadap kasus cybercrime. Dalam hal menangani kasus cybercrime
diperlukan penyidik yang cukup berpengalaman (bukan penyidik pemula), pendidikannya
diarahkan untuk menguasai teknis penyidikan dan menguasai administrasi penyidikan
serta dasar-dasar pengetahuan di bidang komputer dan profil hacker.
2. Alat Bukti
Persoalan alat bukti yang dihadapi di dalam penyidikan terhadap Cybercrime
antara lain berkaitan dengan karakteristik kejahatan cybercrime itu sendiri, yaitu: ·
Sasaran atau media cybercrime adalah data dan atau sistem komputer atau sistem internet
yang sifatnya mudah diubah, dihapus, atau disembunyikan oleh pelakunya. Oleh karena
itu, data atau sistem komputer atau internet yang berhubungan dengan kejahatan tersebut
harus direkam sebagai bukti dari kejahatan yang telah dilakukan. Permasalahan timbul
berkaitan dengan kedudukan media alat rekaman (recorder) yang belum diakui KUHAP
sebagai alat bukti yang sah.
Kedudukan saksi korban dalam cybercrime sangat penting disebabkan cybercrime
seringkali dilakukan hampir-hampir tanpa saksi. Di sisi lain, saksi korban seringkali
berada jauh di luar negeri sehingga menyulitkan penyidik melakukan pemeriksaan saksi
dan pemberkasan hasil penyidikan. Penuntut umum juga tidak mau menerima berkas
perkara yang tidak dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan Saksi khususnya saksi korban
dan harus dilengkapi dengan Berita Acara Penyumpahan Saksi disebabkan kemungkinan
besar saksi tidak dapat hadir di persidangan mengingat jauhnya tempat kediaman saksi.
Hal ini mengakibatkan kurangnya alat bukti yang sah jika berkas perkara tersebut
dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan sehingga beresiko terdakwa akan
dinyatakan bebas. Mengingat karakteristik cybercrime, diperlukan aturan khusus terhadap
beberapa ketentuan hukum acara untuk cybercrime. Pada saat ini, yang dianggap paling
mendesak oleh Peneliti adalah pengaturan tentang kedudukan alat bukti yang sah bagi
beberapa alat bukti yang sering ditemukan di dalam Cybercrime seperti data atau sistem
program yang disimpan di dalam disket, hard disk, chip, atau media recorder lainnya.
3. Fasilitas komputer forensik
Untuk membuktikan jejak-jejak para hacker, cracker dan phreacker dalam
melakukan aksinya terutama yang berhubungan dengan program-program dan datadata
komputer, sarana Polri belum memadai karena belum ada komputer forensik. Fasilitas ini
diperlukan untuk mengungkap data-data digital serta merekam dan menyimpan bukti-

12
bukti berupa soft copy (image, program, dsb). Dalam hal ini Polri masih belum
mempunyai fasilitas komputer forensik yang memadai.
2.9 PENANGGULANGAN TINDAKAN CYBERCRIME
Pada perkembangannya internet ternyata membawa sisi negatif, dengan membuka
peluang munculnya tindakan-tindakan anti social yang selama ini di anggap tidak mungkin
terjadi atau tidak terpikirkan akan terjadi. Sebuah teori menyatakan sebuah teori menyatakan,
crime is product of society its self, yang secara sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat
itu sendirilah yang menghasilkan kejahatan15.
Fenomena cyber crime memang harus di waspadai karena keajahatan ini agak berbeda
dengan kejahatan lain pada umumnya. Cyber crime dapat dilakukan tanpa mengenal batas
territorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan.
Berikut ini cara penanggulangannya:
1) Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya.
2) Meningkatkan sistem pengamanan jaringan computer nasional sesuai standar
internasional.
3) Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penengak hukum mengenai
upaya pencegahan, investigasi dan penuntut perkara-perkara yang
berhubungan dengan cyber crime.
4) Meningkatkan kesadaran warga Negara mengenai masalah cyber crime serta
pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
5) Meningkatkan kerja sama antar Negara, baik bilateral, regional maupun
multilateral, dalam upaya penanganan cyber crime16. Pertama patut
dikemukakan bahwa kebijakan penanggulangan cyber crime dengan hukum
pidana termasuk bidang penal policy, yang merupakan bagian dari criminal
policy (kebijakan penanggulangan kejahatan).
Dilihat dari sudut criminal policy, upaya penanggulangan kejahatan (termasuk
penanggulangan cyber crime) tidak dapat dilakukan semata-mata secara persial dengan
hukum pidana (sarana penal), tetapi harus ditempuh pula dengan pendekatan
integral/sistemik. Sebagai salah satu betuk high tech crime yang data dilampaui batasbatas
negara (bersifat transnatioal transborder,merupakan hal yang wajar jika upaya peaggulaga CC
juga harus ditempuh dengan pendekatan teknologi (techo reventio). Disamping itu, diperluka
juga pendekatan budaya/kultur, pedekata moral/edukatif, dan bahkan pendekatan global
(kerja sama internasional)17.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dari bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

15
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantra (Cyber Crime),…, h. 39
16
Aep S. Hamidin, Tips dan Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola Resiko Kartu Kredit…..,
h. 88-89
17
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidaa Mayantara Perkembagan Kejahatan Cyber Crime Di Indonesia, Jakarta:
Raja Grafido Persada, 2007, h. 89-90

13
bahwa cybercrime merupakan kejahatan yang timbul karena dampak negatif
pemanfaatan teknologi internet. Cybercrime ini bukan hanya kejahatan terhadap komputer
tetapi juga kejahatan terhadap sistem jaringan komputer dan pengguna.Pelaku cybercrime
saat ini melakukan kejahatan tersebut bukan hanya karna mempraktekan keahlian yang
dimiliki tetapi juga karena motif lain seperti uang, dendam, politik, iseng, dan sebagainya.
Cybercrime dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan tinggi terhadap komputer
dan jaringannya. oleh karena itu dalam penanggulangannya dibutuhkan pengaturan hukum
yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut, selain itu juga diperlukan adanya
kerjasama dengan lembaga khusus untuk memberikan informasi tentang cybercrime,
melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus
dalam penanggulangan cybercrime.
Secara yuridis, cyber crime hingga saat ini belum memiliki definisi yang baku.
Sebagian berpendapat cyber crime identik dengan computer crime namun ada pula yang
berpendapat berbeda. Alasannya adalah tidak semua cyber crime tersebut menggunakan
komputer sebagai alat, namun bisa menggunakan juga alat yang lain. Permasalahan yurisdiksi
juga mempengaruhi kinerja aparat penegak hukum untuk melakukan proses peradilan karena
cyber crime melintasi batas teritorial bahkan di luar teritorial negara.
Hukum pidana belum mampu memberikan keefektifan dalam penegakan hukumnya,
karena pasal yang terdapat dalam KUHP yang berkaitan dengan cyber crime sangsi yang
dikenakan cukup ringan. Padahal beberapa kasus yang terjadi mengakibatkan kerugian yang
besar sehingga tidak sepadan dengan akibat yang ditimbulkan. Cyber crime dalam KUHP
memerlukan penafsiran yang luas sebagai jalan menuju kepastian hukum.

3.2 SARAN
Setelah melakukan pembahasan makalah mengenai CYBER CRIME ini, ada beberapa
saran yang harus nya bisa dijadikan aware khusus untuk pemerintah agar lebih peduli lagi
dengan dunia mayantara di indonesia. Karena Indonesia akan terus membutuhkan suatu
sinkronanisasi antara lembaga – lembaga yang berwenang menegakkan hukum dibidang
Cyber guna meminimalisirkan kejahatan-kejahatan virtual yang menekan laju pertumbuhan
kejahatan baru yg sangat merugikan manusia khususnya pemerintah dan masyarakat. Perlu
adanya pembaharuan sistem jaringan informasi pada computer Indonesia guna
mengindentifikasi kejahatan agar lebih mudah dan eksistensinya memiliki kekuatan hukum
yang tetap.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

14
A. Rahmah dan Amiruddin Pabbu. (2015). Kapita Selekta Hukum Pidana. Jakarta: Mitra
Wacana Media,
Abdul wahid dan Mohammad Labib.(2005). Kejahatan Mayantara (cyber crime). Bandung:
Refika Aditama
Aep S. Hamidin. (2011). Tips dan Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan
Mengelola Resiko Kartu Kredit. Yogyakarta: Media Pressindo.
Ahmad M.Ramli, (2004), Cyber Law dan Haki dalam Sistim Hukum Indonesia. Bandung:
Refika Aditama
Barda Nawawi Arief, (2003), Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti
Barda Nawawi Arief. (2007). Tindak Pidana Mayantara Perkembagan Kejahatan Cyber
Crime Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafido Persada
Dikdik M. Arief Mansur, dan Elisatris Gultom, (2005). Cyber Law Aspek Hukum Teknologi
Informasi. Bandung: Pt. Grafika Aditama
Edmon Makarim, (2005). Pengantar Hukum Telematika, Rajagrafindo Perkasa, Jakarta:
Rajagrafindo Perkasa
Maskun, (2013). Kejahatan Siber, Cyber Crime, Suatu Pengantar, Jakarta: Kencana
PrenadaMedia Group
Nurul Irfan dan Masyrofah, (2013). Fiqih Jinayah, Jakarta: Amzah
Soemarno Partodihadjo. (2008). Tanya Jawab Seputar Undang-undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronoik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kompas.
Sugeng. (2022), Hukum Telematika Indonesia, Jakarta: Prenadamedia Group fCetakan
kedua),
WEBSITE
http://dumadia.wordpress.com/2009/02/03/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-terjadinya-
cyber-crime/
https://karyatulisilmiah.com/makalah-cyber-law-cyber-crime/
https://www.academia.edu/19126528/Makalah_tentang_Cybercrime
http://digilib.uinkhas.ac.id/2998/1/hilmi.pdf
http://scholar.unand.ac.id/25717/2/2.i20BABi201i20i28Pendahuluani29.pdf
https://kumparan.com/kabar-harian/cybercrime-sejarah-pengertian-jenis-hingga-cara-
menanggulanginya-1xbDevpYNOc/full
https://www.viva.co.id/digital/digilife/801854-ini-bukti-sistem-keamanan-informasi-ri-lemah

15
16

Anda mungkin juga menyukai