Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI DAN


KOMUNIKASI CYBER

Disusun Oleh :Andika Prabawa (912200022)

Dosen Pengampun :

I Gusti Ngurah Suryantara


Jusia Amanda Ginting S.Kom.,M.Kom

Program Studi Pengantar Teknologi Informasi


Fakultas Manajemen

Universitas Bunda Mulia


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha
Esa. Diantara sekian banyak nikmat Tuhan yang Maha Esa yang
selalu memberi nikmat kesehatan lebih nikmat iman , sehingga
karenanya kita dapat melaksanakan segala kewajiban kita sehari-
hari yang berupa kewajiban kepada sesama makhluk dan lebihnya
kewajiban kepada sang khalik .

Adapun maksud dan tujuan dari penyusun makalah ini adalah


untuk memenuhi salah satu tugas kewajiban yaitu Program Studi
Pengantar Teknologi Informasi . Oleh kagrena itu melalui
kesempatan ini saya berterima kasih kepada dosen kami yang telah
memberikan tugas kepada kami dengannya kami dapat belajar
banyak dari hambatan-hambatan, kesulitan, kerjasama, dan
kepuasan pada diri kami sendiri setelah menyelsaikan tugas ini.
Jika ada kesalahan yang kami sengaja maupun tidak sengaja
mohon dimaklum dan bimbingannya karena segala kesalahan hanya
dari kami dan segala kebenaran yang hak hanya dari milik Tuhan
yang Maha Esa .
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR............................................................................................4
DAFTAR TABEL.................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................6
1.1. Latar Belakang........................................................................................6
1.2. Batas Masalah ..........................................................................................6
1.3. Tujuan Penulisan....................................................................................7
BAB II LANDASAN TEORI...........................................................................7
2.1. Pengertian Cybercrime ...........................................................................7
2.2. Latar Belakang Cyber Law ....................................................................8
2.3. Pengertian Cyber Law............................................................................8
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................9
3.1. Pengertian Infringement of Privacy ..................................................9
3.2. Faktor Penyebab Infringement of Privacy ....................................12
3.2.1. Kesadaran Hukum ........................................................................12
3.2.2. Faktor Penegakan Hukum .........................................................12
3.2.3. Faktor Ketiadaan Undang-Undang .........................................13
3.3. Landasan Hukum Infringement of Privacy ...................................13
3.4. Contoh Kasus.........................................................................................17
BAB IV PENUTUP..........................................................................................20
4.1. Kesimpulan.............................................................................................20
4.2. Saran.......................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................20
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Apa itu cybercrime .........................................................................7


DAFTAR TABEL

Table 1. Jenis Cybercrime Beserta Pasal ...................................................15


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam perjalanan menuju masa depan, saat ini


perkembangan teknologi informasi semakin cepat dan canggih
terutama pada era globalisasi, kebutuhan akan informasi yang
cepat, tepat dan hemat menjadikan internet sebagai salah satu
sarana utama untuk berkomunikasi dan bersosialisasi oleh semua
kalangan masyarakat dari perorangan sampai dengan perusahaan.
Internet sendiri merupakan jaringan komputer yang bersifat bebas
dan terbuka. Dengan demikian diperlukan usaha untuk menjamin
keamanan informasi terhadap komputer yang terhubung dengan
jaringan Internet. Beberapa instansi/perusahaan melakukan
berabagai usaha untuk menjamin keamanan suatu sistem informasi
yang mereka miliki, dikarenakan ada sisi lain dari pemanfaatan
internet yang bersifat mencari keuntunagan dengan cara yang
negative, adapun pihak-pihak dengan maksud tertentu yang
berusaha untuk melakukan serangan terhadap keamanan sistem
informasi. Bentuk serangan tersebut dapat dikelompokkan dari hal
yang ringan, misalnya yang hanya mengesalkan sampai dengan
yang sangat berbahaya. Semakin mudah kita berkomunikasi dan
mencari informasi maka di dalam kemudahan tersebut juga
terdapat segala macam kejahatan dan kecurangan yang dilakukan
oleh oknum-oknum yang tidak legal.

1.2. Batas Masalah

Makalah ini membahas tentang cybercrime, pengertian


infringement of privacy, penyebab infringement of privacy, contoh
kasus infringement of privacy.

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

a. Untuk memenuhi tugas Etika Profesi Teknologi Informasi


dan Komunikasi.
b. Untuk menambah ilmu penulis dalam bidang Teknologi
Informasi dan Komunikasi.

c. Menambah wawasan tentang cyber crime dan menggunakan


ilmu yang didapatnya untuk kepentingan yang positif.

BAB II
LANDASAN TEORI

Gambar 1. Apa itu cybercrime


2.1. Pengertian Cybercrime

Sebelum masuk ke dalam pengertian tentang infringement of


privacy, penulis mengajak Anda untuk mengetahui apa itu arti
cybercrime. Karena kegiatan infringement of privacy berkaitan
dengan istilah cybercrime. Apa itu cybercrime? Cybercrime adalah
tindakan kriminal yang dilakukan dengan teknologi computer,
khususnya teknologi internet. Cybercrime didefinisikan sebagai
perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi
computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan
teknologi internet.

Cybercrime merupakan bentik-bentuk kejahatan yang timbul


karena pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat
mengasumsikan cybercrime dengan computer crime.the U.S
department of justice memberikan pengertian computer crime
sebagai “any illegal act requiring knowledge of computer
technologi for its perpetration,investigation,or prosecution”
pengertian tersebut indentik dengan yang diberikan organization of
European community development,yang mendefinisikan computer
crime sebagai “any illegal,unethical or unauthorized behavior
relating to yhe automatic processing and/or the transmission of
data“, adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya “aspek –aspek
pidana dibidang computer“ mengartikan kejahatan komputer
sebagai “Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat
diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal”. Dari
beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa
cyber crime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada
kecanggihan teknologi, komputer dan telekomunikasi baik untuk
memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak
lain.

2.2. Latar Belakang Cyber Law

Cyber law erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal ini juga
didukung oleh globalisasi. Zaman terus berubah ubah dan manusia
mengikuti perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti oleh dampak
positif dan dampak negatif. Ada dua unsur terpenting dalam
globalisasi. Pertama, dengan globalisasi manusia dipengaruhi dan
kedua, dengan globalisasi manusia mempengaruhi (jadi
dipengaruhi atau mempengaruhi).

2.3. Pengertian Cyber Law

Cyberlaw adalah hukum yang digunakan didunia maya (cyber


space) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw
merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi suatu
aspek yang berhubungan dengan orang perongan atau subyek
hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet
yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau duni
maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari
Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam
dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan
yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana
kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya.

Contoh Studi Kasus CYBERLAW:

Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di Bank melalui


komputer sebagaimana diberitakan “ Suara Pembaharuan “ edisi 10
Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang
dari sebuah Bank swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00
dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut
dari teknologi komputer berupa komputer network yang kemudian
melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang
dikenal dengan internet.

Analisa Kasus : Kasus ini modusnya adalah murni kriminal,


kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai
sarana kejahatan. Sebaiknya internet digunakan untuk kepentingan
yang bermanfaat, dan tidak merugikan orang lain.
Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang
pada Bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan
kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia
maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP tentang
pencurian, mendapat sanksi hukuman penjara selama 5 tahun. dan
Pasal 378 KUHP tentang penipuan, mendapat sanksi hukuman
penjara selama 4 tahun.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Infringement of Privacy

Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang


merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini
biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang
tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara
komputerisasi, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat
merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor
kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi
dan sebagainya.

Pengertian Privacy menurut para ahli Kemampuan seseorang untuk


mengatur informasi mengenai dirinya sendiri. [Craig van Slyke
dan France Bélanger] dan hak dari masing-masing individu untuk
menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan untuk apa penggunaan
informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan
individu lain. [Alan Westin].

Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan


satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan
dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus
informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan
dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai
oleh orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai
suatu aspek dari keamanan.

Hak pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau


individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak negara, dan
kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara
memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi,
sebagai contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian
informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi
individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara,
dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi
publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.

Privasi dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi


keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit
keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan
kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut
suatu undian atau kompetisi; seseorang memberikan detail
personalnya (sering untuk kepentingan periklanan) untuk
mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh
lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan
tersebut dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian
identitas.

Privasi sebagai terminologi tidaklah berasal dari akar budaya


masyarakat Indonesia. Samuel D Warren dan Louis D Brandeis
menulis artikel berjudul "Right to Privacy" di Harvard Law
Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di
tahun 1888 menggambarkan "Right to Privacy" sebagai "Right to
be Let Alone" atau secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai
hak untuk tidak di usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas
Privasi dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk
melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan
dipergunakan oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 : 281).
Setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki hak untuk
mengajukan gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort.
Sebagai acuan guna mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Privasi
dapat digunakan catatan dari William Prosser yang pada tahun
1960 memaparkan hasil penelitiannya terhadap 300 an gugatan
privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Proses atas bentuk
umum peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu
dapat kita jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait
dengan media.

Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang


dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu.
tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau
ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan
orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya
sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi lain dari privasi
yaitu sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi,
kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan
untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan
dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik
terhadap pihak pihak lain dalam rangka menyepi saja.

Teknologi internet ini melahirkan berbagai macam dampak positif


dan dampak negatif. Dampak negatif ini telah memunculkan
berbagai kejahatan maya (cyber crime) yang meresahkan
masyarakat Internasional pada umunya dan masyarakat Indonesia
pada khususnya. Kejahatan tersebut perlu mendapatkan tindakan
yang tegas dengan dikeluarkan Undang-Undang terhadap kejahatan
mayantara yaitu dengan dikeluarkan UU no. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan usaha untuk
memberikan kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime
tersebut. Undang-Undang ini akibat dari lemahnya penegakan
hukum yang digunakan sebelumnya yang mengacu pada KUHP dan
peraturan perundingan lain seperti hak cipta, paten, monopoli,
merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.

Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena


kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum
nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga
perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya.
Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime
dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan
perkembangan teknologi informasi di Indonesia.

3.2. Faktor Penyebab Infringement of Privacy

3.2.1. Kesadaran Hukum

Masayarakat Indonesia sampai saat ini dalam merespon aktivitas


cyber crime masih dirasa kurang Hal ini disebabkan antara lain
oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan (lack of information)
masyarakat terhadap jenis kejahatan cyber crime. Lack of
information ini menyebabkan upaya penanggulangan cyber crime
mengalami kendala, yaitu kendala yang berkenaan dengan
penataan hukum dan proses pengawasan (controlling) masyarakat
terhadap setiap aktivitas yang diduga berkaitan dengan cyber
crime. Mengenai kendala yakni proses penaatan terhadap hukum,
jika masyarakat di Indonesia memiliki pemahaman yang benar
akan tindak pidana cyber crime maka baik secara langsung maupun
tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola penataan.
Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan
ancaman pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber
crime atau pola penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri
sebagai masyarakat hukum. Melalui pemahaman yang
komprehensif mengenai cyber crime, menimbulkan peran
masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat
mengalami lack of information, peran mereka akan menjadi
mandul.

3.2.2. Faktor Penegakan Hukum

Masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk


beluk teknologi informasi (internet), sehingga pada saat pelaku
tindak pidana ditangkap, aparat penegak hukum mengalami,
kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakai menjerat
pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem
pengoperasian yang sangat rumit. Aparat penegak hukum di daerah
pun belum siap dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini
karena masih banyak institusi kepolisian di daerah baik Polres
maupun Polsek, belum dilengkapi dengan jaringan internet. Perlu
diketahui, dengan teknologi yang sedemikian canggih,
memungkinkan kejahatan dilakukan disatu daerah.

3.2.3. Faktor Ketiadaan Undang-Undang

Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum tidak


selalu berlangsung bersama-sama, artinya pada keadaan-keadaan
tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh
perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat.Sampai saat
ini pemerintah Indonesia belum memiliki perangkat perundang-
undangan yang mengatur tentang cyber crime belum juga terwujud.
Cyber crime memang sulit untuk dinyatakan atau dikategorikan
sebagai tindak pidana karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk
melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku cyber crime,
asas ini cenderung membatasi penegak hukum di Indonesia untuk
melakukan penyelidikan ataupun penyidikan guna mengungkap
perbuatan tersebut karena suatu aturan undang-undang yang
mengatur cyber crime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak
memperbolehkan adanya suatu analogi untuk menentukan
perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas legalitas ini tidak
boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya asas ini tidak diterapkan
secara tegas atau diperkenankan untuk terdapat pengecualian.

3.3. Landasan Hukum Infringement of Privacy

Undang – Undang ITE ( Informasi dan Transaksi Elektronik


Nomor 11 Tahun 2008 Presiden Republik Indonesia Menimbang :

1. Bahwa pembangunan nasional adalah salah satu proses yang


berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai
dinamika di masyarakat.

2. Bahwa globalisasi informasi telah menempatkan indonesia


sebagai bagian dari masyarakat informasi dan transaksi elektronik
di tingkat nasional seentuk hingga pembangunan teknologi
informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar
ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan
bangsa.

3. Bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi informasi


yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan
kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung
telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum
baru.

4. Bahwa penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi


harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan
memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan
peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional.

5. Bahwa pemanfaaatn teknologi informasi berperan penting


dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
6. Bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan
teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturanya
sehingga pemanfaatan teknologi informasi memperhatikan nilai-
nilai agama dan sosial budaya masyarakat indonesia.

7. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu
membentuk undang-undang tentang informasi dan transaksi
elektronik.

Dan akhirnya Presiden republik Indonesia dan Dewan Perwakilan


Rakyat telah memutuskan menetapkan ,Undang-undang tentang
informasi transaksi elektronik:

Bab I, tentang Ketentuan Umum

Bab II, tentang Asas dan Tujuan

Bab III, tentang informasi,dokumen,dan tanda tangan elektronik

Bab IV, tentang penyelenggaran dan sertifikasi elektronik dan


sistem elektronik

Bab V, tentang transaksi elektronik

Bab VI, tentang domain hak kekayaan intelektual,dan perlindungan


hak pribadi

Bab VII, tentang perbuatan yang dilarang

Bab VIII, tentang penyelesain sengketa

Bab IX, tentang peran pemerintah dan masyarakat

Bab X, tentang penyidikan

Bab XI, tentang ketentuan pidana

Bab XII, tentang ketentuan peralihan

Bab XIII, tentang ketentuan penutup


No Jenis Cybercrime dalam buku UU No.11 Tahun
2008
1. Akss tidak sah kekomputer Pasal 30
2. Perusakan data atau sistem Pasal 32 dan Pasal
33
3. Penyedapan ilegal Pasal 31
4. Penipuan online Pasal 28
5. Kejahatan trasnfer dana secara Pasal 30 dan Pasal
elektronik 32
6. Pencurian identitas Pasal 30
7. Ponografi anak Pasal 27
8. Grooming Pasal 27
9. Crbeystalking Pasal 29
10. Voyeurism Pasal 27

Table 1. Jenis Cybercrime Beserta Pasal

Atau UU ITE pasl 27 ayat 3.

Bunyi Pasal 27 ayat 3 adalah sebagai berikut :

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan


dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sanksi
pelanggaran pasal disebutkan pada Pasal 45 ayat 1 adalah :Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Seperti halnya porno dan tidak porno, maka merasa terhina atau
tidak terhina juga berada dalam domain yang sama yaitu
subjektifitas. Tiap orang tentunya akan berbeda-beda
merasakannya. Tergantung apakah orang tersebut pendendam atau
pemaaf, dan penerima kritik atau antikritik. Pasal penghinaan atau
pencemaran nama baik bisa dikatakan pasal karet, pasal yang dapat
ditarik-tarik seenaknya. Orang hukum mungkin mengatakannya
sebagai hal yang tidak memiliki kepastian hukum. Belum lagi
pasal ini ternyata juga sudah dibahas dalam undang-undang yang
lain yaitu KUHP Pasal 311. Saling tindih suatu aturan yang sama
membuat UU menjadi tidak efisien. Semoga saja ini bukan karena
para pembuatnya memiliki OCD (Obsessive Compulsive Disorder).
Lalu masalah hukuman yang begitu berat yaitu 1 milyar rupiah.
Apa dasarnya? Mungkin bagi orang kaya, 1 M itu bisa dibayar.
Tapi buat 15,42 % (Data BPS, Maret 2008) orang miskin di
Indonesia, belum lagi ditambah orang tingkat ekonomi menengah
kebawah.Uang 1 milyar itu sangatlah tidak terjangkau. Apa
mungkin pesan implisit dari Pasal 27 ayat 3 UU-ITE ini adalah
orang miskin dilarang menghina dan mengkritik di internet?
Baiklah, Saya masih miskin saat ini. Saya tidak punya uang 1
milyar untuk menebus harga diri seseorang/sesuatu yang merasa
dicemarkan dalam tulisan-tulisan saya. Saya juga tidak cukup
punya waktu untuk kehilangan 6 tahun dipenjara karena unfinished
tasks saya sudah sangat banyak. Namun apa mau dikata, UU-ITE
telah ditetapkan bahkan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
menolak pengujian pasal 27 ayat 3 UU ITE. Sekali lagi orang
miskin (yang tak punya 1 milyar) mungkin tinggal menunggu belas
kasihan sistem keadilan yang berpihak pada para penguasa uang.

Sedangkan di Negara lain misalkan di Amerika Serikat yaitu RUU


SOPA dan PIPA. SOPA adalah singkatan Stop Online Piracy Act.
Yaitu rancangan undang-undang penghentian pembajakan online.
RUU ini diusulkan pertamakali oleh Kongres ke Gedung Parlemen
pada 26 Oktober 2011. Dengan UU SOPA, penegak hukum di AS
dapat lebih leluasa bertindak kegiatan online yang dianggap
illegal.

PIPA adalah singkatan dari Protect Intellectual Property Act atau


RUU Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. RUU PIPA bertama
kali diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh Senator Patrick Leahy. RUU
tersebut berisi definisi tentang pelanggaran yang disebabkan oleh
pendistribusian salinan palsu atauillegal copies dan barang palsu.
RUU ini bertujuan untuk :

a. Melindungi kekayaan intelektual dari pencipta konten

b. Perlindungan terhadap obat-obatan palsu

c. Setelah RUU SOPA dan PIPA muncul juga RUU CISPA.

d. CISPA adalah singkatan dari Cyber Intelligence Sharing and


Protection Act.Adapun Kutipan dari CISPA atau Sharing
Intelijen Cyber dan Undang-Undang Perlindungan:

"Menyimpang dari ketentuan hukum lain, sebuah entitas mandiri


yang dilindungi mungkin, untuk tujuan cybersecurity - (i)
menggunakan sistem cybersecurity untuk mengidentifikasi dan
memperoleh informasi cyberthreat untuk melindungi hak-hak dan
milik diri seperti dilindungi entitas, dan (ii) saham cyberthreat
seperti informasi dengan entitas lain, termasuk Pemerintah
Federal.

3.4. Contoh Kasus

Mengirim dan mendistribusikan dokumen yang bersifat


pornografi, menghina, mencemarkan nama baik, dll. Contohnya
pernah terjadi pada Prita Mulyasari yang menurut pihak tertentu
telah mencemarkan nama baik karena surat elektronik yang dibuat
olehnya.

a. Melakukan penyadapan informasi. Seperti halnya menyadap


transmisi data orang lain.

b. Melakukan penggadaan tanpa ijin pihak yang berwenang.


Bisa juga disebut dengan hijacking. Hijacking merupakan
kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Contoh
yang sering terjadi yaitu pembajakan perangkat lunak (Software
Piracy).

c. Melakukan pembobolan secara sengaja ke dalam sistem


komputer. Hal ini juga dikenal dengan istilah Unauthorized
Access. Atau bisa juga diartikan sebagai kejahatan yang terjadi
ketika seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem
jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa
sepengetahuan pemilik sistem jaringan komputer yang
dimasukinya. Jelas itu sangat melanggar privasi pihak yang
berkepentingan (pemilik sistem jaringan komputer). Contoh
kejahatan ini adalah probing dan port.

d. Memanipulasi, mengubah atau menghilangkan informasi


yang sebenarnya. Misalnya data forgery atau kejahatan yang
dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen
penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya
dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis
web database. Contoh lainnya adalah Cyber Espionage, Sabotage,
dan Extortion. Cyber Espionage merupakan kejahatan yang
memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-
mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan
komputernya.

Sabotage dan Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan


dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap
suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.

e. Google telah didenda 22.5 juta dolar Amerika karena


melanggar privacy jutaan orang yang menggunakan web browser
milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja dibandingkan
dengan pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda
itu, yang diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika
Serikat (FTC), adalah yang terbesar yang pernah dikenakan atas
sebuah perusahaan yang melanggar persetujuan sebelumnya dengan
komisi tersebut. Oktober lalu Google menandatangani sebuah
persetujuan yang mencakup janji untuk tidak menyesatkan
konsumen tentang praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh
menggunakan cookies untuk secara rahasia melacak kebiasaan dari
jutaan orang yang menggunakan Safari internet browser milik
Apple di iPhone dan iPads. Google mengatakan, pelacakan itu
tidak disengaja dan Google tidak mengambil informasi pribadi
seperti nama, alamat atau data kartu kredit.
Google sudah setuju untuk membayar denda tadi, yang merupakan
penalti terbesar yang pernah dijatuhkan atas sebuah perusahaan
yang melanggar instruksi FTC.

Contoh kasus diatas sangat mungkin untuk terjadi pula di


pertelevisian Indonesia. Momentum pelanggaran Privasi dapat
berlangsung pada proses peliputan berita dan dapat pula terjadi
pada penyebarluasan (broadcasting) nya.Dalam proses peliputan,
seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan
reporter yang secara berlebihan mengganggu wilayah pribadi nya.
Kegigihan seorang reporter mengejar berita bisa mengakibatkan
terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi
yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas kebebasan bergerak dan
melindungi kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh
banyak selebritis Indonesia. Beberapa cuplikan infotainment
menggambarkan pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa
selebriti kita tentang haknya untuk melindungi kehidupan
pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud
memang tidak terdapat garis hukum yang tegas sehingga masih
bergantung pada subjektifitas pihak-pihak yang terlibat. Dalam
proses penyebarluasan (penyiaran), pelanggaran Privasi dalam
bentuk fakta memalukan (embarrassing fact) anggapan keliru
(false light) lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar
atau tidaknya Privasi tentunya bergantung pada perasaan subjektif
si objek berita. Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari
terjadinya perbedaan sikap antara PARFI dan PARSI yang
diungkap diatas dimana disatu pihak merasa prihatin dan dipihak
lain merasa berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan
infotainment. sebagai contoh :

a. Pelanggaran terhadap privasi Tora sudiro, hal ini terjadi


Karena wartawan mendatangi rumahnya tanpa izin dari Tora.

b. Pelanggaran terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi


karena publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak
terhadap dirinya.
c. Pelanggaran terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra
lestari, hal ini terjadi karena penyebaran foto mereka dalam
tampilan vulgar kepada publik.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dari makalah ini kami menyimpulkan bahwa infringement of


privacy adalah suatu kegiatan atau aktifitas untuk mencari dan
melihat terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan
pada formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi.

4.2. Saran

Penulis memberikan saran kepada pengguna internet, untuk


menggunakan secara positif dan tidak memanfaatkan
perkembangan teknologi internet sebagai bahan untuk merugikan
orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Ramli, A. M. ( 2006 Magdalena). Cyber Law dan Haki Dalam


Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Refika Aditama .

Setyadi, M. d. (2007). yberlaw, Tidak Perlu Takut. Yogyakarta.


Andi.

Sulaiman, R. (2002). yber Crimes: Perspektif E-Commerce Crime.


Pusat Bisnis Fakultas Hukum. Universitas Pelita Harapan .

Anda mungkin juga menyukai