Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI

CYBERCRIME DAN CYBERLAW

Disusun Oleh :
GESA GRIARYASA 12119134
KISWOYO 12119176
NOVIAN SOLEHMANTO 12119234

Jurusan Manajemen Informatika


Bina Sarana Informatika
BANDUNG
2013

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-nya
kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad
SAW, nabi akhir zaman teladan kita semua.
Makalah ini berisikan tentang Pengertian Cyber Crime dan Cyber law, Melalui Makalah ini
Diharapkan dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang kejahatan di dunia teknologi
yang membuat seseorang mendapat hukuman pidana dan perdata atas perbuatannya. Makalah
Cybercrime dan Cyberlaw ini merupakan salah satu tugas atau syarat dalam memenuhi nilai
UAS pada mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam
penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Bandung , 26 April 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG………………………………………………………………………….. 1

METODE PENULISAN………………………………………………………………………..1

BAB II CYBERCRIME

DEFINISI……………………………………………………………………………………… 2

MOTIF CYBERCRIME……………………………………………………………………… 2

FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA CYBERCREME………………………………. 3

JENIS-JENIS CYBERCREME……………………………………………………………. 3

CYBERCREME DI INDONESIA…………………………………………………………. 4

PENANGANAN CYBERCREME………………………………………………………… 5

PERANGKAT ANTI CYBERCRIME…………………………………………………… 6

BAB III CYBERLAW

DEFINISI…………………………………………………………………………………… 7

JENIS-JENIS KEJAHATAN CYBER………………………………………………… 7

RUANG LINGKUP CYBER LAW ……………………………………………………. 7

TOPIK – TOPIK CYBER LAW ……………………………………………………….. 8

KOMPONEN – KOMPONEN CYBER LAW ……………………………………….. 8

ASPEK HUKUM TERHADAP KEJAHATAN CYBERLAW……………………. 9

CYBERLAW DI INDONESIA……………………………………………………….. 9

KASUS – KASUS CYBER CRIME…………………………………………………. 12

TINJAUAN HUKUM………………………………………………………………. 15
PENANGANAN CYBERCRIME…………………………………………………. 16

PERANGKAT ANTI CYBERCRIME……………………………………………. 17

BAB IV PENUTUP

KESIMPULAN …………………………………………………………………….. 18

SARAN ……………………………………………………………………………… 18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku
masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian
cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan
kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi
sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Salah satu perkembangan teknologi yang sering digunakan dan dibutuhkan semua kalangan
masyarakat adalah computer. Dengan computer seseorang dapat dengan mudah
mempergunakannya,tetapi dengan adanya computer seseorang menggunakannya dengan ada hal
yang baik dan tidaknya. Cyber crime dan cyber law dimana kejahatan ini sudah melanggar
hukum dalam teknologi dan seseorang yang mengerjakannya dapat di kenakan hukum pidana
dan perdata.

B. METODE PENULISAN

Blog ini adalah salah satu tugas Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi.
Penyusunan Blog ini (khususnya artikel yang berkaitan dengan cybercrime dan cyberlaw) adalah
hasil dari apa yang telah kami pelajari dari kampus ataupun dari bantuan media internet maupun
buku-buku yang telah kami pelajari sebelumnya. Kami berharap semoga dengan adanya blog ini
dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat khususnya berkaitan dengan cybercrime dan
cyberlaw.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan beberapa tahap. Pada tahap awal yaitu
pengumpulan data dan fakta kami lakukan dengan cara paralel, kemudian seluruh data dan fakta
yang kami dapat dihimpun untuk kemudian diseleksi, mana yang akan dibahas lebih lanjut dalam
makalah kami. Kemudian, segala data dan fakta yang telah lolos seleksi kami kelompokkan dan
kami urutkan berdasarkan tema pembahasan, kemudian penulisan makalah dilakukan dengan
memperhatikan data dan fakta yang kami peroleh sebagai bahan referensi penulisan.

BAB II

CYBERCRIME

A. DEFINISI CYBERCRIME

Cybercrime adalah tindakan pidana kriminal yang dilakukan pada teknologi internet
(cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan
pribadi. Secara teknik tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi on-
line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan
utama antara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik (internet).

Cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.

The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999
dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal:

1. Cybercrime dalam arti sempit disebut computer crime, yaitu prilaku ilegal/ melanggar yang
secara langsung menyerang sistem keamanan komputer dan/atau data yang diproses oleh
komputer.

2. Cybercrime dalam arti luas disebut computer related crime, yaitu prilaku ilegal/ melanggar
yang berkaitan dengan sistem komputer atau jaringan.

Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai
objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.

B. MOTIF CYBERCRIME

Motif pelaku kejahatan di dunia maya (cybercrime) pada umumnya dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yaitu : Motif pelaku kejahatan di dunia maya (cybercrime) pada umumnya
dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu

1. Motif intelektual, yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk kepuasan pribadi dan
menunjukkan bahwa dirinya telah mampu untuk merekayasa dan mengimplementasikan bidang
teknologi informasi. Kejahatan dengan motif ini pada umumnya dilakukan oleh seseorang secara
individual.
2. Motif ekonomi, politik, dan kriminal, yaitu kejahatan yang dilakukan untuk keuntungan
pribadi atau golongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara ekonomi dan politik pada
pihak lain. Karena memiliki tujuan yang dapat berdampak besar, kejahatan dengan motif ini pada
umumnya dilakukan oleh sebuah korporasi.

C. FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA CYBERCRIME

Jika dipandang dari sudut pandang yang lebih luas, latar belakang terjadinya kejahatan di dunia
maya ini terbagi menjadi dua faktor penting, yaitu :

1. Faktor Teknis

Dengan adanya teknologi internet akan menghilangkan batas wilayah negara yang menjadikan
dunia ini menjadi begitu dekat dan sempit. Saling terhubungnya antara jaringan yang satu dengan
yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. Kemudian, tidak meratanya
penyebaran teknologi menjadikan pihak yang satu lebih kuat daripada yang lain.

2. Faktor Sosial ekonomi

Cybercrime dapat dipandang sebagai produk ekonomi. Isu global yang kemudian dihubungkan
dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan. Keamanan jaringan merupakan isu global
yang muncul bersamaan dengan internet. Sebagai komoditi ekonomi, banyak negara yang
tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan. Melihat kenyataan seperti itu,
Cybercrime berada dalam skenerio besar dari kegiatan ekonomi dunia.

D. JENIS-JENIS CYBERCRIME

Pengelompokan jenis – jenis cybercrime dapat dikelompokkan dalam banyak kategori.


Bernstein, Bainbridge, Philip Renata, As’ad Yusuf, sampai dengan seorang Roy Suryo pun telah
membuat pengelompokkan masing-masing terkait dengan cybercrime ini. Salah satu pemisahan
jenis cybercrime yang umum dikenal adalah kategori berdasarkan motif pelakunya :

1. Sebagai tindak kejahatan Murni

Kejahatan terjadi secara sengaja dan terencana untuk melakukan perusakan, pencurian, tindakan
anarkis terhadap sistem informasi atau sistem komputer. (tindak kriminal dan memiliki motif
kriminalitas) dan biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh Kasus:
Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi
perdagangan di internet, Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming).

2. Sebagai tindak kejahatan Abu-abu (tidak jelas)

Kejahatan terjadi terhadap sistem komputer tetapi tidak melakukan perusakan, pencurian,
tindakan anarkis terhadap sistem informasi atau sistem komputer. Contoh Kasus: Probing atau
Portscanning; yaitu semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi
yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.

Convention on Cybercrime yang diadakan oleh Council of Europe dan terbuka untuk
ditandatangani mulai tanggal 23 November 2001 di Budapest menguraikan jenis-jenis kejahatan
yang harus diatur dalam hukum pidana substantif oleh negara-negara pesertanya, terdiri dari :

Tindak pidana yang berkaitan dengan kerahasiaan, integritas dan keberadaan data dan sistem
komputer: Illegal access (melakukan akses tidak sah), Illegal interception (intersepsi secara tidak
sah), Data interference (menggangu data), System interference (mengganggu pada sistem),
Misuse of devices (menyalahgunakan alat).

Tindak pidana yang berkaitan dengan komputer: Computer-related forgery (pemalsuan melalui
komputer), Computer-related fraud (penipuan melalui komputer).

Tindak pidana yang berhubungan dengan isi atau muatan data atau sistem komputer: Offences
related to child pornography (Tindak pidana yang berkaitan dengan pornografi anak).

Tindak pidana yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta dan hak-hak terkait.

E. CYBERCRIME DI INDONESIA

Ada beberapa fakta kasus cybercrime yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah :

1. Pencurian Account User Internet

Merupakan salah satu dari kategori Identity Theft and fraud (pencurian identitas dan penipuan),
hal ini dapat terjadi karena pemilik user kurang aware terhadap keamanan di dunia maya, dengan
membuat user dan password yang identik atau gampang ditebak memudahkan para pelaku
kejahatan dunia maya ini melakukan aksinya.

2. Deface (Membajak situs web)

Metode kejahatan deface adalah mengubah tampilan website menjadi sesuai keinginan pelaku
kejahatan. Bisa menampilkan tulisan-tulisan provokative atau gambar-gambar lucu. Merupakan
salah satu jenis kejahatan dunia maya yang paling favorit karena hasil kejahatan dapat dilihat
secara langsung oleh masyarakat.

3. Probing dan Port Scanning

Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah
melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau
“probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh,
hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server
Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan
melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana
yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya.

4. Virus dan Trojan

Virus komputer merupakan program komputer yang dapat menggandakan atau menyalin dirinya
sendiri dan menyebar dengan cara menyisipkan salinan dirinya ke dalam program atau dokumen
lain. Trojan adalah sebuah bentuk perangkat lunak yang mencurigakan (malicious software) yang
dapat merusak sebuah sistem atau jaringan. Tujuan dari Trojan adalah memperoleh informasi
dari target (password, kebiasaan user yang tercatat dalam system log, data, dan lain-lain), dan
mengendalikan target (memperoleh hak akses pada target).

5. Denial of Service (DoS) attack

Denial of Service (DoS) attack adalah jenis serangan terhadap sebuah komputer atau server di
dalam jaringan internet dengan cara menghabiskan sumber (resource) yang dimiliki oleh
komputer tersebut sampai komputer tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar
sehingga secara tidak langsung mencegah pengguna lain untuk memperoleh akses layanan dari
komputer yang diserang tersebut.

F. PENANGANAN CYBERCRIME

Cybercrime adalah masalah dalam dunia internet yang harus ditangani secara serius. Sebagai
kejahatan, penanganan terhadap cybercrime dapat dianalogikan sama dengan dunia nyata, harus
dengan hukum legal yang mengatur. Berikut ini ada beberapa Cara Penanganan Cybercrime :

1. Dengan Upaya non Hukum

Adalah segala upaya yang lebih bersifat preventif dan persuasif terhadap para pelaku, korban dan
semua pihak yang berpotensi terkait dengan kejahatan dunia maya.

2. Dengan Upaya Hukum (Cyberlaw)

Adalah segala upaya yang bersifat mengikat, lebih banyak memberikan informasi mengenai
hukuman dan jenis pelanggaran/ kejahatan dunia maya secara spesifik.

Beberapa contoh yang dapat dilakukan terkait dengan cara pencegahan cyber crime adalah
sebagai berikut:

1. Untuk menanggulangi masalah Denial of Services (DoS), pada sistem dapat dilakukan
dengan memasang firewall dengan Instrussion Detection System (IDS) dan Instrussion
Prevention System (IPS) pada Router.
2. Untuk menanggulangi masalah virus pada sistem dapat dilakukan dengan memasang anti
virus dan anti spy ware dengan upgrading dan updating secara periodik.

3. Untuk menanggulangi pencurian password dilakukan proteksi security system terhadap


password dan/ atau perubahan password secara berkala.

Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam kehidupan sehari-hari kita saat ini. Contoh: penggunaan
mesin ATM untuk mengambil uang; handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi (mobile
banking); Internet untuk melakukan transaksi (Internet banking, membeli barang), berikirim e-
mail atau untuk sekedar menjelajah Internet; perusahaan melakukan transaksi melalui Internet (e-
procurement). Namun demikian segala aktivitas tersebut memiliki celah yang dapat
dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan dunia maya
(cybercrime), misalnya: Penyadapan email, PIN (untuk Internet Banking), Pelanggaran terhadap
hak-hak privacy, dll. Maka dari itu diperlukan sebuah perangkat hukum yang secara legal
melawan cybercrime. Dalam hal ini cyberlaw tercipta.

G. PERANGKAT ANTI CYBERCRIME

Beberapa Hal yang perlu dilakukan dalam menangani Cybercrime adalah memperkuat aspek
hukum dan aspek non hukum, sehingga meskipun tidak dapat direduksi sampai titik nol paling
tidak terjadinya cybercrime dapat ditekan lebih rendah.

1. Modernisasi Hukum Pidana Nasional. Sejalan dengan perkembangan teknologi, cybercrime


juga mengalami perubahan yang significant. Contoh: saat ini kita mengenal ratusan jenis virus
dengan dampak tingkat kerusakan yang semakin rumit.

2. Meningkatkan Sistem Pengamanan Jaringan Komputer. Jaringan komputer merupakan


gerbang penghubung antara satu sistem komputer ke sistem yang lain. Gerbang ini sangat rentan
terhadap serangan, baik berupa denial of service attack atau virus.

3. Meningkatkan pemahaman & keahlian Aparatur Penegak Hukum. Aparatur penegak


hukum adalah sisi brainware yang memegang peran penting dalam penegakan cyberlaw. dengan
kualitas tingkat pemahaman aparat yang baik terhadap cybercrime, diharapkan kejahatan dapat
ditekan.

4. Meningkatkan kesadaran warga mengenai masalah cybercrime. Warga negara merupakan


konsumen terbesar dalam dunia maya. Warga negara memiliki potensi yang sama besar untuk
menjadi pelaku cybercrime atau corban cybercrime. Maka dari itu, kesadaran dari warga negara
sangat penting.

5. Meningkatkan kerjasama antar negara dalam upaya penanganan cybercrime. Berbagai


pertemuan atau konvensi antar beberapa negara yang membahas tentang cybercrime akan lebih
mengenalkan kepada dunia tentang fenomena cybercrime terutama beberapa jenis baru.

BAB III
CYBERCLAW

A. DEFINISI

Cyberlaw dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan hukum yang diberlakukan untuk
menanggulangi perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi
internet (Cybercrime).

B. JENIS-JENIS KEJAHATAN CYBER

Joy Computing Adalah pemakaian komputer orang lain tanpa izin . Hal ini termasuk pencurian
waktu operasi komputer.

Hacking Adalah mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.

The Trojan Horse Manipulasi data atau program dengan jalan mengubahdata atu instruksi pada
sebuah program , menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk
kepentingan pribadi atau orang lain.

Data Leakage Adalah menyangkut bocornya data keluar terutama mengenai data yang harus
dirahasiakan.

Data Didling Yaitu suatu perbuatan mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah
mengubah input atau output data.

To Frustate Data Communication ata Diddling Yaitu penyianyiaan data computer

Software Privaci Yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI

C. RUANG LINGKUP CYBER LAW

Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas
persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan
Internet. Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan
atau aspek hukum dari:

 E-Commerce,
 Trademark/Domain Names,
 Privacy and Security on the Internet,
 Copyright,
 Defamation,
 Content Regulation, Disptle Settlement, dan sebagainya.
D. TOPIK – TOPIK CYBER LAW

Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:

1. Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan


integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah
kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
2. On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman
barang melalui internet.
3. Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna
maupun penyedia content.
4. Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang
dialirkan melalui internet.
5. Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui
internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.

E. KOMPONEN – KOMPONEN CYBER LAW

 Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa
dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya
itu;
 Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan
kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang
menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan
penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa
pendidikan melalui jaringan internet;
 Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek
dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber;
 Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di
masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau
memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka
lakukan;
 Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;
 Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam
internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-
prinsip keuangan atau akuntansi;
 Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian
dari perdagangan atau bisnis usaha.

F. ASPEK HUKUM TERHADAP KEJAHATAN CYBER

Dalam kaitannya dengan penentuan hokum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa
digunakan, yaitu :
1. Azas Subjective Territoriality Azas yang menekankan bahwa keberlakuan hokum
ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya
dilakukan dinegara lain

2. Azas Objective Territoriality Azas yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah
hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat
merugikan bagi Negara yang bersangkutan

3. Azas Nasionality Azas yang menentukan bahwa Negara mempunyai jurisdiksi untuk
menentukan hokum berdasarkan kewarganegaraan pelaku

4. Azas Protective Principle Azas yang menekankan jurisdiksi berdasarkan


kewarganegaraan korban

5. Azas Universality Azas ini menentukan bahwa setiap Negara berhak untuk menangkap
dan menghukum para pelaku pembajakan

6. Azas Protective Principle Azas yang menyatakan berlakunya hokum didasarkan atas
keinginan Negara untuk melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar
wilayahnya yang umumnya digunakan apabila korban adalah Negara atau pemerintah

G. CYBERLAW DI INDONESIA

Untuk negara-negara berkembang, Indonesia bisa bercermin dengan negara-negara seperti India,
Banglades, Srilanka Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki perangkat hukum di bidang
cyberlaw atau terhadap Armenia yang pada akhir tahun 2006 lalu telah meratifikasi Convention
on Cybercrime and the Additional Protocol to the Convention on Cybercrime concerning the
criminalisation of acts of a racist and xenophobic nature committed through computer system.

Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya apalagi
jika dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki perangkat hukum
lengkap di bidang cyberlaw.

Untuk membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah-masalah hukum di ruang
cyber (internet) diperlukan komitmen kuat pemerintah dan DPR. Namun yang lebih penting lagi
selain komitmen adalah bahwa aturan yang dibuat tersebut yaitu UU ITE merupakan produk
hukum yang adaptable terhadap berbagai perubahan khususnya di bidang teknologi informasi.
Kunci dari keberhasilan pengaturan cyberlaw adalah riset yang komprehensif yang mampu
melihat masalah cyberspace dari aspek konvergensi hukum dan teknologi. Kongkretnya
pemerintah dapat membuat laboratorium dan pusat studi cyberlaw di perguruan-perguruan tinggi
dan instansi-instansi pemerintah yang dianggap capable di bidang tersebut. Laboratorium dan
pusat studi cyberlaw kemudian bekerjasama dengan Badan Litbang Instansi atau Perguruan
Tinggi membuat riset komprehensif tentang cyberlaw dan teknologi informasi. Riset ini tentu
saja harus mengkombinasikan para ahli hukum dan ahli teknologi informasi. Hasil dari riset
inilah yang kemudian dijadikan masukan dalam menyusun produk-produk cyberlaw yang
berkualitas selain tentunya masukan dari pihak-pihak lain seperti swasta, masyarakat, dan
komunitas cyber.

Selain hal tersebut hal paling penting lainnya adalah peningkatan kemampuan SDM aparatur
hukum di bidang Teknologi Informasi mulai dari polisi, jaksa, hakim bahkan advokat khususnya
yang menangani masalah-masalah ini. Penegakan hukum di bidang cyberlaw mustahil bisa
terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM aparatur yang berkualitas dan ahli di bidangnya.

Sejak satu dekade terakhir Indonesia cukup serius menangani berbagai kasus terkait Cybercrime.
Menyusun berbagai rancangan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas user
di dunia maya. Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan Cyberlaw telah mulai
diterapkan dengan baik di Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa kategori kasus Cybercrime yang telah ditangani dalam UU Informasi
dan Transaksi Elektronik (Pasal 27 sampai dengan Pasal 35) :

27. Illegal Contents

· muatan yang melanggar kesusilaan (Pornograph)

· muatan perjudian ( Computer-related betting)

· muatan penghinaan dan pencemaran nama baik

· muatan pemerasan dan ancaman (Extortion and Threats)

28. Illegal Contents

· berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik. (Service Offered fraud)

· informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan (SARA).

29. Illegal Contents

· Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman

· kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

30. Illegal Access

· Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun
Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.

Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan.

31. Illegal Interception

Intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu
Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

Intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat
publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya
perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.

32. Data Leakage and Espionag

Mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,


memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Orang lain atau milik publik.

33. System Interferenc

Melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

34. Misuse Of Device

Memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,


menyediakan, atau memiliki: perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang
atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi cybercrime, sandi lewat Komputer, Kode
Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat
diakses dengan tujuan memfasilitasi cybercrime.

35. Data Interferenc

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.
Berikut ini Table Pelanggaran Di Dunia Maya (Cybercrime) dan Hukuman yang diambil dari
UU Informasi dan Transaksi Elektronik Indonesia :

Tabel di atas hanya menangkap pelanggaran sampai dengan pasal 35, sedangkan dua pasal
berikutnya (36 dan 37) sengaja tidak ditampilkan karena merupakan pasal tersebut membahas
tentang pelanggaran turunan dari pasal-pasal sebelumnya.

H. KASUS – KASUS CYBER CRIME

Senin,17/10/2011 17:45WIB

ATSI: Kasus ‘Pencurian Pulsa’ Tak Akan Matikan Industri

Trisno Heriyanto – detikinet

Jakarta – Industri telekomunikasi Tanah Air yang sudah beranjak 15 tahun memang memiliki
pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini dibuktikan dengan jumlah pelanggan yang
meningkat, serta cakupan sinyal yang makin luas. Tak pelak, hal ini juga dimanfaatkan operator
untuk mematok tarif bersaing.

Nah, dari tarif yang kian terjangkau inilah, menurut Sarwoto Atmosutarno selaku ketua ATSI
muncul untuk menciptakan ide SMS premium. “Awalnya karena ingin mendayakan tarif sms
yang murah, maka munculah CP. Ini penting bagi operator karena bisa meningkatkan industri
kreatif,” ujarnya, kepada sejumlah wartawan di Kempinski Hotel, Senin (17/10/2011).

Namun praktik CP yang dianggap kreatif itu belakangan justru menimbulkan kerugian di sisi
konsumen. Sebab, beberapa CP nakal justru melakukan kecurangan yang membuat pengguna
secara otomatis berlanganan konten yang tidak diinginkannya.”Memang 3 minggu belakangan
ini kerjasama operator dengan content provider tidak diterima baik oleh masyarkat, tapi ini
biasanya karena masalah teknis, seperti tidak bisa Unreg,” jelas Sarwoto. Pun demikian meski
mendapat penilaian buruk dari pengguna telepon genggam, menurut Sarwoto industri seluler tak
akan mati, bahkan bisa jadi malah tumbuh subur. “Walau ditekan seperti apa pun content
provider itu tidak akan mati, mereka itu kan industri kreatif, jadi semakin ditekan ya semakin
kreatif. Cuma memang harus kita awasi agar tidak ada kejadian seperti ini lagi,” tambah pria
yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Telkomsel tersebut.

PENCURIAN PULSA

Modus Pencurian Pulsa :

1. Premium Call
SMS dikirim dari 4 nomor 4 dikit (93xx, 92xx dll)

Isi SMS seputar zodiak, ramalan, hadiah dsb

Pengguna akan dikenakan tariff premium Rp 2000 jika membalasnya.

2. Registrasi Otomatis

• SMS dikirim berbagai macam nomor

• Isi SMS seputar penawaran member langganan konten informasi (olahraga, selebrti, dsb)

• Pengguna akan otomatis menjadi member jika membalasnya

• Pengguna bisa keluar sebagai member

• Modus ini melibatkan operator telepon

Menurut Menurut Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi


(LPPMI) Kamilov Sagala ada 2 alasan mengapa kasus ini tidak pernah selesai.Pertama, terkait
persaingan usaha yang sudah semakin ketat. Seperti diberitakan sebelumnya, belakangan
masyarakat memiliki persepsi negatif terhadap konten berbayar lantaran aksi CP nakal.Sehingga
pemasukan yang didapat dari pelanggan pun menjadi semakin kecil. Di sisi lain, mereka harus
tetap jualan konten agar tetap hidup.”Nah, persaingan inilah yang kerap membuat mereka
melanggar etika bisnis,” tukas Kamilov.

Kedua, aturan yang ditegakkan Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kini semakin
melempem kala menghadapi penyedia konten nakal. Padahal mereka sudah jelas-jelas menyedot
pulsa pelanggan.Sikap tegas regulator sejatinya diharapkan dapat dikonkretkan lewat hukuman,
jangan terus mengeluarkan peringatan.

Kasus Pencurian Pulsa

KOMPAS.com — Ningsih merasa heran sekaligus sebal karena pulsa di telepon genggamnya
tinggal Rp 300, padahal baru sehari sebelumnya dia mengisi pulsa senilai Rp 20.000.”Dari
kemarin saya tidak menelepon siapa pun, juga tidak mengirim SMS karena saya enggak bisa
alias gaptek. Kok pulsa habis, ya?” keluhnya.

Pengguna lain, Eka, membiarkan pulsanya habis dan nomor telepon genggamnya hangus, lalu
menggantinya dengan nomor baru setelah dia tak berhasil menghentikan penyedotan pulsa oleh
penyedia konten. Ia sebelumnya berkali-kali mengetik “unreg” dan melapor kepada penyedia
konten (content provider atau CP) bersangkutan.

Menurut anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Danrivanto Budhijanto,


“Memang badan itu telah menemukan 60 CP yang ditengarai melakukan tindak pencurian pulsa.
Namun karena masih dalam proses penyidikan, kami belum bisa menyampaikannya kepada
publik.””Jika kami sudah menemukan CP yang benar-benar melakukan kesalahan dan sudah
mengganti biaya pelanggan yang juga prosesnya kami awasi, maka itu baru bisa disiarkan
kepada publik. Jadi, masyarakat diminta sabar karena kami terus memprosesnya hingga saat ini,”
ujarnya.Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), BRTI, beserta para operator
telekomunikasi juga telah mencekal izin 60 CP nakal yang diduga terlibat kasus pencurian pulsa
pelanggan.

Sejak pertengahan Juli lalu, Kemkominfo membuka layanan aduan terkait SMS premium melalui
nomor 159 yang dikelola oleh BRTI. “Sejak dibuka, sudah banyak pengaduan yang masuk. Kami
biasanya langsung menghubungkannya ke semua operator yang terkait saat itu juga untuk
melaporkan hal ini,” ungkapnya.Komisioner BRTI itu juga mengatakan bahwa badan regulasi ini
telah bersifat sinergis dengan operator untuk menyesuaikan masalah tersebut. Ada tiga variabel
untuk menangani masalah pencurian pulsa, yaitu teknologi, regulasi, dan hukum. BRTI juga
tidak hanya mengatur CP, tetapi juga jasa pesan premium yang disebarkan.

Aktivis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bona Simanjuntak, menilai kerugian yang
ditimbulkan akibat aksi negatif CP nakal tersebut kemungkinan jauh lebih besar dari klaim
Menkominfo Tifatul Sembiring yang menyebut jumlahnya belum sampai Rp 100 miliar.
“Kejahatan ini telah berlangsung sejak 2007. Jika operator mempunyai 10 juta pelanggan yang
terkena modus penipuan ini, maka terdapat Rp 2.000 x 10 juta atau sebesar Rp 20 miliar uang
pelanggan yang ‘dirampok’,” ujarnya.

“Bayangkan bila hal itu terjadi di lebih dari lima operator besar di Indonesia dan dilakukan setiap
hari. Dalam toleransi satu tahun saja, akan lebih dari Rp 30 triliun uang masyarakat diambil.
Dengan asumsi lima operator mempunyai 10 juta pelanggan aktif setiap hari (yang menjadi
korban),” katanya.Bona juga meyakini bahwa ulah nakal para CP yang menggembosi pulsa
pengguna seluler Tanah Air tidak memiliki satu modus, tetapi beberapa cara. Aksi ini pun bukan
mustahil terjadi atas “izin” dan diketahui oleh operator.

Terkait makin maraknya pencurian pulsa, Komisi I DPR telah memanggil Menkominfo Tifatul
Sembiring bersama lima perusahaan operator dan BRTI untuk membahas dugaan pencurian
pulsa pelanggan seluler oleh perusahaan penyedia konten.Rapat dengar pendapat yang
berlangsung alot itu mempertanyakan kinerja BRTI dan mengusulkan moratorium pelayanan
SMS premium, yang diduga menjadi alat pencurian. Mereka juga memasalahkan kelalaian
operator yang mengaku tidak tahu kasus pencurian pulsa yang merugikan masyarakat.

Anggota Komisi I DPR dari Partai Demokrat, Roy Suryo, mengusulkan agar pemerintah dan
operator mengumumkan perusahaan penyedia konten nakal yang kerap menyedot dan mencuri
pulsa. Dalam rapat ini, Komisi I meminta komitmen operator seluler dan juga bukti konkret
terkait kasus penipuan pulsa tersebut.

Namun, menurut Tifatul, yang pasti CP sebagai industri yang kreatif tidak akan pernah ditutup
karena masih banyak yang positif dan tidak melakukan kecurangan. Dia berjanji akan
berkoordinasi dengan pihak kepolisian agar CP yang merugikan masyarakat dapat dikenai sanksi
hukum.
KASUS 2

Sandra Dewi Tersandung Cyber Crime

17/03/2008 12:52 | Kriminalitas dan Selebritis

Liputan6.com, Jakarta: Cantik, muda, dan berbakat, itulah sosok Sandra Dewi. Gadis yang
bernama lengkap Monica Nichole Sandra Dewi Gunawan Basri ini mulai dikenal publik melalui
film Quickie Express dan sinetron Cinta Indah. Wajah cantik Sandra kini kerap menghiasi
tabloid, majalah, hingga internet. Sayang, di tengah puncak karier, Sandra tersandung masalah.
Sejumlah foto seorang wanita tanpa busana yang diduga Sandra Dewi beredar di internet, belum
lama berselang.

Sandra mengaku kaget dan sedih dengan beredarnya foto-foto tersebut. Gadis kelahiran
Pangkalpinang, Bangka Belitung, 25 tahun silam ini kecewa dengan perilaku orang tak
bertanggung jawab yang telah mencemarkan nama baiknya. Ia terpaksa menanggung malu atas
kejadian yang tak pernah dilakukan. Beruntung, keluarga, kerabat, dan para sahabat terus
mendukung dan membantu mantan Duta Pariwisata Jakarta Barat tersebut. Mereka juga
menyarankan lulusan London School of Public Relation, Jakarta Pusat ini menempuh jalur
hukum.

Sebagai seorang yang religius, artis yang bertempat tinggal di kawasan Kedoya, Jakarta barat ini
menyerahkan semuanya kepada Tuhan meski sempat terlintas untuk melaporkan peristiwa
tersebut ke polisi. Bahkan, Sandra justru memafkan sang penyebar foto itu. Pelaku dikabarkan
meminta maaf kepada Sandra melalui internet. Meski demikian, Sandra masih sulit
menghilangkan trauma ketika harus berhadapan dengan penggemarnya, termasuk jika mereka
meminta foto bersama.

Sulung dari tiga bersaudara ini berharap pemerintah mengambil tindakan tegas kepada para
pelaku cyber crime. Sebab, tindakan mereka sangat mengganggu dan cenderung mencemarkan
nama baik seseorang.

Kasus foto-foto artis tanpa busana seperti ini bukanlah pertama dan mungkin tak akan menjadi
yang terakhir. Selama korban tidak melaporkan kejahatan yang menimpa dirinya kepada polisi,
tangan-tangan jahil akan terus menciptakan karyanya. Memaafkan adalah tindakan terpuji.
Namun, jika pelaku tertangkap bisa membuat efek jera bagi orang-orang yang menyalurkan
kreativitas secara negatif.(RMA/Yoga Andika Satria dan Kurnia Supriyatna.

I. TINJAUAN HUKUM

Saat ini di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur mengenai
Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum disahkan oleh
Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya
dengan cyber crime, para Penyidik ( khususnya Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan
dan persamaan terhadap pasal-pasal yg ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam
KUHP pada Cybercrime antara lain:
1. KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana )

�� Pasal 362 KUHP Tentang pencurian ( Kasus carding )

�� Pasal 378 KUHP tentang Penipuan ( Penipuan melalui website seolah-olah menjual barang)

�� Pasal 311 KUHP Pencemaran nama Baik ( melalui media internet dengan mengirim email
kepada Korban maupun teman-teman korban)

�� Pasal 303 KUHP Perjudian (permainan judi online)

�� Pasal 282 KUHP Pornografi ( Penyebaran pornografi melalui media internet).

�� Pasal 282 dan 311 KUHP ( tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang
vulgar di Internet).

�� Pasal 378 dan 362 (Tentang kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah
ingin membayar, dengan kartu kredit hasil curian )

2. Undang-Undang No.19 Thn 2002 Tentang Hak Cipta, Khususnya tentang Program Komputer
atau software

3. Undang-Undang No.36 Thn 1999 tentang Telekomunikasi, ( penyalahgunaan Internet yang


menggangu ketertiban umum atau pribadi).

4. Undang-undang No.25 Thn 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15 Tahun 2002
Tentang Pencucian Uang.

5. Undang-Undang No.15 thn 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

J. PENANGANAN CYBERCRIME

Cybercrime adalah masalah dalam dunia internet yang harus ditangani secara serius. Sebagai
kejahatan, penanganan terhadap cybercrime dapat dianalogikan sama dengan dunia nyata, harus
dengan hukum legal yang mengatur. Berikut ini ada beberapa Cara Penanganan Cybercrime :

Dengan Upaya non Hukum

Adalah segala upaya yang lebih bersifat preventif dan persuasif terhadap para pelaku, korban dan
semua pihak yang berpotensi terkait dengan kejahatan dunia maya.

Dengan Upaya Hukum (Cyberlaw)


Adalah segala upaya yang bersifat mengikat, lebih banyak memberikan informasi mengenai
hukuman dan jenis pelanggaran/ kejahatan dunia maya secara spesifik.

Beberapa contoh yang dapat dilakukan terkait dengan cara pencegahan cyber crime adalah
sebagai berikut:

Untuk menanggulangi masalah Denial of Services (DoS), pada sistem dapat dilakukan dengan
memasang firewall dengan Instrussion Detection System (IDS) dan Instrussion Prevention
System (IPS) pada Router.

Untuk menanggulangi masalah virus pada sistem dapat dilakukan dengan memasang anti virus
dan anti spy ware dengan upgrading dan updating secara periodik.

Untuk menanggulangi pencurian password dilakukan proteksi security system terhadap password
dan/ atau perubahan password secara berkala.

Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam kehidupan sehari-hari kita saat ini. Contoh: penggunaan
mesin ATM untuk mengambil uang; handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi (mobile
banking); Internet untuk melakukan transaksi (Internet banking, membeli barang), berikirim e-
mail atau untuk sekedar menjelajah Internet; perusahaan melakukan transaksi melalui Internet (e-
procurement). Namun demikian segala aktivitas tersebut memiliki celah yang dapat
dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan dunia maya
(cybercrime), misalnya: Penyadapan email, PIN (untuk Internet Banking), Pelanggaran terhadap
hak-hak privacy, dll. Maka dari itu diperlukan sebuah perangkat hukum yang secara legal
melawan cybercrime. Dalam hal ini cyberlaw tercipta.

K. PERANGKAT ANTI CYBERCRIME

Beberapa Hal yang perlu dilakukan dalam menangani Cybercrime adalah memperkuat aspek
hukum dan aspek non hukum, sehingga meskipun tidak dapat direduksi sampai titik nol paling
tidak terjadinya cybercrime dapat ditekan lebih rendah.

Modernisasi Hukum Pidana Nasional. Sejalan dengan perkembangan teknologi, cybercrime juga
mengalami perubahan yang significant. Contoh: saat ini kita mengenal ratusan jenis virus dengan
dampak tingkat kerusakan yang semakin rumit.

Meningkatkan Sistem Pengamanan Jaringan Komputer. Jaringan komputer merupakan gerbang


penghubung antara satu sistem komputer ke sistem yang lain. Gerbang ini sangat rentan terhadap
serangan, baik berupa denial of service attack atau virus.

Meningkatkan pemahaman & keahlian Aparatur Penegak Hukum. Aparatur penegak hukum
adalah sisi brainware yang memegang peran penting dalam penegakan cyberlaw. dengan kualitas
tingkat pemahaman aparat yang baik terhadap cybercrime, diharapkan kejahatan dapat ditekan.
Meningkatkan kesadaran warga mengenai masalah cybercrime. Warga negara merupakan
konsumen terbesar dalam dunia maya. Warga negara memiliki potensi yang sama besar untuk
menjadi pelaku cybercrime atau corban cybercrime. Maka dari itu, kesadaran dari warga negara
sangat penting.

Meningkatkan kerjasama antar negara dalam upaya penanganan cybercrime. Berbagai pertemuan
atau konvensi antar beberapa negara yang membahas tentang cybercrime akan lebih
mengenalkan kepada dunia tentang fenomena cybercrime terutama beberapa jenis baru.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Di dunia ini banyak hal yang memiliki dualisme yang kedua sisinya saling berlawanan. Seperti
teknologi informasi dan komunikasi, hal ini diyakini sebagai hasil karya cipta peradaban
manusia tertinggi pada zaman ini. Namun karena keberadaannya yang bagai memiliki dua mata
pisau yang saling berlawanan, satu mata pisau dapat menjadi manfaat bagi banyak orang,
sedangkan mata pisau lainnya dapat menjadi sumber kerugian bagi yang lain, banyak pihak yang
memilih untuk tidak berinteraksi dengan teknologi informasi dan komunikasi. Sebagai manusia
yang beradab, dalam menyikapi dan menggunakan teknologi ini, mestinya kita dapat memilah
mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kemudian mengambilnya sebagai
penyambung mata rantai kebaikan terhadap sesama, kita juga mesti pandai melihat mana yang
buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita menghindari atau memberantasnya
jika hal itu ada di hadapan kita.

B. SARAN

Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang mestinya kita hindari atau kita berantas
keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh suatu negara untuk
melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya dalam hal kasus
cybercrime yang sedang tumbuh di wilayah negara tersebut. Seperti layaknya pelanggar hukum
dan penegak hukum.

Demikian makalah ini kami susun dengan usaha yang maksimal dari tim kami, kami
mengharapkan yang terbaik bagi kami dalam penyusunan makalah ini maupun bagi para
pembaca semoga dapat mengambil manfaat dengan bertambahnya wawasan dan pengetahuan
baru setelah membaca tulisan yang ada pada makalah ini. Namun demikian, sebagai manusia
biasa kami menyadari keterbatasan kami dalam segala hal termasuk dalam penyusunan makalah
ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik atau saran yang membangun demi terciptanya
penyusunan makalah yang lebih sempurna di masa yang akan datang. Atas segala perhatiannya
kami haturkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

· sumber ; http://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya

· http://en.wikipedia.org/wiki/Cyber_crime

· http://id.wikipedia.org/wiki/Perangkat_perusak

· http://keamananinternet.tripod.com/pengertian-definisi-cybercrime.html

· Modul teknologi dan informasi bina sarana informatika

Anda mungkin juga menyukai