Anda di halaman 1dari 5

TEORI YANG MELANDASI CYBER ETHICS

BAB II
LANDASAN TEORI

Etika Komputer (Cyber Ethics)


Etika komputer adalah seperangkat asas atau nilai yang berkenaan
dengan penggunaan komputer. Etika komputer berasal dari 2 suku kata
yaitu etika (bahasa Yunani: ethos) adalah adat istiadat atau kebiasaan
yang baik dalam individu, kelompok maupun masyarakat dan komputer
(bahasa Inggris: to compute) merupakan alat yang digunakan untuk
menghitung dan mengolah data. Jumlah interaksi manusia dengan
komputer yang terus meningkat dari waktu ke waktu membuat etika
komputer menjadi suatu peraturan dasar yang harus dipahami oleh
masyarakat luas.

Sejarah Etika Komputer


Sejak awal peradaban, manusia selalu termotivasi memperbaharui
teknologi yang ada. Hal ini merupakan perkembangan yang hebat dan
terus mengalami kemajuan. Dari semua kemajuan yang signifikan yang
dibuat oleh manusia sampai hari ini, mungkin hal yang terpenting adalah
perkembangan internet.

Komputer ditemukan oleh Howard Aiken pada tahun 1973 Penemuan


komputer di tahun 1973 ini menjadi tonggak lahirnya etika komputer yang
kemudian berkembang hingga menjadi sebuah disiplin ilmu baru di
bidang teknologi.

Perkembangan Internet
Internet ( Interconection Networking ) merupakan suatu jaringan yang
menghubungkan computer diseluruh dunia tanpa dibatasi oleh jumlah
unit menjadi satu jaringan yang bisa saling mengakses. Dengan internet
tersebut, satu computer dapat berkomunikasi secara langsung dengan
computer lain diberbagai belahan dunia.

Alasan mengapa era ini memberikan dampak yang cukup signifikan bagi
berbagai aspek kehidupan.

Informasi pada internet bisa diakses 24 jam dalam sehari.


1. Biaya murah dan bahan gratis.
2. Kemudahan akses informasi dan melakukan transaksi

3. Kemudahan membangun relasi dengan pelanggan

4. Materi dapat di up-date dengan mudah

5. Pengguna internet telah merambah ke segala penjuru.

Apa itu Cyber Ethics?


Etika, menurut Elaine Englehardt ( 2001 ) diartikan sebagai suatu tipe
pembuatan keputusan yang bersifat moral. serta menentukan apa yang
benar atau salah dipengaruhi oleh peraturan dan hukum yang ada
dimasyarakat. Sedang Donald Wright ( 1996 ), melengkapi moral adalah
bagian dari perkembangan umat manusia, dan seiring dengan
bertambahnya usia, kode moral, yang mengalami perubahan menuju
kedewasaan. Lalu bagaimana memahami tentang cyberethics?

Menurut Richard A. Spinello ( 2004 ), cyberethics can be defined as the


field of applied ethics than examines moral, legal, and social issues in the
development and use of cybertechnology. Cybertechnology, in turn, refers
to abroud spectrum of technologies that range from stnad alone,
computer to the cluster of networked computing, information, and
communication technologies. Spinello menyatakan moral, hukum dan isu
sosial yang berkembang didalam teknologi cyber (cybertechnology), itulah
cyberethics. Sementara teknologi cyber merupakan sebuah spektrum
besar yang membahas tentang komputasi jaringan, informasi jaringan dan
tekhnologi komunikasi.

Dapat disederhanakan,cyberethics sesungguhnya adalah etika dalam


mengoperasikan jaringan internet, utamanya perilaku para pengguna.
Kemudian bagaimana cyberethics itu tumbuh? Karena belum ada aturan
tertulisnya, bagaimana etika penggunaan jaringan internet itu disepakati
secara tertulis. Tidak adanya batas yang jelas secara fisik serta luasnya
penggunaan IT. Karenanya setiap pengguna teknologi informasi mau
mematuhi cyber ethics yang disepakati.

Bagaimana tumbuhnya cyberethics?


Sejumlah perdebatan panjang, apakah cybertechnology memunculkan
etika baru? silang pendapatpun, terjadi, dimana isu etika yang dikaitkan
dengan penggunaan komputer dan teknologi cyber, tidak ada. Sejumlah
pendapat menyatakan pelanggaran etika dan hukum, mestinya terjadi
dimana saja, tak terkecuali didunia maya. Praktek pelanggaran moral dan
hukum dicybertechnology, merupakan adopsi yang terjadi dalam nyata
kedalam dunia cyber. Karena itu, Walter Maner, berkeyakinan bahwa
penggunaan komputer tidak menimbulkan isu etika, tanpa adanya
teknologi cyber. Sejalan dengan pemikiran Deborah Johnson, bahwa isu
etika yang ditimbulkan teknologi komputer dapat dipahami sebagai hal
baru dari masalah moral pada umumnya.

Salah satu kararteristik interaksi didunia maya, interaksi tetap terjadi


meski tanpa menunjukkan identitas. Menurut Dysson ( 1994), internet
identik dengan cyberspace atau dunia maya. Karena itu, tidak ada yang
tahu pasti, seberapa luas internet secara fisik menjadi sebuah
karakteristik dunia maya. Kemudian Dysson membagi karakteristik dunia
maya menjadi:

a.Beroperasi secara virtual.

b.Dunia cyber selalu berubah dengan cepat.

c.Dunia cyber tidak mengenal batas territorial.

d.Orang yang hidup dalam dunia maya, dapat melaksanakan aktivitasnya


tanpa harus menunjukkan identitasnya.

e.Informasi didalamnya bersifat public.

Dengan karakteristik cyberspace itulah, kemudian memunculkan


“kebebasan informasi”, kebebasan berbicara, kebebasan mengkritik.
Didalamnya juga, orang tidak hanya dapat mengekspresikan ego
individualnya, tetapi ia juga dapat bermain didalam “ ruang fantasi”.
Dalam media lain, orang masih memiliki keterbatasan dalam
berpendapat. Ruang yang diberikan tidak mampu mencakup pendapat
publik.

Adakalanya timbal balik, melalui interaksi dunia maya, orang mengakses


informasi yang diinginkan secara cepat, detail dan rinci. Karena ruang
lingkup internet yang tidak terbatas, membuat pihak yang terlibat
didalamnya, ekstra hati-hati dalam berinteraksi. Sejauh ini, etika yang
diterapkan dalam interaksi cyberspace, disepakati secara tidak tertulis
antara sesama pengguna dalam komunitas virtual. Menurut Howard
Rheingold, 1993, “Komunikasi virtual adalah kelompok sosial yang muncul
dari internet ketika cukup orang yang ikut diskusi umum yang cukup
panjang, dengan perasaan manusia secukupnya, untuk membentuk
jaringan hubungan pribadi dicyberspace”. Fisolofis interaksi dalam dunia
maya adalah interaksi tanpa bertemu fisik secara langsung. Padahal
dalam interaksi, tentu ada nilai yang harus dihargai menyangkut karya
cipta orang lain, yang dipublikasikan melalui internet.
Menurut Elaine Englehardt ( 2001) bahwa kita tidak menciptakan sistem
etika sendiri, yang berarti bahwa etika biasanya mengikuti kode budaya
dari moralitas. Donald Wright ( 1996 ) memperkuat bahwa etika harus
menjadi batu penjuru dari peradaban manapun dimana nilai-nilai seperti
kebenaran, kejujuran, dan untegritas dipertahankan. Sementara Dan Ken
Andersen ( 2003 ) berpendapat bahwa tanpa pemahaman dan ekspresi
nilai-nilai etika, masyarakat akan dirugikan.

Bagaimana Terjadinya pelanggaran Cyberethics?


Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya
menghasilkan hal postif. Satu hal negatif yang merupakan efek samping
antara lain munculnya kejahatan di dunia cyber (cybercrime). Hilangnya
batas ruang dan waktu di Internet mengubah banyak hal. Seseorang
cracker di Rusia dapat masuk ke sebuah server di Pentagon tanpa ijin?
Lalu bagaimana tentang penyebar virus? Apa batasan dari sebuah
cybercrime?

Kehidupan masyarakat, dilingkari apa yang disebut norma. Norma yang


terbangun itulah, yang menjaga keteraturan manusia dalam menjalani
kodratnya sebagai makhluk sosial ( makhluk yang tak mampu hidup
sendiri ). Norma yang dianut masyarakat terbagi empat, pertama, norma
agama. Dimana nilai-nilai bersumber dari ajaran agama. Kedua, norma
kesopanan. Norma ini mengatur tentang nilai tata cara yang bersumber
dari masyarakat. Ketiga, norma kesusilaan. Dimana hubungan manusia
yang bersumber dalam dirinya. Keempat norma hukum, norma yang
bersumber dari perundang-undangan.

Dalam kontek cyberethics, pelanggaran yang terjadi dalam penggunaan


internet, bisa bercermin dari norma yang telah diatur masyarakat didunia
nyata. Artinya, pemanfaatan internet, seperti yang diyakini Walter Maner
dan Deborah Johnson, bahwa penggunaan komputer tidak menimbulkan
isu etika, tanpa adanya teknologi cyber serta isu etika yang ditimbulkan
teknologi komputer dapat dipahami sebagai hal baru dari masalah moral
pada umumnya.

Salah satunya kasus, munculnya Cyber-Bullying. Dimana remaja belum


cukup matang memahami dampak dari informasi, misalnya yang
dimunculkan dalam jejaring sosial. Sehingga banyak terjadi kasus
perkelahian yang dimulai dari komentar atau status namun dianggap
ejekan. Hal itu bisa terjadi, ketika orang memasuki batas ( border ) yang
seharusnya tidak ia lewati. Melewati tapal batas berarti over, menjadi
hyper atau menjadi ekstrim. Inilah konsekuensi keleluasaan yang
ditawarkan dunia cyber. Memang menggiurkan, tetapi terkadang tidak
berhadapan langsung dengan lawan bicara, membuat kita tidak bisa
mengetahui apakah sang lawan bicara memiliki maksud benar. karena
umpan balik dari lingkungan virtual dapat diatur sesuai kehendak individu.
https://tugasetika5.wordpress.com/teori-yang-melandasi-cyber-ethics/

Anda mungkin juga menyukai